Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jennifer Christie
"[Kurkumin merupakan pigmen berwarna jingga kekuningan yang dapat mengalami dekomposisi struktur apabila terkena cahaya. Hal ini menyebabkan senyawa kurkumin menjadi tidak aktif. Salah satu upaya untuk mempertahankan kestabilan kurkumin ini adalah dengan penyalutan lapis tipis. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat mikropartikel ekstrak kunyit dengan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) menggunakan fluidized bed. Proses penyalutan dilakukan pada ekstrak kunyit 35 mesh (F2) dan 60 mesh (F3) dengan penyalut hidroksipropil metilselulosa (HPMC) 0,5%. Hasil SEM menunjukkan permukaan halus dan glossy pada formula F2 dan F3. Mikropartikel ekstrak kunyit diuji stabilitasnya di bawah pengaruh suhu; sinar matahari; sinar UV 254 nm; dan sinar lampu. Pada formula F2 diperoleh perubahan kadar berturut-turut sebesar 0,09%; 1,62%; 0,09%; dan 0,15%. Pada formula F3 diperoleh perubahan kadar berturut-turut sebesar 4,88%; 9,35%; 3,32%; dan 3,84%. Proses penyalutan ekstrak kunyit dengan hidroksipropil metilselulosa menggunakan fluidized bed belum memberikan hasil yang optimal secara fisik serta penyalutan ekstrak kunyit dengan hidroksipropil metilselulosa dapat meningkatkan kestabilan dari pengaruh suhu dan cahaya.
Curcumin is yellow-orange pigment. The structure of curcumin can be decomposed when exposed to light, which causes the compound of curcumin becomes inactive. To maintain the stability, curcumin has performed thin film coating. This research was intended to produce microparticles of turmeric extract coated hydroxypropyl methylcellulose by fluidized bed. The coating process is performed on curcumin extract 35 mesh (F2) and 60 mesh (F3) with 0,5% hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) polymer. SEM results showed that formulation F2 and F3 have smooth surface and glossy. Microparticle of curcumin extract has been exposed at certain temperature condition, sunlight, UV 254 nm light, and light. F2 formulation is obtained change of assay consencutively by 0,09%; 1,62%; 0,09%; and 0,15%. F3 formulation is obtained change of assay consencutively by 4,88%; 9,35%; 3,32%; and 3,84%. Coating process of curcumin extract with hydroxyprophyl methylcellulose by fluidized bed, not provide optimal physically results yet. Coating of turmeric extract with hydroxypropyl methylcellulose could increases the stability of curcumin that affected by temperature and light exposure., Curcumin is yellow-orange pigment. The structure of curcumin can be
decomposed when exposed to light, which causes the compound of curcumin
becomes inactive. To maintain the stability, curcumin has performed thin film
coating. This research was intended to produce microparticles of turmeric extract
coated hydroxypropyl methylcellulose by fluidized bed. The coating process is
performed on curcumin extract 35 mesh (F2) and 60 mesh (F3) with 0,5%
hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) polymer. SEM results showed that
formulation F2 and F3 have smooth surface and glossy. Microparticle of curcumin
extract has been exposed at certain temperature condition, sunlight, UV 254 nm
light, and light. F2 formulation is obtained change of assay consencutively by
0,09%; 1,62%; 0,09%; and 0,15%. F3 formulation is obtained change of assay
consencutively by 4,88%; 9,35%; 3,32%; and 3,84%. Coating process of
curcumin extract with hydroxyprophyl methylcellulose by fluidized bed, not
provide optimal physically results yet. Coating of turmeric extract with
hydroxypropyl methylcellulose could increases the stability of curcumin that
affected by temperature and light exposure.]
