Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kwan Francesca Gunawan
"Malnutrisi sering dialami oleh pasien kanker dan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Oleh karena itu, identifikasi awal pasien yang berisiko malnutrisi harus dilakukan pada semua pasien kanker, namun hingga saat ini, belum ada baku emas alat skrining yang digunakan di bagian rawat jalan radioterapi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan untuk membandingkan skrining malnutrisi Malnutrition Screening Tool (MST) dan Abridged Patient-Generated Subjective Global Assessment (abPG-SGA) pada 144 pasien kanker yang akan menjalankan radioterapi di RSUPNCM, dengan Patient- Generated Subjective Global Assessment (PG-SGA) sebagai baku emas. Didapati sebanyak 41% pasien berisiko malnutrisi (PG-SGA). Skrining MST dinilai mudah dan cepat dengan rerata waktu pengerjaan 21 detik, dan memiliki nilai sensitivitas 84,75%, spesifisitas 77,65%, nilai prediksi positif (NPP) 0,73, nilai prediksi negatif (NPN) 0,88, dan nilai area under the ROC curve (AUC) 0,812. Skrining abPG-SGA memiliki sensitivitas 98,31%, spesifisitas 92,94%, NPP 0,91, NPN 0,99, AUC 0,956, dan rerata waktu pengerjaan 2 menit 24 detik. Kesimpulan yang dapat diambil adalah abPG-SGA merupakan alat skrining yang lebih baik dan akurat untuk digunakan di bagian rawat jalan radioterapi.

Malnutrition is common among cancer patients and can lead to decreased quality of life. Therefore, early identification of patients at risk of malnutrition should be performed in all cancer patients, but until now, there is no gold standard of nutrition screening tool that should be used in outpatient radiotherapy setting. This study was a cross-sectional study conducted to compare Malnutrition Screening Tool (MST) and Abridged Patient-Generated Subjective Global Assessment (abPG-SGA) as nutrition screening tools in 144 radiotherapy outpatients against Patient-Generated Subjective Global Assessment (PG-SGA) as the gold standard. Forty-one percent of patients were at risk of malnutrition (PG- SGA). The MST was a simple and quick tool with an average of 21 seconds. It had 84.75% sensitivity, 77.65% specificity, positive predictive value (PPV)=0.73, negative predictive value (NPV)=0.88, and area under the ROC curve (AUC)=0.812. The abPG-SGA yielded 98.31% sensitivity, 92.94% specificity, PPV=0.91, NPV=0.99, AUC=0.956, and it took an average of 2 minutes 24 seconds. In conclusion, the abPG-SGA is a better and more accurate screening tool in outpatient radiotherapy setting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannessa Wulandari
"Pasien rawat inap di rumah sakit dengan keganasan sering terjadi malnutrisi. Deteksi dini malnutrisi mempercepat terapi awal nutrisi sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini merupakan studi uji diagnostik membandingkan MST dan PG-SGA dengan SGA pada pasien kanker ginekologik rawat inap di RSUPN Cipto Mangunkusumo sebanyak 66 orang pada bulan April 2015. Pengumpulan data menggunakan formulir skrining, pemeriksaan fisik, dan pengukuran antropometri. MST memiliki sensitivitas 70%, spesifisitas 88%, PPV 90%, NPV 65%, AUC 0,79. PG-SGA mempunyai sensitivitas 100%, spesifisitas 92%, PPV 95%, NPV 100%, AUC 0,96. Terdapat perbedaan signifikan lama waktu pengerjaan di antara ketiganya, dengan waktu tercepat dimiliki oleh MST. Prevalensi malnutrisi berdasarkan SGA sebesar 60,6%. PG-SGA merupakan alat skrining yang sesuai dalam mendeteksi malnutrisi pasien kanker ginekologik rawat inap.

