Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117107 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendro Bowo Kusumo
"[Penelitian ini dilakukan untuk mereview regulasi tentang persyaratan luas minimal setiap kavling/unit perumahan di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode Regulatory Impact Assesment (RIA) dengan menggunakan AHP untuk CBA dalam kuesioner untuk menganalisis dampak kebijakan tersebut pada saat diimplementasikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang paling tepat dalam mengatasi permasalahan adalah dengan meniadakan ketentuan syarat luas minimal lahan setiap/kavling perumahan di
Kota Depok. Sehingga disarankan Pemerintah Kota Depok untuk mencabut ketentuan yang mengatur persyaratan luas minimal lahan setiap kavling/unit perumahan 120 (seratus dua puluh) meter persegi di dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2013 dan Rancangan Perda tentang RTRW Kota Depok tahun 2012-2032;This Study was conducted to review the regulations on minimum area requirements of each housing unit in Depok City. This study uses Regulatory Impact Assesment (RIA) to analyze the impact of the policy at the time of
implementation. Analysis tool used in this RIA method is using CBA obtained from AHP questionnaire. Result of this study indicates that the most appropriate policy alternative to overcome problems is to drop minimum land area requirement regulation for each housing unit in Depok City. For Depok City Government it is suggested to repeal provisions in City Regulation No. 13 of 2013 and city regulation draft concerning Depok City Spatial Plan 2012-2032 wich regulate minimum area requirement is 120 square meters for each land/housing unit., This Study was conducted to review the regulations on minimum area
requirements of each housing unit in Depok City. This study uses Regulatory
Impact Assesment (RIA) to analyze the impact of the policy at the time of
implementation. Analysis tool used in this RIA method is using CBA obtained
from AHP questionnaire. Result of this study indicates that the most appropriate
policy alternative to overcome problems is to drop minimum land area
requirement regulation for each housing unit in Depok City. For Depok City
Government it is suggested to repeal provisions in City Regulation No. 13 of
2013 and city regulation draft concerning Depok City Spatial Plan 2012-2032
wich regulate minimum area requirement is 120 square meters for each
land/housing unit.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Rizki Pratama
"Masalah pengembang yang belum menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) perumahan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) menunjukan angka yang cukup signifikan. Walaupun telah terdapat regulasi dari pemerintah, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang pedoman penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman di daerah, tetapi hasilnya masih belum optimal. Pemerintah dan masyarakat mendapat kerugian atas hal ini. Maka disini harus ada perhatian yang serius dari pemerintah pusat maupun daerah. Keberadaan prasarana, sarana, dan utilitas dalam lingkungan perumahan sangatlah penting. Pada dasarnya pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang pelaksanaan pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas di perumahan. Peraturan tersebut mengharuskan perusahaan pembangun perumahan atau pengembang perumahan dan Pemerintah Daerah untuk menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan yang dibutuhkan warganya.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengidentifikasi dan menemukan faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan. Hambatan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas yang terjadi berkaitan dengan aspek kebijakan, penyerahan, pengawasan dan pengendalian diketahui dengan membandingkan proses pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan tahapan pengadaannya melalui wawancara mendalam dengan pihak-pihak di Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang diwakili oleh Dinas Tata Kota Tangerang Selatan dan pihak pengembang yang terkait dalam proses pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan di Kota Tangerang Selatan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai hambatan yang dialami baik oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan maupun pengembang dan terjadi pada penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan.

Problems developers have not handed infrastructure, facilities, and utilities (PSU) housing to local government (LG) showed significant figures. Although there have been government regulations, the Minister of Home Affairs No. 9 of 2009 on guidelines for the submission of infrastructure, facilities, utilities and housing and settlements in the area, but the results are still not optimal. Government and the public got over this loss. So here there must be a serious concern of the central and local governments. The existence of infrastructure, facilities, and utilities in a residential neighborhood is essential. Basically the government has issued regulations on the procurement of infrastructure, facilities, and utilities in housing. The regulation requires companies residential builders or property developers and local governments to provide the infrastructure, facilities, and utilities needed housing residents.
