Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112643 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmah Juliasari
"[Kabupaten Lamongan saat ini berstatus sebagai Kawasan Ekonomi Khusus KEK kawasan kemaritiman industri perkapalan. Penunjukkan tersebut didorong oleh faktor faktor yang mendukung perkembangan industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan. Skripsi ini akan berfokus kepada kebijakan pajak yang berlaku pada industri galangan kapal khususnya di Kabupaten Lamongan dan akan melakukan analisis apakah kebijakan pajak yang ada telah mendukung industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan sesuai dengan perspektif Quintuple Helix. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan pajak yang ada bukan menjadi satu satunya faktor untuk berkembangnya industri galangan kapal di Kabupaten Lamongan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan namun terdapat faktor faktor lain di dalam perspektif Quintuple Helix yang berpengaruh dalam mengembangkan industri galangan kapal.

Lamongan current status is a Specific Economic Zone SEZ for maritime shipping industry. This status is driven by some factors which support the development of shipbuilding industry in Lamongan. This thesis will focus on tax incentives that are applied in the shipbuilding industry especially in Lamongan. This thesis will also analyze whether the existing policies have supported the shipbuilding industry in Lamongan according to Quintuple Helixs perspective. This research was conducted with a qualitative approach and method. The result is that the tax policies is not the only factor that make shipyard industry in Kabupaten Lamongan develop toward sustainable development principle but also other factors in Quintuple Helixs perspective influential in developing the shipbuilding industry.;Lamongan current status is a Specific Economic Zone SEZ for maritime shipping industry This status is driven by some factors which support the development of shipbuilding industry in Lamongan This thesis will focus on tax incentives that are applied in the shipbuilding industry especially in Lamongan This thesis will also analyze whether the existing policies have supported the shipbuilding industry in Lamongan according to Quintuple Helix rsquo s perspective This research was conducted with a qualitative approach and method The result is that the tax policies is not the only factor that make shipyard industry in Kabupaten Lamongan develop toward sustainable development principle but also other factors in Quintuple Helix rsquo s perspective influential in developing the shipbuilding industry , Lamongan current status is a Specific Economic Zone SEZ for maritime shipping industry This status is driven by some factors which support the development of shipbuilding industry in Lamongan This thesis will focus on tax incentives that are applied in the shipbuilding industry especially in Lamongan This thesis will also analyze whether the existing policies have supported the shipbuilding industry in Lamongan according to Quintuple Helix rsquo s perspective This research was conducted with a qualitative approach and method The result is that the tax policies is not the only factor that make shipyard industry in Kabupaten Lamongan develop toward sustainable development principle but also other factors in Quintuple Helix rsquo s perspective influential in developing the shipbuilding industry ]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61364
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Puspita
"Batam merupakan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang mendapatkan insentif pajak, salah satunya insentif pajak atas pembebasan PPN, dan Bea Masuk. Insentif tersebut diakomodasi oleh industri galangan kapal di Batam, dimana industri galangan kapal Batam mendapatkan pembebasan PPN dan Bea Masuk atas impor bahan baku dan komponen kapal. Penelitian ini akan menfokuskan kebijakan insentif pajak di Batam yang dinikmati oleh industri galangan kapal di Batam dan mengevaluasi kebijakan tersebut apakah sudah memenuhi kriteria evaluasi kebijakan sebagaimana diungkapkan oleh Dunn dalam perspektif efektifitas, efisiensi, kecukupan, resposivitas, dan ketepatan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kualitatif pula. Hasilnya adalah pemberian insentif pembebasan PPN dan Bea Masuk pada impor bahan baku dan komponen kapal belum memberikan manfaat yang signifikan bagi pemerintah dan industri galangan kapal di Indonesia.

