Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191780 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tobing, Donny Wahyu
"Penelitian ini mengangkat permasalahan yang disampaikan oleh LKPPUI terkait dugaan pelanggaran terhadap prinsip due process of law yang dilakukan oleh Majelis Komisi dalam Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007. Menurut LKPPUI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha ("Komisi") telah melanggar aturan mengenai jangka waktu pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan lanjutan, dan putusan Komisi. Selain itu, para Terlapor dalam perkara tersebut juga mendalilkan bahwa Komisi telah melanggar prinsip due process of law dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pengaturan tentang prosedur beracara di Komisi telah mendasarkan pada prinsip due process of law? 2. Bagaimana penerapan prinsip due process of law dalam Putusan Komisi Nomor 07/KPPU-L/2007 tentang dugaan Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji prinsip due process of law dalam prosedur beracara di Komisi, dan mengkaji prinsip due process of law dalam Putusan Komisi Nomor 07/KPPU-L/2007 tentang dugaan Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Data yang digunakan dalam tesis ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan suatu kegiatan studi dokumen terhadap data sekunder.
Teori yang digunakan dalam Tesis ini adalah teori hukum progresif sebagaimana yang digagas oleh Satjipto Rahardjo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai prosedur beracara di Komisi baik dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 maupun peraturan Komisi sebelumnya yakni Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2006, telah mendasarkan pada prinsip due process of law. Disamping itu, prinsip due process of law diterapkan juga oleh Majelis Komisi yang memeriksa dan mengadili Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007. Adapun saran dalam penelitian ini adalah dilakukan perubahan terhadap Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 mengenai batas waktu pemeriksaan, dimana perlu dibedakan antara pemeriksaan yang melibatkan pelaku usaha asing dengan pemeriksaan yang hanya melibatkan pelaku usaha dalam negeri.

This research lifted up the issue conveyed by LKPPUI related to alleged violations for due process of law principle conducted by an assembly commission in case number 07/KPPU-L/2007. According to LKPPUI, Business Competition Supervisory Commission ("Commission") had violated the rules on the length of time preliminary examination, further examination, and the decision of Commission. Besides, the reported on the case also postulated that Commission had violated the due process of law principle in examine and prosecute the case.
That is assessed the issue is: 1. Whether the arrangement about The Competition Law Procedure has been to base on due process of law principle? 2. How the application of due process of law principle in The Decision of Commission number 07/KPPU-L/2007 about Temasek is a cross ownership of the share. The purpose of the research is to assess due process of law principle in The Competition Law Procedure and to assess due process of law principle in The Decision of Commission number 07/KPPU-L/2007.
The research using normative research method, it is law research conducted with researching library materials or secondary materials. The materials using in the Thesis is primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The collection of materials conducted with the study of documents for secondary materials.
The theory used in the Thesis is Progressive Legal Theories as is held by Satjipto Rahardjo.
The research result indicate that The Competition Law Procedure either in the regulation of Commission number 1 of 2010 nor regulation of Commission number 1 of 2006, it has been base on due process of law principle. Besides that, assembly Commission in case number 07/KPPU-L/2007 also to application of due process of law principle. As for advice in the research is necessary to amendments for regulation of Commission number 1 of 2010 about the time limit to investigation, where necessary distinguished between examination for foreign businessman with examination for domestic businessman."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dila Paruna
"Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan larangan pengajuan permintaan pemeriksaan praperadilan bagi tersangka yang berada dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah terbitnya SEMA No. 1 Tahun 2018 apabila ditinjau dari prinsip due process of law sebagai prinsip dasar dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dimana data yang digunakan bersumber dari studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber. Adapun hasil penelitian mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bahwa dalam penerbitan DPO terhadap tersangka, penyidik harus mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai mekanisme penerbitan DPO. Larangan dalam SEMA No. 1 Tahun 2018 memiliki pengaruh besar terhadap kebolehan tersangka dalam DPO untuk mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan, sehingga keabsahan penerbitan DPO itu sendiri tetap harus dibuktikan dalam sesi pembuktian pada sidang praperadilan. Adapun berdasarkan analisis pemeriksaan praperadilan dalam Putusan Nomor 4/Pid.Pra/2018/PN.Plk dan Putusan Nomor 2/Pid.Pra/2018/PN.Kis, hakim praperadilan pada kedua putusan tersebut tidak ada yang mempertimbangkan mengenai keabsahan penerbitan DPO padahal penerbitan DPO dilakukan tidak sesuai dengan mekanisme yang belaku sehingga jelas bertentangan dengan asas due process of law.

