Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120010 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juwita Lestari
"Hiperpigmentasi adalah gangguan pigmen kulit karena produksi melanin secara berlebihan atau distribusi melaninnya yang tidak merata.Secara tradisional bahan alam yang diduga memiliki efek pemutih adalah kulit buah pisang muli (Musa acuminata Colla AA). Kulit buah pisang muli digunakan dengan cara digosokkan pada daerah yang hitam sehingga terbentuk warna kulit yang lebih cerah.
Untuk membuktikan bahwa kulit buah pisang muli dapat digunakan sebagai pemutih kulit, dilakukan penelitian secara in vitro dengan metode yang dilakukan sebelumnya oleh Arung (2005). Mekanisme kerja pemutih kulit yaitu menghambat enzim tirosinase pada reaksi l-tirosin dan l-dopadalam proses melanogenesis.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh ekstrak dan fraksi teraktif kulit buah pisang muli dalam menghambat tirosinase serta mengetahui golongan senyawa kimia dari ekstrak dan fraksi teraktif tersebut. Serbuk kering kulit buah pisang muli dimaserasi dengan pelarut etanol 80% kemudian difraksinasi dengan n-heksana, etil asetat, dan n-butanol secara berturut-turut hingga diperoleh fraksi air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi air dari ekstrak etanol kulit buah pisang muli merupakan fraksi teraktif dalam menghambat aktivitas tirosinase dengan nilai persen penghambatan 29,1%. Nilai IC50 dari fraksi air sebesar 58,75 µg/mL dan nilai IC50 ekstrak etanol kulit buah pisang muli yakni 63,12 µg/mL. Adapun golongan-golongan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak etanol yakni alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, terpenoid dan glikosida sedangkan pada fraksi air ekstrak etanol kulit buah pisang muli adalah alkaloid, flavonoid, tanin, dan glikosida. Hal ini menunjukkan bahwa kulit buah pisang muli memiliki potensi untuk digunakan sebagai pemutih kulit."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S60362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizatun
"Bahan alam menjadi alternatif yang potensial untuk terapi hiperpigmentasi atau pencerah kulit dan juga mempunyai aktifitas sinergis sebagai tabir surya. Salah satunya dari tanaman murbei yang mengandung oksiresveratrol yang bekerja sebagai tyrosinase inhibitor dalam proses melanogenesis. Oksiresveratrol diketahui memiliki kemampuan penghambatan 32 kali lebih kuat daripada asam kojat. Oksiresveratrol larut dalam air dan mudah terdegradasi. Hal tersebut adalah suatu kendala dalam pengembangan sediaan topikal. Penelitian ini akan mempelajari formulasi Nanostructured Lipid Carrier NLC untuk memperbaiki stabilitas zat aktif ekstrak murbei terhadap degradasi, dan sekaligus NLC sebagai sistem penghantaran guna peningkatan penetrasi perkutan dan efektifitasnya sebagai tabir surya dan pencerah kulit.
Simplisia akar murbei diekstraksi menggunakan beberapa jenis dan konsentrasi pelarut, ekstrak yang diperoleh dikarakterisasi, penetapan kadar oksiresveratrol, uji penghambatan tirosinase dan aktivitas antioksidan. Ekstrak diformulasi dalam NLC menggunakan optimasi dua metode yaitu mikroemulsi dan evaporasi penguapan pelarut dan pemilihan formula didasarkan pada ukuran partikel NLC, indeks polidispersitas, persen penjeratan, aktifitas penghambatan tirosinase dan antioksidan. Karakterisasi dilanjutkan untuk NLC yang dipilih meliputi zeta potensial, DSC, Difraksi sinar X, dan morfologi. NLC dibuat dalam sediaan gel dan dilakukan karakterisasi gel, uji penetrasi melalui perkutan dan uji stabilitas pada tiga suhu berbeda. Sediaan gel NLC dilanjutkan dengan uji iritasi metode Draize, penentuan SPF metode Petro dan aktifitas perlindungan kulit secara in vivo, uji iritasi metode HET CAM, dan uji iritasi metode patch test pada subjek. Subjek yang memenuhi syarat uji iritasi mengikuti uji efektifitas gel NLC secara in vivo dan dilakukan pengukuran indeks melanin menggunakan Dermalab.