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S60524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Gabriella Bunga Kartika
"[ABSTRAK
Kanker payudara merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia. Pengembangan ekstrak kunyit sebagai tanaman yang memiliki aktivitas antiproliferasi dan toksisitas rendah dilakukan guna meminimalisasi efek samping terapi kanker. Ekstrak kunyit dienkapsulasi dengan liposom, sebuah vesikel lipid bilayer yang berfungsi sebagai pembawa obat kanker dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh enkapsulasi ekstrak etanol kunyit terhadap aktivitas antiproliferasi sel kanker payudara T47D secara in vitro. Liposom dibuat dengan metode lapis tipis dan dikecilkan ukuran partikelnya dengan ekstrusi. Bahan yang digunakan adalah fosfatidilkolin, kolesterol, dan ekstrak kunyit. Optimasi liposom dibuat dalam tiga formulasi dengan perbedaan jumlah ekstrak. Formulasi paling optimal adalah formulasi dengan jumlah ekstrak paling sedikit, dilihat dari parameter fisik, yaitu endapan paling halus dan waktu pengendapan paling lama. Liposom dievaluasi ukuran partikel dan zeta potensialnya dengan DLS, morfologinya dengan TEM, dan efisiensi penjerapannya dengan dialisis. Formulasi paling optimal diuji aktivitas antiproliferasinya dan dibandingkan dengan ekstrak yang tidak dienkapsulasi liposom dengan metode MTT. Hasilnya terdapat pengaruh penurunan aktivitas antiproliferasi ekstrak yang dienkapsulasi liposom. IC50 liposom ekstrak adalah 45,762 ppm dan IC50 ekstrak adalah 36,399 ppm. Ukuran partikel liposom adalah di bawah 445 nm. Zeta potensial liposom adalah -7,51 mV. Morfologi liposom adalah LUV dan MVV. Efisiensi penjerapan liposom adalah 63,80%.

ABSTRACT
, Breast cancer is one of deadliest diseases in world. Development turmeric extract
as plants that have antiproliferative activity and low toxicity have done to
minimize cancer therapy side effects. Turmeric extract encapsulated with
liposome, a vesicle lipid bilayer that have function as cancer drug carrier in body.
This research aimed to determine encapsulation effect of turmeric ethanol extract
against antiproliferative activity in T47D breast cancer cells through in vitro
assay. Liposomes was made using thin layer method and particle size reduced by
extrusion. Materials was used phosphatidylcholine, cholesterol, and turmeric
extract. Optimization liposomes was made in three formulations with different
numbers of extracts. Most optimal formulation was formulation with minimum
extracts, judging from physical parameters which have smallest precipitates and
longest settling time. Evaluation liposome particle size and zeta potential was
used DLS, morphology was used TEM, and entrapment efficiency was used
dialysis. Most optimal formulation was tested their antiproliferative activity
compared with not encapsulated extracts used MTT method. There was decreased
antiproliferative activity of encapsulated extracts. IC50 encapsulated extracts was
45,762 ppm and IC50 extracts was 36,399 ppm. Liposome particle size was below
445 nm. Zeta potential was -7,51 mV. Morphology was LUV and MVV.
Entrapment efficiency was 63,80%.]
"
2015
S58775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riswanto
"Kurkumin merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam rimpang kunyit (Curcuma domestica) dalam bentuk campuran kurkuminoid dengan desmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin. Kurkumin menunjukkan aktivitas farmakologi yang lebih baik dibandingkan dengan dua komponen kurkuminoid lain dan karena sulitnya pemisahan kurkuminoid, kurkumin murni menjadi langka dan mahal. Metode isolasi kurkumin dengan kemurnian lebih dari 90% berusaha diperoleh. Rekristalisasi menggunakan sistem aseton-air pada suhu 2-5 oC selama 1 jam dan kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 dengan fase gerak diklormetan-metanol (95:5) dikerjakan untuk memperoleh kurkumin dengan kemurnian lebih dari 90%. Isolat dari rekristalisasi dan kromatografi kolom diperiksa dengan kromatografi lapis tipis densitometri dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan panjang gelombang maksimum, titik lebur, spektrum inframerah, 1HNMR, 13CNMR, dan LC-MS. Hasilnya, pada percobaan dengan rekristalisasi tidak dapat diperoleh kurkumin dengan kemurnian lebih dari 90%. Sebaliknya, kromatografi kolom menghasilkan kurkumin dengan kemurnian mencapai 90,04%. Kesimpulannya, kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak diklormetan-metanol (95:5) dapat digunakan untuk memperoleh kurkumin dari kurkuminoid rimpang kunyit dengan kemurnian lebih dari 90%.

