Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153771 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ifryansyah Putra
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas analisis makna simbol yang berada di Masjid Agung Demak. Pada skripsi ini menggunakan teori semiotik yaitu memahami simbol atau makna berdasarkan segitiga makna. Kemudian dalam skripsi ini menggunakan beberapa teori untuk mengacu pada pembahasan skrispi ini. Beberapa teori yang digunakan dalam skripsi ini seperti teori kebudayaan, teori kebudayaan Islam, teori kebudayaan Jawa, teori akulturasi, dan teori simbol dan makna. Peneliti mendapat beberapa temuan yang menjadi bahasan skripsi ini. Temuan yang pertama adanya akulturasi pada bagian atap Masjid Agung Demak serta puncak atap Masjid Agung Demak. Kemudian akulturasi kedua terdapat pada bagian utama Masjid Agung Demak seperti pada gambar penyu, keramik, pintu dan jendela. Kemudian terdapat mihrab, mimbar, dan serambi pada Masid Agung Demak yang mengacu kepada masjid yang pertama dibangun oleh Nabi Muhammad. Kemudian terdapat kentongan dan bedhug yang memiliki akulturasi dari Cina. Selain itu, keramik yang ada di dalam Masjid Agung Demak juga akulturasi dari Cina. Ketiga adalah hiasan dalam Masjid Agung Demak yang memiliki makna dan akulturasi dari Majapahit seperti, hiasan pintu petir, gambar penyu, dan hiasan kaligrafi pada makam para raja. Keempat pada halaman Masjid Agung Demak memiliki akulturasi dan makna dari Majapahit seperti kolam, Gapura, dan pagar masjid. Kelima adalah lokasi Masjid Agung Demak yang memiliki makna dan akulturasi dari Majapahit. Sebenarnya pendirian lokasi Masjid Agung Demak dipengaruhi oleh Kerajaan Demak sebelum berdiri. Sampai pada akhirnya Kerajaan Demak berpindah yang saat ini sebagai kota Demak dan didirikan Masjid Agung Demak.

ABSTRACT
This Thesis is discuss/talked about analysis the meaning of symbol in Agung Demak Mosque. This thesis use semiotic method which is understanding the triangle of meaning. Then this thesis use several theory referred to this thesis discussion. Several theory that used in this thesis such as culture theory, moeslim culture theory, Javaness culture thory, acculturation theory, and the theory symbol and meaning. Researcher discovered view things that become the discussion of this thesis. The firs discovery: there is an acculturation that found in the part of the Agung Demak Mousque rooftop also an the top of the rooftop of Agung Demak Mosque. The second discovery is in the main part of Agung Demak Mosque like the picture of turtle, ceramics, door, and window. And then there are mihrab, mimbar, and serambi which is the part of Agung Demak Mosque that referred to the first mosque built by the prophet Muhammad saw. After that there is ?kentongan? and ?bedhug? that have the acculturation from China. Besides that, ceramics in the Agung Demak Mosque are also acculturation from China. The third is the gatnish/ornament inside Agung Demak Mosque that has meaning and acculturation from Majapahit such as ?pintu petir?, the drawing of turtle, ?kaligrafi? garnish/ornament in the king‟s grave. Fourth, they yard of Agung Demak Mosque has the acculturation and meaning from Majapahit such as the pool, ?gapura? and the mosque gate. Fifth, is the location of Agung Demak Mosque that has meaning and acculturation from Majapahit. Actually the decision of Agung Demak. Mosque location is affected by the Kingdom of Demak before it way built in the end, the Kingdom of Demak moved to a city that right now we call it Demak city and established Agung Demak Mosque."
2015
S58747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisya Zahwa Rachmadina
"Indonesia dan Belanda dikenal memiliki banyak keterkaitan karena adanya kontak secara terus-menerus pada masa lampau sehingga terdapat berbagai dampak dalam berbagai aspek. Salah satu aspek yang terdampak hingga saat ini adalah budaya, seperti pada restoran-restoran Belanda di Indonesia yang melakukan akulturasi budaya. Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui upaya penyesuaian budaya dalam bentuk akulturasi apa yang telah dilakukan oleh Restoran H.E.M.A. TIS Square Tebet dan bagaimana respon dari para pengunjung terhadap akulturasi yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teori akulturasi oleh Redfield, Linton, dan Herskovits melalui pendekatan studi kasus yaitu mengumpulkan data dengan mengobservasi objek yang diteliti melalui wawancara dengan pemilik dan pengunjung restoran H.E.M.A. dan survei langsung ke restoran. Hasil dari penelitian ini yaitu Restoran H.E.M.A. TIS Square Tebet melakukan akulturasi dalam bentuk bahasa, makanan, pakaian, dan juga arsitektur bangunan sebagai upaya untuk menyesuaikan budaya Belanda di Indonesia. Upaya akulturasi budaya Belanda dan Indonesia yang dilakukan oleh Restoran H.E.M.A. ini berhasil menarik perhatian para pengunjung karena dapat menambah pengetahuan budaya Belanda dan Indonesia.