Hasil menunjukkan bahwa ekstraksi menggunakan metanol 100 memberikan kadar oksiresveratrol paling tinggi, sedangkan ekstraksi menggunakan etanol 96 memberikan aktifitas penghambatan tirosinase dan antioksidan paling tinggi. Ekstrak etanol 96 diformulasi menjadi NLC dengan konsentrasi surfaktan 7 dan metode evaporasi penguapan pelarut. Tingkat penetrasi gel NLC dan stabilitas oksiresveratrol lebih tinggi dibandingkan sediaan gel ekstrak akar murbei. Gel NLC tidak memberikan efek iritasi pada hewan kelinci yang diabrasi maupun yang tidak diabrasi, tidak ada iritasi membran mukosa menggunakan uji HET CAM dan pada subjek. Gel NLC memiliki aktifitas perlindungan kulit dari sinar UV dibandingkan gel ekstrak akar murbei (p< 0.05.)

Natural ingredients become potential alternatives as hyperpigmentation or skin lightening agents and also have synergistic activities as sunscreen. One of natural ingredients is mulberry plant possessing oxyresveratrol that acts as a tyrosinase inhibitor for melanogenesis. This research studied the formulation of Nanostructured Lipid Carrier NLC to improve the stability of the active ingredient of mulberry extract against degradation and as a delivery system to enhance percutaneous penetration and its effectiveness as sunscreen and skin lightening.
Mulberry roots were extracted using several solvents with variuos ratios. The extracts were characterized for oxyresveratrol content, tyrosinase inhibition activity and antioxidant activity. The extract was then formulated into NLC using two optimized methods ie microemulsion and solvent evaporation. The resulting particles of NLC were selected based on particle size, polydispersity index, tyrosinase inhibitory activity and antioxidant activity. The characterization of the particles performed for further selection included zeta potential, DSC profile, X-ray diffraction profile, and the entrapment efficiency. The selected NLC was formulated into topical gel characterized for percutaneous penetration and stability at three different temperatures. In addition, the gel was further evaluated for SPF value by Petro method and in vivo skin UV protection activity, and irritation on human volunteers, rabits and eggs with HET CAM method. The volunteers eligible for the irritation test were topically administered the gel for in vivo efficacy as lightening agent by determination of melanin index using Dermalab.
The results showed that the extraction using 100 methanol gave the highest oxyresveratrol content, whereas the extraction using 96 ethanol gave the highest tyrosinase inhibitory activity and antioxidant activity. The 96 ethanol extract was formulated into NLC with 7 surfactant concentration using solvent evaporation method. The penetration rate and oxyresveratrol stability of the gel containing the selected NLC were higher than those of the gel containing the extract. The gel demonstrated no irritating effect on both skin abration and non-abration rabbits, no mucosal membrane irritation on eggs and human volunteers. The gel containing the selected NLC displayed better skin-protection activity from UV rays and skin lightening activity compared to the gel containing the extract (p<0.05).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
D2445
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dini Azika