Malnutrition is a common problem in hospitalized patients with malignancies. Early recognition of malnutrition leads to appropriate nutritional care plans and reduces rate of both morbidity and mortality. This diagnostic test study which comparing between MST and PG-SGA against SGA, was conducted on 66 hospitalized gynecologic cancer patients in April 2015. Data collection was obtained using screening tool forms, physical examination, and anthropometric measurement. According to SGA, 60.6% of patients were malnourished. MST had a sensitivity of 70% and a specificity of 88%. The PPV of MST was 90%, NPV 65%, and AUC value was 0.79. PG-SGA had a sensitivity of 100% and a specificity of 92%. The PPV of PG-SGA was 95%, NPV 100%, and AUC value was 0.96. There were a significant difference in time spent applying questionnaires between these screening tools, and MST had the quickest among three. PG-SGA is suitable screening tool for detecting risk of malnutrition in hospitalized patients with gynecologic cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rabbinu Rangga Pribadi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Malnutrisi berdampak besar pada pasien kanker sehingga harus
dievaluasi dengan Patient-Generated Subjective Global Assessment (PG-SGA),
namun memakan waktu dan membutuhkan tenaga kesehatan terlatih. Pengukuran
kekuatan genggam tangan (KGT) memiliki keuntungan lebih singkat dan mudah
dibandingkan PG-SGA, tetapi belum ada data titik potong dan akurasi diagnostik
KGT pada pasien kanker di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan titik potong dan akurasi diagnostik KGT sebagai penapis
malnutrisi pasien kanker rawat jalan di RSCM.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan pada pasien 18-59 tahun di
poliklinik onkologi RSCM selama 4 Mei-1 Oktober 2015. Titik potong KGT
dianalisis menggunakan kurva ROC. Akurasi diagnostik KGT dinilai dengan
menghitung sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP, dan RKN.
Hasil: Proporsi pasien dengan status nutrisi baik, malnutrisi sedang, dan
malnutrisi berat adalah17,4%, 64,2%, dan 18,4%. Titik potong optimal KGT
pasien kanker lelaki dan perempuan berturut-turut adalah ≤ 36,5 dan ≤ 21,5 kgf
dengan sensitivitas 92,2% dan 73,9%, spesifisitas 54,6% dan 60,9%, NDP 92,2%
dan 88,3%, NDN 54,6% dan 36,8%, RKP 2 dan 1,9, serta RKN 0,1 dan 0,4.
Simpulan: Titik potong optimal KGT pasien kanker lelaki dan perempuan
berturut-turut adalah ≤ 36,5 dan ≤ 21,5 kgf. Akurasi diagnostik KGT pasien
kanker lelaki dan perempuan sebagai penapis malnutrisi berturut-turut dinilai baik dan sedang.ABSTRACT
Background: Malnutrition has a huge impact on cancer patients and therefore it
has to be evaluated using PG-SGA, but there are limitations such as the timeconsuming
nature and the need of trained health personnels. Measurement of
HGS is faster and easier, but there is no sufficient information regarding its cutoff
point
and diagnostic
accuracy
for cancer
patients
in Indonesia.
Aim:
defining cut-off point and diagnostic accuracy of HGS as a malnutrition
screening modality for outpatient cancer population at RSCM.
Method: A cross-sectional study was conducted at RSCM oncology outpatient
clinic from May 4
th
-October 1
st
, 2015. Subjects were 18-59 years old. Cut-off
point and diagnostic accuracy of HGS were analyzed to generate sensitivity,
specificity, PPV, NPV, LR+, and LR- .
Result: The proportion of well nourished, moderately malnourished, and severely
malnourished subjects were 17.4%, 64.2%, and 18.4%, respectively. The optimal
HGS cut-off point in male and female cancer patients were ≤ 36.5 and ≤ 21.5 kgf
respectively with sensitivity 92.2% and 73.9%, specificity 54.6% and 60.9%,, PPV
92.2% and 88.3%, NPV 54.6% and 36.8%, LR+ 2 and 1.9, and LR- 0.1 and 0.4.
Conclusion: The optimal HGS cut-off point in male and female cancer patients
were ≤ 36.5 and ≤ 21.5 kgf, respectively. Diagnostic accuracy of HGS as a
malnutrition screening modality in male and female cancer patients were good and moderately good.
;Background: Malnutrition has a huge impact on cancer patients and therefore it
has to be evaluated using PG-SGA, but there are limitations such as the timeconsuming
nature and the need of trained health personnels. Measurement of
HGS is faster and easier, but there is no sufficient information regarding its cutoff
point
and diagnostic
accuracy
for cancer
patients
in Indonesia.
Aim:
defining cut-off point and diagnostic accuracy of HGS as a malnutrition
screening modality for outpatient cancer population at RSCM.
Method: A cross-sectional study was conducted at RSCM oncology outpatient
clinic from May 4
th
-October 1
st
, 2015. Subjects were 18-59 years old. Cut-off
point and diagnostic accuracy of HGS were analyzed to generate sensitivity,
specificity, PPV, NPV, LR+, and LR- .
