Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadia Ainun Bestari
"Skripsi ini membahas mengenai Penetapan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum atas Pencemaran Nama Baik. Penelitian ini merupakan penelitian yuridisnormatif normative legal research dengan studi kepustakaan. Metode penelitian tersebut digunakan untuk menjawab suatu permasalahan yaitu teori dan pengaturan perbuatan melawan hukum, pertimbangan hakim dalam memutuskan kasus pencemaran nama baik dan ganti rugi yang ditetapkan oleh hakim yang diakibatkan oleh pencemaran nama baik. Hasil dari penelitian ini menyarankan diperlukan penjelasan yang lebih lanjut dalam undang-undang mengenai ketentuan ganti rugi terhadap kasus pencemaran nama baik serta hakim dalam putusannya harus memberikan pertimbangan yang jelas dalam menetapkan suatu ganti rugi.

This Thesis explains about Determination of Damages in Defamation Case. The research is a normative legal research with literature study. The research methods used to answer a problem about theory and arrangement in unlawful act, consideration of the judge in deciding defamation case, compensation set by the judge caused by defamation. Result from this thesis suggest that further explanation needed in legislation regarding damages for defamation and also judges in their verdict should give a clear judgement in determining damages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Theresia Lamtarida
"Pencemaran nama baik merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum. Dalam penulisan ini, terdapat dua permasalahan utama yakni bagaimana pencemaran nama baik diatur sebagai suatu perbuatan melawan hukum dan penerapan konsep ganti rugi yang terjadi dalam perkara terkait. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif.
Berdasarkan hasil analisis ini, Pasal 1365 KUHPerdata merupakan pasal yang tepat untuk digunakan, karena adanya perluasan perbuatan melawan hukum. Pencemaran nama baik adalah perbuatan yang telah melanggar hak subyektif dan harus diberikan ganti rugi agar nama baik pihak yang terhina menjadi pulih. Dengan demikian, suatu pencemaran nama baik perlu penggantian kerugian dan pemulihan nama baik dan kehormatan korban.

Defamation is an act that is against the law. In this writing, there are two main issues: how defamation regulated as a unlawful act and the application of the concept of damages that occur in related case. This study uses normative juridical research.
Based on the results of this analysis, Article 1365 of Civil Code is the right article to use because it consist of the expansion of unlawful act. Defamation is an act that violated the rights of subjective and should be compensated so that the good name of the party who insulted be recovered. Thus, a defamation needs a compensation for loss and recovery of good name and the honor of the victim.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Adhyaksa Prabowo
"Skripsi ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam bidang keperdataan karena pencemaran nama baik. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif normative legal research dengan studi kepustakaan. Metode penelitian tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan: pertama, teori dan pengaturan perbuatan melawan hukum dalam bidang keperdataan serta teori dan pengaturan tentang pencemaran nama baik. Perbuatan melawan hukum diatur di dalam Pasal 1365 sampai 1380 KUH Perdata, sedangkan pencemaran nama baik diatur di dalam Pasal 1372 sampai 1380 KUH Perdata dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE jo Pasal 310 sampai 320 KUH Pidana. Kedua, perlu atau tidaknya putusan pidana untuk mengajukan gugatan perdata karena pencemaran nama baik. Tidak adanya pengaturan mengenai kewajiban tersebut menimbulkan perbedaan pendapat di putusan Hakim. Ketiga, analisis terhadap pertimbangan hakim di dalam Putusan No. 134/Pdt. G/2010/PN.Jkt.Ut.
Hasil penelitian ini menyarankan bahwa: i Definisi “penghinaan” dalam bidang Hukum Perdata perlu dibuat, sehingga tidak menimbulkan ambiguitas dengan menggunakan terminologi Hukum Pidana; ii Pengaturan mengenai tidak perlunya putusan pidana dalam mengajukan gugatan pencemaran nama baik perlu diatur sehingga menimbulkan kepastian hukum dan tidak terjadi perbedaan pendapat diantara hakim; iii Penggugat seharusnya meminta kepada hakim untuk rehabilitasi nama baik dan kehormatan dengan cara penempelan putusan di muka umum dan agar Tergugat membuat pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah fitnah.