"Latar Belakang: Tuberkulosis resistan obat (TB RO) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Tahun 2020 secara global terdapat 157.903 kasus TB Multi Drug Resistant/Rifampicin Resistant (MDR/RR) terdeteksi dan ternotifikasi, 95% dilakukan enrollment, namun angka keberhasilan pengobatan TB RR/MDR sebesar 59% dan TB XDR sebesar 52%, sedangkan di Indonesia terdapat 8.268 kasus TB RR/MDR, 52% dilakukan enrollment namun angka keberhasilan pengobatan TB RR/MDR sebesar 47% dan TB XDR 30%. Tahun 2020, Klofazimin (CFZ) merupakan salah satu bagian grup B pengobatan TB RO tanpa injeksi pada paduan jangka pendek dan jangka panjang. Terdapat beberapa efek samping dalam penggunaan CFZ salah satunya adalah hiperpigmentasi kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekerapan, karakteristik subjek, awitan, durasi, dan derajat hiperpigmentasi kulit akibat CFZ serta faktor apa saja yang berhubungan pada pengobatan TB RO di RSUP Persahabatan. Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien, dilakukan di Poli TB RO RSUP Persahabatan Juli 2021-Mei 2022, dengan teknik total sampling. Subjek penelitian adalah pasien TB RO yang mendapatkan CFZ di Poli TB RO di RSUP Persahabatan yang memulai enrollment pada tahun 2019-2020 yang memenuhi kriteria penelitian. Hiperpigmentasi kulit dinilai dari anamnesis bulanan setiap pasien kontrol. Hasil: Didapatkan 429 subjek penelitian dengan kekerapan hiperpigmentasi kulit pada 48 subjek (11,18%). Karakteristik subjek usia 41 (18−78) tahun, 58% laki-laki, 48% dengan gizi kurang dan normal, 25,2% komorbid DM tipe 2 dan 2,8% komorbid HIV, durasi pengobatan 285 (1−860) hari, kasus terbanyak TB RR/MDR sebesar 89,3%, dan luaran sembuh sebesar 47%. Efek samping hiperpigmentasi kulit didapatkan dengan median awitan 31 (28−168) hari pengobatan dan hingga pengobatan selesai efek samping hiperpigmentasi kulit masih didapatkan (belum reversibel). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara efek samping hiperpigmentasi kulit dengan durasi pengobatan (p=<0,001)m yakni hari ke 344 (70−769) dan paduan jangka pendek oral dan jangka pendek injeksi (p=<0,001)f dengan RR 10,100 (5,059−20,166). Kata kunci: efek samping, hiperpigmentasi kulit, klofazimin, tuberkulosis resistan obat.

Background: Drug-resistant tuberculosis (DR TB) is still a major health problem in the world. In 2020 globally there were 157,903 cases of Multi Drug Resistant/Rifampin Resistant (MDR/RR) TB detected and notified, 95% were enrolled, but the treatment success rate for RR/MDR TB was 59% and XDR TB was 52%, while in Indonesia there were Of the 8,268 cases of RR/MDR TB, 52% underwent enrollment but the success rate of RR/MDR TB treatment was 47% and 30% XDR TB. In 2020, Clofazimine (CFZ) is part of group B RO-TB treatment without injection in short-term and long-term combinations. There are several side effects in using CFZ, one of which is skin hyperpigmentation. This study aims to determine the frequency, subject characteristics, onset, duration, and degree of skin hyperpigmentation due to CFZ and what factors are related to the treatment of DR TB at Persahabatan Hospital. Methods: The design of this study was a retrospective cohort using patient medical record data, carried out at the DR TB clinic Persahabatan Hospital from July 2021-May 2022, with a total sampling technique. The research subjects were DR TB patients who received CFZ at the DR TB clinic at the Persahabatan Hospital who started enrollment in 2019-2020 who met the research criteria. Skin hyperpigmentation was assessed from the monthly history of patient. Results: There were 429 subjects who received CFZ with frequent skin hyperpigmentation in 48 subjects (11.18%). Subject’s characteristics are 41 (18−78) years old, 58% male, 48% with malnutrition and normal, 25.2% comorbid type 2 DM and 2.8% comorbid HIV, duration of treatment 285 (1−860) days, the most cases of RR/MDR TB were 89.3%, and the outcome recovered was 47%. The side effect of skin hyperpigmentation was obtained with a median onset of 31 (28−168) days of treatment and until the end of treatment the side effect of skin hyperpigmentation was still found (not reversible). Conclusion: There is a relationship between side effects of skin hyperpigmentation with treatment duration (p=<0.001)m i.e. day 344 (70−769) and short-term oral and short-term injection (p=<0.001)f with RR 10.100 (5.059−20.166)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dini Azika