Result: The proportion of well nourished, moderately malnourished, and severely
malnourished subjects were 17.4%, 64.2%, and 18.4%, respectively. The optimal
HGS cut-off point in male and female cancer patients were ≤ 36.5 and ≤ 21.5 kgf
respectively with sensitivity 92.2% and 73.9%, specificity 54.6% and 60.9%,, PPV
92.2% and 88.3%, NPV 54.6% and 36.8%, LR+ 2 and 1.9, and LR- 0.1 and 0.4.
Conclusion: The optimal HGS cut-off point in male and female cancer patients
were ≤ 36.5 and ≤ 21.5 kgf, respectively. Diagnostic accuracy of HGS as a
malnutrition screening modality in male and female cancer patients were good and moderately good.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`Ma Nuraini Kusuma Sari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alat skrining malnutrisi yang sesuai untuk pasien kanker dewasa rawat inap pra bedah sehingga malnutrisi cepat dikenali dan dapat diberikan dukungan nutrisi secara dini. Penelitian ini merupakan uji diagnostik alat skrining Malnutrition Screening Tool (MST) dan Royal Marsden Nutrition Screening Tool (RMNST) dengan Subjective Global Assessment (SGA) sebagai pembanding terhadap 58 pasien kanker rawat inap pra bedah yang masuk rumah sakit kurang dari 24 jam. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), nilai duga negatif (NDN), dan area under the curve (AUC) dihitung untuk mengetahui metode yang paling baik diantara dua alat skrining dibanding standar baku. Hasil penelitian didapatkan prevalensi malnutrisi berdasarkan SGA sebesar 34,6%. Sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, dan AUC MST berturut-turut adalah 88.9%, 97%, 94,12%, 94,28%, dan 93% sedangkan sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, dan AUC RMNST masing-masing adalah 94.4%, 82.35%, 73,9%, 96,55%, and 88%. Hal ini menunjukkan bahwa RMNST lebih baik dibanding MST dalam menapis malnutrisi pada pasien kanker rawat inap pra bedah.

This study aimed to determine malnutrition screening tool which appropriate for adult hospitalized pre-surgical cancer patients, therefore, malnutrition could be recognized quickly and nutritional intervention could be provided at an early stage. This study was a diagnostic test of Malnutrition Screening Tool (MST) and the Royal Marsden Nutrition Screening Tool (RMNST) compared to Subjective Global Assessment (SGA) on 58 cancer pre-surgical inpatients who were admitted to the hospital less than 24 hours. Sensitivity, specificity, positive predictive value (PPV), negative predictive value (NPV), and area under the curve (AUC) were calculated to evaluate the perfomance of tools compared the standard. The result showed that the prevalence of malnutrition by SGA was 34.6%, the sensitivity, specificity, PPV, NPV, and AUC of MST were 88.9%, 97%, 94,12%, 94,28%, and 93% respectively while the sensitivity, specificity, PPV, NPPV, and AUC of RMNST were 94.4%, 82.35%, 73,9%, 96,55%, and 88% respectively. This indicated that RMNST better than MST in screening malnutrition in the cancer pre-surgical inpatients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Huda
"Keakuratan dari skrining risiko malnutrisi merupakan hal yang penting untuk memberikan dukungan gizi yang optimal yang sesuai bagi kondisi pasien sebagai salah satu upaya untuk mencegah kejadian malnutrisi di rumah sakit dan mempercepat proses penyembuhan. Berdasarkan hal tersebut, menjadi suatu hal yang penting untuk mengetahui validitas alat skrining risiko malnutrisi yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas MST pada pasien rawat inap dewasa di RSCM, Jakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian obervasional dengan desain studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 105 pasien rawat inap dewasa di RSCM. Semua pasien dilakukan skrining menggunakan MST dan SGA oleh observer dan tenaga kesehatan lain. Validitas MST ditentukan dengan mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas yang dibandingkan dengan SGA. Inter-rater reliability ditentukan dengan nilai kappa ? untuk mengetaui tingkat kesepakatan antar obsever. Prevalensi malnutrisi berdasarkan MST adalah 46,47 untuk malnutrisi ringan, 40 untuk malnutrisi sedang, dan 13,33 untuk malnutrisi berat.
