Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223270 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Dedy Ronald
"[Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan royalti yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan perbandingannya dengan negara lain. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana pengelolaan hak ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait di bidang musik pada Industri Kreatif, bagaimana peran dan mekanisme pembayaran royalti yang dilaksanakan oleh Lembaga Manajemen Kolektif berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Hak Cipta, dan bagaimana pengaturan mengenai Lembaga Manajemen Kolektif berdasarkan konvensi dan kerjasama perdagangan internasional serta di beberapa negara lain. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Pengelolaan hak ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait di bidang musik dapat dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif. Dalam hal pembayaran royalti yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif di bidang musik ditentukan dari nilai, norma, dan kebiasaan yang terjadi, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Secara internasional, pengaturan mengenai Lembaga Manajemen Kolektif terdapat dalam Pasal 11 bis ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) Konvensi Bern. Indonesia, melalui Undang-Undang Hak Ciptanya yang baru telah mengatur secara tegas mengenai Lembaga Manajemen Kolektif, dimana hal ini menjadi dasar hukum yang pasti untuk Lembaga Manajemen Kolektif. Dalam hal memajukan Lembaga Manajemen Kolektif, dibutuhkan dorongan dan dukungan dari Pemerintah, sebagaimana yang terjadi di beberapa negara lainnya.;This thesis aims to determine how the role of Collective Management
Organization of Music based on Copyright Law No. 28 of 2014. The research
problems in this thesis are about the exercise of economic right of The Author,
Copyright Holder, and Related Rights Holder in the field of music under creative
industries, the role of Collective Management Organization and how the royalty
payment mechanism stipulated in Copyright Law No. 28 of 2014, and the
regulation regarding Collective Management Organization according to
international convention and international trade cooperation along with its
regulation in several different countries. This thesis uses the normative legal
research method, and the secondary data is used as its source. The exercise of
economic right of The Author, Copyright Holder, and Related Rights Holder in
the field of music shall be conducted by Collective Management Organization.
With respect to the mechanism of royalties payment applied to the field of music is
determined from the specified values, norms, and customs that occur, both in
national and international level. Internationally, the regulation regarding The
Collective Management Organization contained in Article 11 bis (2) and Article
13 Paragraph (1) Bern Convention. Indonesia, through its Copyright Law has
firmly regulate about Collective Management Organization, thus it becomes a
definite legal basis for Collective Management Organization. With respect to
develop The Collective Management Organization, it takes The Government’s
encouragement and support, as well as in several other countries., This thesis aims to determine how the role of Collective Management
Organization of Music based on Copyright Law No. 28 of 2014. The research
problems in this thesis are about the exercise of economic right of The Author,
Copyright Holder, and Related Rights Holder in the field of music under creative
industries, the role of Collective Management Organization and how the royalty
payment mechanism stipulated in Copyright Law No. 28 of 2014, and the
regulation regarding Collective Management Organization according to
international convention and international trade cooperation along with its
regulation in several different countries. This thesis uses the normative legal
research method, and the secondary data is used as its source. The exercise of
economic right of The Author, Copyright Holder, and Related Rights Holder in
the field of music shall be conducted by Collective Management Organization.
With respect to the mechanism of royalties payment applied to the field of music is
determined from the specified values, norms, and customs that occur, both in
national and international level. Internationally, the regulation regarding The
Collective Management Organization contained in Article 11 bis (2) and Article
13 Paragraph (1) Bern Convention. Indonesia, through its Copyright Law has
firmly regulate about Collective Management Organization, thus it becomes a
definite legal basis for Collective Management Organization. With respect to
develop The Collective Management Organization, it takes The Government’s
encouragement and support, as well as in several other countries.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Ariel Putra
"Tulisan ini menganalisis mengenai Mekanisme pembayaran royalti pada pertunjukan musik menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Royalti. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain hak cipta, terdapat pula Hak Terkait bagi pelaku pertunjukan. Suatu ciptaan khususnya dalam lagu dan/atau musik yang digunakan atau dibawakan pada pertunjukan musik diperlukan lisensi dari pemegang hak cipta, atas lisensi tersebut terdapat royalti yang harus dibayarkan kepada Pencipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 dibentuk sebagai payung hukum untuk pengelolaan royalti Hak Cipta atas penggunaan Ciptaan dan pemilik hak terkait. Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dibentuk Lembaga Manajemen Kolektif dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Royalti namun keberadaan lembaga tersebut dirasa masih kurang memberikan rasa keadilan dalam distribusi kepada Pencipta atau Pemilik Hak Terkait khususnya pada Pertunjukan Musik bersifat Komersial. Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) menginsiasi pembentukan aplikasi Digital Direct License (DDL) untuk membantu pendistribusian Royalti kepada Pencipta atau Pemilik Hak Terkait menjadi lebih adil dan transparan.

