Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185973 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krishna Davy
"Perbandingan antara keterbatasan lahan dengan jumlah penduduk membuat maraknya pembangunan rumah susun termasuk rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Guna Bangunan yang juga diterbitkan di atas Hak Pengelolaan. Untuk memperoleh Hak Milik Satuan Rumah Susun, pihak yang akan membangun rumah susun mengadakan kerjasama pemanfaatan tanah dengan Pengelola Barang berdasarkan perjanjian Bangun Guna Serah dimana pihak yang akan membangun rumah susun sebagai mitra Bangun Guna Serah akan diberikan izin untuk memperoleh Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan milik Pengelola Barang terkait. Penerbitan Hak Milik Satuan Rumah Susun di atas tanah Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan menimbulkan risiko tersendiri bagi para pemiliknya termasuk juga mengenai akibat dari berakhirnya perjanjian Bangun Guna Serah terhadap status kepemilikan atas satuan rumah susun dimana Sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun telah hapus namun secara de facto, para pemilik satuan rumah susun masih memiliki hubungan kepemilikan dengan satuan rumah susun dimaksud.

The comparison between the limit of land with population makes the strata title construction goes rapid, including the strata title building constructed on Right to Build title on Right to Manage. To own Strata Title, the parties who construct the strata title building will then do cooperation with the relevant party who holds the land pursuant to Build Operate and Transfer Agreement whereby the developer of the strata title building as partner of Build Operate and Transfer will be allowed to apply for a Right to Build on Right to Manage owned by the Property Manager. The issuance of strata title on Right to Manage causing certain risks to the owner of such strata title including the relation between the termination of the Build Operate and Transfer agreement and the ownership status of the srata units where the strata title certificates have also been terminated but the fact is that, such owner still has an ownership connection with its strata units. The developer of the strata title building conduct land cooperation agreement with the Property Manager."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Worotikan, Inez Karina
"ABSTRAK
Build, Operate, and Transfer (BOT) is a shorthand term used to describe a
system in the funding or financing of constructing the project. Financing to build the project will be based on Build, Operate, and Transfer (BOT) system which performed by a party who is not the owner of the project with the goal to obtain benefit based on the permissions granted by the project owner in order to operate the project and take the whole or part of the income from the project during the certain period of time agreed upon both parties. After the license to operate the project ends, the owner regained control of the project.
In conjunction with the Build, Operate, and Transfer (BOT) system, the
Government can immediately meet the need for an infrastructure without the need to spend funds for its construction. The Government will only need to prepare the land for development and issue a concession for the construction and operation of such infrastructure. After the concession ends, the infrastructure will fully owned by the Government
One of the attempts by Jambi City Government for the development of the
economy is to use the land that is not functioning or not providing maximum
benefit. In Build, Operate, and Transfer (BOT) agreement between the Jambi City Government and PT XYZ as investor, there are three stages of action, as follows: the first stage, projects development undertaken by the investor, the second stage, in the form of the operation of a building project which is the right of investors and authorities, and the third stage is handing over the project at the end of term of cooperation to Jambi City Government as the landowner, which is carried out at the expiration of the concession period as been agreed in the agreement by both parties which is still referring to the provisions of the applicable regulations

ABSTRACT
Build, Operate, and Transfer (BOT) merupakan istilah singkat yang