"Latar Belakang: Tuberkulosis resistan obat (TB RO) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Tahun 2020 secara global terdapat 157.903 kasus TB Multi Drug Resistant/Rifampicin Resistant (MDR/RR) terdeteksi dan ternotifikasi, 95% dilakukan enrollment, namun angka keberhasilan pengobatan TB RR/MDR sebesar 59% dan TB XDR sebesar 52%, sedangkan di Indonesia terdapat 8.268 kasus TB RR/MDR, 52% dilakukan enrollment namun angka keberhasilan pengobatan TB RR/MDR sebesar 47% dan TB XDR 30%. Tahun 2020, Klofazimin (CFZ) merupakan salah satu bagian grup B pengobatan TB RO tanpa injeksi pada paduan jangka pendek dan jangka panjang. Terdapat beberapa efek samping dalam penggunaan CFZ salah satunya adalah hiperpigmentasi kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekerapan, karakteristik subjek, awitan, durasi, dan derajat hiperpigmentasi kulit akibat CFZ serta faktor apa saja yang berhubungan pada pengobatan TB RO di RSUP Persahabatan. Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien, dilakukan di Poli TB RO RSUP Persahabatan Juli 2021-Mei 2022, dengan teknik total sampling. Subjek penelitian adalah pasien TB RO yang mendapatkan CFZ di Poli TB RO di RSUP Persahabatan yang memulai enrollment pada tahun 2019-2020 yang memenuhi kriteria penelitian. Hiperpigmentasi kulit dinilai dari anamnesis bulanan setiap pasien kontrol. Hasil: Didapatkan 429 subjek penelitian dengan kekerapan hiperpigmentasi kulit pada 48 subjek (11,18%). Karakteristik subjek usia 41 (18−78) tahun, 58% laki-laki, 48% dengan gizi kurang dan normal, 25,2% komorbid DM tipe 2 dan 2,8% komorbid HIV, durasi pengobatan 285 (1−860) hari, kasus terbanyak TB RR/MDR sebesar 89,3%, dan luaran sembuh sebesar 47%. Efek samping hiperpigmentasi kulit didapatkan dengan median awitan 31 (28−168) hari pengobatan dan hingga pengobatan selesai efek samping hiperpigmentasi kulit masih didapatkan (belum reversibel). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara efek samping hiperpigmentasi kulit dengan durasi pengobatan (p=<0,001)m yakni hari ke 344 (70−769) dan paduan jangka pendek oral dan jangka pendek injeksi (p=<0,001)f dengan RR 10,100 (5,059−20,166).

Background: Drug-resistant tuberculosis (DR TB) is still a major health problem in the world. In 2020 globally there were 157,903 cases of Multi Drug Resistant/Rifampin Resistant (MDR/RR) TB detected and notified, 95% were enrolled, but the treatment success rate for RR/MDR TB was 59% and XDR TB was 52%, while in Indonesia there were Of the 8,268 cases of RR/MDR TB, 52% underwent enrollment but the success rate of RR/MDR TB treatment was 47% and 30% XDR TB. In 2020, Clofazimine (CFZ) is part of group B RO-TB treatment without injection in short-term and long-term combinations. There are several side effects in using CFZ, one of which is skin hyperpigmentation. This study aims to determine the frequency, subject characteristics, onset, duration, and degree of skin hyperpigmentation due to CFZ and what factors are related to the treatment of DR TB at Persahabatan Hospital. Methods: The design of this study was a retrospective cohort using patient medical record data, carried out at the DR TB clinic Persahabatan Hospital from July 2021-May 2022, with a total sampling technique. The research subjects were DR TB patients who received CFZ at the DR TB clinic at the Persahabatan Hospital who started enrollment in 2019-2020 who met the research criteria. Skin hyperpigmentation was assessed from the monthly history of patient. Results: There were 429 subjects who received CFZ with frequent skin hyperpigmentation in 48 subjects (11.18%). Subject’s characteristics are 41 (18−78) years old, 58% male, 48% with malnutrition and normal, 25.2% comorbid type 2 DM and 2.8% comorbid HIV, duration of treatment 285 (1−860) days, the most cases of RR/MDR TB were 89.3%, and the outcome recovered was 47%. The side effect of skin hyperpigmentation was obtained with a median onset of 31 (28−168) days of treatment and until the end of treatment the side effect of skin hyperpigmentation was still found (not reversible). Conclusion: There is a relationship between side effects of skin hyperpigmentation with treatment duration (p=<0.001)m i.e. day 344 (70−769) and short-term oral and short-term injection (p=<0.001)f with RR 10.100 (5.059−20.166)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Sandy Pangestu
