Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199042 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Garini Katia Yunita
"Kasus ini terfokus pada surat wasiat dari Alm. Tan Malaka, yang telah meninggal pada tahun 2011. Saat membuat surat wasiat, Alm. Tan Malaka tengah sakit keras, dan kondisinya membawa keraguan pada kecakapan bertindaknya. Gangguan kesehatan seperti penyakit atau cedera memang dapat mempengaruhi kecakapan bertindak, akan tetapi harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa akal pikirannya ikut terganggu. Selain itu, dalam pasal 898 KUH Perdata disertai doktrin, bukti-bukti tentang kecakapan bertindak pemuat wasiat harus diambil yang sedekat mungkin dengan waktu pembuatan surat wasiat. Perkara ini memiliki tiga putusan, dan berakhir dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 3124/K/Pdt/2013 yang membatalkan surat wasiat, akan tetapi ditemukan hal yang kurang tepat di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.

This case focuses on the testament from Tan Malaka, who died on 2011. When making the will, Tan Malaka had chronic illness, and his condition brought doubts about his legal capacity. Physical problems like illness and injury doues affect one?s capacity to act, but it must be proven first that one?s mind has been affected. In addition, the article 898 of Indonesian Civil Code along with law doctrines state that the proofs about legal capacity of testator must be taken as close as possible from the time of will making. This case has three decisions, and it took conclusion with Supreme Court Decision Number: 3124/K/Pdt/2013which cancelled the testament, but it has been found that the cancellation has some inaccuracies at both District Court, High Court, and Supreme Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60781
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Sardjono
"Seseorang itu mempunyai kebebasan dalam menentukan peruntukan harta kekayaannya kelak setelah ia meninggal dunia. Untuk mewujudkan maksud tersebut pemlik harta bisa membuat wasiat. Dalam membuat wasiat terdapat pembatasan baik menurut Hukum Islam maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. menurut Hukum Islam, wasiat itu tidak boleh lebih dari 1/3 bagian harta peninggalan, sedangkan menurut KUH Perdata wasiat itu tidak boleh melanggar legitiems portie para legitimaris. Disamping itu menurut Hukum Islam, wasiat dilaksanakan sebelum harta peninggalan dibagikan kepada para ahli waris. Menurut KUH Perdata penerima wasiat mempunyai kedudukan sebagai ahli waris, dengan demikian penerima wasiat mengikuti ketentuan seperti ahli waris lainnya (ahli waris menurut undang-undang) dalam masalah yang berkaitan dengan harta peninggalan. Dalam kaitannya dengan masalah wasiat ini, penulis meninjau pelaksanaan wasiat menurut Hukum Islam dalam praktek di Pengadilan Agama, sehubungan dengan peranan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan masalah wasiat khususnya dan kewarisan pada umumnya yang diajukan kepada instansi ini. Pengadilan Agama menjadikan al-Qur'an sebagai sumber hukum dan juga pedoman dalam memberikan fatwa perkara wasiat khususnya dan kewarisan pada umumnya disamping dua sumber Hukum Islam yang lain yakni Sunnah Ras'sul dan Ijtihad. Persoalan yang dihadapi ialah belum adanya kodifikasi Hukum Kewarisan dan kewenangan secara yuridis formal Pengadilan Agama dalam menyelesaikan masalah-masalah kewarisan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Miranti
"Surat wasiat merupakan harapan terakhir atau kehendak khusus yang dibuat oleh orang yang akan meninggal dunia. Dalam pembuatannya, surat wasiat harus tetap memperhatikan sesuai dengan ketentuan mengenai aturan-aturan yang telah ada. Jangan sampai hak-hak yang seharusnya didapatkan ahli waris dapat dikesampingkan begitu saja. Karena pada kenyataannya, di masa sekarang sering ditemukan surat wasiat yang dianggap merugikan ahli waris dan dirasa tidak cukup adil untuk kesejahteraan bersama. Penelitian ini membahas mengenai keabsahan surat wasiat dalam kasus posisi dan analisis terhadap putusan hukum hakim. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder, yang dalam hal ini dalam bentuk Putusan Pengadilan dan Peraturan Undang- Undang yang terkait. Hasil penelitian setelah melihat pada sebab-sebab pertimbangan mengapa anak laki-laki mendapatkan bagian lebih besar daripada anak perempuan, hal ini merupakan ketentuan yang besifat adil. Anak laki-laki bukan hanya sekedar mendapatkan bagian yang lebih besar daripada anak perempuan saja, namun juga tanggung jawab yang dimiliki oleh anak laki-laki juga lebih besar daripada anak perempuan. Hukum Islam menjelaskan mengenai pembagian waris sedemikian rupa agar dapat mensejahterakan seluruh umat Islam.