Prevalensi malnutrisi berdasarkan SGA adalah 47,62 untuk malnutrisi ringan, 37,15 untuk malnutrisi sedang, dan 15,23 untuk malnutrisi berat. Kemudian apabila dibandingkan dengan SGA, MST memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 96 dan 98,2 untuk malnutrisi ringan, 94,9 dan 92,4 untuk malnutrisi sedang, serta 81,3 dan 98,9 untuk malnutrisi berat. Reliabilitas antar observer MST adalah 0,492 untuk malnutrisi ringan, 0,315 untuk malnutrisi sedang, dan 0,437 untuk malnutrisi berat. Berdasarkan hasil penelitian ini, MST direkomendasikan untuk mengidentifikasi risiko malnutrisi pada pasien dewasa. Namun diperlukan evaluasi dan pelatihan yang berkelanjutan terhadap tenaga kesehatan yang menggunakan alat skrining ini.

The accuracy of nutritional screening are necessary to ensure the provision of optimal nutrition support for the patient to prevent hospital malnutrition and speed up the healing process. Thus, it is necessary to validate the nutrition screening tool used. The present study determined validities and reliabilities of MST among adult patients at risk of malnutrition at RSCM, Jakarta.
This is an observational study with cross sectional design. The subjects were 105 adult patients admitted to RSCM. All patients were screened using the MST and SGA by the observer and other health care workers. The validity of the MST will be tested by measuring the sensitivity and specificity of MST were conducted against the SGA. Inter rater reliability was evaluated using kappa value to determine the level of agreement between raters. A total of 105 adult patients participated in this study. Prevalence of malnutrition according to MST was 46,47 for mild malnutrition, 40 for moderate malnutrition, and 13,33 for severe malnutrition.
Prevalence of malnutrition according to SGA was 47,62 for mild malnutrition, 37,15 for moderate malnutrition, and 15,23 for severe malnutrition. As compared to SGA, MST had a sensitivity and specificity 96 and 98,2 for mild malnutrition, 94,9 and 92,4 for moderate malnutrition, and 81,3 and 98,9 for severe malnutrition, respectively. The inter rater reliability of MST was 0,492 for mild malnutrition, 0,315 for moderate malnutrition, and 0,437 for severe malnutrition. MST is a simple, quick and valid tool which can be used to identify patients at risk of malnutrition. Based on our result, MST is recommended for use in identifying adult patients. It can be used as a malnutrition screening tool but there is a need to evaluate and train the health care workers who use this tools.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S67742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komarunisa
"Subjective Global Assessment (SGA) dan Nutritional Risk Screening (NRS) 2002 merupakan alat skrining malnutrisi yang bertujuan untuk mendeteksi passien yang mengalami malnutrisi maupun berisiko malnutrisi. Dampak malnutrisi terhadap pasien dan rumah sakit, antara lain memperpanjang lama perawatan, meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien, serta bertambahnya biaya pengobatan rumah sakit.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap alat skrining tersebut pada pasien bedah rawat inap di Ruang Rawat Bedah Gedung A RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM ) dan membandingkan kedua hasilnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi malnutrisi pasien bedah dewasa rawat inap dan mengetahui metode skrining yang tepat dan praktis untuk mendeteksi pasien berisiko malnutrisi. Secara khusus, penelitian ini bertujuan mengetahui spesifisitas dan sensitivitas metode skrining NRS-2002, serta waktu pelaksanaan skrinng tersebut. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien bedah dewasa rawat inap di RSUPNCM yang memenuhi kriteria penelitian dengan jumlah sampel 75 orang. Seluruh instrumen penelitian divalidasi sebelum pengambilan data. Pengumpulan data meliputi wawancara menggunakan kuesioner dan formulir metode skrining malnutrisi, pengukuran berat badan dan tinggi badan estimasi serta penilaian indeks masa tubuh.
Didapatkan prevalensi malnutrisi sebesar 40% pada pasien bedah dewasa rawat inap di RSUPNCM dengan sensitivitas NRS 83,3% dan spesifisitas 100%. Jumlah penderita malnutrisi yang tertinggi berada pada kelompok umur >60 tahun ( p = 0,04) dengan kasus bedah gastrointestinal yang malnutrisi lebih banyak signifikan (p = 0,008) dibandingkan dengan kasus bedah non gastrointestinal serta waktu pelaksanaan berbeda signifikan antara SGA dan NRS 2002 (p = 0,00).

The Subjective Global Assessment (SGA) and Nutritional Risk Screening (NRS) 2002 are screening tools aimed at detecting malnourished individuals and those at risk for malnutrition. The consequences of malnutrition for both patient and hospital include prolonged hospital length of stay, increased morbidity and mortality rate, and high hospital expenses.