"Penelitian untuk mengetahui konsentrasi higromisin optimum untuk seleksi tanaman hasil transformasi telah dilakukan. Optimasi menggunakan higromisin 30 ppm dengan waktu seleksi 3 minggu dan 50 ppm dengan waktu seleksi 2 minggu menunjukkan bahwa semua tunas dapat bertahan hidup pada medium seleksi. Analisis PCR, uji histokimia GUS dan uji higromisin pada daun tanaman sebagai uji validasi menunjukkan bahwa tidak semua tanaman yang bertahan hidup pada medium seleksi menunjukkan keberadaan gen hpt dalam tanaman dan mengekspresikannya. Hasil kolerasi ketiga uji validasi menunjukkan konsentrasi higromisin 50 ppm memberikan persentase kepercayaan seleksi tanaman lebih baik (61,61%) dibandingkan konsentrasi 30 ppm (33,33%). Penggunaan konsentrasi 50 ppm dengan waktu seleksi lebih dari dua minggu dapat digunakan untuk meminimalkan lolosnya tanaman nontransgenik.

Study to determine the optimum concentration of hygromycin for plant selection resulted from transformation has been done. Optimization using hygromicin at 30 ppm for 3 weeks and 50 ppm for 2 weeks showed that all plants can survive on hygromycin selection medium. PCR analysis, GUS histochemical assay and hygromycin assay in plant leaves as a validation test proved that not all survival plants showed the presence of hpt gene in the plant genome and expressed. Hygromycin concentration at 50 ppm gave better reliability of plant selection (61,61 %) than concentration at 30 ppm. The use of hygromycin concentration at 50 ppm with duration more than 2 weeks should be done to minimize non-transgenic plants escape."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S907
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Livia Zafira Adiyantara
"Pisang Cavendish (Musa acuminata Colla) merupakan salah satu kultivar pisang yang menghadapi ancaman serius berupa serangan penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh infeksi kapang patogen Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc). Penyakit layu Fusarium menyebabkan penurunan penurunan kaualitas dan produksi tanaman pisang. Penggunaan mikroorganisme sebagai biokontrol dapat dikembangkan untuk alternatif fungisida dalam pengendalian penyakit layu Fusarium di tanaman pisang. Streptomyces spp. diketahui mampu memproduksi senyawa metabolit yang bersifat antifungi dan menekan pertumbuhan patogen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh, mengetahui aktivitas biokontrol, dan mengidentifikasi isolat yang diduga sebagai Streptomyces spp. yang diisolasi dari PT Green Giant Pineapple (GGP), Lampung Timur. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian secara in vitro yang meliputi uji aktivitas enzim protease, kitinase, selulase, peroksidase, siderofor, amonia, HCN, dan katalase. Pengujian dilanjutkan dengan identifikasi secara molekuler dan uji kompatibilitas antarisolat. Isolat 1H31, 2H44, 3H32, 3H42, dan 5H5 berhasil diisolasi dari tanah Perkebunan pisang. Isolat terseleksi mampu menghambat kapang Foc dan saling kompatibel. Isolat 3H42 dan 5H5 menunjukkan aktivitas biokontrol yang paling baik yang diketahui dari hasil positif yang ditunjukkan pada semua uji aktivitas biokontrol yang dilakukan. Kelima isolat terseleksi diketahui memiliki kemiripan secara morfologis dan filogenetik dengan S. malaysiensis, S. scabei, S. cameroonensis, S. abikoensis, dan S. katrae.

