Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39722 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Ayu Wulandari
"Berkembangnya budaya konsumsi serta persaingan brand fesyen dalam menarik konsumen menjadikan adanya kebutuhan akan ruang yang representatif untuk memperkenalkan produknya. Tak jarang saat ini seorang perancang busana bekerjasama dengan seorang arsitek khususnya dalam merancang sebuah event space, yaitu ruang yang dirancang atau direncanakan sesuai tujuan yang ingin dicapai dengan menghadirkan pengalaman-pengalaman diluar kebiasaan/rutinitas yang biasa terjadi sehari-hari sehingga dianggap menjadi hal yang spesial atau istimewa.
Dalam penulisan skripsi ini saya ingin menelaah lebih lanjut bagaimana sebuah event space yang dirancang oleh arsitek dapat menjadi media penyampaian ide karya fesyen serta menghubungkan antara perancang busana dengan konsumennya. Dengan kajian teori terkait fesyen dan arsitektur serta studi kasus dua pagelaran busana kerjasama perancang busana dan arsitek, dapat disimpulkan bahwa event space dapat menjadi media penyampaian ide karya fesyen dengan menghadirkan pengalaman ruang terkait konsep karya fesyen melalui indra, narasi, serta persepsi yang dapat disampaikan secara eksplisit/harafiah maupun hanya sebagai trigger awal desain event space.

The consumerism and fashion brand competition in attracting consumers call up the need of representative space to introduce their products. Not infrequently, fashion designers work with architects, especially in designing an event space, a temporal space that is designed or planned according objectives to be achieved by presenting experiences that are different with common experiences in everyday life, so considered to be a special case.
By writing this essay I want to examine how an event space designed by architect serves as a medium in delivering fashion ideas, connecting fashion designer with their consumers. With studies related to fashion and architectural theory and case studies of two fashion runway designed by fashion designers and architects, it can be concluded that event space can be a medium for delivering of fashion ideas by presenting spatial experience related to the concept of fashion through the senses, narration, and perceptions that can be delivered explicitly/literal or simply as initial trigger of event space design.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Pawitrasari
"Skripsi ini membahas penggandaan makna ruang yang terjadi pada ruang mal. Mal tidak hanya dimaknai sebagai ruang terjadinya kegiatan perdagangan saja, namun juga sebagai ruang terjadinya kegiatan catwalk. Hal ini terkait dengan kualitas ruang pada mal yang membentuk hubungan antara manusia, yaitu dilihat dan melihat, sehingga memicu manusia untuk tampil dalam atribut fesyen yang stylish.
Berfesyen merupakan cara bagi manusia untuk mengintimidasi ruang yang mereka jejaki. Fesyen sebagai tampilan luar manusia, dapat menggambarkan identitas manusia berdasarkan tingkat ekonomi, sosial, dan budaya. Semakin tinggi tingkatan ekonomi, sosial, dan budaya yang manusia punya, maka manusia semakin mempunyai kekuatan terhadap ruang yang dijejakinya.

This thesis discusses about doubling meaning of space that occurred at the mall space. Mall is not only defined as the occurrence of space commerce activities, but also as a space of catwalk events. This is related to the quality of space in malls that produce the relationship between humans, which is seen and see, leading them to appear in a stylish fashion attributes.
Wearing fashion is a way for people to intimidate their space. Fashion as the outer appearance of human, can describe human identity based on the level of economic, social, and cultural. The higher level of economic, social, and cultural that human have, the more she/he has the power of her/his space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52274
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Karisma
"

