Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114183 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irawati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perjanjian pengikatan jual beli atas satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak guna bangunan kepada warga Negara asing. Penjualan satuan rumah susun sebelum selesai dibangun dimungkinkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dengan menggunakan PPJB. Penjualan yang dilakukan sebelum satuan rumah susun dibangun menguntungkan baik penjual maupun pembeli, sehingga menarik tidak hanya bagi warga Negara Indonesia melainkan juga warga Negara asing yang ingin memiliki satuan rumah susun. Satuan rumah susun yang didirikan di atas tanah hak guna bangunan dilarang untuk dimiliki oleh warga Negara asing dalam hukum tanah nasional. Warga Negara asing di Indonesia hanya dapat menjadi pemegang hak pakai atas tanah. Dalam praktek belum ada satuan rumah susun yang didirikan di atas tanah hak pakai, sehingga menimbulkan upaya penyelundupan hukum agar warga Negara asing dapat memiliki satuan rumah susun di atas tanah hak guna bangunan. Tesis ini membahas mengenai penjualan satuan rumah susun yang belum selesai dibangun kepada warga Negara asing dengan menggunakan PPJB yang terdapat syarat opsi di dalamnya yang berbeda dengan PPJB yang diberikan kepada pembeli warga Negara Indonesia. Tesis ini menjelaskan apakah penjualan satuan rumah susun dengan PPJB kepada warga negara asing dan isi dari PPJB yang khusus diperuntukan untuk warga Negara asing bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dan hukum perjanjian dalam KUHPerdata. Penjualan satuan rumah susun di atas tanah hak guna bangunan oleh PT X kepada warga Negara asing dengan PPJB tidak dapat dilakukan karena hak guna bangunan hanya diperuntukan untuk...

ABSTRACT
This thesis presents about sale of condominium over the land with title right to build by signing conditional sale and purchase agreement. According to Condominium Law Number 20 of 2011, the term and condition on sale and purchase of condominium unit will be commenced by signing Conditional Sale and Purchase Agreement (CSPA). CSPA may be beneficial for both parties, not only Indonesian citizen but also foreigner who interested to purchase condominium in a preliminary sale. The foreigner is banned to own condominium over the land with right to build title (HGB). The Land Code stipulates that any individual foreigner in Indonesia may own a land with rights to use title. Meanwhile, in the fact, there is no condominium is built on right to use title, hence foreigner who willing to obtain ownership of condominium over the right to build title, mostly choose illegal procedure (take illegal actions and procedures). This thesis describes about preliminary sale and purchase of condominium unit by signing CSPA for a foreigner. In regard to the content of agreement that is specifically intended for foreigner is referred to Principles of Agrarian Law number 5 of 1960, Condominium Law Number 20 of 2011 and Indonesian Civil Code. According to article 36, paragraph 1, Basic Agrarian Law Number 5 of 1960, PT X is not allowed to sell condominium to a foreigner with CSPA because the party who is entitled to be the owner of right to build title is only Indonesian Citizen and and legal entity that existing under Indonesian law and domiciled in Indonesia.
"
2015
T43992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhran Erifhata Taarif
"Pada suatu pembangunan rumah susun kadang kala terdapat perusahaan pembangunan rumah susun yang tidak dapat menyerahkan unit satuan rumah susun sebagaimana diperjanjikan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli kepada pembeli satuan rumah susun. Dalam konteks Hukum Kepailitan, salah satu cara penyelesaiannya bisa dilakukan melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Proses ini bertujuan menghindarkan debitor dari kepailitan dengan memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya untuk mencapai perdamaian diantara mereka sehingga kepentingan kreditor terlindungi. Pada kasus PT. Mitra Safir Sejahtera, Pengadilan Niaga menolak mengesahkan rencana perdamaian sehingga secara otomatis PT. Mitra Safir Sejahtera dinyatakan pailit. Permasalahannya dengan putusan ini belum tercapai tujuan hukum kepailitan dalam melindungi kepentingan dari kreditor pemegang Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Berdasarkan permasalahan tersebut dengan menggunakan metode yuridis normatif, Skripsi ini ditujukan untuk mengidentifikasi pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Niaga dalam memberikan putusan pada kasus PT. Mitra Safir Sejahtera dikaitkan dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 dan dampak dari putusan tersebut kepada kreditor pemegang Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