This study aims to explore, identify and locate the factors inhibiting the implementation of the delivery of infrastructure, facilities, housing and utilities in South Tangerang city. Barriers to delivery of infrastructure, facilities, and utilities that were related to aspects of policy, delivery, monitoring and controlling known by comparing the provision of infrastructure, facilities, and utilities in accordance with the procurement stage through in-depth interviews with stakeholders in the South Tangerang City Government represented by South Tangerang City Planning and the developers involved in the provision of infrastructure, facilities, housing and utilities in South Tangerang city. Results from the study show that there are various barriers experienced by both the South Tangerang City Government and the developer and occurs in the delivery of infrastructure, facilities, housing and utilities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44945
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jumlah penduduk yang yang semakin lama semakin bertambah sebanding
dengan pertambahan jumlah kebutuhan akan rumah. Namun dalam kenyataannya
kebutuhan permintaan akan hunian sendiri tidak diimbangi dengan kemampuan akan
penyediaan rumah. Yang selanjutnya akan semakin memperlebar jarak antara
permintaan dengan kemampuan penyediaan rumah.
Salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
adanya ajuan konsep hibrid pada hunian. Adapun konsep hibrid ini teljadi sebagai
proses adaptasi pada dunia arsitektur terhadap perubahan sosial dan budaya yang
nantinya akan terjadi. Hasil dari proses adaptasi ini terlihat pada adanya perubahan
dan perluasan akan bentuk hunian yang tercipta nantinya baik hunian yang memiliki
fungsi tempat tinggal maupun hunian yang terintegrasi dari fungsi tempat tinggal dan
usaha.
Dalam skripsi ini akan diberikan beberapa contoh kasus dari penggunaan
konsp hibrid dalarn konteks hunian yang memiliki fungsi tempat tinggal dan hlmian
yang terintegrasi dari fungsi tempat tinggal dan usaha serta beberapa contoh kasus di
lapangan mengenai hunian yang terintegrasi dari iimgsi tempat tinggal dan usaha
sebagai bahan perbandingan Akhimya dari studi kasus tersebut didapatkan suatu
kesimpulan akan efektifitas dari penggunaan konsep hibrid pada hunian yang
terintegrasi dari dua fungsi yakni rumah dan usaha terhadap konteks pemecahan
permasalahan hunian pada kota yang miskin lahan namun kaya akan penduduk"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Safitri Wijaya Jonni
"Manusia pada tahapan siklus hidup yang berbeda akan memiliki kebutuhan, keinginan, dan hambatan yang berbeda-beda dalam kegiatan merumahnya, serta bergantung pada konteks di mana ia bertinggal. Pengalaman merumah individu pada setiap tahapan siklus hidup atau yang sering disebut sebagai housing transition diperlukan untuk dapat memahami secara menyeluruh kondisi dan isu permukiman dalam konteks tertentu. Salah satu isu permukiman yang membutuhkan perhatian terhadap hubungan antara pengalaman merumah dengan tahapan siklus hidup manusia adalah segregasi permukiman berdasarkan usia. Pada konteks Blok Empang ditemukan adanya housing transition kelompok individu dewasa muda, usia paruh baya, dan usia lanjut yang berbeda dan cenderung lebih fleksibel dibandingkan teori housing transition yang ada dikarenakan faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan bermukim warga di Blok Empang. Beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan bermukim di Blok Empang yaitu keterikatan dengan lingkungan, kedekatan dengan keluarga, parental background, proses pembentukan keluarga, pekerjaan, dan adanya variasi pilihan rumah. Faktor-faktor ini juga yang kemudian memengaruhi terbentuknya permukiman yang terintegrasi secara usia di Blok Empang, terutama ketersediaan variasi pilihan rumah yang terjangkau.

