Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76389 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Maulana Mugiraharjo
"ABSTRAK
Sebelum era BPJS, penyelenggaraan program jaminan sosial dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BUMN tidak sesuai dengan prinsip jaminan sosial. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana pelembagaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mendeterminasi pelembagaan BPJS. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan konsep new institutionalism dan variannya, yaitu historical institutionalism. Hasil analisis menunjukkan beberapa kebijakan, yaitu amandemen UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004, menjadi legacy path dalam pelembagaan BPJS. Kepentingan Pemerintah untuk mempertahankan model BUMN bertemu dengan kepentingan DPR untuk menyelenggarakan program jaminan sosial secara terpadu dengan menggunakan model badan hukum publik membentuk model pelembagaan conversion.

ABSTRACT
Social security was held by State Own Entreprise (SOE), were PT Taspen, PT Jamsostek, PT Asabri, PT Askes. The implementation of social security had changed after Social Security Law Number 40/2004 released. Social security law mandate to create Social Security Agency (BPJS). This research is aimed to explain and analyze how Social Security Agency was institutionalized and what factors were determined behind the institutionalization. Researscher used qualitative method with New Institutionalism concept, and its variation, historical institutionalism as a frame in explaining the research questions. The result shows some policies became the legacy path in Social Security Agency institutionalization. Those policies are: The Amendment of Constitution 1945 Law, and Social Security Law Number 40/2004."
2015
S61158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Latif
"Dalam jangka panjang akan sangat riskan dan berbahaya apabila sistem perekonomian nasional sangat tergantung pada hutang luar negeri. Karena itu, diperlukan langkah-langkah inovatif dalam membangun sumber pembiayaan domestik yang dapat diandalkan dalam menunjang perekonomian nasional.
Dengan sistem kepesertaan yang bersifat wajib, terbuka dan beragam (compulsory, open and multiple coverage) serta bagian dari penegakan human rights, maka secara alamiah program jaminan sosial tenaga kerja akan mempunyai potensi yang sangat besar untuk meraih kepesertaan yang besar, penerimaan iuran dan akumulasi dana investasi.
Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, ternyata program jaminan sosial tenaga kerja tidak hanya dapat diandalkan sebagai perlindungan bagi tenaga kerja melainkan juga sebagai penunjang perekonomian nasional dan pilar penyelamat dari turbulensi ekonomi. Bahkan di negara-negara welfare states program jaminan sosialnya terintegrasi dalam kebijakan fiskal.
Bahwa dengan kondisi yang ada saat ini, dengan menggunakan metade time series kuadrat terkecil berdasarkan data historis selarna 24 tahun, diperkirakan program jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia akan berkembang sangat datar dalam jangka waktu 10 tahun ke depan, sehingga diperlukan reformasi dalam penyelenggaraaan Jamsostek sehingga badan penyelenggara program Jamsostek lebih legitimate dan otoritatif.
Reforrnasi dalam penyelenggaraan Jamsostek harus mencakup empat hal, yaitu adanya kontrol tripartit, law enforcement yang melekat pada Badan Penyelenggara Peningkatan Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengelolaan oleh Badan Nirlaba."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T3950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Ksatrio Utomo
"Artikel ini mengeksaminasi praktik kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) ketika presiden mengintervensi proses pembahasan RUU tersebut di parlemen. Di tengah proses pembahasannya, Presiden mengintervensi DPR melalui forum gabungan partai politik pendukung pemerintah di DPR atau dikenal dengan Sekretariat Gabungan (Setgab) dengan meminta partai pendukung pemerintah yang tidak memiliki posisi resmi dalam ketatanegaraan Indonesia untuk mendukung usulan pemerintah tersebut. Tulisan ini beranggapan bahwa intervensi presiden tersebut merupakan bentuk pembatasan kekuasaan DPR yang seharusnya bekerja secara independen. Adanya intervensi tersebut memunculkan pertanyaan tentang hubungan antara eksekutif dan legislatif yang sejak reformasi politik tahun 1998 cenderung membangun pembatasan kekuasaan presiden dengan memperkuat lembaga parlemen. Artikel ini mengajukan argumentasi bahwa Presiden SBY memiliki kesengajaan dalam menggunakan dan memaksimalkan institusi informal dari kekuasaan presiden yang tidak dapat disentuh oleh parlemen. Untuk menjelaskan dasar dari penggunaan pendekatan informal tersebut, artikel ini menggunakan pendekatan historik institusi informal dan antropologi politik. Pendekatan institusi informal menjelaskan mengenai institusi informal dari presiden di Indonesia antara masa prareformasi dan pascareformasi. Kemudian, pendekatan antropologi politik akan membahas pengaruh budaya politik Jawa yang dominan di Indonesia. Kedua pendekatan tersebut menunjukkan adanya faktor budaya politik Jawa yang menjadi landasan dari penggunaan sisi informal dari institusi presiden yang terbentuk sejak lama dengan kekuasaan presiden dan diteruskan oleh SBY yang juga dipengaruhi oleh cara berpikir yang dibangun di atas nilai-nilai budaya Jawa. Artikel membuktikan adanya pengaruh budaya Jawa tersebut dalam bentuk penggunaan institusi informal dalam proses perumusan RUU BPJS oleh presiden."