digunakan untuk menggambarkan suatu sistem dalam pendanaan atau pembiayaan pembangunan suatu proyek. Pembiayaan untuk membangun proyek atas dasar sistem Build, Operate, and Transfer (BOT) dilakukan oleh suatu pihak yang bukan pemilik proyek dengan tujuan akan mendapatkan keuntungan berdasarkan izin yang diberikan oleh pemilik proyek untuk mengoperasikan proyek tersebut serta mengambil seluruh atau sebagian penghasilan dari proyek tersebut selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Setelah izin untuk mengoperasikan proyek tersebut berakhir, pemiliknya kembali menguasai proyek tersebut
Dengan sistem Build, Operate, and Transfer (BOT), Pemerintah dapat
dengan segera memenuhi kebutuhan akan suatu infrastruktur tanpa perlu
mengeluarkan dana untuk pembangunannya. Pemerintah hanya menyiapkan lahan untuk pembangunannya dan mengeluarkan konsesi untuk pembangunan dan pengoperasian infrastruktur tersebut. Setelah konsesi berakhir, infrastruktur tersebut sepenuhnya menjadi milik Pemerintah
Salah satu upaya Pemerintah Daerah Kota Jambi untuk penyediaan dan
pengembangan fasilitas perekonomian adalah memanfaatkan lahan yang belum berfungsi atau belum memberikan manfaat maksimal. Dalam perjanjian Build, Operate, and Transfer (BOT) antara Pemerintah Daerah Kota Jambi dan PT XYZ selaku pihak investor, terdapat tiga tahapan tindakan, yaitu tahap pertama berupa tindakan pembangunan proyek yang dilakukan oleh pihak investor, tahap kedua berupa pengoperasian proyek bangunan yang merupakan hak dan wewenang investor, serta tahap ketiga berupa tindakan penyerahan proyek bangunan dari investor kepada pihak Pemerintah Daerah Kota Jambi selaku pemilik lahan, yang dilakukan pada saat berakhirnya masa konsesi yang telah disepakati sebelumnya sesuai yang diatur dalam masing-masing perjanjian dengan tetap merujuk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku."
2016
T46085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Dianing Hayusudina
"Era reformasi telah menawarkan banyak perubahan dan peluang investasi. Hal ini dilakukan dengan memberikan kemudahan bagi berbagai jenis investasi, termasuk investasi proyek bangunan gedung. Tren pasar yang berkembang menjadikan strategi dan analisis yang tepat dibutuhkan untuk menjamin kesuksesan dalam melakukan pengambilan keputusan untuk berinvestasi. BOT (Build-Operate-Transfer) adalah salah satu alternatif jenis kerjasama yang tepat dengan tren pasar dalam berinvestasi pada bangunan gedung saat ini. Pemilihan skema BOT sebagai sistem pengadaan proyek dapat membantu pemanfaatan lahan-lahan berpotensial dan strategis yang tidak dapat dijual.
Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk mengkaji investasi jenis bangunan gedung apakah yang tepat menggunakan skema kerjasama BOT pada suatu lahan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada statu lahan, yaitu lahan milik Departemen Agama di Jl. MH. Thamrin No. 6, Jakarta Pusat, dengan melakukan kajian pemilihan jenis investasi bangunan gedung apa yang tepat dilakukan pada lahan tersebut. Data-data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara terhadap pakar-pakar yang berpengalaman di bidang investasi properti lebih dari 12 tahun. Hasil dari wawancara tersebut kemudian akan diolah dengan analisa kualitatif menggunakan metode AHP yang didukung dengan analisa bangunan dan pasar properti. Sedangkan pada data kuantitatif yang diperoleh akan dilakukan simulasi cashflow dan analisa sensitivitas terhadap parameter-parameter kelayakan investasi secara finansial yang kemudian akan disimulasi menggunakan Opquest.
Berdasarkan analisa-analisa yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa jenis investasi bangunan gedung yang tepat dilakukan pada lahan milik Departemen Agama melalui jenis kerjasama BOT adalah gedung perkantoran. Berdasarkan penilaian terhadap parameter kelayakan investasi juga diperoleh bahwa investasi gedung perkantoran pada lahan milik Departemen Agama dinyatakan layak dengan nilai IRR sebesar 17,02%, NPV Rp 87.977.219.968,02, dan BEP pada tahun ke-14. dengan suku bunga 12% dan equity 20%, dimana kelayakan tersebut berlaku untuk investor dengan karakteristik konservatif.

Reformation era has offering many chances as well as change in investment. In this regard is by providing the investor with an easy access to invest, including in it is the investment in the building structures project. Successful investment requires both strategy and analysis of market demand. BOT (Build-Operate-Transfer) scheme is one of the alternatives in join-investment that is suitable and in accordance with the increasing demand of building structures. The selection of BOT scheme as a project procurement system in the building structures could support the utilization of potential land located in the strategic area but not worth to sell.