A will is a last wish or a special will made by a person who will die. In making the will, the will must continue to pay attention in accordance with the provisions regarding the existing rules. Do not let the rights that should be obtained by the heirs can be put aside. Because in reality, nowadays it is often found that wills are considered detrimental to the heirs and are deemed not fair enough for the common welfare. This study discusses the validity of the will in the case of position and analysis of the judge's legal decision. The method used in this research is normative juridical which is carried out by examining library materials or secondary materials, which in this case are in the form of Court Decisions and related Laws and Regulations. The results of the study after looking at the reasons why boys get a bigger share than girls, this is a fair provision. Boys not only get a bigger share than girls, but also the responsibilities that boys have are also bigger than girls. Islamic law explains the division of inheritance in such a way as to prosper all Muslims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathryn Eliseba Suyanto
"Penelitian ini membahas mengenai adanya kekeliruan penerapan hukum hibah wasiat dalam putusan pengadilan. Hal ini mengakibatkan perbedaan pandangan diantara majelis hakim di berbagai tingkat pengadilan mengenai keabsahan akta wasiat. Pewaris dalam kasus ini menghibahwasiatkan harta kekayaannya dalam akta wasiat dengan memberikan sertipikat hak milik objek wasiat kepada penerima hibah wasiat. Sebelum meninggal dunia pewaris menjual objek wasiat kepada pihak lain yang dituangkan dalam akta jual beli menggunakan sertipikat pengganti yang telah diterbitkan. Penerima hibah wasiat mengajukan gugatan pembatalan perjanjian jual beli atas dasar pewaris tidak cakap melakukan perbuatan hukum serta pewaris tidak berhak lagi atas objek wasiat sejak ditandatanganinya akta wasiat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah mengenai perbandingan penerapan hukum hibah wasiat oleh institusi pengadilan dan akibat hukum jual beli terhadap akta wasiat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil analisis penelitian ini adalah majelis hakim Mahkamah Agung di tingkat peninjauan kembali membatalkan putusan judex facti yang mengesahkan akta wasiat. Peralihan hak melalui jual beli atas objek hibah wasiat merupakan bentuk pencabutan wasiat secara diam-diam yang mengakibatkan akta wasiat menjadi tidak berlaku lagi bagi penerima hibah wasiat sebagaimana diatur Pasal 996 KUHPerdata. Pencabutan akta wasiat melalui jual beli yang dilakukan pewaris dalam keadaan sakit tidak dapat disimpulkan sebagai perjanjian yang cacat hukum. Dengan dibatalkannya akta wasiat, maka akta jual beli berlaku mengikat secara hukum. Saran dari penelitian ini perlunya perbaikan dalam institusi pengadilan dalam memutus perkara tidak hanya secara gramatikal, tetapi memahami maksud dari undang-undang dan pendapat para ahli.