This thesis discusses the implementation of prohibition on submitting a Habeas Corpus examination request for suspects of The List of Wanted Persons after the issuance of Supreme Court Circular Number 1 of 2018 and its juridical review based on the principle of due process of law as a basic principle in conducting investigative activities. This study uses normative juridical methods, where the data used are sourced from literature studies and interviews with informants. The results of research on the issues discussed in this study are that in issuing The List of Wanted Persons, investigators must refer to the provisions governing the mechanism for the issuance of The List of Wanted Persons. Prohibition in Supreme Court Circular Number 1 of 2018 has a major influence on the ability of suspects in The List of Wanted Persons to submit requests for Habeas Corpus examination, so the validity of the issuance of The List of Wanted Persons itself must be proven in the evidentiary session at the Habeas Corpus examination. Based on the analysis of Habeas Corpus examinations in Decision Number 4/Pid.Pra/2018/PN.Plk and Decision Number 2/Pid.Pra/2018/PN.Kis, the Habeas Corpus examination judges in both decisions did not consider the validity of The List of Wanted Persons issuance even though The List of Wanted Persons issuance had been conducted not in accordance to the mechanism in force so it clearly contradicts the principle of due process of law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Proses pemeriksaan di pengadilan merupakan salah satu tahap yang harus dilalui untuk dapat memutuskan suatu perkara pidana. Seperti yang sudah diketahui bahwa setiap putusan Pengadilan Negeri akan mempengaruhi pihak terdakwa dan keluarga bahkan dapat menimbulkan suatu rasa ketidakadilan bagi pihak yang diadili. Ketidakadilan dapat berupa terlalu cepatnya putusan diambil oleh majelis hakim karena tidak adanya batasan waktu yang jelas dalam mengambil keputusan. Bahkan terdapat kemungkinan suatu putusan hanya dilandasi pada surat dakwaan penuntut umum. Keadaan demikian menimbulkan suatu pertanyaan mengenai penerapan due process of law dalam Criminal Justice System di Indonesia? Dan mengenai penerapan due process of law terhadap keseimbangan kedudukan penuntut umum dengan terdakwa dalam pemeriksaan di pengadilan dikaitkan dengan Criminal Justice System? Untuk mengetahui suatu proses hukum telah memenuhi due process of law, maka perlu dilakukan analisis proses tersebut terhadap unsur-unsur minimal due process of law. Analisis dapat dilakukan dengan meninjau ketentuan yang termuat dalam peraturan perundang-undangan. Seperti UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, UU HAM, KUHAP, Deklarasi Umum HAM, kovenan dan konvensi internasional. Sumber-sumber hukum tersebut telah menjamin adanya suatu peradilan sesuai dengan due process of law. Secara khusus hal tersebut diatur dalam hukum acara pidana Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP). Dengan meninjau ketentuan yang diatur dalam UU tersebut akan diketahui mengenai keseimbangan kedudukan penuntut umum dengan terdakwa dalam proses pemeriksaan di pengadilan. Keseimbangan tersebut merupakan implementasi dari pengakuan Negara terhadap harkat dan martabat manusia tanpa mempedulikan keadaan yang dimiliki oleh para pihak, terutama pihak terdakwa. Secara umum KUHAP memberikan kesempatan bagi para pihak untuk mendapatkan keadilan melalui konsep due process of law. Akan tetapi masih ada kekurangan dalam menerapkan konsep tersebut, seperti konsekuensi hukum terhadap perkara pidana jika terjadi suatu pelanggaran due process of law dan pengaturan waktu untuk menjatuhkan putusan pidana. Pengaturan masalah pelanggaran tersebut seharusnya tidak hanya diatur dalam KUHAP sebagai hukum formil, perlu pula diatur dalam UU yang berkaitan hukum acara pidana, seperti UU Kejaksaan, UU Kepolisian, UU Kekuasaan Kehakiman sebagai hukum materil"
Universitas Indonesia, 2007
S22035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Petrus Bachtiar
"Tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana khusus yang berdampak merugikan terhadap kepentingan umum terkhusus generasi muda sehingga dapat mengancam ketahanan negara negara. Tindak pidana narkotika dilaksanakan secara terorganisir dan sistematis oleh pelakunya, maka dalam penegakannya dibutuhkan suatu upaya penanganan yang luar biasa. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur suatu bentuk perluasan tindakan penyidikan yang mengoptimalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi salah satunya ialah urinalisis yang pada dasarnya merupakan tindakan yang tergolong sebagai pemeriksaan barang bukti, di mana hasilnya berkedudukan sebagai alat bukti surat di pengadilan. Sebagai suatu bentuk tindakan hukum, jelas konsekuensinya bahwa pelaksanaan urinalisis harus dilaksanakan berdasarkan prinsip due process of law. Dalam penelitian yuridis-normatif ini penerapan prinsip due process of law dianalisis dengan menggunakan 5 (lima) asas yang mendasari admisibilitas alat bukti yakni, legality, necessity, legitimate aim, proportionality, dan safeguard against illegitimate access. Apabila, asas-asas tersebut tidak dipenuhi, maka akibatnya alat bukti hasil urinalisis yang dihadirkan di persidangan dapat dikesampingkan oleh hakim. Penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan urinalisis pada tindak pidana narkotika di Indonesia telah menerapkan ke-lima asas tersebut, akan tetapi belum terdapat unifikasi peraturan terkait tindakan urinalisis, dan terhadap asas safeguard against illegitimate access yang seharusnya dijamin oleh keberadaan lembaga praperadilan belum dapat diterapkan karena keterbatasan wewenang. Adapun saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini ialah, perancangan peraturan yang mengunifikasi mekansime pelaksanaan urinalisis dengan mempertimbangkan perspektif kepastian hukum, serta pemberian perluasan kewenangan pada lembaga praperadilan untuk menguji akuntabilitas aparat penegak hukum dalam pelaksanaan urinalisis pada tindak pidana narkotika.