Curcumin is an active compound that consist in turmeric (Curcuma domestica), as a curcuminoids mixture with desmethoxycurcumin and bidesmethoxycurcumin. Curcumin shows a better pharmacology activities compare to other two curcuminoid compounds, and because of difficulty in curcuminoids separation, a pure curcumin becaming rare and expensive. The method of isolation of curcumin with more than 90% in purity is conducted. Recrystalization using the acetone-water system with the temperature between 2-5 oC for about an hour and open-column chromatography using silica gel 60 as stationary phase with dichlormethane-methanol (95:5) for mobile phase is used to get an magnificent purity level that reach over 90%. The Isolate from the recrystalization and open-column chromatography is examined using thin layer chromatography-densitometry then continued by measuring its maximum wavelenght, the melting point, the infrared spectra, the 1HNMR, the 13CNMR, and the LC-MS. The result using the recrystalization method could not provide curcumin with more than 90% in purity. On the other hand, the open-column chromatography conducted beforehand could be used to obtain curcumin with 90,4% in purity. In conclusion, open-column chromatography using silica gel 60 as stationary phase with dichlormethanemetanol (95:5) for mobile phase can be used to get an magnificent purity level of curcumin from turmeric curcuminoids that reach over 90%."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S33037
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Delafriadi Bustami
"ABSTRAK
Di Indonesia Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali dilaporkan terjadi di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968, yakni 15 tahun setelah terjadi wabah di Filipina. Pada tahun 1973 DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sejak tahun 1985 DBD telah menyebar di 28 propinsi kecuali propinsi Timor Timur (Sumarmo, 1989). Pada tahun 1993 seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan eksistensi DBD (Wuryadi, 1994).
DBa adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang tersebar luas di Indonesia, terutama di kota-kota besar (Surname, 1989).
Saat ini pencegahan atau pemberantasan penyakit DBD hanya efisien dilakukan dengan memutus rantai penularan manusia-nyamuk-manusia, yakni memberantas nyamuk penular Ae, aegypti karena vaksin dan obat anti virus belum ditemukan (Wuryadi, 1994). Berbagai cara pemberantasan Ae, aegypti yang telah dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia adalah pemberantasan kimiawi menggunakan malation untuk nyamuk dewasa dan temefos untuk stadium larva, di samping pemberantasan lingkungan melalui kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Namun demikian, hasil yang diperoleh masih belum memuaskan, bahkan jumlah kasus DBD cenderung meningkat dan penyebaran semakin luas. Di sisi lain, penggunaan insektisida sintetis walaupun memberikan hasil nyata dalam waktu relatif singkat, akan tetapi memerlukan dana yang besar. Selain itu pemakaian insektisida sintetis secara terus menerus dapat menimbulkan ketidak seimbangan lingkungan karena masuknya zat asing tersebut, dan juga meningkatkan kemungkinan timbulnya resistensi hewan sasaran serta musnahnya hewan bukan sasaran.
Selain penggunaan insektisida sintetis, terbuka juga kemungkinan penggunaan insektisida alami yang berasal dari tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang menunjukkan potensi untuk itu adalah tumbuhan mindi.
Mindi (Melia azedarach lien.) adalah tumbuhan perdu yang tumbuh liar atau sengaja ditanam sebagai pelindung pada perkebunan kopi dan teh. Hampir seluruh bagian tumbuhan ini telah dimanfaatkan dalam pengobatan berbagai penyakit secara tradisional. Daun, buah, kulit batang dan kulit akar tumbuhan ini dijadikan bubuk kemudian diseduh dengan air panas untuk digunakan sebagai obat diare, cacing, dan penyakit lainnya (Burkill, 1935).
Berdasarkan hasil skrining fitokimia, diketahui bahwa tanaman mindi memiliki senyawa golongan flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid. Selain itu juga mengandung karotenoid, lipida, meliatin dan klorofil. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas sebagai bahan insektisida adalah triterpen azadiraktin, meliantriol dan 7-trikosanol?