This writing analyzes the royalty payment mechanism for music performances according to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and Government Regulation Number 56 of 2021 concerning Royalties. This paper uses doctrinal research methods. Copyright is the exclusive right of the creator that arises automatically based on the declarative principle after a work is realized in a tangible form without prejudice to restrictions in accordance with the provisions of legislation. In addition to copyright, there are also Related Rights for performers. A work, especially in the form of a song and/or music used or performed in a music performance, requires a license from the copyright holder, and for that license, royalties must be paid to the creator. Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and Government Regulation Number 56 of 2021 were established as the legal framework for the management of copyright royalties for the use of creations and related rights owners. Through Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, Collective Management Organizations and the National Collective Management Organization were established through Government Regulation Number 56 of 2021 concerning Royalties. However, the existence of these organizations is still considered insufficient in providing a sense of justice in the distribution to creators or owners of related rights, especially in commercial music performances. The Association of All Indonesian Composers (AKSI) initiated the formation of the Digital Direct License (DDL) application to help distribute royalties to creators or owners of related rights more fairly and transparently."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loho, Rio
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan doktrin de minimis dalam perlindungan hak cipta karya musik atau lagu yang menggunakan metode sampling dalam proses penciptaannya menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Undang-undang Hak Cipta). Semakin berkembanganya teknologi dalam bidang industri musik yang memunculkan cara-cara baru dalam proses penciptaan karya musik maupun lagu yang mana metode sampling adalah salah satu cara baru terebut, sehingga diperlukan analisa atas metode sampling serta penggunaan doktrin de minimis sebagai pembelaan atas kasus sampling karena pengaturan dalam Undang-Undang Hak Cipta masih terbatas. Penelitian ini adalah penelitian preskriptif. Penelitian ini memaparkan penggunaan doktrin dan teori tertentu sebagai penunjang dan pelengkap ketentuan Undang-Undang Hak Cipta dalam menganalisi penggunaan doktrin de minimis dalam kasus music sampling serta perlindungannya dalam Hukum Hak Cipta.

The focus of this mini-thesis is to describe the application of de minimis doctrine on music and song work that use sampling in the process of creation under Coptyright Act. Modernization of technologhy in music industry bring new ways of composing and producing music or song, and sampling method is one of that new ways, because regulation about this new method still limited, it is necessary to analyze the method which is often use de minimis doctrine to defend that action. This research is a qualitative research with prescriptive design. The research depicts the use of certain doctrines and/or theories as supplementary provisions upon Copyright Law in analyzing the use of the doctrine of de minimis in the case of music sampling as well as protection in the Copyright Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafiqi Ramadhan
"ABSTRAK
Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan
berbagai negara dan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi
mengharuskan adanya pembaruan Undang-Undang Hak Cipta, mengingat Hak
Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional. Di dalam UU No. 28
Tahun 2014 sebagai pengganti UU No. 19 Tahun 2002 terdapat pengaturan baru
mengenai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). LMK merupakan badan hukum
nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta untuk mengelola Hak Ekonomi dalam
bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Adapun di dalam tulisan ini
membahas mengenai bagaimana peran dari LMK dalam pengelolaan hak ekonomi
dari Pencipta di bidang Lagu/Musik juga terkait usaha Karaoke sebagai Pengguna
Lagu/Musik untuk tujuan komersial yang harus membayar royalti kepada Pencipta.
Penelitian menggunakan metode Yuridis-Normatif dengan studi kepustakaan yang
dilengkapi dengan wawancara.
ABSTRACT
The development of creative economy into one of Indonesia and various countries
and the rapid growth of information and communication technology requires an
updates for the Copyright Act, considering Copyright become the most important
base of national creative economy. In Law No. 28, 2014 as the revision of Law
No. 19 In 2002 there is a new arrangement of the Collective Management
Organization (CMO). CMO is a nonprofit legal entity authorized by the Author to
manage the economic right in the form of to collect and distribute royalties. As in
this paper describes how the role of CMO in the management of the economic
rights of the creator in the field of Songs/Music also related in Karaoke businesses
as the user of Songs/Music for commercial purposes that have to pay royalties to
the Author. This research using the method of juridical-normative literature study
in addition with interview."
2015
S58245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zulmanah Isnaem
"