Dualisme sebagai elemen penting dalam kehidupan manusia (Caan, 2011) pada konteks kota diwujudkan dengan adanya perbedaan antara publik dan privat. Dalam konteks publik, dualisme kembali memecah komunitas—sekelompok manusia yang berinteraksi dalam suatu lokasi terus menerus (KBBI daring, 2020)—menjadi inside dan outside. Adanya lokasi yang digunakan membentuk attachment komunitas sehingga place tersebut berubah menjadi territory yang dilengkapi oleh physical and spatial boundaries. Perbedaan ini menimbulkan pertentangan antar-komunitas sehingga bagaimana manusia memersepsikan ruang terpengaruh dengan boundaries sesuai dengan posisi mereka dalam masyarakat. Akan dilakukan pembahasan mengenai persepsi dan dampak pertentangan dan boundaries dengan menggunakan studi kasus karya fiksi The Hunchback of Notre-Dame (1831) karya Victor Hugo yang memiliki banyak outside dengan latar belakang yang berbeda satu sama lain yang selanjutnya akan dipersepsikan menggunakan The Body and the City (Steve Pile, 1996), The Image of the City (Kevin Lynch, 1960) dan The Poetics of Space (Gaston Bachelard, 1994). Pada studi ini, pembedaan inside-outside didasari oleh kondisi sosio-spasial kota. Didapatkan bahwa perilaku dan boundaries yang dibentuk inside sangat berpengaruh pada reaksi yang diberikan oleh outside. Faktor ini dengan mudah mendorong outside keluar baik dari place atau territory inside maupun tempat publik. Hal ini selanjutnya mempengaruhi bagaimana outside berinteraksi dengan ruang privat atau place personalnya. Boundaries dimunculkan baik sebagai pelindung atau pembatas outside yang secara dominan memunculkan disconnectedness diwujudkan dengan jarak yang bersifat vertikal (adanya perbedaan ketinggian). Hal ini mempengaruhi bagaimana outside berinteraksi dengan place privat atau personal mereka.


Dualism as an important aspect in human life (Caan, 2011) on a city scale is realized with a differentiation between public and private. In the public context, dualism then divides community—a group of people interacting on a certain location for a prolonged period (online KBBI, 2020)—into inside and outside. This location forms communities’ attachment, hence said location turned into their territory with its own physical and spatial boundaries. This differentiation causes conflict between communities and in turn affects how people perceive space is influenced by boundaries corresponding to their position in society. Discussion on how this conflict and boundaries affects perception will use a literary study case The Hunchback of Notre-Dame (1831) by Victor Hugo in which many of its characters acts as an outside with various background using The Body and the City (Steve Pile, 1996), The Image of the City (Kevin Lynch, 1960) and The Poetics of Space (Gaston Bachelard, 1994). On this study, inside-outside differentiation is based on a city’s existing socio-spatial condition. It is noted that behaviour and boundaries established by inside impacts heavily on the outside’s reaction. This factor easily pushes outside out from both inside’s territory and public space. Boundaries could be established to protect or alienate the outside that dominantly manifested by a vertical distance (distinction on height). This impacts how outside interacts with their private/ personal place.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Chanifah
"Skripsi ini membahas mengenai pengalaman ruang temporal threshold space yang dialami melalui proses melewati pintu. Ruang threshold dapat dihadirkan salah satunya pada area transisi bukaan, yang mana area ini biasanya ditempatkan sebuah pintu yang memiliki beberapa peran sebagai penghubung dan pemisah antar dua ruang. Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui keterkaitan antara bentuk ruang threshold dan peran pintu dengan pengalaman ambiguitas yang dihasilkan ketika dialami melalui proses melewati pintu (proses encounter). Dari studi kasus pada beberapa pintu di ruang transisi, didapat kesimpulan bahwa terdapat keterkaitan antara bentuk ruang threshold dan peran pintu di ruang transisi dengan pengalaman ambiguitas yang dihasilkan.

This thesis discusses the experience of threshold space by experiencing through the process of passing through the door. One of the threshold spaces can be presented in the transition opening area, where this area has usually place a door that has several roles as a liaison and divider between the two spaces. The purpose of this thesis is to find out the relationship between the role of the door and shape of threshold space with the experience of ambiguity that is experiencing through the process of passing through the door in the transition area (encounter process). From the case study on several doors in the transition room, it can be concluded that there is a relationship between the role of the door and shape of threshold space in the transition room with the resulting ambiguity experience."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asiyah Rohmatun
"Gaya hidup yang terus berkembang mengakibatkan mode fesyen juga terus mengalami perkembangan. Perkembangan ini menjadikan pakaian tidak lagi sekedar untuk melingkupi tubuh, namun menjadikan pakaian sebagai salah satu cara untuk menunjukkan identitas diri seseorang. Dalam hal fesyen, berkembangnya mode fesyen berakibat pada bertambahnya koleksi pakaian dan aksesoris yang dimiliki seseorang, terutama wanita. Banyaknya koleksi pakaian dan aksesoris yang dimilki membuat perlu adanya penambahan ruang. Karena itu, closet hadir sebagai salah satu alternatif bagi manusia untuk menyimpan pakaian dan aksesoris lainnya.
Pada skripsi ini, untuk mengetahui bagaimana fesyen mempengaruhi perubahan ruang, penulis melihat proses hadirnya closet sebagai tempat penyimpanan pakaian yang dijabarkan secara menyeluruh sejak awal kemunculannya hingga saat ini. Dalam hal ini dilakukan studi komparasi terhadap gaya berpakaian pada beberapa masa dengan bagaimana closet berfungsi pada masa tersebut. Sehingga, dengan berubahnya kebutuhan manusia maka ruang yang dihadirkan juga akan berubah mengikuti kebutuhan manusianya. Dengan dilakukannya studi komparasi ini, terlihat bahwa terdapat keterkaitan antara perubahan fungsi ruang yang terjadi, dalam hal ini closet, dengan gaya hidup manusianya, khususnya gaya berpakaian, yang terus berkembang dan berubah.