The objective of the study is to evaluate the investment in building structures by applying the BOT scheme, whether it is a proper and right way to invest in a potential land located in the strategic area. Case study by evaluating the selection of investment in the type of building structure on the land owned by the Department of Religion (Departemen Agama) located in Jl.MH. Thamrin no.6 Jakarta Pusat is used as the approach of the study. Data to support the evaluation was collected by interviewing the experts specializing in the property investment for more than 12 year. Supporting with the property market and the structure analysis, the data collected is evaluated qualitatively by applying the AHP method. To evaluate the quantitative data the cash-flow simulation and the sensitivity analysis to the parameters of feasible investment will be applied, finally it will be simulated by using Opquest method.
Based on the evaluation, office building procured by applying the BOT scheme on the land owned by the Department of Religion is a right investment. Based on the evaluation to the parameters of feasible investment on the land owned by the Department of Religion shows that office building structures is a feasible investment, as the IRR is 17.02 % and the Net Present Value is Rp.87,977,219,968.00. With the interest rate or 12 % per annum and equity 20 %, the BEP will be obtained in the year-14th. It applied to the conservative investor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24795
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Oktavia
"Perjanjian Build Operate Transfer mengandung unsur sewa dan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Penelitian ini bertujuan membahas tentang perlakuan pajak penghasilan atas perjanjian BOT ditinjau dari asas certainty serta permasalahan yang timbul akibat perlakuan pajak tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif post-positivisme. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi literature. Hasil penelitian ini menunjukkan perlakuan pajak atas perjanjian BOT merupakan pengalihan tetapi ketentuan tersebut belum seluruhnya memenuhi asas certainty, yaitu materi, penyempitan/perluasan, ruang lingkup, penggunaan bahasa hukum dan istilah baku. Selain itu, masalah utama yang timbul adalah ketidakpastian perlakuan pajak dalam tahun berjalan perjanjian BOT.

This research addresses the treatment of income tax on build operate transfer agreement based on certainty principle and the problems as the effect of this tax treatments. This research used quantitative post-positivisme approach. The data was collected by interviews and study of literature. The results of this research is the tax treatment of BOT agreements refer to land and building acquisition, but these provisions are not entirely meet the principle of certainty, that are material, narrowing/expansion, the scope, the use of legal language and standard term. Then, the main problem is uncertainty in the tax treatment during the current year of BOT agreement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S61853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiscus Wahyu Baskoro
"Pada tahun 2004, PT A dan PT B menandatangani perjanjian bangun-guna-serah (BOT) proyek X. Kontrak berlaku selama 30 tahun dengan opsi perpanjangan 20 tahun. Selama periode BOT, PT A memperoleh kompensasi tahunan dari PT B. Studi kasus ini akan menganalisa kewajaran kompensasi berdasarkan benchmark dari PT A dan kepatuhan PT B terhadap legalitas kontrak dalam menjalankan proyek BOT. Kompensasi dapat dianggap wajar berdasarkan benchmark. Tetapi ketidak patuhan PT B terhadap legalitas kontrak dapat membuatnya menjadi tidak wajar bagi PT A.

