Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Sebastian
"Latar belakang: kondisi fisik dan psikologis pilot dipengaruhi oleh daya tahan kardiorespirasi. Salah satu faktor yang memperngaruhi daya tahan kardiorespirasi seseorang adalah tingkat aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi penerbang sipil.
Metode: Disain penelitian potong lintang dengan metode purposive sampling dilakukan pada pilot sipil yang melakukan pemeriksaan berkala periode 27 April? 13 Mei 2015. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner, kemudian dilakukan analisis dengan regresi Cox. Pengukuran daya tahan kardiorespirasi menggunakan metode Bruce Treadmill.
Hasil: Di antara 690 penerbang yang melakukan pemeriksaan berkala, total 230 subjek melaksanakan treadmill dan diikutsertakan dalam penelitian ini. Tingkat aktivitas fisik dan lingkar pinggang merupakan dua faktor dominan yang berpengaruh dengan daya tahan kardiorespirasi. Subjek dengan tingkat aktivitas fisik sedang memiliki risiko 48% lebih rendah untuk mengalami daya tahan kardiorespirasi buruk [risiko relatif suaian (RRa)=0,52; p=0,001], demikian juga subjek dengan tingkat aktivitas fisik berat memiliki risiko 36% lebih rendah untuk mengalami daya tahan kardiorespirasi buruk [RRa=0,64; p≤0,001]. Selain itu, subjek yang memiliki lingkar pinggang >90 cm memiliki risiko 40% lebih besar memiliki daya tahan kardiorespirasi buruk [RRa=1,40; p=0,001].
Kesimpulan: semakin berat tingkat aktivitas fisik akan menurunkan risiko memiliki daya tahan kardiorespirasi buruk, semakin tinggi lingkar pinggang akan menurunkan nilai daya tahan kardiorespirasi.

Background: physical and psychological condition of the pilot is affected by cardiorespiratory endurance. One of the factors that affect a person's cardiorespiratory endurance is the level of physical activity. The purpose of this study is to determine the dominant factors affecting cardiorespiratory endurance in civil pilot in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study was conducted with purposive sampling among pilots in Indonesia undergoing periodic medical check up in 27th April - 13th Mei 2015 at Aviation Medical Center Jakarta. Data were collected by interview using qustionnaire. Relative risk was analyzed by Cox regression with constant time. Cardiorespiratory endurance measurements using Bruce Treadmill methods.
Results: Among the 690 pilots who conduct periodic checks, a total of 230 subjects implement the treadmill and enrolled in this study. The level of physical activity and waist circumference are the two dominant factors that influence the cardiorespiratory endurance. Subjects with moderate levels of physical activity are 48% lower risk of having bad cardiorespiratory endurance [Adjusted Relative Risk (RRa)=0.52; p=0.001], also subject with vigorous physical activity levels are 36% lower risk of having bad cardiorespiratory endurance [RRa=0.64; p≤0.001]. Additionally, waist circumference more than 90 cm are 40% higher risk of having bad cardiorespiratory endurance [RRa=1.40; p=0.001].