Batam is a free trade zone that get tax incentives, such as the incentive on VAT exemption and import duty. The incentives are accommodated by the shipbuilding industry in Batam. Shipbuilding industry get the VAT exemption of import duty on imported raw materials and components of ships. This study will focus on the policy of tax incentives used by the industry Batam shipyard in Batam and evaluate the policy if it appropriate with the criteria for policy evaluation based on William Dunn?s theory. This research was conducted with a qualitative approach and qualitative methods as well. The result is the provision of VAT exemption and import duty exemption on imported raw materials and components of ships have not provided significant benefits for the government and the shipbuilding industry in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosiyaningsih
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai pengembangan peran the quintuple helix dalam upaya keberlanjutan ekonomi kreatif di Kabupaten Tegal khususnya pada Industri Kecil dan Menengah IKM batik tulis tegalan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan penelitian bersifat deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keberlanjutan IKM batik tulis tegalan berbasis ekonomi kreatif tidak terlepas dari sinergitas kegiatan ndash; kegiatan dari peran aktor the quintuple helix. Penelitian ini, menyarankan bahwa perlunya peningkatan sinergitas peran the quintuple helix. Di sektor pemerintah melalui kesiapan data birokrasi dan adanya apresiasi kontribusi. Selanjutnya pada aktor pebisnis, akademisi, komunitas dan lingkungan perlu adanya keterbukaan informasi pada ke lima aktor-helix lainnya.

ABSTRACT
This thesis discusses the development of the role of the quintuple helix in the effort of creative economic sustainability in Tegal Regency especially in Small and Medium Industry SMI handwritten batik tegalan. This study uses a qualitative approach with the aim of the research is descriptive. The results concluded that the sustainability of SMIs handwritten batik tegalan based on a creative economy is inseparable from the synergy of activities of actor role the quintuple helix. This study suggested that the need for the increased synergy of the role of the quintuple helix. In the government sector through the readiness of bureaucratic data and the appreciation of contributions. Furthermore, the business actors, academics, community and the environment need to do open information to the five other actors helix. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahmawati
"Riset dan Inovasi masuk dalam agenda jangka menengah dan panjang pemerintah Indonesia untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai ekonomi maju pada tahun 2045 mendatang. Namun demikian, rendahnya belanja riset dan inovasi di Indonesia masih menjadi problematika yang cukup kritikal. Model Triple Helix arrangement dalam pelaksanaan riset dan inovasi menjadi salah satu hal penting untuk kemajuan teknologi dan ekonomi. Di Indonesia setidaknya ada tiga skema pendanaan yang menerapkan model Triple Helix arrangement dengan instrumen pengukurannya masing-masing seperti TKT maupun Katsinov yang dalam penggunaan instrumen tersebut masih terdapat hambatan sulitnya dipahami oleh para penggunanya baik kalangan periset, industri, maupun praktisi, sehingga penulis berusaha mengadaptasi Balanced Readiness Level Assessment (BRLa) yang sebelumnya dikembangkan di Norwegia untuk dapat dikembangkan menjadi instrumen penilaian pendanaan model Triple Helix di Indonesia dengan menggunakan pendekatan design thinking yang mengedepankan kebutuhan penggunanya melalui lima tahapan design thinking yaitu empathize, define, ideate, prototype, dan testing. Hasil menunjukan bahwa adaptasi BRLA menjadi Customized BRLa (CBRLa) dapat digunakan untuk menilai pendanaan riset dan inovasi model Triple Helix, dengan harapan bahwa pendanaan riset, pengembangan dan inovasi yang sebagian besar diberikan oleh pemerintah dengan memperhatikan kesiapannya dapat menghasilkan luaran yang optimal dan bermanfaat.

Research and Innovation are included in the Indonesian government's medium and long-term agenda to realize Indonesia's vision as an advanced economy by 2045. However, the low research and innovation spending in Indonesia is still a critical problem. The Triple Helix Arrangement model in conducting research and innovation is one of the important things for technological and economic progress. In Indonesia, there are at least three funding schemes that apply the Triple Helix arrangement model with their respective measurement instruments such as TKT and Katsinov, where in the use of these instruments there are still obstacles that are difficult to understand by users, both researchers, industry, and practitioners, so the author tries to adapt Balanced Readiness Level Assessment (BRLa) which was previously developed in Norway to be developed into a Triple Helix model funding assessment instrument in Indonesia by using a design thinking approach that prioritizes the needs of its users through five stages of design thinking , namely empathize, define, ideate, prototype, and testing. The results show that the adaptation of BRLA to Customized BRLa (CBRLa) can be used to assess research and innovation funding for the triple helix model, with the hope that research, development and innovation funding, which is mostly provided by the government by paying attention to its readiness, can produce optimal and impactful outcomes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldila Cesaria Rezkita Ayu
"Penelitian ini membahas mengenai proses formulasi kebijakan Pajak Lingkungan sebagai salah satu instrumen pemerintah dalam upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dilihat dari prinsip regulerend, yang berangkat dari bagaimana kontribusi kebijakan fiskal yang selama ini ada di DKI Jakarta terkait pengelolaan lingkungan hidup. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan termasuk dalam penelitian cross sectional dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan studi lapangan. Data tersebut dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif dan dikaitkan dengan konsep pajak daerah, green tax/environmental taxation dan pigouvian tax.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal baik pajak maupun retribusi yang ada selama ini belum memberikan kontribusi yang cukup dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Proses formulasi kebijakan pajak lingkungan melalui beberapa proses, namun belum maksimal dalam perumusan konsepnya. Serta disajikan konsep penerapan green tax pada Negara China dan India sebagai informasi tambahan dalam penelitian ini.