Narcotics crime is a special crime that has a detrimental impact on the public interest, especially the younger generation so that it can threaten the resilience of the state. Narcotics crimes are carried out in an organized and systematic manner by the perpetrators, so in their enforcement extraordinary measures are needed. Therefore, Indonesian Narcotics Crime Acts regulates a form of expansion of investigative actions that optimizes the development of science and technology, one of which is urinalysis which is basically an action that is classified as an examination of evidence, where the results are located as documentary evidence in court. As a form of legal action, the consequence is clear that the urinalysis must be carried out based on the principle of due process of law. In this juridical-normative research the application of the due process of law principle is analyzed using 5 (five) principles that underlie the admissibility of evidence, namely, legality, necessity, legitimate aim, proportionality, and safeguard against illegitimate access. If, these principles are not met, then the result of the urinalysis evidence presented at the trial can be set aside by the judge. This study found that the implementation of urinalysis on narcotics crimes in Indonesia has implemented the five principles, but there has been no unification of regulations related to urinalysis, and the principle of safeguard against illegitimate access which should be guaranteed by the existence of pretrial institutions has not been implemented due to limited authority. . The suggestions that can be given through this research are the design of regulations that unify the mechanism for implementing urinalysis by considering the perspective of legal certainty, as well as granting expansion of authority to pretrial institutions to test the accountability of law enforcement officers in carrying out urinalysis on narcotics crimes. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Shinta Ulie
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S25663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
disebutkan bahwa apabila keadaan suatu daerah tidak
mengizinkan suatu Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu
perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala
Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung
mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau
menunjuk Pengadilan Negeri lain untuk mengadili perkara
tersebut. Namun dalam KUHAP tidak disebutkan dengan jelas
apakah yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
megizinkan” yang dijadikan dasar oleh Menteri Kehakiman
untuk mengalihkan wewenang mengadili suatu perkara pidana
kepada Pengadilan Negeri lain. Karena dalam Penjelasan
Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hanya
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
mengizinkan” ialah antara lain tidak amannya daerah atau
adanya bencana alam. Akan tetapi pada prakteknya, aparat
penegak hukum terkadang dalam menunjuk Pengadilan Negeri
lain dalam hal terjadinya pengalihan wewenang memeriksa dan
mengadili suatu perkara pidana tidak mempertimbangkan
faktor tempat tinggal sebagian besar saksi-saksi sebagai
bahan pertimbangan, padahal faktor jauh dekatnya tempat
tinggal sebagian besar saksi-saksi dengan tempat
persidangan juga mempengaruhi kemudahan dan kelancaran
jalannya persidangan. Demikian juga dengan dasar aturan
yang digunakan, tidak ada satupun peraturan perundangundangan
atau surat penetapan di Indonesia yang mengatur
masalah dasar pertimbangan yang dipakai untuk menentukan
Pengadilan Negeri mana yang akan ditunjuk untuk memeriksa
dan mengadili suatu perkara pidana dalam hal terjadi
pengalihan wewenang memeriksa dan mengadili suatu perkara
pidana. Kemudian dengan diundangkannya Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman maka ketentuan
Pasal 85 KUHAP sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan
sekarang ini."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S22139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A`amunisa Tsania Urbakh Zaen