Conclusion: The more vigorous levels of physical activity will lower the risk of having poor cardiorespiratory endurance. The higher waist circumference will reduce cardiorespiratory endurance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lisa Emilda
"

Tesis ini disusun untuk menilai hubungan antara kebugaran kardiorespirasi terhadap kualitas hidup pada pasien hemodialisis, dan faktor terkait lainnya. Penelitian menggunakan desain uji potong lintang. Subjek penelitian merupakan pasien hemodialisis kronik yang berusia diatas 18 tahun. Kebugaran kardiorespirasi dinilai dengan konversi ambilan oksigen puncak (VO2peak) dari hasil uji jalan enam menit dan kualitas hidup dinilai dengan menggunakan kuesioner Short Form-36 (SF-36). Hasil keluaran penelitian ini berupa nilai konversi VO2peak, skor total dan setiap domain dari SF-36 sebagai penilaian kualitas hidup. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebugaran kardiorespirasi dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis. Rerata jarak tempuh adalah 375,49±79 meter dengan nilai konversi VO2peak adalah 15,24±2,37 ml/kg/menit. Skor total SF-36 adalah 63,8 ± 20,8. VO2peak berkorelasi positif terhadap skor total SF-36 (r=0,611), domain fungsi fisik (r=0,725), kesehatan umum (r=0,532) dan nyeri (r=0,362). Kualitas hidup juga berkorelasi positif terhadap kecukupan dialisis atau Kt/V (r=0,32). Usia, jenis kelamin dan komorbiditas juga secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup, namun tidak didapatkan hubungan pada tingkat pendidikan, pekerjaan, heamoglobin dan durasi dialisis. Rerata VO2peak dan kualitas hidup pasien hemodialisis lebih rendah daripada populasi umum. Peningkatan VO2peak diikuti dengan kualitas hidup yang lebih baik.

 


This thesis was aim to determine the relationship between cardiorespiratory fitness and quality of life in hemodialysis patients, and other related factors. The design was cross-sectional study. The subjects were chronic hemodialysis patients aged over 18 years old. Cardiorespiratory fitness was assessed by conversion of peak oxygen uptake (VO2peak) from the distance of the six minute walk test  and quality of life was assessed using the Short Form-36 questionnaire (SF-36). The results of the study stated that cardiorespiratory fitness was related to quality of life in hemodialysis patients. The mean diatance in 6MWT was 375.49±79 meters with VO2peak conversion value was 15.24±2.37 ml/kg/minute. The total score of SF-36 was 63.8±20.8. VO2peak were positively correlated to the total SF-36 score (r=0.611), the domain of physical function (r = 0.725), general health (r = 0.532) and pain (r = 0.362. Quality of life also has a positive correlation with adequacy of dialysis (r = 0.32). Age, sex and comorbidity also significantly related to quality of life. The VO2peak value and quality of life is lower in hemodialysis patients than the general population. The increase in VO2peak was followed by a better quality of life.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Ayu Widyastuti
"Kebugaran kardiorespiratori merupakan salah satu komponen untuk menentukan produktivitas kerja sehingga penting untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi pada kebugaran kardiorespiratori. Skripsi ini membahas perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan umur, status gizi (IMT), aktivitas fisik, status merokok, tingkat stres, dan asupan gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B9, vitamin B12, vitamin C, zat besi, zinc). Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang dilakukan pada 108 prajurit Resimen Kaveleri 2 Marinir Jakarta selama bulan April 2015.
Nilai VO2max digunakan untuk menentukan status kebugaran kardiorespiratori dan diukur dengan Cooper 12-min Running Test. Analisis pada penelitian ini menggunakan uji Chi Square dan uji T-Independent. Dari hasil penelitian ini, terdapat perbedaan status kebugaran kardiorespiratori menurut umur, status gizi, status merokok, tingkat stres, dan asupan vitamin C. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan prajurit marinir dapat meminimalkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan kebugaran kardiorespiratori sehingga berdampak pada peningkatan produktivitas kerja. Selain itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan metode pengukuran yang berbeda untuk meneliti variabel lain yang sebelumnya diduga memiliki hubungan dengan kebugaran kardiorespiratori.

Cardiorespiratory fitness is one of the componens to determine work productivity thus it is important to study which factors contribute to cardiorespiratory fitness. This thesis aims to examine the differences of cardiorespiratory fitness based on age, nutritional status, physical activity, smoking status, level of stress, and dietary intake (energy, carbohydrate, protein, fat, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B9, vitamin B12, vitamin C, iron, zinc). This cross sectional study was comprised in 108 personnel of Resimen Kaveleri 2 Marinir Jakarta between April 2015.