This thesis discusses the unlawful act in the field of civil cases for defamation. This research is a juridical-normative legal normative research with a literature study. The research methods used to answer the problems: first, the theory of unlawful act and its regulation as well as the theory and the regularion of defamation. Unlawful act is regulated in Article 1365 until 1380 Civil Code, while defamation is regulated in Article 1372 to the 1380 Civil Code and Article 27 paragraph 3 ITE Law in conjunction with Article 310 to 320 of Penal Code. Second, is criminal verdict necessary or not to file a civil lawsuit for defamation. This lack of regulation caused diifferent opinion in the Judge's decision. Third, analysis of the judges' considerations in the Verdict No. 134/Pdt. G/2010/PN.Jkt.Ut.
The result of this study suggest that: i Definition of "defamation" in the field of civil law needs to be made, because to avoid ambiguity by using the terminology of the Penal Code, ii There is need the regulation that criminal verdict is not necessary to file a civil lawsuit for defamation, in order to certainty of law and no different of opinion among the judges; iii Plaintiff's should request for rehabilitation of the reputation and honor by way of settlement decisions in public and that defendant made a statement that his act of doing is defamation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Agustina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alika Putri Fachira
"Tulisan ini menganalisis bagaimana konsep pencemaran nama baik dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum, dengan melakukan perbandingan antara peraturan perundang-undangan di negara Indonesia dan Australia. Definisi pencemaran nama baik tidak secara spesifik dijelaskan dalam KUHPerdata Indonesia. KUHPerdata hanya mengatur tentang upaya hukum pencemaran nama baik yang dicantumkan dalam Pasal 1372-1380. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbuatan melawan hukum ini juga tidak seragam, ada yang menyebutnya sebagai pencemaran nama baik, sementara dalam beberapa sumber yang lain, termasuk KUHPerdata, menyebutnya sebagai penghinaan. Sebagai konsekuensi dari perbuatan tersebut, korban memiliki hak untuk menggugat pelaku dan menuntut pertanggungjawaban untuk memperoleh ganti rugi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata karena dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum dan pemulihan nama baik serta kehormatannya. Sementara di Australia, pencemaran nama baik diatur secara spesifik dalam undang-undang yang dikenal sebagai Defamation Act 2005 dan Model Defamation Amendment Provisions 2020. Pencemaran nama baik merupakan salah satu bentuk tindakan hukum yang dikenal sebagai tort yang umumnya digolongkan dalam ranah hukum perdata. Walaupun Australia merupakan negara federal, tetapi undang-undang tersebut berlaku nasional karena mengikat seluruh negara bagian serta wilayah teritorinya. Oleh karena itu, sebagai fungsi inspiratif, dilakukan suatu perbandingan hukum terkait konsep pencemaran nama baik sebagai suatu perbuatan melawan hukum antara Indonesia dan Australia dengan menggunakan metode pendekatan perbandingan berbentuk doktrinal. Melalui penelitian ini, dapat diidentifikasi baik persamaan maupun perbedaan pengaturan terkait konsep pencemaran nama baik di kedua negara tersebut.

This paper analyzes how the concept of defamation is considered as a tort, by comparing the laws and regulations in Indonesia and Australia. The definition of defamation is not specifically explained in the Indonesian Civil Code. The Civil Code only regulates the remedy of defamation which is included in Articles 1372-1380. The term used to describe this unlawful act is also inconsistent, some refer to it as defamation, while some other sources, including the Civil Code, refer to it as an insult. Because of these actions, the victim has the right to claim the actor and prosecute for liability to obtain compensation according to the provisions in Article 1365 of the Civil Code because it is considered an unlawful act and to restore his good reputation and honor. Meanwhile in Australia, defamation is specifically regulated in a law known as the Defamation Act 2005 and the Model Defamation Amendment Provisions 2020. Defamation is a legal act known as a tort which is generally classified as a civil law. Although Australia is a federal state, the law applies nationally because it applies to all states and territories. Therefore, as an inspirational function, this research conducts a legal comparison related to the concept of defamation as an unlawful act between Indonesia and Australia by employing a doctrinal comparative approach. Through this research, both similarities and differences in the regulation of the concept of defamation in both countries can be identified."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Ghebi Firdausy
"Skripsi ini membahas mengenai putusan Hakim tentang ganti rugi materiil dan imateriil oleh maskapai penerbangan khususnya pembatalan jadwal penerbangan. Penelitian hukum yang dilakukan berbentuk normatif dan menggunakan metode penelitian kepustakaan terkait permasalahan yang ada. Pada permasalahan tersebut, Hakim tidak memberikan ganti rugi materiil yang sesuai karena peraturan yang digunakan tidak relevan dengan keadaan saat itu. Sementara itu tidak terdapat pengaturan khusus dalam pemberian ganti rugi imateriil, sehingga Hakim berwenang untuk memutuskan berdasarkan keyakinan dan rasa keadilan.