Cavendish banana (Musa acuminata Colla) is one of the banana cultivars that faces a serious threat in the form of Fusarium wilt disease caused by infection with the pathogenic fungus Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc). Fusarium wilt disease causes a decrease in the quality and production of banana plants. The use of microorganisms as biocontrol can be developed as an alternative to fungicides to control Fusarium wilt disease in banana plants. Streptomyces spp. is known to produce metabolite compounds that are antifungal and suppress pathogen growth. The purpose of this study was to obtain, determine the biocontrol activity, and identify isolates suspected as Streptomyces spp. isolated from PT Green Giant Pineapple (GGP), East Lampung. The method used in this research is in vitro testing which includes enzyme activity tests of protease, chitinase, cellulase, peroxidase, siderophore, ammonia, HCN, and catalase. The test was continued with molecular identification and compatibility test between isolates. Isolates 1H31, 2H44, 3H32, 3H42, and 5H5 were successfully isolated from banana plantation soil. The selected isolates were able to inhibit Foc mold and were mutually compatible. Isolates 3H42 and 5H5 showed the best biocontrol activity known from the positive results shown in all biocontrol activity tests conducted. The five selected isolates are known to have morphological and phylogenetic similarities with S. malaysiensis, S. scabei, S. cameroonensis, S. abikoensis, and S. katrae."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utari Oemardy
"Tirosinase merupakan enzim monooksigenase yang berperan dalam katalisis dua reaksi tahap pertama pembentukan melanin. Pigmen melanin melindungi kulit dari radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, tetapi produksi melanin yang berlebihan dapat mengakibatkan gangguan kulit seperti melasma dan bintik-bintik hitam pada kulit. Oleh Karena itu, saat ini inhibitor tirosinase banyak digunakan dalam dunia kosmetik dan pengobatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya potensi penghambatan aktivitas tirosinase dan mengidentifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak dan fraksi teraktif kulit buah markisa. Ekstraksi dilakukan secara berturut-turut menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol. Setiap ekstrak diuji penghambatan aktivitas tirosinase menggunakan spektrofotometer yang dilengkapi dengan microplate reader melalui pengukuran serapan L-dopakrom yang terbentuk pada panjang gelombang 490 nm. Ekstrak teraktif yaitu ekstrak n-heksan dipisahkan menggunakan kromatografi kolom dan dilakukan uji penghambatan tirosinase terhadap fraksi gabungan. Golongan senyawa kemudian diidentifikasi pada ekstrak n-heksan dan fraksi dengan persen penghambatan tertinggi yaitu FG 5. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan memiliki potensi penghambatan tirosinase tertinggi dengan IC50 85,46 μg/mL dan mengandung senyawa steroid-terpen; FG 5 juga mengandung senyawa steroid-terpen, namun tidak memiliki potensi penghambatan tirosinase.

Tyrosinase is monooxygenase enzyme that plays an important role in two major reactions of melanin production. Melanin pigment protects skin from free radical that may lead skin damage, but an excessive production of melanin may cause skin disorder such as melasma and freckles. Therefore, nowadays many tyrosinase inhibitor are used in cosmetic and medical field. This study was conducted to find out potential inhibition of tyrosinase activity and to identify compound group in extract and the most active fraction of passion fruit rind. Extraction was carried out sequentially using three solvents with increasing polarity; n-hexane, ethyl acetate, and methanol. Each extract was tested using microplate-reader spectrophotometer by measuring L-dopachrome absorbance at 490 nm. The most active extract, n-hexane extract was separated using column chromatography and tyrosinase inhibition assay was performed in the combined fractions. Compound group then was identified in n-hexane extract and fraction with the highest inhibition percentage, FG 5. The result showed that n-hexane extract had the highest inhibition potential with IC50 value of 85,46 μg/mL and contained steroid-terpene; FG 5 also contained steroid-terpene, but it did not have tyrosinase inhibition potential."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Handayani
"Hiperpigmentasi menyebabkan penggelapan warna kulit akibat produksi melanin yang berlebihan. Kelebihan melanin kulit dapat dikontrol oleh senyawa fenolik melalui penghambatan aktivitas tirosinase dalam mengubah produk L-DOPA menjadi dopakuinon. Kulit batang C. pulcherrimum mengandung senyawa fenolik seperti flavonoid, namun aktivitas dalam menghambat tirosinase belum diteliti.