Depok: Departemen Ilmu Politik FISIP UI, 2017
320 JURPOL 3:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Estiana Rusmawati
"Rendahnya kehananan pangan masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan, baik pada tingkat global maupun nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, berbagai studi menunjukkan hubungan penting modal sosial terhadap Ketahanan pangan. Namun, studi tersebut di Indonesia masih belum komprehensif karena hanya mencakup provinsi, kabupaten, kecamatan, bahkan kelurahan/desa tertentu. Untuk itu, penelitian ini berkontrubusi dengan menggunakan sample yang lebih komprehensif, yaitu meliputi 68.304 rumah tangga sampel Susenas BPS 2018. Hasil pengujian menggunakan estimasi Two-Stage Least Square menunjukkan bahwa modal sosial bonding maupun bridging berkorelasi signifikan terhadap Ketahanan pangan. Lebih lanjut, penelitian ini juga menunjukkan bahwa korelasi modal sosial bridging lebih kuat dibandingkan dengan bonding. Penjelasan atas hal tersebut adalah terkait dengan karakteristik dari setiap modal sosial tersebut. Modal sosial bonding merupakan interaksi diantara masyarakat yang homogen sedangkan modal sosial bridging heterogen. Sebagai akibatnya, interaksi dalam modal sosial bridging dapat memfasilitasi berbagai informasi maupun sumber daya dari dari anggota yang berasal dari golongan ekonomi yang lebih tinggi kepada anggota yang lain. Berdasarkan hasil tersebut, penelitian ini merekomendasikan perbaikan terhadap program-progam pemerintah dalam rangka perbaikan ketahanan pangan rumah tangga dengan melibatkan peran modal sosial bridging.

Food security is still one of the unresolved global and national issues. Various studies conducted in this field have confirmed the crucial influence of social capital on food security. Nevertheless, these studies were still not thorough enough in Indonesia since these studies only covered households in a particular area, such as a province, district, subdistrict, or even a village. Accordingly, this study contributes to the existing literature by employing a more comprehensive sample consisting of 68,304 households obtained from Statistic Indonesia’s Susenas 2018. Based on the Two-Stage Least Square regression test, this study suggests that social capital bonding and bridging statistically correlate to food security. Furthermore, this study shows that bridging social capital has a more substantial influence on food security. An explanation for this situation is related to each social capital’s nature. Bonding social capital involves social interactions among people with a homogenous background. Conversely, bridging social capital covers the interaction of people from various backgrounds. In other words, people actively engaged in bridging social capital might earn benefits from a higher-level economy member or transfer knowledge from people across the various community. Therefore, based on this evidence, this study recommends enhancing the existing government programs to address household food security issues by involving bridging social capital"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparmi
"Penelitian yang meneliti mengenai strategi memperkuat ketahanan pangan di wilayah kepulauan belum banyak dilakukan. Padahal sebagian besar kawasan Indonesia adalah wilayah kepulauan. Ketahanan pangan bagi Kabupaten Simeulue sangat penting untuk dilakukan pengkajian mengingat Kabupaten Simeulue merupakan daerah kepulauan terluar di Indonesia. Masalah Ketahanan pangan terkait erat dengan masalah sosial ekonomi, politik dan budaya yang lebih besar, sehingga terus dilakukan pengkajian secara bersama dengan pengambil keputusan di berbagai bidang lainya. Permasalahan ketersediaan pangan memerlukan penanganan yang serius dan terencana.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana persepsi ketahanan pangan penduduk di Kabupaten Simeulue yang berbentuk kepulauan dan strategi ketahanan pangan yang dapat digunakan pemerintah Kabupaten Simeulue untuk menunjang ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi penduduk terhadap ketahanan pangan dan gambaran umum ketahanan pangan Kabupaten Simeulue dan mengetahui strategi apa yang di gunakan Pemerintah Kabupaten Simeulue untuk menunjang Ketahanan Pangan.