Humans at different stages in the life course will have different needs, aspirations, and constraints on their housing experiences depending on the context in which they live. Therefore, to understand housing conditions and problems in certain contexts, it is important to understand the housing experiences of the people in each stages of the life course, which is often referred to as the housing transition. One of the housing problems that requires an understanding of the relation between housing experiences and the life course is the issue of residential segregation by age. In the context of Blok Empang, it was found that the housing transitions for younger adults, middle-aged adults, and older adults are different and more flexible than the housing transition theory from literature, caused by the factors that affect the lives of the residents in Blok Empang. Several factors that affect the housing transition in Blok Empang are attachment to the neighborhood, family closeness, parental background, family formation, work, and the variety of housing options. These factors, especially the availability of various affordable housing options, influenced the age integration in Blok Empang."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Panudju
Bandung: Alumni, 1999
307.3 Pan p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Fajar Trianto
"Saat ini di Jakarta banyak ditemui perumahan yang berkesan eksklusif karena terlihat seperti sengaja membedakan dan memisahkan diri dari Iingkungan sekitatnya. Kesan eksklusrf yang kita rasakan biasanya muncul akibat hal-hal seperti desain arsitektur yang menonjolkan kesan kemewahan dan kernegahan, penggunaan tembok tinggi sebagai batas kawasan Iengkap dengan portal besi, pos jaga dan satpam di pintu masuk kawasan sehingga menimbulkan kesan tertutup. Hal ini biasanya terjadi pada perumahan-perumahan yang dihuni oleh kelornpok-kelornpok yang tergolong elite dalam masyarakat.
Dengan pengkajian teori mengenai adanya sikap dan perilaku eksklusif pada manusia sebagai sebuah kelompok elite lewat sudut pandang sosiologi, adanya kebutuhan rasa aman manusia lewat sudut pandang psikologi, dan bagaimana kedua hal ini dapat diterjemahkan dengan unsur-unsur desain perumahan Iewat sudut pandang arsitektur, serta dari pengamatan Iapangan, dapatlah diketahui bahwa ketiga hal tersebut saling berhubungan dan memiliki peran dalam tedadinya fenomena eksklusivisme pada perumahan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Indrawati
"Jumlah penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2000 akan mencapai sekitar 210 juta jiwa, dan diperkirakan 40% nya tinggal di daerah perkotaan. Dampaknya adalah peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan. Salah satunya adalah perumahan, yang merupakan gejala umum yang terjadi khususnya di perkotaan. Untuk menanggulangi masalah perumahan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dengan memperlunak peraturan pembangunan perumahan dan memberikan pelayanan penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah dan sedang. Salah satunya dengan membentuk sistim pembayaran melalui Kredit Pemilikan Rumah. Tingginya jumlah rumah tangga yang membutuhkan rumah di Jabotabek menimbulkan keinginan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi setiap pemilik rumah dalam menentukan lokasi perumahannya. Atas dasar itu maka telah dilakukan penelitian di Jabotabek untuk 1) mengetahui jumlah kebutuhan rumah di Jabotabek dan perkotaan Indonesia, berdasarkan faktor demograf, tingkat penggantian dan tingkat kekurangan dari rumah, 2) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilik dalam memilih lokasi perumahan. Dan 3) melihat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan efektif terhadap rumah.
Pertumbuhan penduduk Jabotabek khususnya dan daerah perkotaan di Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh: pertambahan penduduk alamiah, migrasi neto penduduk dan rekiasifikasi desa menjadi kota. Unsur ini mempengaruhi kebutuhan rumah berdasarkan faktor demografi. Disamping itu, juga diperhitungkan kebutuhan rumah untuk mengganti rumah yang tidak memenuhi persyaratan yaitu sebesar 2% dan jumlah rumah dan kekurangan rumah yang tidak terpenuhi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 1% dari jumlah rumah. Untuk mengetahui pola penyebaran lokasi perumahan dilihat melalui alasan pemilihan lokasi perumahan melalui survey lapangan di perbatasan Jakarta dengan Bogor, Tangerang dan Bekasi. Ada tiga faktor utama yang diteliti yaitu kemudahan hubungan ketempat bekerja dan sekolah anak, harga tanah di lokasi tersebut dan fasilitas yang tersedia disekitar perumahan juga termasuk kenyamanan lingkungannya. Ketiga alasan ini diuji dengan menggunakan metode chi kuadrat Variabel yang dianggap mempengaruhi permintaan efektif terhadap rumah atau pengeluaran untuk rumah adalah besarnya pendapatan konsumen, harga