Ditemukan 234062 dokumen yang sesuai dengan query
Yvonne Ivon
"Skripsi ini membahas mengenai konsep hak access to justice sebagai hak asasi yang sangat penting bagi penyandang disabilitas. Hak asasi penyandang disabilitas diatur secara spesifik dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD). Selain mengatur mengenai hak asasi penyandang disabilitas, CRPD juga mengatur mengenai ruang lingkup penyandang disabilitas. Pasal 13 konvensi ini mengatur mengenai hak access to justice bagi penyandang disabilitas. Pelaksanaan efektif dari hak ini bagi penyandang disabilitas bergantung pula pada pelaksanaan efektif dari hak asasi terkait access to justice, yaitu hak aksesibilitas, hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, dan hak untuk berpartisipasi dalam bidang politik. Meskipun hak ini sangatlah penting bagi para penyandang disabilitas, sampai saat ini Jepang, Malaysia, dan Indonesia belum memiliki pengaturan yang ditujukan khusus bagi penyandang disabilitas mengenai access to justice.
The focus of this thesis is access to justice concept as a very important right for persons with disabilities. Persons with disabilities? rights are specifically written in Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD). This convention also regulates the scope of persons with disabilities. Article 13 of this convention is ensuring access to justice rights for persons with disabilities. Effective access to justice for persons with disabilities also depend on effective implementation of related rights, such as accessibilities, education rights, rights to work and rights to participate in politics. Although this right is very important for persons with disabilities, Japan, Malaysia and Indonesia haven?t regulate this right specifically for them."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S60535
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Atlantic Highlands, NJ: Humanities Press, 1993
320.01 JUS
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Rawls, John
Crambridge: Harvard University Press, 2003
320.011 RAW t
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Rawls, John
Cambridge, UK: Harvard University Press, 2001
320.011 RAW t
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Aldershot: Avebury, 1995
340.1 Per
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Rawls, John
Cambridge, UK: Belknap Press of Harvard University, 1971
320.011 RAW t
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sterba, James P.
Belmont: Thomson Wadsworth, 2003
320.011 STE j
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Nasya Ayudianti Ramadhani
"Penelitian ini membandingkan kerangka hukum earned wage access sebagai layanan Fintech non-pinjaman di Indonesia terhadap Peraturan Senat Nevada No. 290. Penelitian ini disusun dengan metode penelitian doktrinal untuk menganalisis perbandingan kerangka kepatuhan hukum earned wage access antara Indonesia dan Nevada, dan wawancara dengan penyedia layanan earned wage access di Indonesia. Earned wage access adalah sebuah layanan Fintech non-pinjaman untuk menarik gaji yang telah menjadi hak karyawan namun belum dibayarkan. Earned wage access di Indonesia belum diatur dengan peraturannya sendiri. Atas hal ini, layanan earned wage access di Indonesia hanya diberikan melalui model business-to-business. Kerangka hukum earned wage access di Indonesia bergantung pada kepatuhan hukumnya sebagai bisnis yang melakukan aktivitas sistem dan transaksi elektronik, penyelenggara sistem elektronik lingkup privat, aktivitas pemrosesan data, dan pemberian jasa kepada penggunanya. Sebagai perbandingan, kerangka hukum earned wage access di Nevada bergantung pada aspek kepatuhan hukum sebagaimana diatur pada Peraturan Senat Nevada No. 290. Earned wage access merupakan layanan Fintech non-pinjaman sebagaimana penarikan gaji di muka dibatasi kurang dari gaji bulanan karyawan dan tidak adanya pengenaan bunga. Peraturan Nevada No. 290 mengatur definisi, subjek, model, struktur biaya, dan dasar earned wage access sebagai layanan Fintech non-pinjaman yang dapat diperhatikan oleh regulator di Indonesia dalam mengatur earned wage access. Untuk memastikan pelayanan yang adil dan aman, layanan earned wage access di Indonesia perlu dianalisis terhadap mekanisme regulatory sandbox Inovasi Keuangan Digital dan/atau Inovasi Teknologi Sektor Keuangan dan diatur sebagai layanan Fintech non-pinjamannya sendiri sesuai dengan elemen-elemen yang unik terhadap layanan earned wage access.