This research discusses the tax policy formulation process of Environmental taxation as one of the Government instrument to managed and protect the environment according to regulerend principle, which depart from how fiscal policy give a contributions in DKI Jakarta. This research was conducted by a qualitative approach and cross-sectional study with literature review and field research as a data collection techniques. This study used qualitative data analysis techniques refer to theory of Local Tax, green tax/environmental taxation and Pigouvian Tax.
The result shows that fiscal policy whether in tax or levies, have not contributed enough so far for the environment protection. Environmental tax formulation has been through several processes, but has not been fullest in the formulation concept. Therefore, this study presented the application concept of green tax in China and India as additional information in this study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mifta Septia Ningsih
"Pertumbuhan ekonomi suatu negara menjadi faktor pendorong utama emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mengalami peningkatan yang tajam. Peningkatan emisi GRK tersebut selain dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan mengancam keberlansungan hidup manusia, juga dapat menimbulkan kegagalan pasar (market failure). Menerapkan kebijakan pajak karbon merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan oleh pemerintah serta kebijakan earmarking sebagai instrumen alokasi pendanan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis kesiapan pemerintah Indonesia dan tantangan dalam menerapkan kebijakan earmarking pada pendapatan pajak karbon. Karena berdasarkan konsep yang disampaikan oleh Joel (2015) dan McCleary (1991) terdapat kelemahan dalam menerapkan kebijakan earmarking yaitu kekakuan anggaran atau mengurangi fleksibilitas anggaran pemerintah hingga menimbulkan adanya ketidakefesiensian apabila dana tersebut tidak terserap dengan sempurna. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah belum memiliki kesiapan yang matang terkait kebijakan earmarking pada pendapatan pajak karbon. Kesiapan tersebut dapat dilihat dari ketidakjelasan komitmen pemerintah belum tersediannya sumber daya manusia untuk mengelola pendapatab dan prosedur atau kebijakan yang mengatur tentang pelaksanaan alokasi pendapatan. Disamping itu terdapat tantangan dalam menerapkan kebijakan earmarking terutama dari kemauan pemerintah dan desain kebijakan

Economic growth is the main driving factor for Green House Gas (GHG) emissions to experience a sharp increase. Besides affecting the ecosystem balance and threatening human survival, the increase in GHG emissions can also cause market failure. Implementing a carbon tax policy is one of the interventions that the government can carry out as well as an earmarking policy as an instrument for allocating funding. This study aims to analyze the readiness of the Indonesian government and the challenges in implementing earmarking policies on carbon tax revenues because, based on the concept presented by Joel (2015) and McCleary (1991), there are weaknesses in implementing earmarking policies, namely budgetary rigidity or reducing the flexibility of the government's budget to the point of causing inefficiency if the funds are not absorbed properly. This study used a qualitative approach with in-depth interviews and literature studies in conducting analysis. This research concludes that the government is not ready for earmarking policies on carbon tax revenues. This readiness can see from the need for more clarity on the government's commitment to the unavailability of human resources to manage revenues and how procedures or policies govern the implementation of revenue allocations. Besides, there are challenges in implementing earmarking policies, especially from the government's will and the design."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Wahyudi
"Kekhawatiran para pelaku dunia usaha industri rotan terhadap penghapusan Pasal 4A ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, dikarenakan peraturan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas rotan yang tidak jelas. Berdasarkan masalah tersebut, maka membuka kembali permasalahan mengenai latar belakang penetapan rotan sebagai Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai latar belakang kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas rotan ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis, Implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas rotan terhadap perkembangan industri rotan, serta kebijakan Pajak Pertambahan Nilai yang sebaiknya diterapkan untuk mendorong dunia usaha kehutanan khususnya rotan di Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan, didapatkan hasil penelitian bahwa dalam penetapan rotan sebagai Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis dilihat dari berbagi sisi, diantaranya yaitu dilihat dari segi penambahan nilai pada rotan tersebut atau dilihat dari faktor ekonomi yang mendasari pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan, yaitu untuk mendorong perkembangan industri rotan di Indonesia serta meningkatkan daya saing industri rotan. Faktor penghambat implementasi kebijakan tersebut yaitu, dari faktor komunikasi sehingga kekhawatiran akan penghapusan Pasal 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 muncul. Kesemuanya itu diakibatkan kurangnya sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Faktor lainnya yaitu masalah administrasi dalam proses pengukuhan Wajib Pajak menjadi Pengusaha Kena Pajak, yang didalamnya hanya semata-mata untuk mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN.