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Shaffa Rizky Chandra
"Kurkumin, polifenol hidrofobik yang diekstrak dari rimpang suku temu-temuan telah terbukti dalam banyak studi farmakologi memiliki potensi terapeutik yang beragam, termasuk sifat anti-inflamasi, antioksidan, antikanker, dan antivirus. Oleh karena itu, kurkumin berpotensi untuk dijadikan bahan baku obat herbal. Metode ekstraksi kurkumin yang saat ini paling sering digunakan adalah sokletasi karena menghasilkan yield yang tinggi. Akan tetapi, metode ini memerlukan waktu ekstrak yang lama, penggunaan pelarut organik dalam jumlah banyak, dan melibatkan proses pemanasan yang dapat merusak fitokimia. Ultrasound-assisted extraction (UAE) merupakan salah satu metode alternatif yang dapat dipilih karena metode ini mampu meningkatkan permeabilitas sel sehingga ekstraksi dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dalam suhu ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi metode UAE dengan menggunakan natural deep eutectic solvents (NADES) berbasis kolin klorida dan asam laktat sebagai pelarut ramah lingkungan dan memiliki biokompabilitas yang lebih baik dibanding pelarut organik. Pengaruh parameter ekstraksi seperti kandungan air dalam pelarut, % (b/v) solid loading, suhu, dan waktu ekstraksi akan diuji. Yield tertinggi yang diperoleh dari ekstraksi kunyit adalah 79,635 mg/g dengan kondisi 20% kandungan air dalam pelarut, 4% solid loading, suhu ekstraksi 350C, dan waktu ekstraksi 60 menit. Kinetika dari optimasi UAE ini kemudian dijelaskan dengan model Peleg dan transfer massa di mana hasilnya sudah kompatibel dengan data eksperimen. Kondisi optimum yang diperoleh dari ekstraksi kunyit selanjutnya digunakan untuk ekstraksi temu mangga dan temu ireng yang memperoleh yield berturut-turut sebesar 31,322 mg/g dan 19,730 mg/g. Berdasarkan yield yang diperoleh, penggunaan pelarut, suhu, dan waktu ekstraksi, metode UAE hasil optimasi dapat dipilih menjadi alternatif metode sokletasi. Selanjutnya, heksana sebagai antipelarut digunakan dalam separasi kurkuminoid dari oleoresin pada kunyit, temu mangga, dan temu ireng yang memberikan recovery kurkuminoid berturut-turut sebesar 39%, 27%, 7%. Solidifikasi kurkuminoid juga dilakukan dengan metode kristalisasi menggunakan pelarut n-heksana dan isopropil alkohol. Akan tetapi, kurkuminoid tidak bisa disolidifikasi dikarenakan masih adanya NADES dalam larutan ekstrak
Curcumin, a hydrophobic polyphenol derived from the plant of ginger family (Zingiberaceae) has been shown in many pharmacological studies to have diverse therapeutic potential, including anti-inflammatory, antioxidant, anticancer, and antiviral properties. Therefore, curcumin has the potential to be used as a raw material for herbal medicines. The most frequently used method to extract curcumin is Soxhlet since it gives high yields. However, this method requires a long extraction time, the use of large amounts of organic solvents, and involves a heating process that can damage the phytochemicals. Ultrasound-assisted extraction (UAE) is an alternative method that can be chosen because this method causes an increase in cell membrane permeability so that extraction can be carried out in a shorter time at room temperature. This study aims to optimize the UAE method, which is a modern extraction method using natural deep eutectic solvents (NADES) based on choline chloride and lactic acid as environmentally friendly solvents and have better biocompatibility than organic solvents. The impact of various process parameters such as solvent water content, % (w/v) solid loading, temperature, and extraction time were investigated. The maximum curcuminoid yields of 79.635 mg/g was achieved based on extraction in 20% water content NADES with 4% solid loading in 350C temperature for 1 hour. Peleg’s model and mass transfer model was used to describes the kinetics of the optimized UAE method, and the results were found to be compatible with experimental data. The optimum conditions obtained from turmeric extraction were then used for the extraction of mango ginger and black turmeric which gives yields of 31.322 mg/g and 19.730 mg/g, respectively. Based on the yield obtained, the use of solvents, temperature, and extraction time, the optimized UAE method can be chosen as an alternative Soxhlet method. Furthermore, hexane as an anti-solvent was utilized in the separation process of curcuminoids from oleoresin in turmeric, mango ginger, and black turmeric which gave curcuminoid recovery of 39%, 27%, 7%, respectively. Solidification of curcuminoids was also carried out by crystallization method using n-hexane and isopropyl alcohol as solvent. However, curcuminoids could not be solidified due to the presence of NADES in the extract solution."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldianov Masadi Putera