VO2max was used to determine cardiorespiratory fitness using Cooper 12-min Running Test. Chi Square test and T-Independent test were used to statistical analysis. In this research, cardiorespiratori fitness statistically different based on age, nutritional status, smoking status, level of stres, and vitamin C intake. According to these result, it was expected that marine personnel can minimize factors which will reduce cardiorespiratory fitness in order to increase work productivity. Further research with different measurement method was needed to examine other variables which once expected have relation with cardiorespiratory fitness.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S59153
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hafizh Zauhari
"Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumsi mie instan terbanyak di dunia, terutama pada anak-anak. Konsumsi mie instan mengandung zat dan nutrisi yang dianggap kurang baik bagi tubuh. Banyak komplikasi kesehatan yang dianggap dapat berdampak terhadap kesehatan, salah satunya terkait daya tahan kardiorespirasi. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain potong lintang dengan data sekunder yang diperoleh oleh South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). Pada penelitian ini, terdapat 89 subjek dengan komposisi laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 33 dan 56, konsumsi 2—3 kali per minggu menjadi konsumsi mie instan terbanyak populasi dengan persentase 33,7%, dan prediksi daya tahan kardiorespiasi dengan median 42,79. Analisis dilakukan dari analisis univariat, bivariat, dan multivariat dengan hasil akhir terlihat hubungan variabel pada penelitian ini dengan prediksi daya tahan kardiorespirasi, yaitu usia (p<0,001), indeks massa tubuh (p=0,008), dan aktivitas fisik (p=0,003). Sebagai simpulan, kebiasaan konsumsi mie instan tidak berhubungan dengan prediksi daya tahan kardiorespirasi namun terdapat faktor lain yang terkait dengan prediksi daya tahan kardiorespirasi pada anak usia sekolah di Provinsi DKI Jakarta yaitu usia, indeks massa tubuh, dan aktivitas fisik.

Indonesia is one of the countries with the highest consumption of instant noodles in the world, especially among children. Consuming instant noodles contains substances and nutrients that are considered not good for the body. Many health complications are considered to have an impact on health, one of which is cardiorespiratory endurance. The research design used in this study was a cross-sectional design with secondary data obtained by the South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). In this study, there were 89 subjects with a composition of 33 and 56 boys and girls respectively, consuming 2—3 times per week is the highest consumption of instant noodles in the population with a percentage of 33,7%, and the predictive cardiorespiratory endurance is with a median of 42,79. The analysis was carried out using univariate, bivariate and multivariate analysis with the final results showing the relationship between the variables in this study and cardiorespiratory endurance, namely age (p<0,001), body mass index (p=0.008), and, physical activity (p=0.003). In conclusion, the frequency of instant noodle consumption does not affect the cardiorespiratory endurance value, but there are other factors that significantly influence the cardiorespiratory endurance value in school-age children in DKI Jakarta Province which are age, body mass index, and physical activity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabine Versayanti
"Latar Belakang. Pasien cedera medula spinalis CMS hampir selalu mengalami penurunan fungsi kardiovaskular, sedangkan aktivitas sehari-hari memerlukan kebugaran kardiorespirasi yang tinggi. Latihan endurans kardiorespirasi memiliki manfaat yang baik pada pasien CMS dan latihan ini harus dimulai dari awal sehingga dapat menunjang latihan fungsional yang akan diberikan untuk memperoleh kemandirian dengan lebih cepat.
Tujuan. Menilai manfaat penambahan terapi latihan endurans kardiorespirasi arm ergocycle pada kemampuan fungsional pasien CMS yang dinilai melalui jarak 6 Minutes Push Test 6MPT , Functional Independence Measure FIM, dan Fatique Severity Scale FSS.
Metode. Desain penelitian adalah uji klinis acak terkontrol. Subyek adalah pasien CMS rawat inap RSUP Fatmawati yang dirawat untuk latihan kemandirian. Subyek dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberikan tambahan terapi latihan endurans kardiorespirasi arm ergocycle, 3 kali/minggu, durasi awal 10 menit yang dinaikkan secara bertahap, selama 3 minggu, intensitas latihan 40 power output maksimal.