Evolving lifestyle enables fashion to experience growth as well. This growth of fashion is not only making clothes to cover the body, but also as a way to show one's self-identity. In terms of fashion, the growth of fashion resulting high demand on collecting fashion apparel and accessories owned by a person, especially women. A large collection of clothes and accessories that they owned, lead to addition of clothing space. Therefore, the closet becomes one of alternatives for people to store clothes and other accessories.
In this thesis, to find out how the fashion effects the changes of space, writer seen through the emergence process of closet as clothes storage which will be thoroughly elaborates since its beginning up to now. In this case, writer conducted a comparative study between fashion and how the function of closet in some period of time. Thus, the findings show that the changing of human needs causing the space production. After all, it appears that there is a strong relationship between the changes of space function, which occurs in the closet and the fashion, which is constantly growing and changing.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Januandaresta
"Pertunjukan tari membangun ruang interaksi langsung antara penari dan penonton yang melibatkan reaksi kinestetik. Reaksi kinestetik merupakan reaksi tubuh yang dialami oleh penari maupun penonton ketika berada di ruang tari, tidak hanya membentuk pengalaman estetis tetapi juga menghubungkan tubuh dengan makna yang memicu pengalaman subjektif masing-masing. Penari mengekspresikan makna melalui gerakan tari, sementara penonton memaknai berdasarkan perspektif mereka, sehingga terjalin interaksi langsung yang membentuk pengalaman intersubjektif. Penelitian ini menggunakan teori fenomenologi Maxine Sheets-Johnstone sebagai teori utama untuk mengungkapkan bagaimana tubuh penari menjadi media komunikasi yang menyampaikan makna melalui gerakan, sementara penonton meresepsi pengalaman tersebut secara pra-reflektif. Lalu didukung oleh beberapa teori lain, seperti teori kinesemiotik dari Ariana Maiorani, kebebasan berekspresi dari Martha Graham, dan Problem Ephemeral dari Peggy Phelan, penulisan ini menggunakan teori-teori tersebut untuk saling melengkapi dan memahami bagaimana relasi pengalaman intersubjektif antara penari dan penonton dapat terbentuk. Metode penelitian yang digunakan meliputi pengumpulan data literatur dan refleksi penulis berdasarkan pengalaman pribadi sebagai penari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi kinestetik dalam ruang tari bersifat unik, ephemeral, dan tidak dapat didokumentasi, yang mengisyaratkan bahwa kehadiran langsung menjadi penting karena mempengaruhi kualitas pertunjukan tari dan membangun pengalaman intersubjektif.