This research discusses the application of the law of wills in court decisions. This resulted in different views among the panel of judges at various levels of the court regarding the validity of the testament. The testator in this case bequest his assets in the testament by giving a certificate of ownership of inheritance object of the will to the legatee of the testament. Prior to death, the testator sells the bequest grant object to another party as stated in the deed of sale and purchase using a substitute certificate that has been issued. The legatee of the testament files a lawsuit for the cancellation of the sale and purchase agreement on the basis that the testator is not capable of carrying out legal actions and the testator is no longer entitled to the object of the will since the signing of the testament. The problems raised in this research are the comparison of the legal application of law of wills by court institutions and the legal consequences of the sale and purchase agreement against the testament. To answer these problems, a normative juridical research method is used, with an explanatory research typology. The results of the analysis of this reseacrh are that the panel of judges of the Supreme Court canceled the judex facti decision that ratified the testament. The transfer of rights through the sale and purchase of the object of a testament is a form of revocation of a testament that results in a testament is no longer valid for the legatee as stipulated in Article 996 of the Civil Code. The revocation of a testament through a sale and purchase carried out by the testator in a sick condition cannot be concluded as a legally flawed agreement. With the cancellation of the testament, the sale and purchase deed is legally binding. The suggestions from this research is that the need for improvements in court institutions in deciding cases not only grammatically, but also understanding the intent of the law and the opinions of experts to provide legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnanza Zulkarnaini
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana tanggung jawab notaris terhadap pembatalan wasiat yang merugikan ahli waris dan akibat hukumnya dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Bogor No. 52/PDT.G/2020/PN.Bogor. Pewarisan dapat diberikan melalui 2 (dua) cara, yaitu secara ab instetato dan testamentair. Pewarisan secara testamentair yaitu warisan yang diberikan berdasarkan wasiat, khususnya kepada pihak ketiga. Wasiat merupakan suatu pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Subjek hukum yang berhak mendapatkan wasiat yaitu orang perorangan dan badan hukum. Namun, berdasarkan Pasal 899 KUHPerdata untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada pada saat pewaris meninggal. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum doktrinal, dengan meneliti unsur dan asas-asas yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Tipologi penelitian ini yaitu eksplanatoris. Metode perolehan data dalam penelitian ini didapatkan dengan jenis data sekunder. Pengumpulan data digunakan melalui studi dokumen. Hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh simpulan bahwa dalam Putusan Pengadilan No. 52/PDT.G/2020/PN.Bogor Notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya terkait dengan pelaksanaan tugasnya dalam pembuatan akta secara administratif dalam hal ini Notaris membuat suatu produk hukum yaitu akat wasiat merugikan pihak lain. Notaris juga dapat dikenakan sanksi secara perdata apabila perbuatan melanggar hukum yang menyebabkan pihak lain mengalami kerugian karena tindakan kesalahannya membuat orang lain rugi maka kepadanya dituntut untuk mengganti kerugian tersebut. Simpulan yang kedua akibat hukum terhadap akta wasiat yang melanggar ketentuan mengenai (Legitime Portie) yang diatur dalam KUHPerdata.

This study discusses the responsibility of a notary regarding the annulment of a will that disadvantages the heirs and its legal consequences in the case of the Bogor District Court Decision No. 52/PDT.G/2020/PN. Bogor. Inheritance can be given in 2 (two) ways, namely ab instetato and testamentary. Testamentary inheritance refers to a bequest given based on a will, particularly to a third party. A will is a statement made by an individual about their wishes after their death and can be revoked by them. The legal subjects entitled to receive a will are individuals and legal entities. However, based on Article 899 of the Civil Code, in order to be able to take the benefits of something based on a will, a person must already exist at the time of the testator’s death. The method used in this study was doctrinal legal research, by examining the elements and principles existing in legislation and regulations. The typology of this research is explanatory. The data collection method used in this study was obtained by secondary data types. The data collection was conducted through a document study. The results of the research conclude that in Court Decision No.52/PDT.G/2020/PN. Bogor, the notary can be held accountable for their duties in the administrative preparation of the deed, in this case, creating a legal document, namely a will that disadvantages another party. The notary can also be subject to civil sanctions if their unlawful actions cause harm to another party due to their action, leading to a claim for compensation. The second conclusion relates to the legal consequences of a will that violates the provisions regarding the rightful portion (Legitime Portie) as regulated in the Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Yustisia Setiarini
"Hibah sejatinya dilakukan saat pemberi dan penerima hibah masih hidup, namun ada kalanya terdapat hambatan untuk membuat akta hibah sehingga dibuat perjanjian pendahuluan hibah, atau biasa dikenal dengan akta pengikatan hibah. Akta pengikatan hibah menjadi masalah ketika pada perjalanannya, penghibah sudah meninggal saat terjadinya hibah. Di lain pihak, akta wasiat merupakan kehendak bebas seseorang terhadap harta peninggalannya ketika ia meninggal kelak. Meski akta wasiat merupakan kehendak bebas dari seseorang, namun undang-undang memberikan batasan-batasan terhadap akta wasiat termasuk kepada istri dari perkawinan kedua. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan akta perjanjian pengikatan diri untuk melakukan penghibahan sebagai dasar pembuatan akta hibah apabila penghibah meninggal dunia dan bagaimana kedudukan akta wasiat yang melebihi perolehan istri dari perkawinan kedua. Agar dapat menjawab permasalahan tersebut digunakanlah metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil analisis adalah akta perjanjian pengikatan diri untuk melaksanakan penghibahan tidak dapat dijadikan dasar pembuatan akta hibah setelah penghibah meninggal dunia karena tidak sesuai dengan prinsip hibah itu sendiri dan akta wasiat yang isinya melebihi bagian yang seharusnya diperoleh istri dari perkawinan kedua menjadi tidak dapat dilaksanakan. Hendaknya pihak yang akan melepaskan haknya, atau penghibah, melampirkan surat pernyataan persetujuan dari para ahli waris atas hibah yang dilakukan olehnya. Notaris diharapkan dapat turut aktif memberikan penyuluhan hukum terkait Legitieme Portie dan batasan-batasan dalam pemberian wasiat.