rumah yang dibelinya dan jumlah anggota rumah tangga. Variabel tersebut dirangkum dalam satu model regresi untuk melihat signifikansi variabel bebas dengan variabel terikatnya yaitu pengeluaran untuk perumahan dengan menggunakan metode Pangkat Dua Terkecil Biasa (Ordinary Least Square, OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rumah yang dibutuhkan baik di Jabotabek maupun perkotaan Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun, dan faktor pertambahan penduduk merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya setiap tahunnya. Bila kita bandingkan jumlah kebutuhan rumah dengan jumlah rumah yang disediakan oleh sektor formal ternyata setiap tahun kebutuhannya melebihi dari yang dapat disediakan oleh sektor formal. Dari hasil pengujian chi kuadrat terhadap alasan pemilihan lokasi temyata ketiga alasan pemilihan lokasi (yaitu kemudahan hubungan, harga tanah/rumah dan fasilitas lingkungan) sangat mempengaruhi setiap konsumen dalam memilih lokasi perumahan dan dari hasil penelitian lapangan ternyata dari ketiga faktor alasan tersebut yang paling dominan pengaruhnya adalah harga rumah yang terjangkau, sehingga mereka memilih lokasi tersebut diikuti oleh kemudahan hubungan dan kelengkapan fasilitas dimana termasuk didalamnya kenyamanan lingkungan. Hasil perhitungan persamaan permintaan perumahan dengan menggunakan data konsumen KPR-BTN di Botabek, dan Jakarta tidak digunakan. Hal ini dikarenakan untuk beberapa tahun terakhir ini tidak ada yang mengambil fasilitas yang disediakan oleh pemerintah tersebut, Besarnya perubahan pendapatan mempengaruhi besarnya pengeluaran untuk rumah, dengan mengasumsikan faktor lainnya tetap konsumen akan meningkatkan pengeluaran untuk rumah jika pendapatannya meningkat, tetapi besarnya peningkatan pengeluaran untuk rumah tidak lebih besar dan kenaikan pendapatan, sehingga dapat kita katakan bahwa rumah merupakan barang pokok bagi konsumen KPR-BTN dan bukan barang investasi. Harga rumah mempengaruhi pengeluaran untuk rumah, dengan mengasumsikan faktor lainnya tetap bila harga rumah meningkat maka pengeluaran untuk perumahan meningkat pula, dimana peningkatan pengeluaran untuk rumah lebih kecil dari peningkatan tingkat harga dari rumah. Sedangkan faktor jumlah anggota rumah tangga ternyata tidak mempengaruhi pengeluaran untuk perumahan.
Dari hasil pengamatan dimana disatu sisi kebutuhan akan rumah meningkat terus setiap tahunnya dan pola permintaan rumah sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan tingkat harga rumah, sedangkan data menunjukkan bahwa besarnya pendapatan seluruh rakyat Indonesia yang terbesar yaitu + 80% berada pada kelompok golongan berpendapatan menengah dan rendah, kemudian adanya perubahan tata cara kehidupan rumah tangga muda karena adanya proses modernisasi, maka jenis rumah yang paling tepat dibangun adalah rumah tipe kecil dengan fasilitas yang cukup lengkap dan lingkungan alam yang nyaman dan asri."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Muhaemin
"Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini menunjukkan bahwa pembangunan harus selaras antara upaya memenuhi kesejahteraan lahiriah dan kesejahteraan batiniah. Dalam perspektif pembangunan nasional yang demikian diperlukan adanya pembangunan jangka panjang, jangka sedang dan jangka pendek yang dilaksanakan secara bertahap dimana tujuan dari setiap tahap pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia serta meletakkan dasar yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang cukup besar baik dalam luas wilayah, sumber daya alam maupun jumlah penduduk. Penduduk Indonesia menempati urutan keempat terbesar dunia setelah Cina, India dan Amerika. Menghadapi penduduk yang besar ini persoalannya menjadi tidak sederhana, terutama yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas, pengendalian pertumbuhan dan pemerataan penyebarannya. Berbagai upaya dilakukan baik melalui jalur pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, transmigrasi, pembangunan perumahan maupun lainnya.
Pembangunan perumahan merupakan salah satu aspek dari pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kualitas dan kesejahteraan manusia dan masyarakat, dengan harapan agar seluruh rakyat Indonesia mampu menempati rumah yang layak dan sehat sehingga didalamnya dapat terbina anggota keluarga yang sehat dan berkualitas. Keadaan dan kondisi perumahan suatu masyarakat dapat menjadi salah satu ukuran taraf hidup, peradaban dan kepribadiannya. Kondisi perumahan dapat mempengaruhi pertumbuhan jiwa dan pribadi seseorang, kesehatan, prestasi kerja, serta kesejahteraan seluruh keluarga. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Blaang bahwa rumah mempunyai arti sangat penting dalam pembinaan watak dan kepribadian suatu bangsa ( Blaang, 1996: 7). Dengan demikian maka pembangunan perumahan merupakan pembangunan yang tidak terpisah dari pembangunan nasional.