"Penelitian ini mengkaji implementasi asas demokrasi ekonomi dan penegakan kepentingan umum dalam hukum persaingan usaha, dengan fokus pada Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 15/KPPU-I/2022 mengenai perkara minyak goreng. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur bahwa persaingan usaha yang sehat di Indonesia harus sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi serta penegakan kepentingan umum yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana proses pengambilan keputusan Majelis Komisi mencerminkan asas-asas tersebut serta dampak hukum yang timbul dari keputusan ini. Dalam putusan ini Para Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal 5 tentang penetapan harga, dan mereka dinyatakan melanggar Pasal 19 terkait penguasaan pasar. Namun atas putusan tersebut terdapat suatu dissenting opinion dari salah satu anggota Majelis Komisi yang menjadi perhatian utama dalam proses analisis terkait dengan Pasal 5 tentang penetapan harga, mengingat pentingnya pendapat tersebut dalam konteks penegakan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan Majelis Komisi dalam putusan terkait dampak kenaikan harga minyak goreng termasuk hingga terjadinya inflasi tidak sepenuhnya disebabkan oleh praktik anti persaingan, tetapi lebih dipengaruhi oleh lonjakan harga Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku utama minyak goreng. Temuan ini membawa implikasi signifikan terhadap bagaimana implementasi asas demokrasi ekonomi dan penegakan kepentingan umum dalam hukum persaingan usaha di Indonesia telah sepenuhnya terealisasi dalam pertimbangan hukum dan metode pembuktian yang digunakan oleh Majelis Komisi.

This research examines the implementation of the principles of economic democracy and the enforcement of public interest in competition law, focusing on the Commission for the Supervision of Business Competition (KPPU) Decision Number 15/KPPU-I/2022 regarding cooking oil issues. Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition regulates that healthy competition in Indonesia must adhere to the principles of economic democracy and the enforcement of public interest as stated in Article 33 of the 1945 Constitution. This study aims to analyze how the decision-making process of the Commission reflects these principles and the legal implications arising from this decision. In this ruling, the Respondents were not proven to have violated Article 5 concerning price fixing, but they were found to have violated Article 19 regarding market dominance. However, there was a dissenting opinion from one of the Commission members that became a focal point in the analysis related to Article 5 on price fixing, given its importance in the context of law enforcement. The research findings indicate that the Commission's considerations in the ruling regarding the impact of rising cooking oil prices, including the occurrence of inflation, were not entirely caused by anti-competitive practices, but were more influenced by the spike in the price of Crude Palm Oil (CPO) as the main raw material for cooking oil. This finding has significant implications for how the principles of economic democracy and enforcement of public interest in competition law in Indonesia have been fully implemented in the legal considerations and evidentiary methods used by the Commission."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrell, Brian R. (Brian Richard)
"Habeas Corpus in International Law is the first comprehensive examination of this subject. It looks at the location, scope, and significance of the right to a judicial determination of the legality of one's detention as guaranteed by international and regional human rights instruments. First, it examines the history of habeas corpus and its place in human rights treaties, providing a useful resource for understanding the status and application of this internationally-protected right. The book continues by identifying and analyzing the primary challenges to habeas corpus, in particular its applicability during armed conflict, the possibility of derogation, and its extraterritorial application and procedural shortcomings. The book next addresses the significance of habeas corpus guarantees not just in protecting personal liberty, but in promoting the international rule of law by serving as a unique check on executive action. Finally, it offers suggestions on how this right might be strengthened"
New York : Cambridge University Press, 2017
345.056 FAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Diyana Theresia Berlian
"Skripsi ini membahas mengenai perkara dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012 yang memberikan sanksi denda sebesar Rp 4.600.000.000,00 kepada PT. Mitra Pinasthika Mustika atas keterlambatannya melakukan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham. Penelitian ini juga membahas sistem pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia yang dilakukan setelah pengambilalihan berlaku efektif secara yuridis atau yang biasa disebut pemberitahuan pasca akuisisi (post merger notification). Penelitian ini menganalisis efektivitas dan efisiensi kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia yang menganut sistem pemberitahuan pasca akuisisi dengan contoh kasus keterlambatan pelaksanaan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang mengggunakan metode eksplanatoris. Dari hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa kewajiban pemberitahuan di Indonesia hanya dilakukan oleh pelaku usaha yang akuisisinya menyebabkan nilai aset dan/atau nilai perusahaan melebihi batas tertentu setelah akuisisi; didapatkan juga hasil bahwa pengaturan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia adalah tidak efektif dan efisien; dan didapatkan hasil bahwa PT. Mitra Pinasthika Mustika sesuai dengan peraturan mengenai kewajiban pemberitahuan di Indonesia terbukti terlambat melakukan kewajiban pemberitahuan akuisisi, namun ketentuan di Indonesia sendiri tentang kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan tidak tepat.