ABSTRAK

Pembayaran royalti hak cipta musik dan lagu sangat kompleks karena terdiri dari berbagai mekanisme sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, terdapat permasalahan baru dengan adanya pengaturan LMKN di Undang-undang tersebut. Fokus penelitian adalah perkembangan tentang Lembaga Manajemen Kolektif di Indonesia dan perbandingannya dengan Negara Singapura, rumusan Royalti antara Lembaga Manajemen Kolektif dengan Pengelola Usaha Karaoke, dan Penyelesaian Sengketa Royalti Antara Lembaga Manajemen Kolektif Dengan Pengelola Usaha Karaoke Ditinjau Dari UU Nomor 28 Tahun 2014 Berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/Pdt.Sus-HKI/2015. Metode Penelitian dilakukan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan di Singapura telah berdiri beberapa Lembaga Manajemen Kolektif yang berperan membantu para Pencipta menegakkan hak-haknya yang berkaitan dengan performance ciptaan lagu atau musik, dan secara nyata pemerintah Singapura sangat mendukung kegiatan Lembaga Manajemen Kolektif yang ada. Rumusan Royalti antara Lembaga Manajemen Kolektif dengan Pengelola Usaha Karaoke dituangkan dalam surat kuasa dan Perjanjian Kerjasama yang diberikan oleh Pencipta/Pemegang Hak Cipta kepada LMK.  Penyelesaian Sengketa Royalti Antara Lembaga Manajemen Kolektif Dengan Pengelola Usaha Karaoke Ditinjau Dari UU Nomor 28 Tahun 2014 Berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/Pdt.Sus-HKI/2015 diselesaikan melalui Pengadilan Niaga. Majelis PK mengakui eksistensi KCI telah diakui oleh UU Nomor 19/2002 tentang Hak Cipta jo UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, Hakim Peninjau memberikan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut bukanlah untuk mencari keuntungan, namun kegiatan tersebut adalah untuk kepentingan para Pencipta.

 


ABSTRACT

Payment of music and song copyright royalties is very complex because it consists of various mechanisms as stipulated in Law No. 28 of 2014 concerning Copyright. In addition, there are new problems with the LMKN arrangements in the Law. Problems that will be the focus of the research include how to regulate the Collective Management Institution in Law No. 28 of 2014 compared to Law No.19 of 2002, How is the formula of Royalties between Collective Management Institutions and Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 of 2014, and How is the Royalty Management Collective Dispute Settlement with Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 Year 2014 Based on Verdict Number 122 PK/Pdt.Sus-HKI/ 2015. The method of research is normative juridical using secondary data sourced from primary and secondary legal materials. From the results of the research found in Singapore there have been established several Collective Management Institutions whose role is to help Creators uphold their rights relating to the performance of song or music creation, and in fact the Singapore government strongly supports the activities of existing Collective Management Institutions. Royalty formulation between the Collective Management Institution and Karaoke Business Managers is stated in a power of attorney and Cooperation Agreement granted by the Creator / Copyright Holder to the LMK. Royalty Dispute Settlement Between Collective Management Institutions and Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 Year 2014 Based on Verdict Number 122 PK / Pdt.Sus-HKI / 2015 resolved through the Commercial Court. The PK Assembly acknowledges the existence of the KCI has been recognized by Law Number 19/2002 concerning Copyright in conjunction with Law Number 28/2014 concerning Copyright. In addition, the Review Judge considers that the activity is not for profit, but that the activity is for the benefit of the Creator.