Menyadari hal ini maka sektor perumahan dan permukiman mendapat perhatian penuh dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pembangunan perumahan tidak hanya untuk mereka yang mampu melainkan agar semakin merata dan dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dengan senantiasa memperhatikan rencana tata ruang dan keterkaitannya serta keterpaduannya dengan lingkungan sekitar.
Menurut Profesor N. lskandar (Ninik W, 1987: 116) bahwa penduduk Indonesia tahun 2000 diperkirakan akan mencapai 250 juta jiwa, tidak kurang dari 60 juta jiwa tinggal di perkotaan. Sebagian besar penduduk diperkirakan masih tinggal di Pulau Jawa. Pulau Jawa pada tahun 2000 keadaannya dapat dilukiskan sebagai suatu pulau yang semi kota (semi-urban)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Kusumawardani
"Dunia properti beberapa tahun terakhir kembali bergairah setelah masa-masa keterpurukannya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, sudah banyak bermunculan produk-produk perumahan di sekitar Jakarta dengan tipe dan fasilitas yang semakin lengkap.
Perumahan, sebagaimana produk lainnya dapat dilihat sebagai kumpulan dari atribut-atribut atau manfaat yang terkandung dari produk itu sendiri. Sesuai dengan anatomi produk menurut Kotler (1997) produk inti rumah adalah merupakan manfaat utama sebuah rumah yaitu sebagai tempat untuk berlindung dari panas dan hujan. Namun saat ini rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung dan panas dan hujan, tapi jugs dapat menjadi tempat untuk mencari ketenangan dan kebahagiaan bagi keluarga.
Perkembangan atribut sebuah perumahan berlangsung begitu cepat. Saat ini, banyak pengembang mendirikan lingkungan perumahan yang telah dilengkapi dengan sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana olah raga hingga ke sarana hiburan. Konsumen seakan dimanjakan dengan kelengkapan berbagai fasilitas dan lingkungan yang aman, tenang dan harmonis.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemasar hares mengetahui bagaimana preferensi konsumen di pasar terhadap atribut-atribut produk hunian yang ada saat ini, agar produk yang dijual cepat diserap pasar. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : atribut manakah yang dianggap paling panting oleh konsumen; apakah terdapat perbedaan preferensi konsumen terhadap produk hunian yang berada di luar DKI Jakarta dan di dalam wilayah DK1 Jakarta; apakah terdapat perbedaan preferensi terhadap atribut perumahan diantara konsumen dengan berbagai tingkat penghasilan; apakah responden dapat dikelompokkan ke dalam beberapa segmen yang dapat dibedakan secara signifikan berdasarkan kemiripan preferensi terhadap multi atribut produk hunian?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, penulis telah melakukan penelitian tentang preferensi konsumen terhadap produk perumahan dengan menggunakan teknik analisis konjoin, dengan menggunakan software SPSS versi 10.5, yang menjalankan fungsi model analisis konjoin tradisional (decomposisional conjoin). Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa atribut produk perumahan seperti : harga, lokasi, akses jalan, aspek legalitas, fasilitas dan cars bayar, yang masing-masing memiliki tingkatan tertentu. Dari hasil analisis konjoin ini diperoleh dua informasi panting yaitu : tingkat kepentingan relatif atribut dan nilai utilitas (pan worth) dari setiap tingkatan atribut.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa atribut harga dan lokasi merupakan dua atribut yang memiliki tingkat kepentingan relatif paling besar di mata responden. Namun berbeda dengan dugaan penulis, responden dalam penelitian ini temyata lebih menyukai hunian yang berada di luar wilayah DKI Jakarta disbanding dengan perumahan yang berada di dalam wilayah DKI Jakarta. Sekalipun demikian, tetap responden menghendaki perumahan yang dekat dengan akses jalan tol dibandingkan dengan perumahan yang berada jauh dari akses jalan tol. Sementara tingkat penghasilan memang secara signifikan mempengaruhi perbedaan preferensi konsumen terhadap atribut harga.