This research compared the regulatory framework of earned wage access as a non-lending Fintech service in Indonesia to Nevada Senate Bill No. 290. This research was done with the doctrinal research approach to analyze the comparison of the regulatory compliance aspects of earned wage access between Indonesia and Nevada, and interviews with earned wage access providers in Indonesia. Earned wage access is a non-lending Fintech service to deliver earned yet unpaid income to employees. Earned wage access is currently unregulated as its own non-lending Fintech service in Indonesia despite the emergence of earned wage access providers. Due to this, provision of earned wage access in Indonesia is limited to the business-to-business model. The regulatory framework of earned wage access in Indonesia relies on its regulatory compliance as a business conducting electronic transaction and systems activity, electronic system operator in the private sector, data processing activity, and provision of services to its users. In comparison, the regulatory framework of earned wage access in Nevada relies on the regulatory compliance aspects stipulated in Nevada Senate Bill No. 290. Earned wage access shall be deemed as a non-lending Fintech service as it restricts the amount of advance wages employees may withdraw to less than their monthly wages and incur no interest. The Nevada Senate Bill No. 290 provides defining elements of earned wage access including its definition, subjects, models, fee structures, and grounds for its status as a non-lending Fintech service which Indonesian regulators may refer to in regulating earned wage access. To ensure a fair and safe provision, earned wage access in Indonesia needs to be analyze to the regulatory sandbox mechanism provided through the Inovasi Keuangan Digital and/or Inovasi Teknologi Sektor Keuangan and be regulated as its own non-lending Fintech service in accordance to its unique elements."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Guntur Freddy Prisanto
"Disertasi ini mengangkat tesis bahwa keadilan adalah condition o f social order (syarat memungkinkan tatanan sosial) yang melekat dalam pasar. Pasar dipahami sebagai konstruksi sosial dengan mekanisme yang paling memungkinkan (the most enable) bagi individu untuk bertindak rasional tanpa harus mensyaratkan diri memiliki rasionalitas tersebut. Pasar seperti ini mengandaikan asumsi antropologis berupa manusia sebagai homo economicus dan homo rationale yang mengejar kepentingan dirinya. Model pasar persaingan sempurna, dengan fitur-fiturnya seperti efisiensi dan ekuilibrium, terjustifikasi melalui formulasi matematis ilmu ekonomi. Sementara, ketidakmampuan (incapability) individu-individu untuk berpartisipasi dalam model pasar persaingan sempurna merupakan problem mendasar dalam teori keadilan. Dalam hal ini, kebebasan dan kesetaraan adalah dasar dari perdebatan keadilan yang untuk mengatasinya dibutuhkan suatu teori keadilan yang mampu memposisikan individu untuk memiliki kapabilitas di dalam pasar. Untuk menyelesaikan konstelasi antara kebebasan dan kesetaraan, pendekatan kapabilitas dalam teori keadilan Amartya Sen menjadi jalan terbaik untuk ditempuh dibandingkan alternatif-alternatif lain yang lebih menekankan hanya pada satu fitur (kebebasan atau kesetaraan). Asumsi antropologis yang berlaku lebih dari sekedar pemuas kepentingan diri, melainkan juga kebebasan, moral, dan keadilan. Sebagai condition o f social order, keadilan diperlukan untuk menolak dominasi dan eksploitasi, baik dalam relasi tenaga kerja dengan pemilik modal maupun antara konsumen dengan produsen. Pasar harus terakses dengan baik.