Indonesia and the Netherlands are known to have many connections because there was continuous contact in the past so that there were various impacts in various aspects. One aspect that has been affected to this day is culture, as in Dutch restaurants in Indonesia which carry out cultural acculturation. This research was made with the aim of knowing what cultural adjustment efforts in the form of acculturation have been carried out by the H.E.M.A. Restaurant. TIS Square Tebet and how the response from visitors to the acculturation carried out. This study uses a qualitative method with the theory of acculturation by Redfield, Linton, and Herskovits through a case study approach, namely collecting data by observing the object under study through interviews with H.E.M.A. restaurant owners and visitors. then survey directly to the restaurant. The results of this study are the H.E.M.A. Restaurant. TIS Square Tebet acculturates in the form of language, food, clothing, and also building architecture as an effort to adapt Dutch culture in Indonesia. Efforts to acculturate Dutch and Indonesian culture carried out by the H.E.M.A. Restaurant This succeeded in attracting the attention of the visitors because it could increase knowledge of Dutch and Indonesian culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Juliadi
Yogyakarta : Ombak, 2007
726.2 J 432 m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Amanda
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas tentang asal-usul bakcang dan kue cang secara lebih mendalam, juga bakcang dan kue cang di Indonesia sebagai hasil dari akulturasi antara budaya Tiongkok dengan Indonesia. Bakcang dan kue cang ini biasanya disajikan dalam Perayaan Peh Cun yang merupakan salah satu perayaan yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa setiap tahun, tepatnya pada tanggal 5 - bulan 5 penanggalan Imlek. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa munculnya bakcang dan kue cang dalam perayaan Peh Cun didasari oleh cerita Wu Zixu seorang tokoh dari zaman Musim Semi ndash; Musim Gugur dan tokoh Qu Yuan dari zaman Negara Berperang. Bagi masyarakat Tionghoa, bakcang dan kue cang ini menjadi salah satu simbol untuk mengenang jasa dan kematian Wu Zixu dan Qu Yuan yang kemudian simbol ini dijadikan salah satu simbol terpenting dalam perayaan Peh Cun. Seiring dengan berjalannya waktu, karena berkembangnya zaman dan terjadinya akulturasi antara budaya Tiongkok dengan Indonesia, lambat laun bakcang dan kue cang mengalami perkembangan dalam segi makna, fungsi, serta bentuk fisik maupun variasi isi bakcang yang disesuaikan dengan bahan makanan yang ada di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode kualitatif berbasis studi kepustakaan.

ABSTRACT
This journal discusses the origin of bakcang and kue cang more deeply, also bakcang and kue cang in Indonesia as a result of acculturation between Chinese culture and Indonesian. Bakcang and kue cang is usually presented in Peh Cun Celebration which is one of the celebrations that celebrated by Chinese people every year, precisely on the fifth day of the fifth lunar month. The Chinese people believe that the emergence of bakcang and kue cang in the Peh Cun Celebration based on the story of Wu Zixu, a figure from the Spring ndash; Autumn era and Qu Yuan, from the Warring States era. For Chinese society, bakcang and kue cang become one of the symbols to commemorate the kindness and the death of Wu Zixu and Qu Yuan which later become one of the most important symbols in the Peh Cun celebration. As time goes by because of the current development and the occurrence of acculturation between Chinese culture and Indonesian, bakcang and kue cang gradually go through development in terms of meaning, function, as well as physical form and variations of bakcang contents which be adjusted with foodstuff in Indonesia. The research method that were used in this journal is a qualitative method based on literature study.Keywords: Peh Cun Celebration, Bakcang, Kue Cang, Wu Zixu, Qu Yuan "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raniska Mitra Hapsari
"Penelitian ini memfokuskan untuk membahas salah satu judul lakon wayang, yaitu lakon Wahyu Purba Sejati. Penelitian ini akan mengkaji makna Wahyu Purba Sejati dalam konteks budaya Jawa. Teori yang digunakan adalah teori interpretasi. Lakon Wahyu Purba Sejati termasuk dalam jenis lakon yang berdasarkan pada judul lakon. Dalam lakon jenis wahyu, judul lakonlah yang menjadi inti cerita dari lakon tersebut, yaitu pemberian wahyu atau anugrah dari dewa kepada manusia (raja, pendeta, ksatria) tertentu karena manusia tersebut telah berhasil atau telah berjasa kepada dewa.