 

"
2019
T52848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Akbar Ridwan
"ABSTRAK
Tesis ini menjawab pertanyaan hukum mengenai apa hak dan kewajiban LMK yang tergabung dalam CISAC, apa dan bagaimana penerapan ketentuan hukum serta sistem manajemen kolektif LMK-LMK di Indonesia, terakhir, bagaimana seharusnya penerapan ketentuan hukum bagi LMK di Indonesia agar dalam pelaksanaannya dapat memenuhi kewajibannya selaku anggota CISAC dan di sisi lain memenuhi ketentuan hukum mengenai LMK di Indonesia. Ketiga pertanyaan tersebut muncul karena dalam perkembangan hukum hak cipta di Indonesia dibentuk LMKn yang memiliki wewenang untuk menerapkan ketentuan teknis wajib bagi LMK dan di sisi lain keanggotaan CISAC terbuka bagi seluruh LMK di dunia, dengan syarat memenuhi professional rules dan binding resolution.
Setelah dilakukan penelitian, disimpulkan bahwa para LMK anggota CISAC dapat melakukan reciprocal agreement dan menggunakan sarana kerjasama (CIS-Net) antar LMK, bahwa para LMK di Indonesia wajib melakukan penyesuaian terhadap sistem manajemen kolektifnya setelah di undangkannya Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta dan setelah diterapkannya peraturan pemerintah terkait teknis kegiatan LMK (tarif karaoke), dan yang terakhir, bahwa CISAC menyatakan pada professional rules akan menghormati ketentuan hukum di negara anggota, sehingga pada intinya apabila sebuah LMK di Indonesia bergabung dengan CISAC tetap dapat menerapkan professional rules dan binding resolutionCISAC dengan tetap memperhatikan hukum di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis answers legal questions about what are rights and obligations of a CISAC member CMO, what and how are the application of legal regulation and CMO?s collective management system in Indonesia, and the last, how to properly apply legal regulation to CMO in Indonesia in order to comply with its obligation as CISAC member and in the other side also able to fulfill legal regulation concerning CMO in Indonesia. Those three questions occur because in the development of copyright regulations in Indonesia, it is formed LMKn which has authority to aplly mandatory technical regulation to CMO and in the other side CISAC membership is open to all CMO around the world, with prequirement a CMO must fulfill professional rules and binding resolution.
After conducting research, it is concluded that CISAC member CMOs are able to create a reciprocal agreement and use cooperation facility (CIS-Net) between CMO, second conclusion is CMOs in Indonesia are obliged to adapt their own collective management system after the Govrment issued the new Copyright Law number 28 year 2014 and after application of government regulation (peraturan pemerintah) concerning technical operational of CMO (karaoke tariffication), and the last conclusion, CISAC delclare in its professional rules that they will respect member national law, so the point is if a CMO in Indonesia willing to join CISAC, it is still able to apply CISAC professional rules and binding resolution with respect to Indonesia?s national regulations.
"
2016
T45515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianti
"ABSTRAK
Para pengguna ciptaan lagu mengalami kebingungan dalam hal kepada pihak mana mereka harus membayar royalti atas suatu lagu yang mereka umumkan. Hal ini dikarenakan pengaturan mengenai collecting society dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia hanya berdasarkan kesepakatan antara organisasi profesi dengan Pengguna Ciptaan saja. Di Indonesia, ada beberapa lembaga yang memungut royalti. Salah satunya adalah Karya Cipta Indonesia. Asosiasi Rekaman Industri Indonesia menyatakan bahwa Karya Cipta Indonesia tidak berhak memungut royalti karena tidak diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta dan sistem pemungutan royaltinya hanya didasarkan atas pemberian kuasa.
Tesis ini berisi analisis mengenai cara mengatasi ambiguitas collecting society di Indonesia terkait dengan pemungutan royalti terhadap pengumuman suatu lagu dan lembaga mana yang berhak memungut royalti terhadap pengumuman suatu lagu. Oleh karena pengaturan mengenai pemungutan royalti hanya berdasarkan kesepakatan saja maka pada dasarnya pihak manapun berwenang untuk memungut royalti atas pengumuman lagu jika ada kuasa dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta. Sehingga tidak ada ambiguitas collecting society di Indonesia mengingat ruang lingkup Asosiasi Industri Rekaman Indonesia adalah berhubungan dengan produser rekaman, sedangkan Karya Cipta Indonesia merupakan suatu lembaga yang memungut royalti.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif-empiric dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Saran Penulis adalah Pencipta/Pemegang Hak Cipta sebaiknya memberi kuasa kepada lembaga yang telah mengikuti aturan Confederation International des Societes des Auters et Compositeurs mengingat karena merupakan konfederasi dari seluruh collecting society di seluruh dunia dan ketentuan mengenai collecting society hanya sebagian kecil diatur oleh Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku saat ini.