In developing an apartment building sometimes the condominium developer company cannot turn over apartment units as agreed in Binding Sale and Purchase Agreement to the condominium unit buyers. In Bankruptcy Law, one of the options to solve this problem is by way of Debt Restructuring as stipulated in the Law No. 37 of 2004. This process aims to prevent the debtor from bankruptcy by providing opportunities for debtor and creditors to gain reconciliation to protect the interest of all creditors involved. In PT. Mitra Safir Sejahtera`s case, Commercial Court refused to endorse the draft of reconciliation thus PT. Mitra Safir Sejahtera was declared bankrupt. The problem with this declaration of bankruptcy, it does not provide the main purpose of the bankruptcy law to protect the interests of creditors that hold the Binding Sale and Purchase Agreement. Using normative methods and in regards to this issue, this thesis is aimed to identify the legal considerations of the Council of Judges of the Commercial Court in declaring bankruptcy to PT. Mitra Safir Sejahtera`s case in relation to the Law No. 37 of 2004 and the impact of such declaration to the holders of the Binding Sale and Purchase Agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krishna Davy
"Perbandingan antara keterbatasan lahan dengan jumlah penduduk membuat maraknya pembangunan rumah susun termasuk rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Guna Bangunan yang juga diterbitkan di atas Hak Pengelolaan. Untuk memperoleh Hak Milik Satuan Rumah Susun, pihak yang akan membangun rumah susun mengadakan kerjasama pemanfaatan tanah dengan Pengelola Barang berdasarkan perjanjian Bangun Guna Serah dimana pihak yang akan membangun rumah susun sebagai mitra Bangun Guna Serah akan diberikan izin untuk memperoleh Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan milik Pengelola Barang terkait. Penerbitan Hak Milik Satuan Rumah Susun di atas tanah Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan menimbulkan risiko tersendiri bagi para pemiliknya termasuk juga mengenai akibat dari berakhirnya perjanjian Bangun Guna Serah terhadap status kepemilikan atas satuan rumah susun dimana Sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun telah hapus namun secara de facto, para pemilik satuan rumah susun masih memiliki hubungan kepemilikan dengan satuan rumah susun dimaksud.

The comparison between the limit of land with population makes the strata title construction goes rapid, including the strata title building constructed on Right to Build title on Right to Manage. To own Strata Title, the parties who construct the strata title building will then do cooperation with the relevant party who holds the land pursuant to Build Operate and Transfer Agreement whereby the developer of the strata title building as partner of Build Operate and Transfer will be allowed to apply for a Right to Build on Right to Manage owned by the Property Manager. The issuance of strata title on Right to Manage causing certain risks to the owner of such strata title including the relation between the termination of the Build Operate and Transfer agreement and the ownership status of the srata units where the strata title certificates have also been terminated but the fact is that, such owner still has an ownership connection with its strata units. The developer of the strata title building conduct land cooperation agreement with the Property Manager."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fennieka Kristianto
"Pembangunan rumah susun di perkotaan faktanya memunculkan persoalan-persoalan serius. Berbagai regulasi mengatur pengawasan pembangunan dan penyelesaian transaksi rumah susun, belum menjangkau tujuan ideal suatu pembangunan. Disintegrasi regulasi rumah susun, menunjukkan penyelenggaraan urusan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, belum komprehensif dilaksanakan. Permasalahan jual beli rumah susun lebih banyak merugikan pihak konsumen. Berdasarkan fakta tersebut, relevan untuk menganalisa kesesuaian jangkauan prinsip keseimbangan dengan dimensi kontekstual dinamika terkini masyarakat modern dan dimensi normatif peraturan perundang-undangan di Indonesia. Metode penelitian yuridis normatif dan perbandingan hukum digunakan menganalisa (1) Prinsip keseimbangan dalam suatu perjanjian pengikatan jual beli di Indonesia; (2) Implementasi Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun (PPJB Sarusun); (3) Rekonstruksi Prinsip Keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen rumah susun sebagai pembaharuan hukum PPJB Sarusun. Hasil penelitian adalah asas Keseimbangan dalam perjanjian pengikatan jual beli di Indonesia berlaku mulai dari proses pembuatan kontrak sampai pelaksanaan kontrak. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin proses negosiasi yang adil/setara, terjamin distribusi pertukaran hak dan kewajiban sesuai proporsinya. Prinsip keseimbangan menunjukkan adanya kebutuhan kesetaraan sebagai syarat utama terciptanya perjanjian. Selanjutnya, peraturan perundang-undangan yang ada belum dapat memenuhi prinsip keseimbangan kepentingan bagi para pihak dalam suatu perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun, meskipun UU No. 8/1999 dan UU No. 20/2011 beserta peraturan turunannya telah berupaya mencapainya. PPJB Sarusun tetap dilaksanakan meskipun syarat 20% keterbangunan belum terpenuhi sebagaimana ketentuan Pasal 43 ayat (2) UURS, Kepmenpera No.11/1994 yang mengatur pedoman PPJB. Terdapat ketidakseimbangan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen rumah susun, sehingga penerapan prinsip kesetaraan para pihak berdasarkan asas keseimbangan pada PPJB rumah susun tidak terwujud, pelaku usaha lebih superior dari konsumennya. Terbukti dari hasil penelitian terhadap 18 PPJB Sarusun baik yang komersial maupun umum. Bentuk pembaharuan hukum PPJB Sarusun antara pelaku usaha dan konsumen rumah susun adalah dengan melakukan rekonstruksi prinsip keseimbangan dalam PPJB Sarusun. Asas keseimbangan yang menjadi sintesa antara asas kebebasan, asas konsensus dan asas kekuatan mengikat, hakikatnya hanya dapat terpenuhi melalui ketiga prinsip tersebut berdasarkan hirarki leksikal. Pembaharuan hukum PPJB Sarusun berdasarkan Kepmenpera No. 11 Tahun 1994 dengan penyesuaian 11 gagasan materi dalam perubahan UURS yang sejalan dengan asas keseimbangan agar pembagian hak dan kewajiban dapat terwujud di seluruh tahapan hubungan kontraktual.

The construction of flats in urban areas in fact raises serious problems. Various regulations governing the supervision of the construction and settlement of flats, have not yet reached the ideal goal of development. Disintegration of flats regulations, showing the implementation of housing affairs as one of the basic human needs, has not been comprehensively implemented. The problem of buying and selling flats is more detrimental to the consumer. Based on these facts, its relevant to analyze the suitability of the balance principle with the contextual dimensions of the current dynamics of modern society and the normative dimensions of legislation in Indonesia. Normative legal research methods and legal comparisons are used in this dissertation, by analyzing (1) The Balance Principle in the Conditional Sale and Puchase Agreement in Indonesia; (2) Implementation of Legal Protection in the Conditional Sale and Purchase Agreement of Flats (CSPA Flats); (3) Reconstruction of the Balance Principle between business actors and consumers of flats as a legal renewal of the CSPA of Flats. The results of the study show that the balance principle in the CSPA of Flats in Indonesia is valid from the process of making the contract to the implementation of the contract. This is intended to guarantee a fair/ equal negotiation process, guaranteed distribution of the exchange of rights and obligations in proportion. The balance principle shows the need for balance and equality of position as the main conditions for the creation of agreements. Furthermore, the existing laws and regulations have not been able to fulfill the balance principle of parties interests in the CSPA of Flats, even though Law No. 8/1999 and Law No. 20/2011 along with derivative regulations have attempted to achieve it. CSPA of Flats is still implemented even though the condition of 20 persen development has not been fulfilled as stipulated in Article 43 paragraph (2) UURS, Kepmenpera No.11/ 1994 which regulates CSPA guidelines. There is an imbalance between the position of business actors and consumers of flats, so that the application of the principle of equality of parties based on the principle of balance in the CSPA of Flats does not materialize, business actors are superior to consumers. Evident from the results of research on 18 CSPA of Flats, both commercial and public. The form of legal reform of the CSPA of Flats between business actors and consumers of flats is to carry out a balance principles reconstruction in the CSPA of Flats. The balance principle becomes a synthesis between the principle of freedom, the principle of consensus and the principle of binding power, its essence can only be fulfilled through the three principles based on the lexical hierarchy. Legal renewal of the CSPA of Flats based on Kepmenpera No. 11/1994 by adjusting eleven content material ideas in the amendment to the Law on Flats that is in line with the principle of balance so that the distribution of rights and obligations can be realized at all stages of contractual relations"
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2776
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjhong Sendrawan
"ABSTRAK
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 mewajibkan adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan Pengembang jika properti yang dijadikan agunan belum tersedia secara utuh, yang memuat kesanggupan Pengembang untuk menyelesaikan properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan Debitur atau nasabah dan adanya jaminan dari Pengembang kepada Bank bahwa Pengembang akan menyelesaikan kewajiban kepada Debitur atau nasabah penerima fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), apabila properti tidak dapat diselesaikan dan/atau diserah-terimakan sesuai perjanjian.