Dalam usaha untuk meraih keberhasilannya itu manusia melakukan berbagai macam cara untuk meraih perhatian para dewa dan cara-cara tersebut memiliki makna-makna tertentu (tekstual dan kontekstual). Wahyu Purba Sejati berwujud sukma dari Ramawijaya (purba) dan Laksmanawidagda (sejati dan wahdat). Wahyu purba menjelma kepada Kresna, wahyu sejati menjelma kepada Arjuna, dan wahyu wahdat menjelma kepada Baladewa.

This study discusses about the meaning of Wahyu Purba Sejati in Javanese culture. The focus of this study is to discuss one of the shadow puppet play, Wahyu Purba Sejati. This study will be reviewing the meaning of Wahyu Purba Sejati in Javanese culture context (textual and contextual). Interpretation theory used for this study. The Wahyu Purba Sejati play included in the type of play that is based on the title of the play. In wahyu play, title is the core of the story from the play, which is giving revelation from God to human (king, priest, knight) because human has been done or has good contribution to God.
In order to get its triumph, human did many ways to get God attention and the ways have particular meanings (textual and contextual). Wahyu Purba Sejati?s appearances are the spirit of Ramawijaya (purba) and Laksmanawidagda (sejati and wahdat). Purba revelation incarnated to Kresna, sejati revelation incarnated to Arjuna, and wahdat revelation incarnated to Baladewa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42714
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Sutrisna
"Penelitian mengenai unsur-unsur arsitektur kolonial pada Masjid Agung Manonjaya adalah penelitian arsitektur dan ornamen bangunan yang bersangkutan. Arsitektur kolo_nial yang dimaksud adalah unsur arsitektur datang dari Eropa dalam hal ini adalah unsur arsitektur kolonial Belanda. Di samping unsur-unsur arsitektur lokal tetap dipertahankan keberadaannya. Untuk menjelaskan dugaan terjadinya percampuran kedua unsur budaya tersebut di atas, maka digunakan konsep akulturasi dengan tujuan yaitu : (1) Mengetahui keberadaan unsur-unsur budaya lokal (tradisional) dan unsur-unsur budaya asing (kolonial) melalui pemerian gaya arsitektur dan ragam hias bangunan Masjid Agung Manonjaya. (2) Mengetahui seberapa jauh unsur-unsur kolonial mem-pengaruhi penampilan fisik bangunan Masjid Agung Manonjaya. Penelitian ini terbatas pada obyek utamanya yaitu Masjid Agung Manonjaya yang terletak di desa Karangnung_gal, kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya Jawa Barat yang didirikan pada awal abad ke-19. Masjid ini terbagi atas tiga bagian yaitu pondasi (kaki), tubuh, dan atap. Kompo_nen bangunan lainnya adalah menara, penampil serambi timur dan koridor menara. Bangunan yang disebut terakhir ini terletak di sebelah timur bangunan induk masjid. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yaitu : (a) pengumpulan data, (b) pengolahan data, dan (c) penaf_siran data. Tahap pengumpulan data meliputi studi kepusta_kaan dan studi lapangan. Tahap pengolahan data meliputi kegiatan analisis bentuk, gaya, bahan, dan ukuran melalui hasil deskripsi dalam tahap pengumpulan data. Di samping itu juga dilakukan perbandingan dengan bangunan masjid tradisional Jawa dan bangunan kolonial. Dalam tahap penaf_siran data keseluruhan hasil dari tahap pengumpulan dan pengolahan data dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini yaitu : (1) Berdasarkan kajian perbandingan Masjid Agung Manonjaya dengan bangunan masjid tradisional Jawa dan bangunan kolonial diketahui bahwa Masjid Agung Manon jaya mendapat pengaruh yang sangat dominan dari gaya arsitektur kolonial. (2) Pengaruh arsitektur lokalnya hanya terlihat pada bentuk atap yang berbentuk tumpang. Jadi masih meneruskan tradisi atap masjid tradisional Jawa. (3) Ragam hias Masjid Agung Manonjaya tidak semuanya mendapat pengaruh unsur ragam hias kolonial, tetapi masih tetap mempertahankan bentuk-bentuk ragam hias tradisi lama. Ragam hias asing walaupun ada tidaklah menghilangkan ragam hias yang sebelumnya telah ada melainkan turut menambah khasanah ragam hias masjid yang menyebabkan keragaman coraknya. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bersifat terbuka dan tidak menutup kemungkinan mendapat tanggapan dan saran lebih lanjut"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S11583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Storey, John, 1950-
Yogyakarta: Qalam, 2003
306.01 STO t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andika Ibnu Praditya
"Terdapat perbedaan representasi elemen arsitektural masjid di seluruh dunia. Kebanyakan masjid dibangun dengan kubah, menara, pilar, dan ornamen-ornamen. Akan tetapi terdapat pula masjid-masjid yang tidak memiliki elemen-elemen tersebut. Namun tetap memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai tempat beribadah atau shalat. Setiap Muslim diwajibkan untuk beribadah lima kali sehari. Menurut Al Quran dan Hadits, setiap tempat yang bersih dapat digunakan sebagai tempat ibadah. Kondisi ini juga meliputi kebersihan badan seorang Muslim dalam beribadah. Kajian lebih lanjut menemukan bahwa terdapat tiga aspek yang menjadi dasar dari prinsip masjid, yaitu menyucikan diri, arah Ka'bah, dan shalat berjamaah.