Dance performances build a space for direct interaction between dancers and audiences that involves kinesthetic reactions. Kinesthetic reactions are bodily reactions experienced by dancers and audiences when in the dance space, not only forming aesthetic experiences but also connecting the body with meanings that trigger their respective subjective experiences. Dancers express meaning through dance movements, while the audience interprets meaning based on their perspective so that there is direct interaction that forms an intersubjective experience. This research uses Maxine Sheets-Johnstone's phenomenological theory as the main theory to reveal how the dancer's body becomes a communication medium that conveys meaning through movement, while the audience perceives the experience pre-reflectively. Then supported by several other theories, such as Ariana Maiorani's kinesemiotic theory, Martha Graham's freedom of expression, and Peggy Phelan's Ephemeral Problem, this writing uses these theories to complement each other and understand how intersubjective experience relations between dancers and audiences can be formed. The research methods used include literature data collection and the author's reflection based on personal experience as a dancer. The results of this study show that kinesthetic reactions in dance spaces are unique, ephemeral, and cannot be documented, which implies that direct presence is important because it affects the quality of dance performances and builds intersubjective experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Januandaresta
"Pertunjukan tari membangun ruang interaksi langsung antara penari dan penonton yang melibatkan reaksi kinestetik. Reaksi kinestetik merupakan reaksi tubuh yang dialami oleh penari maupun penonton ketika berada di ruang tari, tidak hanya membentuk pengalaman estetis tetapi juga menghubungkan tubuh dengan makna yang memicu pengalaman subjektif masing-masing. Penari mengekspresikan makna melalui gerakan tari, sementara penonton memaknai berdasarkan perspektif mereka, sehingga terjalin interaksi langsung yang membentuk pengalaman intersubjektif. Penelitian ini menggunakan teori fenomenologi Maxine Sheets-Johnstone sebagai teori utama untuk mengungkapkan bagaimana tubuh penari menjadi media komunikasi yang menyampaikan makna melalui gerakan, sementara penonton meresepsi pengalaman tersebut secara pra-reflektif. Lalu didukung oleh beberapa teori lain, seperti teori kinesemiotik dari Ariana Maiorani, kebebasan berekspresi dari Martha Graham, dan Problem Ephemeral dari Peggy Phelan, penulisan ini menggunakan teori-teori tersebut untuk saling melengkapi dan memahami bagaimana relasi pengalaman intersubjektif antara penari dan penonton dapat terbentuk. Metode penelitian yang digunakan meliputi pengumpulan data literatur dan refleksi penulis berdasarkan pengalaman pribadi sebagai penari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi kinestetik dalam ruang tari bersifat unik, ephemeral, dan tidak dapat didokumentasi, yang mengisyaratkan bahwa kehadiran langsung menjadi penting karena mempengaruhi kualitas pertunjukan tari dan membangun pengalaman intersubjektif.

Dance performances build a space for direct interaction between dancers and audiences that involves kinesthetic reactions. Kinesthetic reactions are bodily reactions experienced by dancers and audiences when in the dance space, not only forming aesthetic experiences but also connecting the body with meanings that trigger their respective subjective experiences. Dancers express meaning through dance movements, while the audience interprets meaning based on their perspective so that there is direct interaction that forms an intersubjective experience. This research uses Maxine Sheets-Johnstone's phenomenological theory as the main theory to reveal how the dancer's body becomes a communication medium that conveys meaning through movement, while the audience perceives the experience pre-reflectively. Then supported by several other theories, such as Ariana Maiorani's kinesemiotic theory, Martha Graham's freedom of expression, and Peggy Phelan's Ephemeral Problem, this writing uses these theories to complement each other and understand how intersubjective experience relations between dancers and audiences can be formed. The research methods used include literature data collection and the author's reflection based on personal experience as a dancer. The results of this study show that kinesthetic reactions in dance spaces are unique, ephemeral, and cannot be documented, which implies that direct presence is important because it affects the quality of dance performances and builds intersubjective experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Almira
"Studi tentang konfigurasi atas dan bawah membawa sebuah teori bahwa posisi tubuh manusia memegang peranan penting Hal yang dirasakan oleh tubuh ataupun hanya sekedar di lihat memberikan persepsi Konfigurasi atas dan bawah yang timbul dari persepsi ini menghasilkan pengalaman ruang bagi manusia Pengalaman ruang baik yang timbul ketika tubuh diam ataupun bergerak ini dapat masuk ke dalam sebuah desain sebagai suatu mekanisme perancangan yang berfungsi untuk memaksimalkan aktivitas yang akan terjadi di dalam ruang yang di desain salah satu aktivitas yang dapat terjadi adalah berbelanja.