Metode yang digunakan adalah metode survey dengan skala linkert dengan sampel berjumlah 100 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Sedangkan analisis SWOT dan penentuan strategi menggunakan metode kualitatif dengan in depth interview pejabat daerah di Kabupaten Simeulue. Triangulasi data dilakukan melalui hasil survey persepsi, hasil statistik dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Simeulue, dan hasil in-dept interview.
Penduduk Simeulue yang menjadi responden memiliki persepsi bahwa dalam aspek ketersedian pangan,hasil produksi padi di Simeulue tidak mencukupi kebutuhan penduduk. Hal tersebut berimplikasi pada tergantungnya Kabupaten Simeulue terhadap hasil produksi padi di Sumatera daratan untuk memenuhi kebutuhan penduduk.permasalahan mengenai aspek keterjangkauan pangan terletak pada masalah transportasi. Sebagian penduduk Simeulue berpersepsi bahwa sulit menjangkau pangan karena masalah transportasi. Penduduk juga kesulitan membeli bahan pangan jika harga naik akibat masalah transportasi.
Kondisi sarana prasarana secara umum belum mendukung kinerja subsistem distribusi pangan Simeulue. Dalam hal konsumsi pangan, penduduk berpandangan bahwa diversifikasi atau keragaman pangan masih kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari pilihan makan dari responden. Sebagian responden tidak selalu memilih asupan protein. Sumber karbohidrat utama adalah beras.
Strategi pembangunan ketahanan pangan Kabupaten Simeulue adalah dengan memaksimalkan kekuatan untuk menanggulangi ancaman yang mungkin timbul, yaitu: a) melaksanakan diversifikasi, revitalisasi pertanian perikanan, kehutanan dengan potensi sumberdaya lahan yang ada dalam rangka pengentasan kemiskinan; b) mewujudkan koordinasi, advokasi dan sosialisasi ketahanan pangan dalam rangka mengatasi masalah penduduk, kemiskinan, harga sarana produksi, masalah gizi dan kesehatan. Rekomendasi kebijakan opersional ketahanan pangan adalah: a) pengembangan transportasi laut, b) pengembangan sumber daya manusia, c) pengembangan sarana prasarana pertanian, d) pengembangan teknologi pengolahan pangan, e) kompetensi aparatur daerah, f) pengembangan lumbung pangan dan cadangan pangan.

The study examines the strategies to strengthen food security in the islands has not been done. Though most of Indonesia is an archipelago region. Simeulue food security is very important to do an assessment considering Simeulue outer islands of Indonesia. Food security issues closely related to socio-economic issues, politics and the larger culture, so the assessment is being conducted jointly with the decision makers in a variety of other fields. Food availability issues require a serious and well-planned.
Based on the background that has been described above, the main problem of this research is how the perception of the population food security in the form of islands of Simeulue and food security strategies that can be used to support the government Simeulue food security. This study aims to determine the perceptions of residents on food security and a general overview of food security Simeulue and know what strategies are in use to support the Government of Simeulue District Food Security.