Justice is a condition of social order that inherent within market. Market agreed as a social construction with specific mechanism that enable individual to act rationally without having to possess said rationality. This kind of market presuppose the anthropological assumption that human is a homo economicus and homo rationale that pursue their self-interest. The perfect model of competitive market, with features like efficiency and equilibrium, is justified through the formulation of mathematical economic science. Meanwhile, the incapability of individuals to participate in the perfect model of competitive market is the fundamental problem in the justice theory. In this case, freedom and equality became the basis of the debate regarding justice, in which to solve it would require a theory of justice that is able to place the individuals to have a capability in the market. Amartya Sen's capability approach in his theory of justice became the best way to resolve the intricacy between freedom and equality as opposed to other alternatives, which only emphasize on one feature - either freedom or equality. The applicable anthropological assumption is more than merely to satisfy selfinterests, but also freedom, moral and justice. As a condition of social order, justice is necessary to reject domination and exploitation - either in the relationship between the labors and the owners of capital, or between the consumers and the manufacturers. The market should be accessible."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
D1417
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Dian Titi Indrasari
"Kemampuan dan kehandalan internet telah memberikan banyak kemudahan bagi berbagai aspek kehidupan. Internet dapat menjadi sumber informasi dan sarana komunikasi yang murah dan cepat. Saling keterhubungan jaringan internet yang sangat luas dan menjangkau seluruh dunia membuat internet banyak dijadikan referensi dalam berbagai hal. Pengguna internet di Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan dimana pada tahun 2000 mencapai sekitar 2.000.000 pengguna, sedangkan pada tahun 2010 telah mencapai sekitar 30.000.000 pengguna, Seluruh pengguna tersebut dilayani oleh 180 penyelenggara ISP yang terkoneksi ke jaringan internet melalui 40 Penyelenggara NAP. Pada Tahun 2008, total kapasitas bandwidth yang disediakan oleh Penyelenggara NAP secara nasional mencapai 50 Gbps sedangkan kebutuhan kapasitas bandwidth secara nasional ditingkat Penyelenggara ISP yang terhitung pada saat itu adalah sekitar 26 Gbps. Sehingga total kapasitas bandwidth secara nasional relatif telah melebihi kapasitas (over supply) jika dibandingkan dengan kebutuhan kapasitas bandwidth (demand) secara nasional, sehingga pada tahun 2010 Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai moratorium (penghentian sementara) perizinan penyelenggaraan ISP dan NAP sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Penulisan tesis ini bertujuan untuk menganalisa proyeksi masa depan terhadap kondisi supply-demand kapasitas bandwidth internasional yang seimbang sehingga menciptakan iklim kompetisi yang baik dalam penyelenggaraan NAP di Indonesia dengan didasarkan pada data berkala (time series) untuk menentukan garis tren dari tahun 2010 ? 2014 dimana garis tren ini yang akan dipergunakan untuk membuat perkiraan (forecasting) sebagai dasar pembuatan perencanaan setelah disandingkan dengan peraturan dan kebijakan di bidang penyelenggaraan NAP sehingga hasil perkiraan tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif rekomendasi kebijakan moratorium perizinan NAP di Indonesia.
Berdasarkan hasil analisa, moratorium perizinan terhadap penyelenggara jasa NAP untuk 5 tahun ke depan perlu disesuaikan karena tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan antara alternatif 1 dan alternatif 2, sehingga pengembalian perizinan NAP dianggap bukan merupakan solusi.
Many aspect of life has been touched by the existence of internet with its capability and reliability. Internet is the source for information and the easy and fast means of communications. The broad interconnectivity of internet access and wide coverage in the world has made internet the reference for many things. Internet users in Indonesia within the past decade have been increased significantly. In the year 2000, internet users in Indonesia were around 2,000,000 and in the year 2010 has reached the number of 30,000,000. Indonesia internet users are provided by 180 ISPs which connected to the internet network through 40 NAPs. In the year 2008, the total bandwidthm capacity that provided by NAPs nationally reached 50 Gbps in contrary total bandwidth capacity demand in the level of ISPs was 26 Gbps. Nationally, the total bandwidth capacity have been over supply if compared with its demand. For that reason, in the year 2010, the Government has established a regulation regarding moratorium (temporary suspended) for issuing ISP and NAP operational license within indefinite period of time. The goal of this research is to make the forecasting for balancing supply demand in international bandwidth capacity in the NAP?s level in order to create a healthy and continuous competition environment. This is performed by making estimation on the needs of internet bandwidth capacity and estimation of growth of the internet bandwidth capacity for NAP (supply) and ISP (demand) to base on the data series methods as the foundation of trend line. This trend line will be used to perform the forecasting as the basis of planning development and will be matched with the regulations and policies in NAP services in Indonesia. The inequity between demand and supply would be the basic on taking the next regulation of NAP moratorium licenses. Based on the analysis result, in next five years the moratorium for NAP services should be adjusted due to no significant difference between alternative 1 and alternative 2, thereby permitting the return NAP operation licencing is not considered a solution."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29865
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library