The focus of this study is to describe the Judge?s decision regarding the material and immaterial compensation performed by airline, particularly about its flight cancellations. This study applies the normative form of study, by using literature research associated with existing problems. In this problem, the Judge did not give suitable material compensation because the rules applied was irrelevant with the current context back then. On the other hand, there are no specified rules in regulating immaterial compensation, so the Judge has the authority to decide based on assurance and equity.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Qiani Chairunnisa
"Skripsi ini membahas tentang penerapan restorative justice dalam penyelesaian kasus pencemaran nama baik pada Subdit IV Tipid Siber Polda Metro Jaya. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus pencemaran nama baik yang terjadi di Twitter X. Peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada empat informan penelitian. Dengan mengaitkannya dengan konsep-konsep dalam restorative justice, peneliti menemukan faktor yang mempengaruhi penerapan restorative justice. Selain itu, peneliti juga menganalisis elemen yang terdapat dalam penerapan restorative justice, peranan kepolisian, dan keberhasilan restorative justice. Hasil penelitian membuktikan, bahwa ada faktor internal, termasuk keputusan korban, pelaku, dan peran kepolisian, yang dapat mempengaruhi penerapan restorative justice. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi penerapan restorative justice adalah isu yang sedang beredar di masyarakat dan peranan media. Sebenarnya, penerapan elemen dan keberhasilan restorative justice sudah tercapai, namun belum maksimal karena reaksi masyarakat yang negatif pada korban atau pelaku. Sedangkan, peranan kepolisian, sebagai inisiator dan fasilitator dalam restorative justice, sebenarnya sudah baik. Namun, masih perlu ada sosialisasi dan pelatihan penerapan restorative justice, supaya interpretasi terhadap Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 dapat sama dan keterampilan yang dimiliki dapat lebih baik.