"Kurkumin, senyawa polifenol hidrofobik dari rimpang kunyit (Curcuma longa) memiliki aktivitas farmakologi yang luas. Bioavailabilitas kurkumin yang rendah menyebabkan pemanfaatannya masih belum maksimal. Dendrimer Poliamidoamin Generasi 4 (PAMAM G4) yang merupakan polimer unik bercabang, berukuran nanometer, monodisper, dan mampu menjerap molekul asing ke dalamnya dapat dimanfaatkan sebagai pembawa nanopartikel kurkumin untuk meningkatkan kestabilannya. Pada penelitian ini akan dibuat nanopartikel kurkumin menggunakan Polimer Dendrimer PAMAM G4 sebagai pembawanya dengan rasio Kurkumin : Dendrimer (50:25)μM dan diuji kestabilanya dalam lingkungan in vitro. Nanopartikel-Kurkumin-Dendrimer PAMAM G4 (NP-KD) dimurnikan menggunakan sentrifugasi ultrafiltrasi dan dikarakterisasi menggunakan TEM, PSA, Zetasizer, dan FTIR. Kestabilan dan efisiensi penjerapan ditetapkan secara spektrofotometri UV-Vis. Stabilitas Nanopartikel Kurkumin-Dendrimer PAMAM G4 secara in vitro dilakukan pengamatan setiap hari selama 10 hari dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukan bahwa NP-KD memiliki bentuk sferis dengan diameter partikel 53,9±65,55 nm, indeks polidispersitas 0,468±0,04, potensial zeta -68,505±1,845 mV. Hasil uji stabilitas NP-KD secara in vitro selama 10 hari menunjukan bahwa NP-KD stabil di dalam dapar pH 3,0 ; kurang stabil dalam Aquabides; Dapar pH 7,4; Dapar pH 11,0; NaCl 0,35%; NaCl 0,5%; NaCl 0,9%; dan tidak stabil dalam Sistein 1%; dan Bovin Serum Albumin (BSA) 2%. Hasil pengukuran NP-KD dalam dapar pH 3,0 setelah uji stabilitas menunjukan diameter partikel yang tetap stabil pada 45,97±13,08 nm dan memiliki nilai indeks polidispersitas 0,364±0,03. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa NP-KD stabil pada pH asam.

Curcumin, a hydrophobic polyphenol compound derived from the rhizome of turmeric (Curcuma longa) has a wide pharmacological activities. Low bioavailability of curcumin caused the under-developed utilization. Polyamidoamine Generation 4 (PAMAM G4) dendrimer is unique branched polymer , nano-sized, monodisperse, and has ability to entrap guest molecules so it can be used as ideal carrier systems to improve stability of curcumin nanoparticles. In this study, will be prepared and studies in vitro of curcumin nanoparticles with dendrimer PAMAM G4 as a carrier with ratio curcumin : dendrimer (50:25)μM. Nanocurcumin were purified by ultrafiltration centrifugation method and characterizated by TEM, PSA, Zetasizer and FTIR. The result showed that the spherical nanocurcumin have a particle size of 53,9±65,55 nm, polydisperisty index 0,468±0,04, and zeta potential -68,505±1,845 mV. Stability test result of nanocurcumin in 10 days showed that nanocurcumin were stable in buffer solution pH 3,0, almost stable in Aquabidest; buffer solution 7,4 and 11,0 ; NaCl solution 0,35%; 0,5% and 0,9% and unstable in cystein solution 1% and Bovin Serum Albumin (BSA) 2%. Particle measurement results after in vitro studies of nanocurcumin in buffer solution pH 3,0 after stability showed the particle was stable in 45,97±13,08 nm and polydispersity index was 0,364±0,03. Thus, these result nanocurcumin stable in acid solution."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Ariany
"Temulawak dan temu mangga merupakan tanaman obat yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional. Kedua tanaman ini sudah diteliti dan berpotensi sebagai penghambat aktivitas radikal bebas. Dalam penelitian ini, dilakukan standarisasi simplisia terhadap Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga), meliputi beberapa parameter yaitu kadar air, kadar abu total, kadar abu tak larut asam,kadar sari terlarut air, kadar sari terlarut etanol, pola kromatogram, kadar kurkuminoid. Simplisia yang sudah diuji berbagai parameter ini dikombinasikan menjadi sediaan teh herbal dalam berbagai perbandingan (10:0, 7:3, 5:5, 3:7 dan 0:10) dan dilakukan uji penghambatan aktivitas antioksidan secara in vitro dengan menggunakan standard kuersetin sebagai pembanding. Seduhan teh dari Rimpang Temulawak tunggal memiliki aktivitas penghambatan terhadap radikal DPPH lebih baik daripada Rimpang Temu Mangga tunggal, dengan Nilai IC50 seduhan rimpang temulawak (356,23 μg/mL), seduhan rimpang temu mangga (403,231 μg/mL), seduhan kombinasi 7:3 (424,495 μg/mL), seduhan kombinasi 5:5 (449,493 μg/mL), dan seduhan kombinasi 3:7 (461,888 μg/mL). Aktivitas antioksidan terbaik didapatkan pada teh herbal rimpang temulawak, dengan IC50 356,23 μg/mL. Rimpang Temulawak memiliki aktivitas penghambatan yang paling baik dengan nilai IC50 sebesar 356,23 μg/ml walaupun kurang berpotensi sebagai antioksidan.