Hasil. Terdapat 26 subjek yang mengikuti penelitian, namun 24 yang menyelesaikan penelitian yaitu 13 pada kelompok perlakuan dan 11 pada kelompok kontrol. Terdapat peningkatan jarak 6MPT pada kelompok perlakuan 136,36 39,02m menjadi 231,20 97,15m p=0,000 dan kelompok kontrol 134,55 52,32m menjadi 186,67 63,57m p=0,006. Delta jarak 6MPT pada kelompok perlakuan 94,83 66,92m dan kelompok kontrol 60,66 57,63m p=0,198. Kelompok perlakuan mengalami peningkatan FIM 66,77 13,88 menjadi 95,77 14,23 p=0,000, kelompok kontrol 68,46 18,12 menjadi 93,27 16,24 p=0,003. Delta FIM pada kelompok perlakuan 29 17,13 dan kontrol 25,45 21,75 p=0,659. Delta FSS pada kelompok perlakuan -4,3 5,14 dan pada kelompok kontrol -6,36 5,95 p=0,373. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna peningkatan jarak 6MPT terhadap FIM dan FSS. Pada kelompok perlakuan didapatkan korelasi peningkatan jarak 6MPT dengan FIM r=0,359 p=0,228 dan pada kontrol r=0,120 p=0,725. Korelasi peningkatan jarak 6MPT dengan FSS pada kelompok perlakuan adalah r=-0,015 p=0,961 , sedangkan kontrol r=0,004 p=0,991.
Kesimpulan. Terdapat peningkatan jarak 6MPT, FIM dan FSS pada penambahan latihan endurans kardiorespirasi dengan arm ergocycle namun kenaikannya dibandingkan dengan kontrol tidak berbeda bermakna.

Background. Spinal cord injury SCI patient always experience decrease in cardiovascular function, while daily activities require high cardiorespiratory fitness. Cardiorespiratory endurance exercises have good benefits in CMS patients and this exercise should be started from the beginning to support the functional exercises that will be given to gain independency faster.
Aim. Assessing the benefits of additional endurance exercise therapy of arm ergocycle in SCI patients with the outcomes are 6 Minutes Push Test 6MPT distance, Functional Independence Measure FIM , Fatique Severity Scale FSS. Method. The study design was a randomized, controlled trial. The subjects were SCI patient in inpatient RSUP Fatmawati who was treated for independency. The subjects were divided into two groups randomly into the control group and the treatment group that given additional cardiorespiratory exercise with ergocycle, 3 times week, the initial duration of 10 minutes gradually increased, 3 weeks, 40 maximum power output.
Results. There were 26 subjects who followed the study but 24 who completed the study, 13 in the treatment group and 11 in the control group. There was an increase of 6MPT distance in the treatment group 136,36 39,02m to 231,20 97,15m p 0,000 and the control group 134,55 52,32m to 186,67 63,57m p 0,006. Delta distance of 6MPT in treatment group 94,83 66,92m and control group 60,66 57,63 m p 0,198. The treatment group experienced an increase of FIM 66,77 13,88 to 95,77 14,23 p 0,000 , control group 68,46 18,12 to 93,27 16,24 p 0,003. Delta FIM in treatment group 29 17,13 and control 25,45 21,75 p 0,659. Delta FSS in the treatment group 4,3 5,14 and in the control group 6,36 5,95 p 0,373. There was no significant correlation between 6MPT increase in FIM and FSS. In the treatment group, the correlation of 6MPT distance increased with FIM r 0,359 p 0,228 and control r 0,120 p 0,725. The correlation of 6MPT distance increase with FSS in treatment group was r 0,015 p 0,961 , while control r 0,004 p 0,991.