Grants are actually made when the giver and recipient of the grant are still alive, but there are times when there are obstacles to making a grant deed so that a preliminary grant agreement is made, or commonly known as a grant binding deed. The deed of grant binding became a problem when on its way, the grantor had died during the grant. On the other hand, a will is a person's free will for his inheritance when he dies later. Even though a will is the free will of a person, the law places limitations on wills including wives from second marriages. The issues raised in this study are regarding the strength of the deed of binding agreement to make a grant as the basis for making a grant deed if the grantor dies and how the position of the will deed exceeds the acquisition of the wife from the second marriage. In order to be able to answer these problems, normative juridical research methods are used with analytical descriptive research types. The result of the analysis is that the deed of binding agreement to carry out the gift cannot be used as the basis for making the deed of grant after the grantor dies because it is not in accordance with the principle of the grant itself and the will deed whose contents exceed the portion that should have been received by the wife from the second marriage cannot be implemented. The party that will relinquish his rights, or the grantor, should attach a statement of approval from the heirs for the grant made by him. Notaries are expected to be able to actively participate in providing legal counseling related to Legitieme Portie and limitations in granting wills."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovita Pradita Abimanyu
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan akta wasiat oleh notaris seharusnya memperhatikan ketentuan asas legitime portie yang berlaku sebagai dasar dalam pembuatan akta wasiat tersebut. Hal ini karena setiap ahli waris harus menerima bagian mereka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tanpa ada yang merasa dirugikan sehingga dapat memberikan kepastian bagi para ahli waris dan menghindarkan dampak tuntutan hukum yang dapat timbul dikemudian hari. Permasalahan dalam tesis ini adalah implikasi hukum terhadap bagian mutlak ahli waris legitimaris dari adanya suatu akta wasiat yang dibuat berdasarkan akta kesepakatan bersama dimana isinya melanggar bagian mutlak (legitieme portie) dan notaris yang membuat akta wasiat tersebut dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa akta wasiat yang isinya melanggar bagian mutlak (legitime portie) ahli waris legitimaris tidak serta merta langsung batal atau batal demi hukum, melainkan dapat diajukan gugatan dari ahli waris untuk menuntut bagian mutlaknya sehingga akta wasiat tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan dan bagian mutlak ahli waris legitimaris yang terlanggar akan dikembalikan sesuai dengan besarnya bagian mutlak yang dimiliki oleh ahli waris legitimaris yang menuntut tersebut sedangkan sisanya akan diberikan kepada ahli waris yang sesuai dengan akta wasiat tersebut. Selain itu, dalam pembuatan akta wasiat tersebut, Notaris tidak terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pembuatan akta wasiat tersebut telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil sahnya suatu akta sehingga notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban mengenai gugatan tersebut.