This thesis explains about the case in the Decision of Business Competition Supervisory Comission Number 09/KPPU-M/2012 which sentenced Rp 4.600.000.000,00 amount fine to PT. Mitra Pinasthika Mustika for its delay to fulfill its acquisition notification duty. This research also explains the system of acquisition notification duty in Indonesia which set to be done after the acquisition legally valid or usually called post merger notification. This research is aimed to analyzes the effectiveness and efficiency of explains the system of acquisition notification duty in Indonesia which applies the post merger notification system with the delay of acquisition notification duty did by PT. Mitra Pinasthika Mustika in the Decision of Business Competition Supervisory Comission Number 09/KPPU-M/2012 as the case example. This research is a normative juridical research using exlanatory method. From the reult of this research, found that acquisition notification duty in Indonesia only have to be done by entrepreneur whose acquisition caused his company?s sell value and/or asset value has more value than the threshold after the acquisition done; from the result also found that the regulation of acquisition notification duty in competition law in Indonesia is ineffective and inefficient; and found the result that PT. Mitra Pinasthika Mustika was proved belated in submission of its acquisition notification according to the regulation of acquisition notification duty in Indonesia, but the regulation of acquisition notification duty in Indonesia itself is not appropriate.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasha Khairunnisa
"Pengaturan utama hukum persaingan usaha Indonesia ialah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan pengaturan utama hukum persaingan usaha Singapura adalah The Competition Act (Chapter 50B). Uber menjual bisnisnya di Asia Tenggara kepada Grab dengan timbal balik saham Grab sebesar 27,5%. Atas tindakan tersebut, Singapura mengeluarkan Notice of Infringement Decision Competition and Consumer Commission Singapore Case Number 500/001/18 kepada Grab Singapura dan Uber Singapura. Penelitian skripsi ini akan melihat bagaimana perbandingan pengaturan tindakan merger dalam perspektif hukum persaingan usaha Indonesia dan Singapura, apakah tindakan merger antara Grab dan Uber dalam perkara pada Notice of Infringement Decision Competition and Consumer Commission Singapore Case Number 500/001/18 termasuk kedalam kegiatan yang dilarang dalam hukum persaingan usaha Singapura dan hukum persaingan usaha Indonesia. Penggunaan metode dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis-normatif yang dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat pengaturan merger dalam hukum persaingan usana di Indonesia dan hukum persaingan usaha Singapura, terdapat perbedaan dan kesamaan pada hukum persaingan usaha mengenai merger pada kedua negara tersebut. Kemudian kegiatan merger yang dilakukan oleh Grab Singapura dan Uber Singapura pada Notice of Infringement Decision Competition and Consumer Commission Singapore Case Number 500/001/18 dengan keadaan pasar Singapura merupakan kegiatan merger yang dilarang dalam hukum persaingan usaha Singapura maupun dalam perspektif hukum persaingan usaha Indonesia

The main regulation of Indonesian competition law is Law No. 5 of 1999 and the main regulation of competition law in Singapore is The Competition Act (Chapter 50B). Uber sold its Southeast Asia business to Grab in exchange of 27.5% stakes. Competition and Consumer Commission of Singapore issued an Infringement Decision to Grab Singapore and Uber Singapore regarding their merger action. This thesis research further about the comparison of merger action arrangements in the perspective of Indonesian competition law and Singapore competition law, and whether the merger action between Grab Singapore and Uber Singapore in the case on Notice of Infringement Decision Competition and Consumer Commission Singapore Case Number 500/001/18 is included as an activities that prohibited in the competition law of Singapore and competition law of Indonesia. The use of the method in this thesis research is juridical-normative which is carried out by approaching the legislation. In this study it is concluded that there are merger that ruled by regulations of competition law in Indonesia and Singapore, there are differences and similarities can be found on the competition law regarding mergers in those two countries. The merger activity carried out by Grab Singapore and Uber Singapore on Notice of Infringement Decision Competition and Consumer Commission Singapore Case Number 500/001/18 with the Singapore market condition is a merger activity that is prohibited in Singapore competition law, so does in the perspective of Indonesian competition law"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>