Concerns actors rattan's industrial business due the abolition of Article 4A Paragraph (1) of Law Number 42 Year 2009, due to the obscurity of the imposition of value added tax. Based on that problem, it also a remainder for the background of determination that rattan is a considered as a certain strategic taxable goods. The research is using a descriptive qualitative approach in order to have a depth understanding of the background that set rattan as a certain strategic taxable goods, implementation of value added policy for rattan to stimulate rattan industry and also the value added tax policy that should be applied to stimulate the forestry business especially for the rattan industry in Indonesia.
Based on the research conducted, obtained results that rattan designated as taxable goods certain strategic views from all sides, among which in term of adding value to rattan or viewed from the economic factors underlying the provision of Value Added Tax released, that is to stimulate rattan industry in Indonesia and to increase competitiveness business rattan industry in Indonesia. For implementation inhibiting factors of that policy is about communication that should make concerns the elimination of Article 4A Paragraph (1) of Law Number 42 Year 2009 came out. All of that problem due to lack of knowledge of business taxation actors rattan industry and the lack of socialization taxation undertaken by Directorate General of Taxation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ramadhandy Yusmanda Putra
"Isu perubahan iklim perlu segera ditangani secara serius. Di antara instrumen-instrumen kebijakan yang ada, instrumen yang tergolong baru adalah instrumen ekonomi. Instrumen ekonomi berusaha menginternalisasi biaya lingkungan yang selama ini tidak diperhitungkan. Salah satu jenis instrumen ekonomi yang dinilai cukup efisien adalah pajak karbon. Efisiensinya dapat melebihi instrumen command and control dan cap-and-trade. Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan terhadap segala kegiatan dan/atau barang yang menghasilkan dan melepaskan emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil ke atmosfer. Tujuan dari instrumen ini untuk memperbaiki kegagalan pasar akibat timbulnya eksternalitas negatif berupa perubahan iklim. Beberapa negara telah terlebih dahulu menerapkan pajak ini, di antaranya adalah Swedia dan India. Kedua negara ini dapat dijadikan pembelajaran bagi Indonesia yang juga berencana untuk menerapkan pajak ini. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengusulkan pengaturan mengenai pajak karbon, namun masih belum cukup mengakomodasi secara menyeluruh elemen-elemen pertimbangan yang penting dalam desain pajak karbon. Tidak semua senyawa emisi gas rumah kaca menurut Protokol Kyoto dan Amendemen Doha dikenai pajak karbon. Tarif pajak yang ditetapkan juga masih rendah dan belum ada jaminan penurunan emisi gas rumah kaca. Penggunaan pendapatan dari pajak karbon tidak hanya dialokasikan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim saja, namun terbuka untuk penggunaan lain. Ketentuan terkait pajak karbon sebaiknya diatur di dalam undang-undang tersendiri agar dapat mengakomodasi pengaturan yang lebih komprehensif.