In 2004, PT A and PT B signed an agreement to operate X project in CBD area. The contract was build-operate-transfer (BOT)in which PT B would act as theinvestor while PT A would be the land owner, for 30 years with extension option of 20 years. During the BOT period, PT A would receive yearly compensation from PT B. This study would analyze the fairness of the compensation based on PT A’s benchmark and PT B’s legal compliance in running the BOT project. The compensation could be considered fair for PT A based on the benchmark assessment. However PT B breached the legal boundaries in operating the project, which could make the compensation less fair."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Aldi Pradana
"ABSTRAK
Badan Usaha Milik Daerah Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya DKI Jakarta merupakan salah satu pelaku usaha bidang properti yang keuntungan atau kerugiannya dapat berdampak langsung kepada penghasilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Pendapatan Asli Daerah PAD , dalam melakukan kegiatan usahanya PD. Pembangunan Sarana Jaya melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk mendayagunakan aset-aset yang dimiliki secara maksimal untuk menghasilkan keuntungun bagi perusahaan. Kerjasama terebut salah satunya dalam bentuk perjanjian Build Operatae and Transfer BOT atau dalam hukum indonesia dikenal dengan nama perjanjian Bangun Guna Serah BGS perjanjian BOT memiliki 3 tiga tahapan yaitu build/membangun operate/mengelola dan transfer/menyerahkan kepada pemilik lahan, perjanjian BOT merupakan perjanjian dengan jangka waktu dan biaya investasi tinggi sehingga perjanjian harus dibuat dengan baik dan benar dan telah mengakomodir segala kemungkinan yang terjadi untuk jangka waktu perjanjian, penerapan dan pelakanaan perjanjian BOT oleh PD. Pembangunan Sarana Jaya terikat oleh aturan-aturan yang diterbitkan oleh pemeintah baik pusat maupun daerah, sehingga asas kebebasan berkontrak tidak dapat diterapkan secara mutlak dalam menyusun perjanjian, dalam perjanjian dikenal adanya asas pacta sun servanda yang berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak dan menjadi undang-undang yang harus ditepati dan dijalankan, adanya opsi perpanjangan pengelolaan dalam perjanjian BOT di PD. Pembangunan Sarana Jaya berpotensi menimbulkan masalah, asas Rebus Sic Stantibus yang berarti perubahan suatu keadaan yang fundamental dapat dijadikan dasar untuk salah satu pihak melakukan renegosiasi atas suatu perjanjian terlebih perjanjian yang berjangka waktu panjang dan dengan biaya besar, asas Rebus Sic Statibus diwujudkan dalam klausul hardship dalam suatu perjanjian. Kata kunci :Perjanjian, Build Operate Transfer BOT , opsi perpanjangan, Rebus Sic Stantibus/ Klausul harship

ABSTRACT
DKI Jakarta rsquo s State Owned Enterprise Pembangunan Sarana Jaya Local Company Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya is one of the business actor in the property line of business whose profit or losses may directly affect to the DKI Jakarta Local Government rsquo s revenue through the Original Regional Revenues Pendapatan Asli Daerah PAD , in conduting their business activities, PD Pembangunan Sarana Jaya commences mutual cooperation with other parties to use effectively the owned assets in maximum to produce profit for company. One of the cooperation is in Build Operate and Transfer BOT agreement or in Indonesia Law is known as Bangun Guna Serah BGS agreement. BOT agreement has 3 three stages which are build, operate and transfer to the land owner, BOT Agreement is the agreement with certain period of time and high investment cost therefore such agreement must be made well and correct and already accomodate all possibilities who may occur during the time period, application and execution of BOT Agreement by PD Pembangunan Sarana Jaya is bound with regulations issued by the central government or local government, therefore the freedom of contract principle cannot be absolutely applied in drafting the agreement, in the agreement is already known the pacta sun servand principle which means that agreement binds the parties and becomes law that must be fulfilled and executed, the management extension option in PD Pembangunan Sarana Jaya rsquo s BOT Agreement potentially create issues, Rebus sic Stantibus principle which means the fundamental change of condition on which could be the basis to one of parties conduct renegotiation of the agreement even more the agreement who has long period of time and with big cost, Rebus sic Stantibus principle is transformed in hardship clause in the agreement. "
2018