ABSTRACT
Song's users feel confuse about to whom the royalty that they have to pay when they announce a song. These things happen because the law about collecting society in Indonesian copyrights law only based on the deal between the organization and the users. There are some organizations in Indonesia that collect the royalty. One of them is Karya Cipta Indonesia. Asosiasi Rekaman Indonesia stated that Karya Cipta Indonesia does not have the rights to collect the royalty because it is not mentioned and ruled by the Indonesian copyrights laws and the collecting system are also only based on the mandatory that has been given before.
This thesis content is about how to handle ambiguity in collecting society in Indonesia related with the royalty collecting when a song is being announced and which organization that has the right to do that. Because of the rules about royalty collecting is only based on the agreement, then any organizations have the right to collect it if there is a mandate from the creator. So there will not be an ambiguity in collecting society in Indonesia, considering the scope in Asosiasi Industri Rekaman Indonesia related with the recording producers, while Karya cipta Indonesia is an organization that collect the royalty.
This thesis using the normative-empirical research methode and being analyzed with qualitative approach. The creator should give the mandatory to the organizations that have followed the rules in Confederation International des Societes des Auters et Compositeurs considering this is the confederation from all the collecting society in the world and the laws about collecting society only some that have been ruled by the copyrights laws this time."
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2007
T19564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resa Raditya
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban pidana pengelola tempat
perdagangan yang diatur di dalam Pasal 10 dan Pasal 114 Undang-undang No. 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Dua hal yang menjadi pokok permasalahan
penelitian ini ialah mengenai bagaimanakah latar belakang munculnya
pertanggungjawaban pidana pengelola tempat perdagangan dalam Undangundang
tersebut dan juga apakah secara teoritis rumusan Pasal 114 tersebut sudah
tepat atau tidak. Penelitian dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Pengelola
Tempat Perdagangan, Berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif
yang diarahkan pada hukum positif untuk kemudian dikaitkan dengan teori
kebijakan/politik kriminal serta teori pertanggungjawaban pidana dan kesalahan
sebagai unsur tindak pidana. Penelitian ini menggali latar belakang munculnya
pertanggungjawaban pengelola tempat perdagangan melalui naskah akademik,
risalah sidang perumusan undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
serta pendapat dari ahli hukum hak cipta. Kemudian akan menganalisis unsur
kesalahan (kesengajaan) dalam rumusan Pasal 114 sebagai ketentuan pemidanaan
pengelola tempat perdagangan melalui teori pertanggungjawaban pidana
dikaitkan dengan pendapat dari ahli hukum pidana.

ABSTRACT
This thesis will discuss about the criminal responsibility of commercial venue?s
management, which is regulated under Article 10 and Article 14 of Law Number
28 Year 2014 on Copyright. The two main problems of this study are the
background on the emergence of criminal responsibility of commercial venue?s
management under Law Number 28 Year 2014 and whether Article 114 is
theoretically correct. In this study, the method used is the normative juridical
literature in perspective of positive law which is then associated with the theory
on political criminal policy and the theory on criminal responsibility and liability
as elements of crime. This study seeks for the background on criminal
responsibility of commercial venue?s management through academic draft,
minutes of Law Number 28 Year 2014 and opinions from experts on copyright
law. Furthermore, this study will analyze the liability element under Article 114
as the criminalization provision of commercial venue?s management through the
criminal responsibility theory, which is then associated with opinions from
criminal law experts."
2016
S65167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deananda Ayusaputri
"Penelitian ini membahas mengenai tindakan pemutaran musik yang disinkronisasikan dalam film di bioskop berdasarkan UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta UUHC 2014 dengan mempelajari kasus perselisihan hak cipta karya musik yang digunakan dalam film Putusan Mahkamah Agung 2014Da202110 Kasus KOMCA vs. CGV karena Korea Selatan memiliki pasal khusus dalam Undang-Undang Hak Cipta yang mengatur tentang sinematisasi karya. Dengan ini, Penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apakah lisensi sinkronisasi musik dalam film mencakup izin untuk memutarnya secara publik di bioskop berdasarkan UUHC 2014? 2) Apakah tindakan pemutaran musik yang disinkronkan dalam film di bioskop dapat dianggap sebagai pertunjukan publik karya musik berdasarkan UUHC 2014 dan mengarah pada keputusan yang sama dengan resolusi kasus KOMCA vs CGV? 3) Apakah LMKN dan LMK, yang mewakili pemegang hak, memiliki wewenang untuk mengumpulkan royalti pertunjukkan publik atas musik yang disinkronkan dalam film langsung ke bioskop berdasarkan UUHC 2014.

