Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 230907 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niken Anggraini
"Dalam penelitian ini dibahas mengenai perilaku korosi paduan Zr-xMo dan Zr-yNb yang diproduksi dengan metode metalurgi serbuk untuk aplikasi biomaterial. Pengujian polarisasi linear menunjukkan bahwa ketahanan korosi dari paduan zirkonium murni yang ditambahkan Nb lebih tinggi dibandingkan zirkonium murni yang ditambahkan Mo. Ketahanan korosi ini dibuktikan dengan nilai rapat arus korosi dan laju korosi yang lebih rendah di semua media elektrolit , yaitu larutan Kokubo SBF, larutan Ringer dan juga larutan NaCl 3 , 5%. Data EIS yang difitting dengan model [R (C [R (RQ)]) (RQ)], menunjukkan terbentuknya lapisan pasif berstruktur duplex pada permukaan hampir semua material percobaan terutama Zr-yNb. Mekanisme korosi paduan zirkonium ini terjadi karena korosi sumuran dan ketahanan korosi bergantung pada konsentrasi ion klorida di dalam elektrolit. Dapat disimpulkan bahwa paduan Zr-9Nb di antara paduan zirkonium yang lain menunjukkan hasil yang paling menjanjikan dari segi ketahanan korosi untuk aplikasi biomedis.

In this work, corrosion behavior Zr-xMo and Zr-yNb alloys produced by powder metallurgy for biomaterial application were investigated. Linear polarization tests revealed a nobler electrochemical behavior of the zirconium alloys after alloying Nb to pure Zr than alloying Mo to pure Zr as indicated by lower corrosion current densities and corrosion rate in all electrolyte mediums which are ringer solutions, Kokubo SBF solutions and also NaCl 3,5%. The EIS data, fitted by model [R(C[R(RQ)])(RQ)], suggested a duplex passive film formed on the most of experimental material surfaces especially Zr-yNb. Corrosion mechanism of this alloy happen due to pitting corrosion and corrosion resistance depends on chloride concentration in the electrolyte. All of these above results suggested that the Zr–9Nb alloy, among the experimental alloys, showed a promising material for biomedical applications."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Eka Perkasa
"Salah satu sifat biokompatibilitas paduan kobalt sebagai biomaterial adalah ketahanan korosi paduan terhadap lingkungan biologis seperti Simulated Body Fluid (SBF). Paduan kobalt memiliki dua struktur kristal dominan yaitu struktur FCC dan HCP. Paduan Co-Cr-Mo-Al mengalami perlakuan panas pada suhu 1000 °C, dengan variasi waktu penahanan selama 4, 6 dan 8 jam. Pengamatan struktur kristal paduan dengan menggunakan difraksi sinar-x dan pengamatan korosi menggunakan metode voltametri siklik (CV) dan voltametri linear (LSV) dalam larutan SBF pada suhu cairan simulasi SBF 20, 32 dan 37 °C. Dari pola difraksi sinar-X, diketahui bahwa perlakuan panas meningkatkan ukuran kristal paduan dan menurunkan parameter kisi kristal struktur FCC sebesar 0,041 Å dibandingkan sampel tanpa pemanasan. Pengamatan voltametri siklik menunjukkan bahwa reaksi reduksi-oksidasi berlangsung secara searah (irreversible) dan pembentukan lapisan pasif terjadi secara spontan di lingkungan SBF. Data LSV digunakan untuk menentukan tingkat korosi paduan. Tingkat korosi yang rendah ditemukan pada paduan yang tidak diberi perlakuan panas pada temperatur pengujian 37°C sebesar 8,843 mm/tahun. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan panas dengan waktu penahanan yang berbeda mempengaruhi struktur kristal dan sifat korosi paduan Co-Cr-Mo-Al dalam larutan SBF.

One of the biocompatibility properties of cobalt alloys as a biomaterial is the corrosion resistance of the alloy to the biological environments such as Simulated Body Fluid (SBF). Cobalt alloys have two dominant crystal structures namely the FCC and HCP structures. The Co-Cr-Mo-Al alloy were subjected to heat treatment at a temperature of 1000 °C, with variations in holding time for 4, 6, and 8 hours. Observation of the crystal structure of the alloy by using x-ray diffraction and corrosion observation using the voltammetry method Cyclic Voltammetry (CV) and Linear Sweep Voltammetry (LSV) in Simulated Body Fluid (SBF) at a temperature of 20, 32 and 37 °C. From the X-ray diffraction pattern, it is known that heat treatment increases the alloy crystal size and decreases the crystal lattice parameters of the FCC structure by 0.041 Å compared to samples unheated. Observation of cyclic voltammetry shows that the reduction-oxidation is irreversible and the formation of passive layers occurs spontaneously in the SBF environment. LSV data are used to determine the rate of corrosion of the alloy. A low level of corrosion was found in alloys that were not unheated at a test temperature of 37 °C of 8.843 mm/year. It can be concluded that heat treatment with different holding time affects the crystal structure and corrosion properties of Co-Cr-Mo-Al alloys in the SBF solution."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Dwi Adani
"Sifat mekanik Mg mirip dengan tulang manusia dan dapat terurai secara alami membuat Mg cocok dijadikan biomaterial implan mampu luruh. Namun, laju korosi Mg yang tinggi membatasi aplikasi praktisnya. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menambahkan 9 wt% Li dan 1 wt% Zn ke dalam magnesium murni untuk meningkatkan formability dan ketahanan korosinya. Penelitian diawali dengan homogenisasi Mg-9Li-Zn pada suhu 350°C selama 3 jam untuk mendapatkan mikrostruktur yang lebih seragam. Mikrostruktur, sifat mekanik, dan sifat korosi Mg-9Li-Zn diteliti untuk mengetahui perilaku mampu luruh paduan. Hasil pengujian OM dan XRD menunjukkan mikrostruktur Mg-9Li-Zn terdiri dari fase α-Mg dan β-Li. Di sisi lain, pengujain SEM menunjukkan adanya partikel MgO dan ZnO pada Mg-9Li-Zn. Sifat mekanik yang diteliti dengan pengujian tarik dan kekerasan mikro menunjukan nilai elongasi yang lebih tinggi dan kekuatan yang lebih rendah dibandingkan Mg murni. Sifat korosi didapatkan dari pengujian polarisasi dan imersi selama 2 minggu dalam larutan revised-SBF. Baik pengujian polarisasi maupun imersi menghasilkan laju korosi Mg-9Li-Zn yang lebih kecil dibandingkan Mg murni. Oleh karena itu, dengan adanya 9 wt% Li dan 1 wt% Zn dalam Mg murni, mikrostruktur dan sifat mekanik berubah, serta laju korosi menjadi lebih kecil.