Conclusion. There was an increase in the distance of 6MPT, FIM and FSS in the exercise group but the increment was not significant compared with controls in inpatient SCI. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Mailani
"Kebugaran kardiorespirasi yang rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kebugaran kardiorespirasi berdasarkan status gizi (IMT), persentase lemak tubuh, aktivitas fisik, konsumsi sarapan pagi, asupan gizi dan gizi mikro pada siswa SMAN 39 Jakarta sebelum dan sesudah dikontrol berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sebanyak 131 responden dari SMAN 39 Jakarta dari kelas 10 dan 11 dilibatkan dalam penelitian ini. Asupan makanan diukur menggunakan penarikan makanan 1x24 jam, aktivitas fisik menggunakan PAQ-A, status gizi (BMI) diukur menggunakan BIA dan konsumsi sarapan diukur dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61,8% siswa tidak layak. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BMI), persentase lemak tubuh dan aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin pada status kebugaran kardiorespirasi pada siswa SMAN 39 Jakarta. Sementara itu, ada juga perbedaan dalam status kebugaran kardiorespirasi berdasarkan asupan Vitamin B2 pada siswa SMAN 39 Jakarta.

Low cardiorespiratory fitness is associated with an increased risk of cardiovascular disease. This study aims to examine the differences in cardiorespiratory fitness based on nutritional status (BMI), body fat percentage, physical activity, breakfast consumption, nutrient intake and micronutrients in students of SMAN 39 Jakarta before and after being controlled by sex. This study uses a cross sectional design. A total of 131 respondents from SMAN 39 Jakarta from grades 10 and 11 were included in this study. Food intake was measured using 1x24 hour food withdrawal, physical activity using PAQ-A, nutritional status (BMI) was measured using BIA and breakfast consumption was measured by questionnaire. The results showed that 61.8% of students were not eligible. The results of the bivariate analysis showed that there were significant differences between nutritional status (BMI), body fat percentage and physical activity based on sex in cardiorespiratory fitness status in students of SMAN 39 Jakarta. Meanwhile, there were also differences in cardiorespiratory fitness status based on Vitamin B2 intake in Jakarta 39 High School students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Wicaksana
"Latar belakang: Salah satu penyebab inkapasitasi pada pilot adalah penyakit kardiovaskular sehingga perlu dilakukan pengendalian faktor risiko untuk mencegah progresivitas penyakit tersebut, diantaranya adalah dengan melakukan latihan fisik sesuai dengan rekomendasi ACSM. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan terhadap kebiasaan latihan fisik pada pilot sipil di Indonesia.
Hasil: 46,17% subjek memiliki kebiasaan latihan fisik sesuai rekomendasi ACSM, sedangkan 53,83% tidak memiliki kebiasaan latihan fisik yang sesuai. Jika dibandingkan dengan pilot yang mempunyai persepsi latihan fisik tidak penting bagi kesehatan, maka pilot dengan persepsi latihan fisik yang sangat penting bagi kesehatan nampaknya lebih besar 1,64 kali lipat memiliki kebiasaan latihan fisik sesuai.
Simpulan: Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kebiasaan latihan fisik adalah persepsi pentingnya latihan fisik bagi kesehatan, jam terbang 7 hari terakhir, IMT serta Indeks Brinkman.

Background: One of the most dangerous causes of incapacitation among the civil pilot is cardiovascular disease. To prevent it, those risk factors must be manageable by doing physical exercise based on the ACSM recommendation. The study objective is to identify the factors that related with the physical exercise habit among the civil pilots in Indonesia.
Method: A cross sectional study based on the Healthy Lifestyle Survey towards 600 civil pilots, who did their medical examination at the Aviation Medical Center, Jakarta and met the inclusion/exclusion criteria. The collected data were demographic and job characteristics, physical exercise habits, body weight, heights. The data was obtained through interview and physical examinations. Pilot was categorized as having an appropriate physical exercise habit if he/she spent 150 minutes of moderate intensity exercise per week or 75 minutes of vigorous intensity exercise per week.