Tesis ini mengkaji masalah perjanjian kerja sama dan perjanjian pemberian jaminan antara Bank dengan Pengembang dalam rangka pembiayaan pemilikan Rumah Susun tersebut. Tesis ini juga mengkaji bagaimana tindak lanjut setelah pembuatan Perjanjian Pemberian Jaminan oleh Bank terhadap kelalaian Pengembang dalam Perjanjian Kerjasama dan/atau terhadap kelalaian Debitur dalam Perjanjian Pemberian Fasilitas KPA. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan sumber data berupa data sekunder.
Hasil penelitian adalah akta Perjanjian Pemberian Jaminan dalam praktek perbankan telah dapat diterima sebagai pengganti jaminan hak atas tanah selama belum diterbitkannya Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun oleh instansi yang berwenang dan Hak Tanggungan belum dipegang oleh Bank sebagai jaminan atas fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Kesimpulan yang diambil adalah pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam praktek perbankan telah diaplikasikan dalam perjanjian kerja sama dan perjanjian pemberian jaminan. Dalam hal terjadi kelalaian Debitur dan/atau Pengembang, tindakan yang dapat diambil oleh Bank dengan adanya akta Perjanjian Pemberian Jaminan tersebut adalah menandatangani Akta Subrogasi dengan Pengembang, sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan.

ABSTRACT
Circular Letter of Bank Indonesia No. 15/40/DKMP dated 24 September 2013 requires the existence of a corporation agreement between Bank and Developer if a property which shall be used as collateral is not available, in which contains the ability of the Developer to complete the development of the property in accordance with the agreement between the Developer and the customer, and a corporate guarantee from the Developer to the Bank that the Developer shall fulfill his liability to the customer who received the apartment credit facility (KPA) should the property cannot be developed and/or handed over in accordance with the relevant agreement.
This thesis examines the issue on cooperation agreement between the Bank and the Developer of Apartment Project and buy back guarantee agreement (as one form of corporate guarantee agreement). This thesis also examines how the execution of the Corporate Guarantee Agreement over Developer negligence in Cooperation Agreement and the Apartment Credit Facility Agreement. This study is a normative legal research, using the data in the form of secondary data sources (literature).
The results showed that the deed of buy back guarantee agreement in banking practices have already been accepted as a substitute for security as long as the strata title certificates have not been issued by the competent authority and the mortgage over the apartment unit is not held by the Bank as collateral for the relevant apartment credit facility agreement. The conclusion drawn is the implementation of the prudent principles in banking practices is applied in the cooperation agreement and the buy back guarantee agreement. In the event of Debtor and/or Developer negligence, upon the presence of the deed of buy back guarantee agreement, the Bank can sign a subrogation deed with the Developer as one of alternative dispute resolutions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thesia
"Skripsi ini membahas mengenai pemberlakuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah, dimana rumah didefinisikan sebagai bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya,  serta aset bagi pemiliknya. Pada definisi rumah dalam Peraturan Menteri tersebut dapat disimpulkan bahwa rumah merupakan tempat tinggal (hunian). Sehingga, apabila dikaitkan pada pengaturan dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun mengenal jenis rumah susun campuran disamping rumah susun hunian. Disamping itu, skripsi ini juga akan membahas tanggapan Notaris terhadap pemberlakuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah tersebut. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yang mana data-data dalam skripsi ini diperoleh dari studi kepustakaan dan dikung dengan wawancara. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlu kiranya melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah, khususnya untuk menuliskan secara eksplisit mengenai pemberlakuannya terhadap satuan rumah susun non-hunian dan dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk mencegah terdapat norma yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang memberikan delegasi kewenangan pembentukan Peraturan Menteri mengenai Sistem Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