Tujuan dari penelitian adalah menguji efek pemutih ekstrak etanol dan fraksi kulit batang C. pulcherrimum dengan menghambat aktivitas tirosinase yang diukur pada λ = 490 nm. Ekstrak etanol difraksinasi secara partisi cair-cair kemudian diuji penghambatan tirosinasenya. Pemisahan menggunakan kromatografi kolom dilakukan pada fraksi etil asetat dan diperoleh 7 subfraksi berdasarkan kesamaan kromatogram pada pelat KLT dan diuji penghambatan tirosinasenya.
Hasil uji menunjukkan nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak etanol adalah 55,489 µg/mL. Fraksi dengan aktivitas penghambatan tertinggi dari kulit batang C. pulcherrimum adalah fraksi n-butanol diikuti oleh fraksi etil asetat (IC50 62,474 dan 90,441 µg/mL). Subfraksi 4 (SF4) memiliki aktivitas penghambatan tertinggi dengan persentase penghambatan 25,971. Kulit batang C. pulcherrimum memiliki penghambatan tirosinase lemah dan masih rendah dibandingkan asam askorbat.

Hyperpigmentation cause the darkening of the skin?s color due to excessive melanin production. The excessive melanin production can be controlled by phenolic compounds through inhibition of tyrosinase in changing L-DOPA to dopaquinone. Stem bark of C. pulcherrimum consist of flavonoid and xanthone, and has not been studied as tyrosinase inhibitor.
The aims of study was to investigate whitening potency of ethanol extract and fractions from stem bark of C. pulcherrimum as tyrosinase inhibitor which were evaluated at λ = 490 nm. The ethanol extract was liquid-liquid partition fractionated then the activity of tyrosinase inhibition were tested. The ethyl acetate fraction was fractionated by using column chromatography which obtained 7 subfractions based on the similarity chromatogram on the TLC plate and then the activity of tyrosinase inhibition were tested.
The ethanol extract showed an IC50 value was 55,489 µg/mL. The highest inhibition of tyrosinase from the fractions was given by n-butanol fraction then followed by ethyl acetate fraction with IC50 values 62,474 dan 90,441 µg/mL. The most active subfraction was the fourth (SF4) with inhibition percentage 25,971. The result showed that stem bark of C. pulcherrimum doesn?t have activity as strong tyrosinase inhibitor and that?s still lower than ascorbic acid."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60052
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tilaar, Astrid Fabiola
"Pemasaran produk pencerahan kulit mengalami peningkatan terutama di daerah Asia Pasifik. Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya menganggap bahwa kulit putih itu cantik, sehingga memotivasi wanita Indonesia untuk memakai produk pencerah kulit.
Tujuan dari penelitian ini untuk mencari bahan baku yang bermanfaat sebagai pencerah kulit yang berasal dari tanaman Indonesia dengan mengetahui potensi ekstrak etanol daging buah salak varietas Bongkok (Salacca edulis Reinw) terhadap aktivitas pencerahan kulit. Salak varietas Bongkok mengandung flavonoid yang diduga memiliki kemampuan dalam proses depigmentasi kulit. Studi in vitro yang dilakukan adalah uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH dan uji penghambatan tirosinase.
Dari hasil uji in vitro didapatkan bahwa ekstrak etanol daging buah salak memiliki aktivitas antioksidan pada konsentrasi 1%, 3% dan 5%, sedangkan kemampuannya menghambat tirosinase diperoleh pada konsentrasi 3% dan 5%, tidak pada konsentrasi 1%. Pada uji manfaat dengan analisis univariat, krim uji yang mengandung ekstrak etanol daging buah salak 3% dengan uji T-test terbukti ada penurunan yang signifikan pada indeks melanin kulit (p<0,001).
Dengan analisis bivariat, krim uji yang mengandung ekstrak etanol daging buah salak 3% mengalami penurunan indeks melanin yang baik dibandingkan dengan basis krim dengan signifikansi 0,001(p<0,05). Dengan hasil yang diperoleh diharapkan ekstrak etanol daging buah salak dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pencerahan kulit sehingga dapat mengurangi ketergantungan industri kosmetik dalam negeri terhadap bahan baku impor.