In this study we examined the applicability of those screening tools in surgery hospitalized patients at Gedung A RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM ) and compared the result.
The aim of this study is to investigate the prevalence of malnutrition in Dr. Cipto Mangunkusumo general hospital and to determine which screening tools is more appropriate and practical for identifying the risk of malnutrition. Particularly, this study is to determine specificity, sensitivity and time consuming of the NRS 2002. The study is a cross-sectional study at surgery hospitalized patient in RSUPNCM and icluded 75 patients. All of the instruments will be validated prior to data collection, which includes interview using questionnaire and malnutrition tools form, weight and height estimated measurements and the assessment of body mass index.
The prevalence of malnutrition at surgery hospitalized patient in RSUPNCM was 40% with the sensitivity and the specificity of the NRS 2002 were 83,3% and 100% consecutively. The malnourished patients were significantly higher in the age group >60 years old (p= 0,04) with cases of gastrointestinal surgery more significant (p=0,08) compared with the case of non-gastrointestinal surgery as well as the time consuming significantly different between SGA and NRS 2002 (p=0,00).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Anastasya
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara penilaian risiko malnutrisi menggunakan skor PG-SGA dengan kadar CRP serum sehingga dapat digunakan untuk memprediksi tingkat inflamasi pada pasien kanker kepala dan leher stadium I_IV guna mencegah terjadinya kaheksia. Malnutrisi hingga kaheksia pada kanker terjadi karena interaksi faktor tumor, faktor pejamu dan faktor-faktor lainnya. Faktor tumor berupa sitokin pro-inflamasi akan memicu respons pejamu untuk memproduksi protein fase akut seperti CRP. Protein fase akut memerlukan sejumlah substrat yaitu asam amino yang berasal dari otot rangka. Otot rangka akan mengalami degradasi sehingga menyebabkan wasting otot rangka. Oleh karena itu, CRP selain dapat digunakan sebagai marker inflamasi sistemik juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator faktor risiko yang berperan dalam terjadinya malnutrisi dan kaheksia. Efek wasting otot rangka yang ditimbulkan secara tidak langsung oleh CRP dapat dinilai dengan terdapatnya penurunan BB maupun berkurangnya massa otot yang juga merupakan komponen dalam penilaian PG-SGA. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan menggunakan consecutive sampling yang melibatkan 51 subjek kanker kepala dan leher stadium I_IV yang belum mendapatkan terapi. Hasil penelitian didapatkan rerata usia 46,6 13,9 tahun, sebanyak 76,5 berjenis kelamin laki-laki. Kanker nasofaring merupakan kanker terbanyak 80,4 , dan stadium terbanyak yaitu stadium IVA. Rerata indeks massa tubuh IMT yaitu 20,6 4,0 kg/m2, dan sebanyak 37,3 subjek berada pada IMT normal. Berdasarkan skor PG-SGA sebanyak 64,7 subjek berisiko tinggi malnutrisi dengan rerata skor PG-SGA 11,7 6,2. Nilai median CRP yaitu 6,4 0,4_170,4 . Penelitian ini memperoleh korelasi positif yang signifikan antara skor PG-SGA dengan kadar CRP serum dengan kekuatan korelasi lemah r = 0,372; p = 0,007.