The issue of climate change needs to be taken seriously. Among the existing policy instruments, the relatively new instrument is the economic instrument. Economic instruments try to internalize environmental costs that have not been taken into account so far. One type of economic instrument that is considered quite efficient is the carbon tax. Its efficiency can surpass command and control and cap-and-trade instruments. The carbon tax is a tax imposed on all activities and or goods that produce and release carbon emissions resulting from burning fossil fuels into the atmosphere. The purpose is to correct market failures due to the emergence of negative externalities in climate change. Several countries have already implemented this tax, among them Sweden and India. These two countries can be used as lessons for Indonesia, which is also planning to implement this tax. The Draft Law (RUU) concerning the Fifth Amendment to Law Number 6 of 1983 concerning General Provisions and Tax Procedures are set to regulate the carbon tax, but it is still not sufficient to fully accommodate the elements of consideration that are important in the design of the carbon tax. Not all greenhouse gas emission compounds under the Kyoto Protocol and the Doha Amendment are subject to a carbon tax. The tax rate set is also still low and there is no guarantee of reducing greenhouse gas emissions. The use of revenue from carbon taxes is not allocated only for climate change mitigation and adaptation, which is open for another use. Provisions related to carbon tax should be regulated in a separate act to accommodate a more comprehensive arrangement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rina Maskayanti
"ABSTRAK
Ekonomi kreatif merupakan fenomena baru dalam perekonomian yang menekankan pada ide, kreativitas, keterampilan, dan bakat yang dimiliki oleh sumber daya manusia. Ekonomi kreatif diimplementasikan dalam bentuk industri kreatif yang terdiri dari 14 subsektor. Salah satunya, yaitu fesyen. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menjelaskan hubungan variabel keluasan jaringan sosial, status sosial ekonomi, dan peran triple helix dalam perkembangan usaha industri kreatif fesyen di Kota Bandung. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif di antara variabel-variabel penelitian. Secara sosiologi, ide-ide dan kreativitas kelompok berkolaborasi untuk menghasilkan suatu produk kreatif yang mempunyai nilai tambah, sehingga mempunyai daya saing.

ABSTRACT
Creative economy is a new phenomenon in the economy which emphasizes on ideas, creativity, skills, and talents of human resources. Creative economy implemented in creative industry are composed of 14 sub-sectors, one of them is fashion. This study used a quantitative approach to describe relationship between social network, socioeconomic status, dan the role of triple helix in the development of creative industry fashion in Bandung. The result of this study indicate that there is a positive relationship between research variables. In Sociology, the ideas and creativity of group collaborate to produce creative products which have added value, thus having competitiveness"
[Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, ], 2014
S56229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahd Malik Akbar
"Dengan adanya program MP3EI dituntut adanya perubahan kebijakan di segala sisi, salah satunya kebijakan pajak yang mendukung semua kegiatan ekonomi di dalam MP3EI. Penelitian ini akan menfokuskan kepada kebijakan pajak yang berlaku di industri galangan kapal sebagai salah satu fokus dari 22 kegiatan ekonomi MP3EI dan melakukan analisis atas evaluasi kebijakan tersebut, apakah sudah memenuhi kriteria evaluasi kebijakan publik (efektifitas, efisiensi, kecukupan, keadilan, responsivitas, dan ketepatan). Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode kualitatif pula.
Hasilnya adalah banyak sekali kebijakan pajak yang berlaku pada pembuatan dan perbaikan kapal yang belum memenuhi kriteria evaluasi kebijakan publik, yaitu kebijakan Bea Masuk dan PPN. Padahal dalam rangka MP3EI perkapalan di Indonesia dituntut memiliki kebijakan pajak yang seharusnya mampu mendorong daya saing industri galangan kapal nasional.

MP3EI program nowadays required package of policies which could support the 22 economic program itself, one of the important policies is tax policy. This study will focus on tax policy in shipbuilding industry as one of 22 MP3EI economic program which play important roles in national and international connectivity through the tramportation system. This research is to evaluate the policy whether the tax policy meets evaluation criteria (effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, and appropriateness) or not. This research was conducted using a qualitative approach and qualitative methods as well.
The result is a lot of tax policies that apply to the manufacture and repair of vessels which do not meet the criteria for evaluation of public policy, especially in the policy of import duty and VAT. Yet in order MP3EI, shipbuilding in Indonesia are required to have a tax policy which should be able to support the competitiveness of the national shipbuilding industry.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47390
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>