This thesis discusses the making of a will by a notary who should pay attention to the provisions of the legitime portie principle that apply as the basis for making the will. This is because each heir must receive their share in accordance with statutory provisions without anyone feeling disadvantaged so as to provide certainty for the heirs and avoid the impact of lawsuits that may arise in the future. The problem in this thesis is the legal implications for the absolute part of the legitimacy of the heirs from the existence of a will made based on a deed of mutual agreement where the contents violate the absolute part (legitieme portie) and the notary who made the will is declared to have committed an unlawful act. The research method used is doctrinal by using secondary data in the form of literature studies and qualitative approaches. The results of this study reveal that wills whose contents violate the absolute part (legitime portie) of legitimacy heirs are not immediately null and void, but a lawsuit can be filed from the heirs to demand their absolute part so that the will becomes unenforceable and part absolute legitimacy heirs who are violated will be returned in accordance with the size of the absolute share owned by the legitimacy heirs who claim it while the rest will be given to the heirs in accordance with the deed of will. In addition, in making the will, the Notary was not proven to have committed an unlawful act because the making of the will had fulfilled the formal and material requirements for the validity of a deed so that the notary could not be held responsible for the lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Atika Wulandari
"Akta wasiat tergolong akta partij dimana berisi kehendak penghadap, sehingga Notaris tidak bertanggungjawab terhadap isi akta wasiat. Demikian tersebut apabila yang ditetapkan dalam wasiat adalah harta benda milik pewaris sendiri. Dalam tesis ini, pewasiat dalam wasiatnya menghibahwasiatkan harta benda milik orang lain kepada ahli warisnya. Hal ini merupakan perbuatan melawan hukum karena melanggar hak subjektif orang lain. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan tipologi penelitian preskriptif dan data dianalisa dengan metode kualitatif.
Simpulan penelitian menyatakan bahwa akta wasiat yang berisi hibah wasiat benda milik orang lain sesuai dengan Pasal 966 KUH Perdata adalah batal dan Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata maupun administratif. Hasil penelitian menyarankan Notaris dalam menjalankan jabatannya harus bersikap seksama sesuai Pasal 16 ayat (1) huruf a UU Jabatan Notaris serta dalam pemenuhan kebutuhan kliennya tidak melanggar kepentingan masyarakat sehingga dapat mencegah tuntutan dari klien maupun pihak ketiga dikemudian hari.

Testament is classified as "partij" deed which consists of testator's will, therefore the Notary is not responsible for the content of the testament. The Notary holds no responsibility only if what is stipulated on the testament regarding the testator's properties. In this case, the testator upon deciding the testament, bequest others properties to the heir. This is an act against the law for violating the subjective rights of other. This research is in the form of normative juridical with the typology of prescriptive research that analyzed qualitatively.
The conclusion of the research stated that the testament consisting of bequest of other's property, in accordance with Article 966 Indonesian Civil Code, is null & void and the Notary can be held accountable. The research results suggest that a Notary in performing his duty must act accordingly with Article 16 verse (1) letter a of Act of Notary Profession and in meeting client's needs the Notary must not violate public interest, so it could avert claims from client and third party in days to come.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsya Meci Asterina
"Di Indonesia terdapat pluralisme hukum dalam hal kewarisan. Dengan adanya pluralisme tersebut mengenai kewarisan terdapat tiga sistem hukum yang berlaku yaitu sistem hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam dan Hukum Adat. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam maupun Hukum Adat mengenal adanya kewarisan melalui wasiat. Dengan adanya pluralisme hukum waris di Indonesia, dalam hal pembuatan surat wasiat, sah atau tidaknya suatu wasiat yang dibuat oleh Pewaris tergantung pada sistem hukum yang dipakai oleh Pewaris tersebut. Tulisan ini membahas mengenai pewarisan dengan wasiat yang ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam dan Hukum Adat.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian melalui studi kepustakaan yang berbentuk yuridis normatif. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tata cara yang jelas dalam pembuatan wasiat, baik dengan akta Notaris, maupun yang dibuat dibawahtangan (yang harus disimpan di Notaris). Sedangkan dalam hukum Islam maupun hukum Adat tidak ada kewajiban untuk membuat wasiat dalam bentuk akta Notaris atau untuk yang dibuat dibawahtangan tidak ada kewajiban untuk melakukan penyimpanan di Notaris. Namun bagi masyarakat yang tunduk pada Hukum Islam maupun Hukum Adat sebaiknya dalam pembuatan wasiat menggunakan peran Notaris, karena Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta otentik yang merupakan hal yang penting dalam pembuktian.

In Indonesia there is legal pluralism in terms of inheritance. There were three legal system given the pluralism of the inheritance in Indonesia, that is the legal system based on the draft Civil Law (Indonesia Civil Code), Islamic Law and Adat Law. Whether the draft Civil Law, Islamic Law or Adat Law is aware of inheritance by will. With the inheritance of legal pluralism in Indonesia, in terms of making a will, the validity of a will made by Heir depends on the legal system that is used by the Heir. This paper will discuss the inheritance with the terms of the draft Civil Law, Islamic Law and Adat Law.