The purpose of this study was to determine the correlation between the malnutrition risk assessment using PG SGA score with serum CRP levels so that it can be used to predict the levels of inflammation in head and neck cancer patients stage I IV to prevent cachexia. Malnutrition and cancer cachexia occurs due to the interaction of tumor factors, host factors and other factors. Tumor factors such as pro inflammatory cytokines will trigger a response of the host to produce acute phase proteins such as CRP. Acute phase protein which require a number of amino acids derived from skeletal muscle. Skeletal muscles will be degraded, causing skeletal muscle wasting. Therefore, CRP can be used as a marker of systemic inflammation and can be used as one indicator of the risk factors also that contribute to malnutrition and cachexia. Effect of skeletal muscle wasting which caused indirectly by the CRP can be assessed by the weight loss and reduced muscle mass which is a component in the assessment of PG SGA also. This study is a cross sectional study using consecutive sampling, 51 subjects head and neck cancer stage I IV who had not received treatment participated in this study. Data showed the mean age of subjects was 46.6 13,9 years, and 76 were male. Most cancer sites were as nasopharyngeal 80,4, and mostly in stage IVA. The mean body mass index BMI is 20,6 40 kg m2, with most of the BMI is normal 37,3. Based on PG SGA score 64,7 of the subjects at high risk of malnutrition, and the PG SGA mean score is 11,7 6,2. The median value of CRP is 6,4 0,4 170,4. The result of this study showed a significant positive correlation between PG SGA score with serum CRP levels with the strength of correlation is weak r 0,372 p 0,007. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Puji Pratiwi
"Malnutrisi meningkatkan risiko kegagalan pengobatan dan kematian pada penderita TB-MDR. Oleh karena itu, deteksi malnutrisi secara cepat dan tepat sangat diperlukan dalam penatalaksanaan TB-MDR. Salah satu alat skrining status gizi yang cepat dan sederhana adalah Malnutrition Screening Tool MST. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan menggunakan MST dan bacterial load pada penderita TB-MDR. Studi cross sectional ini dilaksanakan di RSUP Persahabatan Jakarta pada bulan Juni-Oktober 2017 dengan subjek sebanyak 81 penderita TB-MDR yang belum mendapatkan pengobatan TB-MDR. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, pengukuran antropometri, dan pemeriksaan laboratorium. Dari 81 subjek, 54 subjek berisiko malnutrisi dan 47 subjek mempunyai IMT kurang dari 18 kg/m2. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara MST dan bacterial load pada penderita TB-MDR p=0,923. Walaupun begitu, perbedaan proporsi bacterial load positif antara kelompok berisiko dan tidak berisiko malnutrisi mencapai 11,2. Selain itu, pada kelompok berisiko malnutrisi, bacterial load cenderung positif.

Malnutrition in patients with MDR TB may increase the risk of treatment failure and death. Therefore, rapid and precise malnutrition detection is essential in the management of MDR TB. One of the fastest and simplest nutritional screening tools is the Malnutrition Screening Tool MST. This study aims to determine the association between nutritional status using MST and bacterial load in patients with MDR TB. This cross sectional study was conducted in RSUP Persahabatan Jakarta in June October 2017 with the subject of 81 MDR TB patients who had not received MDR TB treatment. Data were collected using questionnaires, anthropometric measurements, and laboratory examination. Of 81 subjects, 54 subjects at risk of malnutrition and 47 subjects have BMI less than 18 kg m2. Bivariate analysis showed that there is no association between MST and bacterial load in patients with MDR TB p 0.923. However, the difference in the proportion of positive bacterial loads between the at risk and non risk groups of malnutrition is 11,2. In addition, at risk group of malnutrition, bacterial load tends to be positive."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmasari
"Latar Belakang: Radioterapi baik sebagai terapi tunggal maupun sebagai terapi kombinasi, memegang peranan yang penting dalam penatalaksanaan kanker payudara kiri. Eskalasi dosis dikatakan mampu meningkatkan kontrol dan menurunkan angka kekambuhan namun di sisi lain dapat meningkatkan angka toksisitas. Hingga saat ini masih terus dilakukan studi untuk menganalisis parameter dosimetri diantara teknik Three Dimensional Conformal Radiotherapy-Field and Field, Volumetric Modulated Arc Therapy, dan Helical Tomotherapy pada kanker payudara di departemen Radioterapi RSUPN-CM.
Metode: Studi eksperimental eksploratorik dengan melakukan intervensi pada 10 data CT plan pasien kanker payudara kiri yang diradiasi di Departemen Radioterapi RSUPN-CM. Dosis 50 Gy diberikan pada PTV dalam 25 fraksi. Cakupan PTV dievaluasi menggunakan Indeks konformitas CI dan indeks homogenitas HI. Menilai perbandingan PTV lokal D98, D95, D2, D50 dan supraklavikula dan menilai organ kritis sekitar target seperti paru kiri ipsilateral V20 le; 30, paru kanan contralateral V5 le; 50, jantung V25 le;10, payudara kanan contralateral Dmean < 5Gy.