"Temulawak" and "Temu Mangga" are a medicinal plant commonly used in traditional medicine. Both of these plants have a potential inhibitor of free radical activity. In this research, standardization of botanicals against rhizome temulawak (Curcuma xanthorrhiza) and Rhizome temu mangga (Curcuma manga)were done, includes several parameters such as moisture content, total ash, acid insoluble ash, water soluble extract levels, levels of dissolved ethanol extract, chromatogram patterns, levels of curcuminoids. Simplicia various parameters that have been tested are combined into herbal tea preparation in a variety of comparisons (10:0, 7:3, 5:5, 3:7 and 0:10) and the inhibition test in vitro antioxidant activity using quercetin as standard comparison. Steeping tea from a single rhizome Curcuma have inhibitory activity against DPPH radicals better than any single rhizome Temu Mangga, with IC50 value steeping ginger rhizome (356.23 mg / mL), steeping rhizome Intersection mango (403.231 mg / mL), steeping a combination of 7: 3 (424.495 mg / mL), steeping a combination of 5:5 (449.493 mg / mL), and steeping a combination of 3:7 (461.888 mg / mL). Best antioxidant activity was found in herbal tea ginger rhizome, with IC50 356.23 mg / mL. Ginger rhizome has the best inhibitory activity with IC50 values of 356.23 ug / ml, although less potential as an antioxidant.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S53818
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basalamah, Ahmad Muhammad
"Kanker ovarium merupakan kanker ginekologi tersering kedua, setelah kanker serviks dan juga merupakan salah satu jenis kanker dengan angka insidensi tertinggi pada wanita Indonesia. Cisplatin adalah salah satu jenis kemoterapi yang sering digunakan dalam terapi kanker ovarium. Cisplatin bekerja dengan memproduksi oksidatif stress untuk melawan sel kanker, akan tetapi mekanisme ini berpotensi untuk membahayakan tubuh, seperti menyebabkan toksisitas pada organ seperti hati dan ginjal, maupun toksisitas sistemik. Untuk mengurangi efek samping dari cisplatin, curcumin dapat ditambahkan. Curcumin juga dapat meningkatkan efek anti kanker cisplatin, akan tetapi bioavailabilitas curcumin masih cukup rendah. Oleh karena itu, kelompok penelitian kami mengembangkan curcumin dalam bentuk nano partikel, atau Nanocurcumin dengan ukuran 11,5 nm, yang sudah terbukti meningkatkan bioavailabilitas kurkurmin dalam tubuh. Penelitian ini adalah penelitian in vivo pada tikus Wistar betina. Penelitian ini mengobservasi efek anti kanker kemoterapi terhadap stress oksidatif yang dihasilkan oleh efek samping pengobatan kemoterapi dengan melihat konsentrasi SOD, GSH dan MDA dari sampel darah yang diambil dari vena di ekor tikus. Hasil yang diperoleh peneliti adalah tidak signifikan secara statistik, sehingga disimpulkan bahwa bahwa curcumin dan nanocurcumin tidak memodulasi SOD, GSH dan MDA pada terapi kanker ovariaum yang mendapat terapi cisplatin.