Dari penelitian ini jugs diperoleh tiga segmen yang dibedakan berdasar tingkat kepentingan atribut harga. Segmen pertama terdiri dari responden yang bersikap moderat terhadap harga, segmen kedua merupakan kelompok responden yang bersikap sensitive terhadap harga, sementara segmen ketiga merupakan kumpulan responden yang bersikap tidak responsive terhadap perubahan harga.

The world of property in Indonesia, especially on Jakarta, in the end of years have a good passion, after its ruin years. In the short times, many developers build much more housing and commercials area.
Housing, as the other products could be seen as a bundle of attributes or functions including in the product it self. Kotler (1997) have said that product have an anatomy. Core product was a first line of anatomy as a main function from that product. The main function of a housing as a place for living. But this time, a house not only as a place for somebody living. A house will be expecting to give a feel comfort and give prestige to the person who live in.
The growth of housing attributes product be happen so fast. This time, developers build many environment of housing which be completed with service education area, commercial area, sport club area, hospital, entertainment area and so on. Consumers can be relaxe the high style of living.
Relating to the fast growing of attributes of housing, developers have to understand how the preference of consumers. If the developers have a deep understanding about the preference of a housing attributes, he can make a good product which can sold out lastly.
The hipotesis questions which will be answered in this study are : which attribute most preferred, are the consumers prefer a house which located in the town or in suburb, is a preference differ among consumers which have a different level of salary, is consumer can be differented to the segments depend on their characteristic of preference?
To answer the questioners above, the writer did the study about consumers preference of housing multiattributes product with conjoint analysis. The method was chosen to run the analysis is decomposisional conjoint or traditional conjoint from Green and Srinivasan (1979), In this study the writer chose six attributes (price, location, acces, legality, facility, and term of payment) and each of them have many levels. Conjoint analysis result are the importance of attribute and partworth or utility of level attribute.
The result of conjoint analysis said that price and location are attributes which have big importance from the consumers point of view. But, its differs from assumption of the writer, respondent in this study are prefer a house which located in suburb than a house which located in town. And level of salary the respondents have a correlation with their preference of price attribute.
The K-Means cluster use to differ all respondents to be 3 segments which have same characteristic in preference of price attribute. The segmen 1, have a special characteristic as a price moderate people, segmen 2 as a price sensitive people, and segmen 3 as a not responsive to the price different people. But each segment can not be differ clearly depend on their demography characteristic, because the respondents have almost homogenous characteristic in demography.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nessya Chandra
"ABSTRAK
Program pemerintah yaitu gerakan nasional pembangunan seribu menara rumah susun. Rusunami diberikan berdasarkan peraturan menteri negara perumahan rakyat nomor 7 tahun 2007 yaitu pengelompokkan masyarakat berpenghasilan menengah kebawah. PPJB rusunami menara kebon jeruk telah ditanda tangani oleh para pihak selanjutnya pengenaan biaya tambahan berdasarkan peraturan gubernur provinsi DKI Jakarta nomor 136 tahun 2007 dengan peraturan gubernur provinsi DKI Jakarta nomor 27 tahun 2009. Berdasarkan data bahwa rusunami menara kebon jeruk tidak ada pemotongan KLB, sehingga yang menjadi penambahan biaya tidak benar. Konsumen dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun tahun 1999. PPJB mempunyai kekuatan mengikat karena hal yang disetujui oleh para pihak.

ABSTRACT
In a government's national program which is a 1000 high-rise towers national construction movement. The low income housing is given based on the Country's Minister Regulation of Society's Residence No. 7 year 2007. It states that there is a grouping for those whose income is between low until middle level. PPJB Kebon Jeruk Tower low income housing has been signed by all parties. Afterwards, there is an additional cost expense because there is a floor reduction or permission of Coefficient Building's Width Surface based on Governor of DKI Jakarta Province regulation no. 136 year 2007 which is renewed with Governor of Dki Jakarta Province no. 27 year 2009. According to the obtained data, there is no KLB reduction at Kebon Jeruk Tower low income housing. Therefore, an additional cost expense is mistaken. Upon that act, consumers are protected by Consumer's Protection Regulation no. 8 year 1999 due to the incorrect information. PPJB has a mandatory power because it has been accepted by entire parties as a former agreement."
Universitas Indonesia, 2013
T32995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>