T50993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya R. Fadjraa
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24952
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Tripujono Sunaryo
"LATAR BELAKANG
Dengan meningkatnya kegiatan industri dalam beberapa tahun belakangan ini khususnya di beberapa kota besar di Indonesia mengakibatkan kecenderungan naiknya tingkat urbanisasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Kegiatan industri dan urbanisasi ini sangat berpengaruh terhadap penyediaan prasarana (infrastuktur) perkotaan diantaranya penyediaan air minum baik untuk keperluan penduduk maupun kawasan industri, pariwisata dan rumah sakit maupun kegiatan pemerintahan lainnya. Air menjadi komoditi yang langka dan berharga dengan selalu meningkatnya permintaan air minum dari tahun ke tahun sejalan dengan kegiatan-kegiatan tersebut. Pada beberapa kota besar usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan ini telah dilakukan dengan cara menaikkan tingkat produksi dan memperluas jaringan distribusi air minum yang dibangun dengan biaya yang relatif besar. Namun demikian disadari bahwa kemampuan keuangan pemerintah Indonesia untuk membangun sarana infrastruktur termasuk sarana penyediaan air minum ini sangat terbatas. Laporan Bank Dunia 1994, menyatakan bahwa negara-negara berkembang setiap tahunnya harus menginvestasikan lebih dari 200 milyar US $ untuk pembangunan sarana infrastruktur yang berarti senilai lebih dari 4% pendapatan nasional. Dalam periode lima belas tahun terakhir ini walaupun peningkatan penggunaan sarana air minum telah meningkat lebih dari 50 %, tetapi lebih dari 1 milyar manusia masih membutuhkan sarana air minum. Presiden Suharto dalam pidatonya dimuka forum World Infrastructure Forum Asia '94 di Jakarta pada bulan Oktober 1994 mengungkapkan bahwa dibutuhkan adanya kerja sama internasional dalam pembangunan prasarana. Jumlah dana yang diperlukan selama Pelita VI untuk pembangunan sektor prasarana perkotaan ini akan menyerap biaya tidak kurang dari Rp.100 triliun. Departemen Pekerjaan Umum memperkirakan bahwa biaya pembangunan sarana air minum saja dalam Pelita VI ini akan menyerap investasi sebesar Rp. 7 triliun, tetapi anggaran yang dapat disediakan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II serta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM/PAM) hanya sebesar 25 % saja. Dengan demikian maka diharapkan kekurangan pembiayaan sebesar 75 % ini akan dapat diisi oleh sektor swasta melalui sistem pendanaan/investasi swasta , kerja sama atau bentuk partisipasi swasta lainnya.
Dalam beberapa tahun belakangan ini pada sisi yang lain dampak globalisasi ternyata juga mempengaruhi kecenderungan dari perusahaan internasional untuk lebih meluaskan usahanya. Dengan melemahnya kegiatan pembangunan sarana air minum di negara maju karena telah terpenuhinya kebutuhan air minum misalnya maka beberapa perusahaan internasional terutama yang berasal dari Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya berusaha untuk mengembangkan aktivitas usahanya dengan menginvestasikan modalnya ke negara-negara di Amerika Latin, dan Asia termasuk Indonesia. Dengan terbatasnya dana pemerintah untuk melakukan investasi dalam sarana publik ini maka peluang swasta terbuka untuk masuk dalam program privatisasi termasuk diantaranya investasi dengan pola built operate dan transfer.
Dari segi hukum Pemerintah RI telah mengeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal No: 1 tahun 1967 dan diperbaharui dengan UU No: 11 tahun 1970. Demikian pula dalam rangka deregulasi dengan PP No: 20 tahun 1994 telah dikeluarkan peraturan agar lebih menarik investor untuk ikut berpartisipasi dalam program privatisasi di Indonesia khususnya dalam bidang prasarana umum perkotaan seperti jalan, listrik, persampahan dan juga air minum."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Oktavia
"Perjanjian Build Operate Transfer mengandung unsur sewa dan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Penelitian ini bertujuan membahas tentang perlakuan pajak penghasilan atas perjanjian BOT ditinjau dari asas certainty serta permasalahan yang timbul akibat perlakuan pajak tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif post-positivisme. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi literature. Hasil penelitian ini menunjukkan perlakuan pajak atas perjanjian BOT merupakan pengalihan tetapi ketentuan tersebut belum seluruhnya memenuhi asas certainty, yaitu materi, penyempitan/perluasan, ruang lingkup, penggunaan bahasa hukum dan istilah baku. Selain itu, masalah utama yang timbul adalah ketidakpastian perlakuan pajak dalam tahun berjalan perjanjian BOT.