The focus of this study is the implementation of Public Works and Public Housing Ministerial Regulation Number 11/PRT/M/2019 on House Sale and  Purchase Agreement System, which house is defined as a building that functions as a decent place to live, means of fostering family, reflection of the status and dignity of its occupant(s), as well as assets for its owner. The definition of house itself in that Ministerial Regulation can be concluded that house is a residence (occupancy). So that, if we relate the definition to provision in article 50 Law Number 20 of 2011 on Condominium which identify occupancy function condominium and mixed function condominium. In addition, this paper will also discuss about Notaries Public’s response to the enactment of the Public Works and Public Housing Ministerial Regulation Number 11/PRT/M/2019 on House Sale and  Purchase Agreement System. This study uses juridical-normative research method in which the data are obtained from literature studies and supported by interviews. The result of this study suggest that it is necessary to revise the Public Works and Public Housing Ministerial Regulation Number 11/PRT/M/2019 on House Sale and  Purchase Agreement System, specifically to explicitly writes down about non-residential condominium and with regard to the provisions in Law Number 20 of 2011 on Condominium and Law Number 1 of 2011 on Housing and Settlement Areas to prevent any conflict norms with the regulation which delegates the authority to Ministerial Regulation on House Sale and  Purchase Agreement System."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Arie Sukanti
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
643.27 HUT c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Tiolan
"Penelitian mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dibebankan terhadap waris atas Hak Guna Bangunan yang telah berakhir jangka waktunya serta perhitungan dan tata cara pembayarannya di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta ini didasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Penelitian ini dianalisis secara deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Terdapat perbedaan pendapat yang berkembang di masyarakat dalam hal Hak Guna Bangunan yang telah berakhir jangka waktunya tersebut diberikan atas tanah negara, pendapat pertama mengatakan bahwa Hak Guna Bangunan atas tanah negara yang telah berakhir jangka waktunya tidak dapat diwariskan, sehingga ahli waris hanya dapat mengajukan permohonan pemberian hak baru dan terhadapnya terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada umumnya, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa terhadap Hak Guna Bangunan atas tanah negara yang telah berakhir jangka waktunya, ahli waris diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan pembaharuan hak dan terhadapnya terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat. Khusus untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah sebesar 5% (lima persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah), namun dalam hal perolehan hak terjadi karena waris atau hibah wasiat, maka yang dikenakan hanya 50% (lima puluh persen) dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah), yang kemudian dibayar dan dilaporkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah pada masing-masing Suku Dinas Pelayanan Pajak Kota Administrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang ada di setiap kabupaten.

A study of an Acquisition Duty of Right on Land and Building that may be imposed on inheritance of a terminated Right to Build, includes the calculation and payment procedure in the territory of Special Regional Capital of Jakarta as regulated based on Regional Government Regulation of Special Regional Capital Jakarta Province Number 18 of 2010 concerning Acquisition Duty of Right on Land and Building. This study analyzed by descriptive analysis using a juridical normative approach. There are differences of opinions growing in the society in the event if the Right to Build is granted on the land of the country, first opinion states that the terminated Right to Build on the land of the country can not be inherited, therefore the heir may only submit the conferral of new right application and of which the general Acquisition Duty of Right on Land and Building shall be payable, another opinion states that against the terminated Right to Build on the land of the country, the heir is granted the opportunity to submit the renewal right application and of which the Acquisition Duty of Right on Land and Building on the acquisition right due to inheritance and bequeathed granting shall be payable. Specifically to the territory of the Special Regional Capital of Jakarta, the Acquisition Duty of Right on Land and Building shall be 5% (five percent) times the tax base after be reduced by the Non-Taxable Acquisition Value for Right Acquisition in amount of Rp 80.000.000,- (eighty million rupiah), however in the tax of the acquisition right occurred due to inheritance and bequeathed granting, therefore the imposition shall be 50% (fifty percent) of the Acquisition Duty of Right on Land and Building with the Non-Taxable Acquisition Value for Right Acquisition in amount of Rp 350.000.000,- (three hundred and fifty million rupiah), which shall be paid and reported using the Regional Tax Payment Slip at each Tax Service Tribal Offices of the Administration City of the Province of the Special Regional Capital of Jakarta at every regency."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28599
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Aenun Jariah
"Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pihak yang diberikan bagian tanah Hak Pengelolaan dapat menggunakan bagian tanah tersebut untuk keperluan usahanya, salah satunya adalah untuk membangun rumah susun. Pihak penyelenggara pembangunan rumah susun atau developer yang mendirikan rumah susun di atas tanah Hak Pengelolaan mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan status tanah bersama menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebelum menjual satuan rumah susun tersebut.