Study about above and below configuration brings a theory about how positions of the body have an important role Things that body feels even those that only been seen gives perception Above and below configuration that comes from human perception creates a space experience for people Space experience that comes when human body stands still or moves can comes into design as a design mechanism that serve to maximize an activity that will been done in that place one of activities that can happen is shopping
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rezkita Rasyid
"Utopia hadir sebagai bagian dari ruang imajinasi yang mensimulasikan ruang ideal dengan latar belakang ketidaksempurnaan dalam realita.  Kehadiran utopia dilengkapi dengan heterotopia, sebuah bentuk aktualisasi tempat dengan karakter ideal.  Heterotopia digambarkan sebagai sebuah konsep ruang merujuk pada simulasi utopia dapat termanifestasi sebagai representasi sehingga kehadirannya terlihat nyata. Media film mampu menangkap konsep utopia dan heterotopia, lalu mentranslasikannya dalam bentuk gambar bergerak yang menggambarkan realitas yang beriringan dengan ruang dan waktu.  Kemampuan pada film tersebut kemudian memunculkan simulacra, sebuah situasi saat realitas yang dilihat di media adalah realitas semu.  Akibatnya, perbedaan antara bagian original (asli) dan copy (imitasi) menjadi samar dan batasnya memudar.  Implementasi yang hadir pada film adalah penonton dapat melihat ruang sebagai sebuah realita.  Tujuan studi ini adalah melihat konsep utopia dan heterotopia melalui melalui simulasi dan hubungan original dan copy dalam film The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch, and the Wardrobe.  Film tersebut menghadirkan pada penonton sebuah ruang untuk masuk dan melarikan diri ke dalamnya sebagai sebuah ruang bersifat utopia.  Sehingga dari potensi tersebut, dapat terlihat bahwa peran media sangat besar dalam mencerminkan ide ruang utopia dalam simulacara.

 


Utopia exist as a part of imagination realm that simulated an ideal space with imperfect reality background.  The idea of utopia as an ideal space is also related to heterotopia, a space used to describe the idea of utopia.  Heterotopia can be seen as the physical form of utopia condition.  Utopia can be visualized through film as a media and can manifest the idea of utopia and heterotopia then translate it into a sequence of images that picture reality in different time and space.  The ability of film as a media to present utopia in a space is connected simulacra.  In media, simulacra often showed as a duplication of the reality and people believe what they see instead of the existing facts, or what it’s called as a fake reality.  As a result, the distinction between the original and the copy starts to blur.  The implementation that came with the result is, the viewer could see the space in film as a reality.  Because of the implementation, the purpose of this study is to capture the concept of utopia and heterotopia through the simulation and its relation to the original and the copy.  This study also shows how the media could reflect the idea of utopia in space and heterotopia inside simulacra.  This research leads to how The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch, and the Wardrobe could reflect the idea of utopia within it spaces and how it copies the reality in real world and turns it into a simulation.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butar Butar, Siska
"Telinga adalah bagian dari indera yang membentuk persepsi ruang melalui proses mendengar. Mendengar terdiri dari berbagai tahapan dalam pembentukan interpretasi akan informasi yang didengar. Mendengar terdiri dari mengumpulkan sumber suara, klasifikasi suara, dan pergeseran perhatian akan suara. Proses mendengar sendiri memiliki hubungan dengan indera lain, terutama visual. Visual menjadi alat untuk melihat gerak dan event dalam ruang. Kumpulan informasi dari seluruh indera tersebut dapat membentuk pemahaman akan lingkungan di sekitar manusia.
Pemetaan digunakan untuk melihat cara kerja suara dan menghubungkan suara dan visual dalam pemahaman ruang. Metode soundwalk digunakan dalam mengambil rekaman suara yang dipadukan dengan pengambilan gambar dan rekaman video. Ketiga cara ini digunakan untuk melihat suara, relasi suara dan visual, serta keberadaan suara dan visual bersamaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa suara dan visual memiliki hubungan untuk dapat saling terhubung dan saling bertemu dalam gerak, event, dan ruang. Sehingga suara dan visual memiliki hubungan yang saling terkait dalam memperkaya pengalaman ruang.

Hearing is one of human senses which shapes our perception of space through process of listening. Listening consists of different stages that create interpretation of information from listening process. This stages composed of collecting sound sources, classification of sounds, and shifting our attention on sounds. Process of listening is related to other senses, particularly visual sense. Visual becomes a tool to observe movement and event in space. Accumulation of information can shape our understanding on the surrounding environment.
Mapping is used in order to reveal the mechanism of sounds and connect sound with visual. Soundwalk, is utilized as a method to record sounds in combination with photograph and video recording. This methods is used to explore sound, link sound with visual input, and to perceive sound and visual simultaneously. The analysis shows that sound and visual can affect each other and connect in movement, event, and space. Thus exploration of the connection of sound and visual is essential on enriching our understanding on spatial experience.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>