The whitening skin product market has been growing significantly in Asia Pacific. Indonesia is one of those countries which mainly thinks that having a white color skin is simply beautiful. Therefore, it motivates Indonesian women to buy more whitening product to satisfy their beauty needs.
The purpose of this research is to find raw material for whitening product from Indonesian plants that can be useful as skin lightening agents. This study investigate the potential of ethanolic extract from snake fruit in the activity as skin enlightenment. Salacca edulis Reinw (Snake fruit Bongkok varieties) contains flavonoids which have been reported to play a part in skin depigmentation. The study conducted in vitro antioxidant activity assay using DPPH and tyrosinase inhibition assay.
The test results showed that in vitro, snake fruit ethanolic extract have antioxidant activity at concentration of 1%, 3% and 5%. The ability to inhibit tyrosinase is observed at a concentration of 3% and 5%. The univariate analysis from the efficacy test, using cream containing 3% extract to T-test proved that there was a significant reduction in skin melanin index (p <0,001).
In bivariate analysis, cream containing 3% extract decrease melanin index which compares favorably with the base cream with significance 0,001 (p <0,05). The results obtained strongly suggest that snake fruit ethanol extract can be used as raw material for skin lightening so as to reduce dependence of the domestic cosmetics industry on imported raw materials."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T33129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuriza Ulul Azmi
"Inhibitor tirosinase merupakan senyawa yang dapat mengatur metabolisme melanin sehingga sering digunakan sebagai agen untuk mencegah hiperpigmentasi kulit dan agen pemutih pada produk kosmetik. Telah dilakukan pengujian penghambatan aktivitas tirosinase pada tanaman Cassia fistula. Cassia siamea dan C. fistula merupakan tanaman dari marga yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti adanya aktivitas penghambatan tirosinase dan mengidentifikasi golongan senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak dan fraksi teraktif dari daun johar (C. siamea Lamk.). Serbuk simplisia dimaserasi secara bertingkat menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol. Ketiga ekstrak tersebut diuji aktivitas penghambatan tirosinase menggunakan plate reader melalui pengukuran pembentukan L-dopakrom pada 490 nm. Ekstrak teraktif yaitu ekstrak metanol difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dipercepat dan dilakukan pengujian aktivitas penghambatan tirosinase dari fraksi gabungan yang diperoleh. Selanjutnya diidentifikasi golongan senyawa kimia pada ekstrak dan fraksi teraktif. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari ketiga ekstrak yang diuji, ekstrak metanol memiliki aktivitas penghambatan tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 170,268 μg/mL dan mengandung senyawa fenol, flavonoid, saponin, dan glikon. Fraksi teraktif memiliki nilai IC50 sebesar 482,355 μg/mL dengan kandungan senyawa fenol, flavonoid, dan glikon. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak metanol memiliki aktivitas penghambatan tirosinase paling tinggi dengan tipe penghambatan nonkompetitif.

Tyrosinase inhibitors are compounds that can regulate the metabolism of melanin so it is often used as an agent to prevent hyperpigmentation and skin whitening in cosmetic products. Have investigated tyrosinase inhibitory activity of Cassia fistula. Cassia siamea and C. fistula are the plants with the same genus. This study aims to investigated the inhibition of tyrosinase activity and identified chemical compounds in the most active extract and fraction of johar (C. siamea Lamk.) leaves. Crude drug powder was macerated using n-hexane, ethyl acetate, and methanol. The three extracts were tested using the plate reader by evaluated the formation of L-dopachrome at 490 nm. The methanol extract was fractionated using vacuum column chromatography and the tyrosinase inhibitory activity assays were performed in the combined fractions. The chemical compounds identified in the most active extract and fraction. The results showed that methanol extract has the highest inhibitory activity with IC50 values 170.268 μg/mL and contains phenolic, flavonoid, saponin, and glycone. The most active fraction has IC50 value 482,355 μg/mL with the content of phenolic, flavonoid, and glycone. The results show that the methanol extract has the highest activity of tyrosinase inhibition by a noncompetitive type of inhibition."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>