This thesis research methods through the study of literature that shaped normative. Indonesia Civil Code set clear procedures in the manufacture of a will either by notarial deed, as well as those made unnotarized deed (which should be stored in the Notary). While Islamic law and Adat law, there is no obligation to make a will in the form of notarial deed or made unnotarized deed no obligation to perform at the Notary storage. But for the people who are subject to the Islamic Law and Adat Law in the making of a will should use a Notary real, because Notary is a public official who is authorized to make an authentic act which is essential in the proof."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shidqi Ichsan
"Dalam hukum waris di Indonesia, dikenal kewarisan secara undang-undang dan secara surat wasiat. Surat Wasiat merupakan instrument bagi Pewaris apabila ingin memberikan harta yang dimilikinya kepada seseorang yang ia kehendaki. Namun, pada praktiknya surat wasiat digunakan untuk alat bagi seseorang untuk menguasai keseluruhan harta benda yang dimiliki oleh pewaris atau bahkan pewarisnya sendiri yang ingin memberikan kepada seseorang sesuai dengan keinginannya. Penelitian ini memaparkan aspek hukum waris di Indonesia dengan fokus utama pada penggunaan dan peran surat wasiat. Analisis ini mencakup deskripsi dan pengaturan dari surat wasiat, serta proses transfer harta warisan dan penanganannya dalam kasus sengketa. Meskipun surat wasiat digunakan sebagai alat hukum yang sah untuk mendistribusikan harta, hukum waris Indonesia telah menetapkan sejumlah batasan untuk melindungi hak-hak ahli waris, termasuk anak-anak dan pasangan pewaris. Konsep "legitime portie" atau bagian minimum dari harta yang harus diberikan kepada ahli waris tertentu, dijelaskan dalam penelitian ini sebagai cara untuk memastikan keseimbangan dan keadilan dalam pembagian harta. Ahli waris yang merasa bahwa hak legitime portie mereka belum terpenuhi dapat memanfaatkan hak "inkorting", yaitu proses hukum yang memungkinkan mereka untuk menuntut penyesuaian atau pengurangan bagian harta yang diberikan melalui surat wasiat. Penelitian ini juga membahas alasan pembatalan surat wasiat. Bahwa pelanggaran terhadap legitime portie tidak menjadi dasar pembatalan surat wasiat, melainkan penyelewengan terhadap syarat formil yang memungkinkan untuk membatalkan surat wasiat. Secara keseluruhan, hukum waris di Indonesia menciptakan keseimbangan antara hak pewaris untuk membuat wasiat dan perlindungan hak-hak ahli waris, terutama dalam konteks hak "legitime". Penelitian ini menunjukkan bagaimana hukum waris berfungsi untuk menjaga keadilan dan kesejahteraan ahli waris dalam pembagian harta warisan.

In Indonesian inheritance law, there are known types of inheritance through statutory provisions and through testaments. A testament serves as an instrument for the testator if they wish to bequeath their property to a person of their choosing. However, in practice, testaments are used as a tool for someone to control all the property owned by the testator or even for the testator themselves to grant it to a person according to their wishes. This study presents aspects of inheritance law in Indonesia with a primary focus on the use and role of testaments. This analysis includes a description and arrangement of testaments, as well as the process of transferring inherited property and its handling in case of disputes. While a testament is used as a valid legal tool to distribute property, Indonesian inheritance law has established a number of limitations to protect the rights of heirs, including children and spouses of the testator. The concept of "legitime portie", or the minimum portion of the property that must be given to certain heirs, is explained in this study as a means to ensure balance and fairness in the division of property. Heirs who feel that their legitime portie rights have not been fulfilled can utilize the right of "inkorting", a legal process that allows them to demand adjustment or reduction of the portion of the property given through the testament. This study also discusses the reasons for the revocation of a testament, indicating that violation of the legitime portie does not constitute grounds for the revocation of a testament, but rather deviations from formal requirements that allow for the annulment of the testament. Overall, Indonesian inheritance law creates a balance between the rights of the testator to make a testament and the protection of the rights of heirs, especially in the context of "legitime" rights. This study shows how inheritance law works to maintain justice and the welfare of the heirs in the distribution of inheritance property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>