Ovarian cancer is the second most common gynaecological cancer, and is also one of cancer that has the highest incidence level in Indonesian women. One of the main chemotherapy that is used to treat ovarian cancer therapy is cisplatin. Cisplatin works by generating oxidative stress to fight the cancer, however this would act as double edged knife. While generating oxidative stress is good for the therapeutic purpose, it would cause harm to the body, such as causing organ toxicity and systemic toxicity. To reduce the side effect of cisplatin, curcumin can be used. Curcumin also has an anti-cancer effect that can enhance the therapeutic effect of cisplatin. However, curcumin has a low bioavailability. To overcome this, our research group developed a nanosized curcumin, called Nanocurcumin, with the size of 11,5 nm, it has been proven to increase the bioavailability of curcumin in the body. This research is in an in vivo experiment on female Wistar rats. This research will observe the effect of anticancer co-chemotherapy on oxidative stress, by looking into GSH, SOD and MDA concentration from blood samples that were collected from the vein of the rat's tail. Results obtained for GSH, SOD and MDA were statistically insignificant (p>0,05). In conclusion, curcumin and nanocurcumin don't modulate GSH, SOD and MDA in ovarian cancer model in rats treated with cisplatin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hamamah Gustiani
"Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang terkandung dalam tanaman rimpang kunyit dan menentukan aktivitas farmakologisnya. Beberapa penelitian telah mengungkap bioaktivitas kurkumin sebagai antioksidan, antibakteri, antifungi, anti-inflammatory, anti tumor, dan anti kanker. Meskipun kurkumin memiliki bioaktivitas yang luas, kurkumin memiliki bioavailabilitas yang rendah terkait dengan kelarutan kurkumin dalam tubuh yang rendah dan cepatnya metabolisme eksresi kurkumin dari dalam tubuh. Modifikasi struktur kurkumin dilakukan untuk meningkatkan lipofilitas senyawa kurkumin sehingga diharapkan dapat meningkatkan bioaktivitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi gugus hidroksi pada senyawa kurkumin melalui reaksi O-etilasi dengan dietil karbonat yang ramah lingkungan. Senyawa kurkumin diisolasi dari hasil sokhletasi rimpang kunyit dengan metode kromatografi kolom gravitasi (KKG) berupa silika gel. Isolat kurkumin diperoleh sebesar 20 % kemudian dikarakterisasikan. Isolat kurkumin ini dimodifikasi menjadi dietil kurkumin dengan katalis basa K2CO3 pada kondisi refluks selama 5 jam dengan persen hasil 21 %. Katalis transfer fasa TBAB ditambahkan pada sistem reaksi ini dan terbukti meningkatkan persentase produk sintesis. Produk sintesis telah diperoleh ketika reaksi berlangsung selama 1 jam dan terus mengalami kenaikan sampai waktu optimum selama 4 jam diperoleh persen hasil sebesar 89,15 %. Kurkumin dan senyawa turunannya ini dimurnikan dengan metode KKG dan dikarakterisasi dengan KLT, UV-Vis, FTIR, dan MS. Kemudian dilakukan pengujian antibakteri dengan metode difusi terhadap bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif Escherichia coli. Dietil kurkumin dan kurkumin dalam penelitian ini memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, namun tidak memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus. 

Curcumin is a polyphenol compound contained in turmeric rhizome plants, and determines its pharmacological activity. Several studies have revealed the bioactivity of curcumin as an antioxidant, antibacterial, antifungal, anti-inflammatory, anti-tumor, and anti-cancer. Although curcumin has extensive bioactivity, curcumin has a low bioavailability associated with rapid metabolism of its excretion from the body. Modification of curcumin structural have been explored to increase the lipofility of the curcumin compound so that it is expected to enhance its bioactivity. This study aims to modify hydroxyl groups in curcumin by O-ethylation with diethyl carbonate that is environmentally friendly. Curcumin was isolated by soxhletation of turmeric rhizome followed by column chromatography (CC) on silica gel. It was resulted in pure curcumin 20 %. Curcumin was modified into diethyl curcumin with a K2CO3 base catalyst under reflux conditions at 130 oC for 5 hours with a yield of 21%. TBAB, as a Phase Transfer Catalyst (PTC), is added to this reaction system and has been shown to improve the synthesis results. The products have been obtained when the reaction lasts for 1 hour and continues to increase, until the optimum time for 4 hours has obtained percent yield of 89.15%. Diethyl curcumin was also purified by CC method on silica gel. Curcumin and diethyl curcumin were characterized by TLC, UV-Vis, FTIR, and MS. Antibacterial testing was then carried out using the diffusion method against Gram positive Staphylococcus aureus and Gram negative Escherichia coli bacteria. Curcumin and diethyl curcumin had inhibitory zone against E.coli, but did not have inhibitory zone against S.aureus"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>