The method used was a survey method with linkert scale with a sample of 100 respondents. The sampling technique used was simple random sampling. While the SWOT analysis and the determination of strategies using qualitative methods in depth interviews with local officials in Simeulue. Triangulation of data is done through a perception survey results, statistical results from Statistics Simeulue, and the results of in-dept interviews.
Simeulue respondents have the perception that in the aspect of food availability, rice production in Simeulue is not sufficient for the population. This has implications on Simeulue dependent on rice production in Sumatra mainland to meet the needs of penduduk.permasalahan about food affordability aspect lies in transportation issues. Most residents of Simeulue perceived that food is difficult to reach because of transportation problems. Residents also have trouble buying food when prices rise due to transportation problems.
Infrastructure conditions are generally not supportive of Simeulue food distribution subsystem performance. In terms of food consumption, the population of the view that diversification or diversity of food is still lacking. This can be seen from the dining choice of respondents. The majority of respondents do not always choose the intake of protein. Rice is the main source of carbohydrates.
The development strategy of food security Simeulue is diversification strategy, by maximizing the power to deal with threats that may arise, namely: a) implement the revitalization of agriculture fisheries, forestry and land resource potential that exists in order to alleviate poverty; b) realize coordination, advocacy and dissemination of food security in order to overcome the problem of population, poverty, production facilities, nutrition and health issues. Operational food security policy recommendations are: a) The development of marine transportation, b) development of human resources, c) development of agriculture infrastructure, d) the development of food processing technology, e) the competence of local officials, f) development barns.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T42310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Apriasna Bhia
"Tesis ini menganalisis tentang implementasi kebijakan ketahanan pangan di Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut dengan menggunakan teori model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn (1974). Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivis dengan metode pengumpulan data kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan studi lapangan serta studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman anggota kelompok terhadap teknik pembudidayaan tanaman maupun ternak, dan penataan administrasi kelompok masih menjadi kendala. Selain itu belum adanya Peraturan Daerah yang mendukung kebijakan ketahanan pangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah karakteristik badan pelaksana dan sikap pelaksana yaitu Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BKP3) Kabupaten Ende yang sangat menentukan berjalannya program ini. Ukuran dan tujuan kebijakan, sumber-sumber kebijakan yang terbatas sementara tugas pemberdayaan kelompok wanita menjadi tugas pemerintah daerah. Komunikasi antar organisasi belum intensif, dan adanya dampak sosial dan ekonomi. Agar implementasi berjalan baik, perlu ada peraturan daerah yang mendukung, sosialisasi dan pendampingan oleh penyuluh pendamping terus harus dilakukan demi peningkatan pemahaman dan keberlanjutan kegiatan kelompok.

This thesis analyzes the implementation of the food security policy in Ende Regency, Province of East Nusa Tenggara through Program of Acceleration of Food Consumption Diversification based on Local Resources and the factors that influence the policy by using a theoretical of policy implementation model Van Meter and Van Horn (1974). This study uses a post-positivist approach with qualitative data collection methods. The technique of the collecting data through indepth interviews, observation and field study and literature study. The results shows that the understanding of the group members about techniques of cultivation livestock and plants, and the arrangement of group administration still an obstacle. In addition to the absence of local regulations that supports food security policies.
There are several factors that influence the implementation are characteristic and the attitude of the executing agency namely the Agency of Food Security and Agricultural Extension of Ende Regency which is responsible of this program, the size and purpose of the policy, policy resources are limited while the task of group empowerment of women?s group is the duty of the local government, communication among the organization has not been intensive, and the program has been given the impact in social and economic sectors. In order to make the program implementation goes well, it needs local regulation to support the food security policy, and then socialization and mentoring by an agricultural extension continues to be done in order to improve the understanding and sustainability of group activities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Engel Limenta
"
ABSTRAK
Food security has been an issue of endless discussions given its sensitive nature of being associated with the wellbeing of individuals. Pursuant to Article 33 of the Indonesian Constitution, the Indonesian Government, in principle, have the legal capacity to utilize to the greatest extent the nations natural resources for the sake of the welfare of Indonesian citizens through regulating and issuing relevant policies. As regards food security, Indonesian policies, in general, have been more focused on programs that aim to promote self-sufficiency in food production in order to achieve food security, as stated in Law No. 18 of 2012 regarding Food. The Law provides that importing food products can only be conducted if production by local producers is insufficient for the consumption needs of Indonesian citizens. Thus, this article will discuss further the national and international implications as a result of the governments continuous perception that food security problems can be resolved with self-sufficiency in food production. The question is whether this policy has managed to reach its intended goal, namely ensuring Indonesian citizens the availability and access to nutritious food? Finally, this article will offer two solutions that are deemed to be more effective and efficient than the notion of food self-sufficiency in achieving the food security policy objective."