Build Operate Transfer agreements contain a lease, land and building acquisition. This research addresses the treatment of income tax on build operate transfer agreement based on certainty principle and the problems as the effect of this tax treatments. This research used quantitative post-positivisme approach. The data was collected by interviews and study of literature. The results of this research is the tax treatment of BOT agreements refer to land and building acquisition, but these provisions are not entirely meet the principle of certainty, that are material, narrowing/expansion, the scope, the use of legal language and standard term. Then, the main problem is uncertainty in the tax treatment during the current year of BOT agreement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nefaliana Rahma
"Skripsi ini membahas tentang pemutusan perjanjian Build, Operate and Transfer
yang dalam praktiknya dalam kasus Putusan No. 600 K/PDT/2018 dimungkinkan
adanya penyampingan terhadap Pasal 1266 KUHPerdata mengenai tidak
diperlukannya putusan pengadilan dalam pemutusan perjanjian. Dalam penelitian
ini adanya penyampingan pasal yang diperbolehkan dalam Putusan Tingkat
Pengadilan Negeri dengan alasan para pihak sepakat bahwa apabila terjadi
perbuatan lalai dalam melakukan pemenuhan prestasi oleh pihak kedua dalam masa
pembangunan fisik bangunan setelah lewatnya waktu dalam perjanjian maka pihak
kedua dinyatakan wanprestasi, dan oleh karena alasan tersebut serta kesepakatan
dalam perjanjian dilakukannya penyampingan Pasal 1266 KUHPerdata pihak
pertama berhak memutus perjanjian ini secara sepihak, para pihak juga setuju
bahwa pemutusan tersebut tidak memerlukan putusan pengadilan. Dalam hal ini,
hakim Pengadilan Negeri menyatakan bahwa Penggugat terbukti melakukan
wanprestasi. Dengan demikian, pemutusan perjanjian secara sepihak yang
dilakukan oleh pihak pertama disahkan. Namun pada tingkat Pengadilan Tingkat
Tinggi adanya perbedaan pendapat bahwa penyampingan pasal 1266 KUHPerdata
tersebut tidak dapat dilakukan dan pemutusan perjanjian secara sepihak tidak dapat
dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan studi dokumen putusan dan bahan
kepustakaan dan digunakan deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penyampingan Pasal 1266 KUHPerdata dapat dilakukan apabila kedua belah
pihak sepakat adanya penyampingan dengan tidak diperlukannya putusan
pengadilan asalkan wanprestasinya terpenuhi. Bagi para hakim mungkin dapat
mempertimbangkan lebih dalam mengenai adanya perbuatan wanprestasi atau
tidak
This thesis will discuss the termination of agreement in Build, Operate and Transfer agreement model which is practiced in the case of Decision No. 600 K / PDT / 2018 where it is possible to waive Article 1266 of the Civil Code regarding the absence of court decisions in terminating the agreement. This research shows an article that is allowed in the District Court Decision, on the grounds that the party involved agrees that in an event of negligence in fulfilling performance of an agreement by the second party in a physical construction period of a building after the lapse of time in the agreement then the second party is deemed default, and for that reason as well as the agreement in the agreement on the attachment of Article 1266 of the Civil Code, the first party has the right to terminate this agreement unilaterally, parties also agrees that the termination/severance does not require a court decision. In this case, the District Court judge stated that the Plaintiff was proven to have default, therefore, the unilateral termination of the agreement made by the first party is approved. However, High Court does not agree, deeming that putting aside Article 1266 of the Civil Code and the unilateral termination of the agreement cannot be carried out. This research was conducted with the study of decision documents and library materials and use descriptive analysis. The results of this thesis indicate that the waiver of Article 1266 of the Civil Code can be done if both parties agree to the waiver with the need for a court verdict as long as the default is fulfilled. Judges may consider more deeply whether there is a default or not."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>