Masalah yang diteliti dan dibahas adalah mengenai resiko yang dihadapi oleh para pemilik satuan rumah susun apabila bangunan rumah susun dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan. Selain itu jugs dibahas mengenai apakah ada kepastian hukum dalam pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan, Berta perbedaan antara rumah susun yang dibangun di atas suatu hak atas tanah dengan rumah susun yang dibangun di atas Hak Pengelolaan.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum empiris, dimana untuk menjawab permasalahan dilakukan melalui wawancara dan kegiatan studi dokumen.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa rumah susun yang di dirikan di atas tanah Hak Pengelolaan memiliki akibat hukum bagi pemilik satuan rumah susun untuk membayar biaya uang pemasukan kepada pemegang Hak Pengelolaan, sebagai konsekuensi yang harus dipenuhi untuk melakukan berbagai perbuatan hukum terhadap satuan rumah susun.
Selain itu pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan dapat memberikan kepastian mengenai hukum kepada pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yaitu dengan adanya Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, dimana pemilik satuan rumah susun harus selalu memperpanjang atau memperbaharui jangka waktu hak atas tanah bersamanya. Dan untuk rumah susun yang dibangun di atas suatu hak atas tanah mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan.

Management Right is the right of control granted by the State, the implementation authority of which is partially delegated to the holder thereof. The party granted with Management Right land may use the portion of the land for the interest of his/her business, one of which is to construct high rise. Developer constructing high rise above land with Management Right shall the obligated to settle the status of joint land into Building Right or Right of Use prior to selling the unit of high rise.
The problem examined and discussed in this research is the risk faced by owners of high rise constructed above land with Management Right. In addition, it also discusses legal certainty in giving Building Right above land with Management Right, and the difference between high rise constructed above land with land rights and that constructed above land with Management Right.
Method of research used is empirical law research method, in which answers to the problems are obtained from interview and document study.
From the result of the research, researcher found the data revealing that high rise constructed above land with Management Right implies legal consequence for the owner of the unit of high rise to pay cost of revenue money to the holder of Management Right, as the consequence that must be fulfilled to conduct various legal acts against the unit of high rise.
In addition, grant of Building Right above land with Management Right can provide legal certainty to the Holder of Right to the Unit of High Rise, namely by Certificate of Ownership Right to Unit of High Rise, in which the owner of unit of high rise must always extend or renew the period of land right in him. And high rise constructed above land with land right will have higher sale price compared with that constructed above land with Management Right.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Octavio Tigris
"Rumah Susun merupakan suatu bentuk penyelesaian dari masalah kependudukan yang banyak terjadi di negara-negara dengan jumlah penduduk yang besar dan luas tanah yang terbatas. Pembangunan rumah susun juga ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat kurang mampu dari negara tersebut untuk memperoleh pemukiman sebagai salah satu bentuk kebutuhan pokok dari manusia. Seiring berkembangnya ekonomi secara global, maka tidak dapat dihindari lagi masuknya investasi asing di suatu negara. Rumah susun sebagai salah satu alternatif hunian tentu saja memiliki daya tarik tersendiri bagi para investor asing khususnya bagi yang hendak menetap di negara tersebut. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menyadari pentingnya rumah susun dalam faktor investasi asing dan telah menerbitkan peraturan-peraturan yang mengatur terkait kepemilikan rumah susun bagi orang asing. Singapura sebagai negara tetangga Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sistem rumah susun paling sukses di dunia dimana hampir seluruh dari masyarakatnya tinggal di rumah susun baik yang dibangun pemerintah ataupun pihak swasta. Singapura juga memiliki peraturan-peraturan khusus terkait kepemilikan rumah susun bagi orang asing mengingat kedudukan Singapura di Asia Tenggara sebagai salah satu pusat finansial dan ekonomi. Maka perlu dilakukan perbandingan hukum antara peraturan rumah susun di Indonesia dan Singapura serta dampak peraturan tersebut atas investasi asing.

Flats are a form of settlement of population problems that often occur in countries with large populations and limited land areas. The construction of flats is also intended to provide opportunities for underprivileged people from that country to obtain housing as a form of basic human needs. As the global economy develops, it is inevitable for foreign investment to enter a country. Flat as one of the alternative housing, of course, has its own charm for foreign investors, especially those who want to stay in the country. Indonesia as a developing country realizes the importance of flats in the foreign investment factor and has issued regulations that regulate the ownership of flats for foreigners. Singapore as a neighboring country to Indonesia is one of the countries that has the most successful flat system in the world where almost all of its people live in flats built by the government or the private sector. Singapore also has special regulations regarding the ownership of flats for foreigners considering Singapore's position in Southeast Asia as a financial and economic center. So it is necessary to make a legal comparison between the regulations for flats in Indonesia and Singapore and the impact of these regulations on foreign investment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>