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2017
340 UI-ILR 7:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Rebecka Octaria Mp
"Ketahanan pangan menjadi merupakan hal yang penting dan salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Tataniaga beras adalah elemen yang berpengaruh pada mata rantai komoditas beras mulai dari proses produksi hingga sampai pada konsumen akhir. Keefisienan pemasaran tataniaga pangan ditentukan juga oleh sistem dalam memasarkan hasil pangan. Tingginya biaya pemasaran berakibat terhadap berkurangnya surplus produsen dan membebani konsumen. Tataniaga yang perlu memperhatikan distribusi dari komoditas beras tersebut sendiri. Rangkaian saluran distribusi beras yang panjang bisa saja mengakibatkan margin tataniaga tidak terdistribusi secara proporsional pada tiap lembaga tataniaga beras. Penelitian melakukan analisis intelijen terhadap tataniaga beras di Provinsi Jawa Barat. Dwengan menggunakan teknik analisis ancaman, analisis kerentanan, dan analisis risiko. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga beras Provinsi Jawa Barat 2017-2018, data pelaku tataniaga yang diperoleh langsung dari wawancara serta studi literature. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik terhadap data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, dokumentasi, dan analisis terhadap subyek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa lembaga-lembaga yang memiliki ancaman menengah pada tataniaga adalah Penggilingan besar dan pedagang besar. Tingkat kerentanan beras sebagai objek ancaman termasuk dalam kategori menengah. Risiko yang terjadi pada tataniaga beras juga menengah. Saran terhadap penelitian ini kepada pemerintah adalah perlunya melakukan kajian ulang terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan permasalahan pangan dan tataniaga, serta memotong rantai lembaga tataniaga untuk mengurangi biaya produksi.

Food security is an important issue as well as a priority in national development.  Rice distri¬bu-tion process is an influential element of the rice commodity distribution chain, as it stretches from the production process to delivery to end consumer.  The efficiency of food marketing distribution is determined by the system used to market the food products. The high cost of marketing cuts through producer surplus, and it burdens the consumer in the end.  Distri¬bu¬tion process for rice commodity must be set up in such a way that it considers the act of distributing the commodity itself.  A long chain of rice distribution causes the margin in distribution process to be distributed disproportionately among each institution in the distribution process.

The study is an intelligence analysis of rice distribution process in the Province of West Java. It uses threat analysis, vulnerability analysis, and risk analysis techniques.  The data used in this study is data of the dynamics of rice prices in the Province of West Java in 2017-2018, obtained directly from interviews with actors of distribution process and literature studies.  The study is an analytical description of the data obtained from observation, interviews, documents, and analyses of the subject of the study.

Study results show that the institutions that pose medium threat to the distribution process are large mills and large merchants. Rices level of vulnerability as an object of threat is in the medium category, and the level of risk to rice distribution process is also medium.  The recom-mendation that we can provide to the Government based on the results of this study is to review all regulations relating to food production and food distribution issues, and to shorten the distribution process chain of rice to reduce production costs at producer level and reduce prices at consumer level."

Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriana Sulistyowarni
"Abtract – In order to maintain food security, it is wiser if the food priority is not limited to rice, but also encourages product diversity of local food-based such as maize, cassava, sweet potato, breadfruit, taro, and banana. The problems of utilizing banana potential in Bogor District are low production due to land use change, plant function change, some farmers have perception of bananas as a second class plant, Fusarium wilt disease, limited use of bananas as fresh fruit and small industrial processed products (such as chips, sale, molen), and production has not been able to fulfill market demand and consequently, export market opportunities have not been utilized. This study describes the extent to which large potential of banana can be used optimally by using defense economics, demand-supply, and food security theory. Primary data sources were obtained from interviews with informant from Local Government, farmers and banana traders in Bogor District, Ministry of Agriculture, Ministry of Trade. Secondary data sources include both from Ministry, Distanhorti, Disdagin, BPS, journals, and electronic media. Validation data by triangulation and data analysis of Miles-Huberman. The results show that bananas have great potential to be developed in Bogor District but its utilization is not optimal. This is due to several factors including application of inappropriate cultivation techniques with SOP, limited large-scale land, land conversion, without large company partnerships. Therefore, it is necessary to build partnerships with large private companies, synergies and coordination between stakeholders in order to increase bananas potential as trade commodity, hence can fulfill market demand. In the end it will improve economic security as one of the main focuses of the defense economy."
Bogor: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2020
355 JDSD 10:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nur Fahruqi
"Penelitianl inil bertujuan untuk mengetahuil kearifanf lokal yang menjadi faktor penentu ketahanan pangan Urang Kanekes (suku Baduy), serta kontribusinya terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten. Menggunakan mix-method, untuk pendekatan kualitatif kearifan lokal masyarakat Kanekes, menghasilkan padi yang disimpan di leuit (lumbung padi) merupakan bukti dari kearifan lokal yang berperan dalam ketahanan pangan. Padi tersebut dihasilkan dari bertani dengan sistem (huma) ladang yang merupakan sistem pertanian utama masyarakat Kenekes, disamping berjualan hasil bumi lainnya yang tidak dilarang oleh adat, seperti madu, duren, gula merah, dan menjadi tour guide tamu yang berkunjung ke Kanekes. Pendekatan kuantitatif menggunakan regresi dengan data tingkat kabupaten lebak dan data tingkat provinsi. Pertama, regresi panel data sebanyak 28 kecamatan di kabupaten Lebak selama 12 bulan dari tahun 2020-2021, menghasilkan bahwa kecamatan Leuwidamar dimana Urang- Kanekes berada memiliki stok beras yang lebih tinggi daripada rata-rata kecamatan lain di Lebak untuk setiap bulan sepanjang tahun. Kedua, regresi berganda diterapkan untuk 4 indeks pangan (indeks ketahanan, indeks ketersediaan, indeks keterjangkauan, dan indeks keberlanjutan) dengan data 8 kabupaten/kota di provinsi Banten antara tahun 2018-2021 (4 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal dengan berladang, dan disimpan di lumbung merupakan pilar ketersediaan pangan yang penting bagi suatu komunitas dalam hal ini komunitas Urang Kanekes, dimana ketahanan pangan ditingkat komunitas akan berkontribusi ke tingkat-tingkat selanjutnya hingga tingkat Nasional

This study aims to determine local wisdom which is a determining factor for Urang Kanekes (Baduy tribe) food security, as well as its contribution to food security in Lebak Regency and Banten Province. Using a mix-method, for a qualitative approach to the local wisdom of the Kanekes people, producing rice stored in a leuit (rice barn) is evidence of local wisdom which plays a role in food security. The rice is produced from farming with the (huma) field system which is the main agricultural system of the Kenekes community, in addition to selling other agricultural products that are not prohibited by custom, such as honey, durian, brown sugar, and being a guest tour guide visiting Kanekes. The quantitative approach uses regression with Lebak district level data and provincial level data. First, the regression panel data of 28 sub-districts in Lebak district for 12 months from 2020-2021, results that the Leuwidamar sub-district where Urang-Kanekes is located has higher rice stocks than the average of other sub-districts in Lebak for every month of the year. Second, multiple regression is applied to 4 food indices (resilience index, availability index, affordability index, and sustainability index) with data from 8 districts/cities in Banten province between 2018-2021 (4 years). The results of the study show that local wisdom with farming and storing it in barns is an important pillar of food availability for a community, in this case the Urang Kanekes community, where food security at the community level will contribute to the next levels up to the national level. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>