Hasil: Dari hasil analisis statistik tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara 3DCRT-FIF, VMAT maupun HT dalam mencapai dosis D98 dan D95, pada D50 terdapat perbedaan yang bermakna antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,000, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,000, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara VMAT dengan HT p=0,508. Dalam hal ini, ketiga teknik mampu memberikan cakupan dosis minimal yang baik pada volume target, meskipun begitu dari hasil penelitian ini teknik HT mampu memberikan nilai rerata D95 yang superior. Untuk D50 lokal ditemukan adanya perbedaan yang bermakna di 3 kelompok yang ada yaitu antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,000, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,000, maupun VMAT dengan HT p=0,005. Didapat teknik HT memiliki nilai rerata D50 yang paling baik 50.01 0.25. Untuk D2 dari hasil analisis statistik ditemukan adanya perbedaan yang bermakna di 3 kelompok yang ada yaitu antara 3DCRT-FIF dengan VMAT p=0,005, 3DCRT-FIF dengan HT p=0,005, maupun VMAT dengan HT p=0,005.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata D98 dan D95, namun terdapat perbedaan bermakna pada cakupan dosis D2 dan D50 antara teknik 3DCRT-FIF vs VMAT, 3DCRT-FIF vs HT, dan VMAT vs HT, seluruhnya memperlihatkan perbedaan yang bermakna p < 0,05 . Rerata durasi penyinaran paling tinggi didapatkan dengan teknik HT dan paling rendah pada 3DCRT-FIF.

Background: Radiotherapy as a main or combination therapy, holds an important role in the management of left breast cancer. Dose escalation is said to increase control and lower recurrence rate. On the other hand, dose escalation increases toxicity. Until now there is many study comparing dosimetry parameters between three different techniques; Three Dimensional Conformal Radiotherapy ndash; Field and Field 3DCRT-FIF, Volumetric Modulated Arc Therapy VMAT and Helical Tomotherapy HT and in relation to left breast cancer in radiotherapy department RSUPN-CM.
Method: This is an experimental study with intervention on 10 left breast cancer patients, CT planning data. All the subjects underwent radiation in radiotherapy department RSUPN-CM. 50 Gy dose in 25 fractions was given for PTV. Afterwards, PTV coverage was evaluated using conformity index CI and homogeneity index HI . Comparison of critical organs was evaluated using Dmax le; 50 Gy spinal cord, V25 le; 10 heart, V20 le; 30 lung ipsilateral and V5 le; 30 lung contraleteral and Dmean < 5 Gy right breast.
Results: From the statistical analysis there is no difference between 3DCRT-FIF, VMAT and HT in achieving D98 in local PTV. At the D95 value there is a difference between 3DCRT- and VMAT p = 0.022, 3DCRT-FIF with HT p = 0.005, but no value exists between VMAT and HT p = 0.508. In this case, one of the techniques employed gives a good minimum amount of volume targets, although the results of this technique HT are able to provide a superior D95% average. For D50% locally found, there are three groups that exist between 3DCRT-FIF with VMAT p = 0,000, 3DCRT-FIF with HT p = 0,000, and VMAT with HT p = 0,005. HT technique has the highest mean D50 50.01 0.25. For D2 of the analysis results found there were significant differences in 3 groups that existed between 3DCRT-FIF with VMAT p = 0,005, 3DCRT-FIF with HT p = 0,005, and VMAT with HT p = 0,005.
Conclusion: There is no D98% and D95%, but there is still a difference with D2% and D50% between 3DCRT-FIF vs VMAT, 3DCRT-FIF vs HT, and VMAT vs HT, all significant differences (p <0.05). The highest average duration of exposure with HT and lowest on 3DCRT-FIF."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Diana
"Film gafchromic adalah salah satu dosimetri pada radioterapl Penentuan dosis kulit di pasien kanker serviks dengan foton dapat digunakan film gafchromic. Sebelumnya terlebih dahulu film dikalibrasi. Kalibrasi film ditujukan untuk mencari hubungan antara optikal densitas dengan dosis. Selain itu film juga divariasikan terhadap lapangan dan juga kedalaman target. Ketiga hal tersebut digunakan untuk faktor koreksi pada penentuan dosis kulit pasien kanker serviks. Dengan dibandingkan dengan data dan Treatment Planning System diperoleh hasil yang baik karena penyimpangan kurang dan satu persen.

Gafchromic film is one of dosimetry in radiotherapy. It can measure skin dose in patient sen/ix cancer with photon beam 6 MV using gafchromic film. First, film must be caliberate with variation dose. It is for know relationship between dose and optical densitas. And then, film with variation field square and depth target. There used correction factor for calculate skin dose in patient servix cancer. The different between data from TPS (Treatment Planning System) and calculate dose from film is good because less than one percent."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S29467
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>