Setelah menganalisis Masjid Nabawi dan Masjid Agung Jawa Tengah, dapat disimpulkan bahwa beberapa fungsi elemen-elemen arsitektural tidak diperlukan. Keberadaan elemen tersebut hanyalah untuk mempertahankan tradisi simbolik daripada meningkatkan kualitas beribadah di dalam masjid. Dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip secara penuh, maka arsitektur masjid dapat di definisikan ulang agar dapat memperluas pemahaman tentang ruang ibadah.

There are different representations of mosque architectural elements throughout the world. Most mosques are built with domes, minarets, pillars and ornaments. However quite a number of mosques appear without any of those elements. Yet, they all serve the same function as a place for prayer or shalat. Every Muslim is obliged to perform prayers five times a day. According to the Holy Quran and Hadith, any clean place can be a used for prayer. This condition also applies to the bodily presence of every Muslims during prayer. Further studies reveal three aspects underlie the basic principles of a mosque, e.g ritual cleansing, direction of Ka’bah, and Jemaah prayer.
Having analysed the Nabawi Mosque and the Masjid Agung Jawa Tengah, the conclusion indicates some architectural elements are functionally unnecessary. Their presences are more to preserve symbolic tradition rather than to increase the quality of worship within the mosques. By purely implementing the principles, mosques architecture can be redefined to create a larger spectrum of understanding the ritual space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Siswayanti
"Masjid Sunan Giri salah satu masjid walisanga yang didirikan oleh Sunan Giri yang arsitektur bangunannya vernacular berakulturasi dengan tradisional Jawa dan budaya yang bercorak Hindu. Artikel menggunakan metode penelitian analisis deskriptif dengan mendeskripsikan komponen-komponen bangunan masjid kemudian dilakukan analisis dan penafsiran. Akulturasi budaya yang tampak terlihat pada Masjid Sunan Giri ialah arsitektur bangunan Joglo tipikal bangunan Jawa yang disanggah dengan empat soko guru;Mustaka pada atap masjid bertumpang mirip meru pada bangunan Hindu, mihrab masjid yang berbentuk lengkungan kalamakara seperti candi, mimbar masjid berbentuk padmasana singgasana dilengkapi dengan ornamen surya Majapahit, florish dan nanas, gapura masjid ber¬bentuk paduraksa mengingatkan pada bentuk bangunan kori agung pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu."
Jakarta: Kementerian Agama, 2016
297 JLK 14:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lalitya Nada Tamaranny
"Sejak kurang lebih 3000 tahun yang lalu, muncul sebuah budaya pernikahan unik di Cina, yaitu pernikahan roh atau yang dikenal dengan sebutan Ming Hun (冥婚). Pada awalnya budaya ini memiliki makna dan esensi yang baik, yaitu harapan agar orang yang meninggal sebelum menikah bisa memiliki pasangan sehingga rohnya tenang di alam sana. Namun, di zaman modern seperti sekarang, karena pemikiran masyarakat yang sudah modern sehingga sudah tidak banyak yang mempercayai budaya Ming Hun. Pada akhirnya, budaya tersebut mengalami pergeseran makna dan komodifikasi, karena bagi beberapa masyarakat yang masih mempercayai dan menjalankan budaya tersebut kesulitan untuk mendapatkan jenazah baru yang akhirnya dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang melakukan praktik jual-beli jenazah hingga timbul kriminalitas pencurian jenazah di Cina. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pemaparan deskriptif secara menyeluruh melalui tulisan terdahulu dan berita untuk mengetahui pergeseran makna serta komodifikasi budaya Ming Hun di Cina pada zaman modern.

Since approximately 3000 years ago, a unique marriage culture emerged in China, namely spirit marriage or known as Ming Hun (冥婚). At first this culture had a good meaning and essence, namely the hope that people who died before married could have a partner so that their spirit was calm in the spirit world. However, in modern times like nowadays, due to modern people's thinking, not many people believe in Ming Hun culture. In the end, the culture experienced a shift in meaning and commodification, because for some people who still believe in and practice this culture, it is difficult to get new bodies which are eventually used by people who carry out the practice of buying and selling corpses so that the crime of theft of bodies in China arises. This study uses a qualitative method with comprehensive descriptive exposure through previous writings and news to find out the shift in meaning and commodification of Ming Hun culture in China in modern times."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>