This thesis discusses the application of restorative justice in solving defamation cases at Sub Directorate IV Cyber Crime Polda Metro Jaya. This thesis uses a qualitative approach with a case study of defamation that occurred on X's Twitter. The researcher conducted observations and interviews with four research informants. By associating it with the concepts in restorative justice, the researcher found the factors that influence the application of restorative justice. In addition, the researcher also analyzed the elements contained in the application of restorative justice, the role of the police, and the success of restorative justice. The results of the research prove that there are internal factors, including the decisions of victims, perpetrators, and the role of the police, which can affect the application of restorative justice. Meanwhile, external factors that influence the application of restorative justice are issues currently circulating in society and the role of the media. Actually, the application of the elements and the success of restorative justice has been achieved, but it has not been maximized because of the negative public reaction to the victim or perpetrator. Meanwhile, the role of the police, as the initiator and facilitator in restorative justice, is actually good. However, there is still a need for socialization and training in the application of restorative justice, so that the interpretation of the Chief of Police Regulation Number 8 of 2021 can be the same and the skills possessed can be better."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Muriani Wurastuti
"Perkembangan Pers yang semakin pesat, memudahkan masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi. Namun kebebasan Pers menimbulkan berbagai permasalahan antara lain perkara pencemaran nama baik, dimana seseorang merasa kehormatan atau harga dirinya dirusak dengan pemberitaan di media massa. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan perkara Tomy Winata melawan Koran Tempo, maka timbul pertanyaan antara lain: Bagaimana pengaturan mengenai pencemaran nama baik yang termasuk Perbuatan Melawan Hukum menurut KUHPerdata dan UU Pers sehubungan dengan kasus pencemaran nama baik anatara Tomy Winata dengan Koran Tempo?, Bagaimana suatu perbuatan pencemaran nama baik dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum?, Apakah kasus Gugatan Tomy Winata terhadap Koran Tempo termasuk kasus pencemaran nama baik dan memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum? Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisa datanya adalah kualitatif.
Berdasarkan penelitian, pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 1372 KUHPerdata, Pasal 310 KUHP, dan Kode Etik Jurnalistik, sedangkan mengenai perbuatan melawan hukum diatur dalam pasal 1365-1380 KUHPerdata. Mengingat kedua hal tersebut tidak diatur dalam UU Pers, maka UU Pers bukan merupakan Lex Spesialis derogate Lex Generali dari KUHPerdata. Pemberitaan Koran Tempo pada tanggal 6 Pebruari 2003, termasuk perbuatan pencemaran nama baik dan merupakan perbuatan melawan hukum karena dapat menggiring publik beropini negatif terhadap Tomy Winata. Padahal Koran Tempo tidak dapat membuktikannya secara hukum. Mengenai hak jawab, terdapat dualisme pendapat.
Penulis menyarankan agar UU Pers ini diperbaiki sehingga dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak dan menyelesaikan masalah yang ada. Bagi wartawan diharapkan dalam menulis berita, kata-kata yang digunakan dapat lebih baik dan tidak menghakimi seseorang. Bagi masyarakat dan para penegak hukum diharapkan agar ..."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Mahaningrum
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21504
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Mujadid Holidy
"ABSTRAK
Kebebasan mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk mengeluarkan pikiran tanpa ada tekanan dari siapapun. Hak ini termasuk pula pendapat yang disampaikan pengguna internet di media social. Akan tetapi, hak mengeluarkan pendapat tersebut justru dilanggar dengan adanya berita yang menyampaikan bahwa, terdapat pengguna internet yang dipidana dikarenakan mereka menyampaikan pendapat di media social, dan pendapat tersebut, menurut pihak tertentu mengandung unsur pencemaran nama baik. Jurnal ini membahas mengenai adanya kriminalisasi terhadap pengguna internet yang menyampaikan pendapatnya di media sosial dengan menggunakan undang-undang ITE untuk kepentingan pihak tertentu. Dalam artikel ini, fokus utamanya adalah undang-undang yang mengkriminalisasi yang diberlakukan oleh negara Indonesia dan bagaimana undang-undang tersebut terkait dengan hak asasi manusia atas kebebasan berekspresi dan pendapat. Indonesia adalah salah satu negara demokrasi di seluruh dunia dan memiliki sebuah konstitusi yang bertujuan melindungi warganya. Namun, berlakunya undang-undang ITE nampaknya menentang pengakuan tertinggi atas hak asasi manusia dan kebebasan. Undang-undang ITE membatasi kebebasan tersebut karena telah mengkriminalisasi sebagian besar platform di mana warga negara dapat dengan bebas dan secara damai mengungkapkan pendapat mereka.

ABSTRACT
Freedom of expression is the right of every citizen to issue his mind without any pressure from anyone. These rights include opinions submitted by Internet users in social media. However, the right to issue such opinion is actually violated by the news that there are Internet users who are convicted because they express their opinion in social media, and that opinion, according to certain parties contain elements of defamation. This journal discusses the criminalization of internet users who express their opinions in social media using ITE legislation for the benefit of certain parties. In this paper, the main focus is the criminalizing law imposed by the Indonesian state and how it relates to human rights of freedom of expression and opinion. Indonesia is one of the world 39 s leading democracies and has a constitution aimed at protecting its citizens. However, the enactment of the ITE legislation appears to be opposed to the highest recognition of human rights and freedoms. The ITE Act limits that freedom because it has criminalized most platforms where citizens can freely and peacefully express their opinions."
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>