This research discusses about the act of screening synced music in film in cinemas under Law No. 28 of 2014 on Copyrights UUHC 2014 by studying a case of copyrights dispute of musical works used in films Supreme Court Decision 2014Da202110 KOMCA vs. CGV case since South Korea has a specific article on its Copyright Act which regulates the cinematization of works. Herewith, the author proposes research questions: 1) Does the synchronization license of music in film covers the permission to publicly screen them in cinemas under UUHC 2014? 2) Can the act of screening synced music in film in cinemas be perceived as a separate musical works public performance under UUHC 2014 and lead to the same decision as the resolution of KOMCA vs. CGV case? 3) Do LMKN and CMOs, which represent the rights holders, have the authority to collect public performance royalties of synced music in film directly to cinemas under UUHC 2014.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Kadek Andini Swari
"Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur tentang definisi dari hak cipta yang diperoleh berdasarkan prinsip deklaratif. Akan tetapi, dalam Undang-Undang ini tidak tercantum definisi yang pasti tentang prinsip deklaratif tersebut yang membuat tidak adanya kepastian hukum karena akan sulit untuk menentukan siapa yang berhak memperoleh hak cipta. Tidak adanya penjelasan mengenai prinsip deklaratif secara pasti menimbulkan miskonsepsi terhadap seorang pencipta memerlukan suatu tindakan terntentu untuk melindungi ciptaannya yaitu pencatatan ciptaan. Sehingga, tidak terjamin kepastian hukum antara prinsip deklaratif dengan pencatatan ciptaan. Pesatnya perkembangan industri musik saat ini juga akan berdampak pada kegusaran pencipta suatu karya dalam hal ini pencipta musik dan/atau lagu. Dengan menggunakan metodologi hukum normatif, maka akan dijabarkan mengenai makna deklaratif dalam undang-undang hak cipta pada karya musik dan/atau lagu serta menganalisis kepastian hukum antara prinsip deklaratif dan pencatatan. Hasil dari penelitian ini yakni makna prinsip deklaratif dalam undang-undang hak cipta adalah pernah dinyatakannya suatu ciptaan ke hadapan publik. Jaminan kepastian hukum terhadap prinsip deklaratif yakni dengan adanya sanksi pidana dan perdata terhadap pelanggar hak cipta. Sebaiknya, untuk membuat prinsip deklaratif berjalan dengan efektif maka diperlukan kesadaran bagi pencipta untuk melakukan dokumentasi atau semacamnya dalam jumlah yang banyak pada saat menyatakan suatu ciptaan pertama kali sebagai bukti yang kuat jika terjadi sengketa di kemudian hari.

Article 1 of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright regulates the definition of copyright obtained based on declarative principles. However, this Law does not include a definite definition of the declarative principle which results in a lack of legal certainty because it will be difficult to determine who has the right to obtain copyright. The absence of an explanation regarding declarative principles definitely creates a misconception that an creator requires certain actions to protect his creation, namely the registration of the creation. Thus, legal certainty is not guaranteed between declarative principles and the recording of works. The current rapid development of the music industry will also have an impact on the anger of the creators of a work, in this case the creators of music and/or songs. By using the normative law methodology, it will be explained regarding the declarative meaning in copyright laws on musical works and/or songs and will analyze legal certainty between declarative principles and recording. The result of this research is that the meaning of the declarative principle in copyright law is that a work has been declared before the public. Guarantee of legal certainty against the declarative principle, namely by the existence of criminal and civil sanctions against copyright violators. Preferably, to make the declarative principle work effectively, awareness is needed for creators to carry out documentation or the like in large quantities when declaring a creation for the first time as strong evidence in the event of a dispute at a later date."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>