Results: 46.17% subjects had appropriate physical exercise habit based on ACSM recommendation; meanwhile 53.83% subjects did not. Compared to the pilot who perceived that physical exercise is not important for health, pilot who perceived that physical exercise is very important for health is 1, 64 times more likely to have appropriate physical exercise.
Conclusion: Risk factors of the inappropriate physical exercise habit among the civil pilot are perceived importance of physical exercise, flight hour in 7 consecutive days, BMI, and Brinkman Index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia Rahmayanti
"ABSTRACT
Kebugaran muskuloskeletal yang baik pada remaja dapat menurunkan risiko kejadian osteoporosis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara asupan energi dan zat gizi, berat badan, tinggi badan, IMT/U, persen lemak tubuh, aktivitas fisik, dan status sosial ekonomi dengan kebugaran muskuloskeletal sebelum dan setelah dikontrol jenis kelamin. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Penelitian ini melibatkan 151 siswa kelas X dan XI di SMAN 5 Bekasi. Pengukuran asupan makan menggunakan food recall 2x24 jam, aktivitas fisik dengan GPAQ, berat badan, tinggi badan, dan persen lemak tubuh dengan pengukuran langsung, dan status sosial ekonomi dengan kuesioner FAS. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara asupan energi dan zat gizi, berat badan, tinggi badan, persen lemak tubuh, dan aktivitas fisik dengan kebugaran muskuloskeletal sebelum dikontrol jenis kelamin. Setelah dikontrol jenis kelamin, ditemukan hubungan signifikan antara tinggi badan dan persen lemak tubuh dengan kebugaran muskuloskeletal pada siswa laki-laki saja. Intervensi dari sekolah dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi seperti edukasi Pedoman Gizi Seimbang PGS khususnya memantau berat badan rutin, mengurangi asupan tinggi lemak, serta meningkatkan aktivitas fisik anaerobik dapat membantu meningkatkan kebugaran muskuloskeletal pada siswa SMAN 5 Bekasi.

ABSTRACT
Good musculoskeletal fitness in adolescence can reduce the risk of osteoporosis.This study aims to determine the relationship between energy and nutrients intake, body weight, height, BMI for Age, percent body fat, physical activity, and socioeconomic status with musculoskeletal fitness before and after controlled by sex. This study used cross sectional design. A total of 151 respondents from 5 Bekasi SHS from class X and XI were included in this study. Food intake was measured using 2x24 hours food recall, physical activity using GPAQ, weight, height, and percent body fat by direct measurement, and socioeconomic status using FAS questionnaire. The results of this study showed that there were a significant relationship between energy and nutrients intake, body weight, height, percent body fat, and physical activity with musculoskeletal fitness before controlled by sex. After stratification analysis by sex, there were a significant relationship between height and percent body fat with musculoskeletal fitness but only found in male students. Interventions from school and local health institutions such as education of Pedoman Gizi Seimbang PGS , especially monitoring body weight routinely, reducing high fat intake, and increasing anaerobic physical activity can improve musculoskeletal fitness in students of SMAN 5 Bekasi. Keywords Adolescence Height Musculoskeletal Fitness Percent Body Fat. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listiana Aziza
"ABSTRAK
Latar belakang: Pilot dapat mengalami dehidrasi ringan yang akan mempengaruhi performa kognitif dan keselamatan penerbangan, sehingga pilot perlu mengonsumsi air putih yang cukup. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kebiasaan konsumsi air putih pada pilot sipil.
Metode: Studi potong lintang menggunakan data sekunder Survei Kebiasaan Hidup Sehat Pada Pilot Sipil di Indonesia Tahun 2016. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, pekerjaan, pengetahuan, kebiasaan konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik dan indeks massa tubuh (IMT). Aktifitas fisik dikategorikan aktif (frekuensi latihan fisik ≥ 3 kali/minggu) dan kurang aktif (frekuensi latihan fisik < 3 hari/minggu). Analisis menggunakan regresi Cox dengan waktu yang konstan.
Hasil: Dari data 644 pilot, terdapat 528 data yang memenuhi kriteria. Sebanyak 59,3% pilot sipil memiliki kebiasaan konsumsi air putih cukup dengan rata-rata konsumsi sebanyak 1910 ± 600 ml/hari. Aktifitas fisik, jenis penerbangan, pengetahuan tentang hidrasi dan indeks massa tubuh merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kebiasaan konsumsi air putih. Pilot dengan aktifitas fisik aktif memiliki kebiasaan konsumsi air putih cukup 34% lebih tinggi dibandingkan kurang aktif [RRa= 1,34; IK95% 1,16-1,54; p= 0,000]. Pilot sipil dengan jenis penerbangan jarak menengah memiliki kebiasaan konsumsi air putih cukup 16% lebih tinggi dibandingkan dengan jenis penerbangan jarak dekat [RRa= 1,16; IK95% 1,00-1,35;p= 0,045]. Pilot yang memiliki pengetahuan baik tentang hidrasi memiliki kebiasaan konsumsi air putih cukup 20% lebih tinggi dibandingkan dengan pilot pengetahuan kurang [RRa= 1,20; IK95% 1,05-1,38; p= 0,006]. Dibandingkan pilot dengan IMT <18,5kg/m2, pilot dengan IMT 18,5-23 kg/m2 memiliki 4,14 kali lipat [RRa= 4,15; IK95% 1,15-14,88 ; p= 0,029] dan IMT > 23 kg/m2 [RRa= 4,33; IK95% 1,20-15,59; p= 0,025] memiliki 4,33 kali lipat lebih terbiasa mengonsumsi air putih yang cukup.
Simpulan: Pilot dengan aktivitas fisik aktif, penerbangan jarak menengah, pengetahuan baik tentang hidrasi dan indeks massa tubuh ≥ 18,5 kg/m2 akan lebih memiliki kebiasaan konsumsi air putih yang cukup.

ABSTRACT
Background: Pilots could risk mild dehydration that would affect cognitive performance and flight safety, so they should have adequate plain water consumption. The purpose of this study was to determine the dominant factor associated with plain water consumption habit among civilian pilots.
Methods: A cross-sectional study using secondary data of Healthy Habit Survey on a civilian pilot in Indonesia 2016. The data collected were demographic, job characteristics, knowledge, fruit and vegetable consumption habit, physical activity and body mass index (BMI). Plain water consumption habit was categorized adequate (water consumption ≥ 8 glasses / day, @ glass = 250 ml) and inadequate (<8 glasses / day). Physical activity was categorized active (frequency physical exercise ≥ 3 day/week) and sedentary (frequency physical exercise <3 day/week). Data was analyzed using Cox regression with constant time.
Results: Out of 644 data, 528 met inclusion criteria. 59.3% pilots had adequate plain water consumption with mean consumption was 1910 ± 600 ml/hari. Physical activity, type of flights, knowledge about hydration and body mass index were dominant factors associated with plain water consumption habit. Compared to sedentary, active pilots were 34% higher to consume adequate plain water [RRa= 1,34; IK95% 1,16-1,54; p= 0,000]. Compared to short haul flight, pilots with medium haul flight were 16 % more consume adequate plain water, [RRa = 1.16; p = 0.045]. Compared to poor knowledge, pilots with good knowledge were 20% higher to consume adequate plain water [RRa = 1.2; p = 0.006]. Compared to pilots whose BMI <18,5kg/m2, pilots with BMI 18,5-23 kg/m2 and BMI > 23 kg/m2 were respectively 4,14 times [RRa= 4,15; IK95% 1,15-14,88 ; p= 0,029] and 4,33 times [RRa= 4,33; IK95% 1,20-15,59; p= 0,025] higher to have adequate plain water consumption habit.
Conclusion: Civilian pilots with active physical activity, operate in medium haul flight, good knowledge about hydration and BMI ≥ 18.5 kg/m2 had more adequate plain water consumption habit."
2016
T46638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>