The mechanical properties of Mg are similar to human bone and can decompose naturally, making Mg suitable for biodegradable implant materials. However, the high corrosion rate of Mg limits its practical application. One way to solve this problem is to add 9 wt% Li and 1 wt% Zn to pure magnesium to increase its formability and corrosion resistance. The experiment was initiated by homogenizing Mg-9Li-Zn at 350°C for 3 hours to obtain a more uniform microstructure. Microstructure, mechanical properties, and corrosion properties of Mg-9Li-Zn were investigated to determine the alloy's biodegradable behavior. The results of the OM and XRD tests showed that the Mg-9Li-Zn microstructure consisted of α-Mg and β-Li phases. On the other hand, SEM test showed the presence of MgO and ZnO particles in Mg-9Li-Zn. The mechanical properties studied by tensile and microhardness tests showed higher elongation values and lower strength than pure Mg. Corrosion properties were obtained from polarization and immersion testing for 2 weeks in the revised-SBF solution. Both polarization and immersion tests resulted in a lower corrosion rate of Mg-9Li-Zn than pure Mg. Therefore, in the presence of 9 wt% Li and 1 wt% Zn in pure Mg, the microstructure and mechanical properties changed, and the corrosion rate became smaller."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Faldy Pratama
"Paduan biomaterial terner Zr-xMo-yNb dengan variasi Zr-1Mo-1Nb, Zr-6Mo-3Nb, dan Zr-3Mo-6Nb yang diproduksi melalui metalurgi serbuk diberi perlakuan panas pada suhu 850°C kemudian dikuens dengan oli. Pengaruhnya terhadap struktur mikro, densitas dan porositas, serta kekerasan diteliti dan dibandingkan dengan paduan yang sama yang tidak diberi perlakuan panas. Struktur mikro paduan didominasi fasa α-Zr dan beberapa paduan mengandung α-Zr+(Mo,Nb)2Zr yang keras. Rangsangan panas mengakibatkan batas butir menjadi lebih jelas terlihat. Namun, perlakuan panas ini justru menambah porositas mikro sehingga nilai kekerasan paduan yang tidak dan yang diberi perlakuan panas relatif sama. Bertambahnya jumlah porositas akan diikuti dengan menurunnya nilai densitas.

In this paper, three ternary biomaterial alloys of Zr-1Mo-1Nb, Zr-6Mo-3Nb, Zr-3Mo-6Nb were fabricated through powder metallurgy process and heat-treated to 850°C, followed by quenching in oil. The effects of heat-treatment on microstructure, density, micro-porosity, and hardness was observed and compared to the non-heat-treated samples of the same compositions. α-Zr phase exists predominantly in the microstructure of the samples. Some of the samples, however, also features hard intermetallic phase of α-Zr+(Mo,Nb)2Zr. Unfortunately, the heat also increased the number of micro-porosity which affected the hardness of the samples. This increase in micro-porosity also lead to the decrease of density."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yoga Nugraha
"Peningkatan kekasaran permukaan dilakukan dengan membentuk lapisan porous oksida melalui anodisasi pada material Screw Dental Implant (Zr-Ti)-5Al. Material As-cast dibuat menggunakan Single Arc Melting Furnace 3000°C. Variasi unsur Ti dilakukan untuk mendapatkan sifat mekanik dan ketahanan korosi yang baik. Ti berperan sebagai ? stabilizer, semakin banyak Ti pada paduan ukuran butir yang lebih besar. XRD menunjukkan bahwa Al berperan sebagai solid solution strengthening dan membentuk fasa Zr3Al, EDS menunjukan peningkatan %berat unsur Al sebagai senyawa intermetalik. Micro Hardness Vickers menunjukkan bahwa nilai tertinggi tercapai pada SP-1 dengan nilai 637,94HV. Mofrologi permukaan memiliki kekasaran sebesar 200nm. Kekasaran permukaan yang rendah menghasilkan laju korosi yang rendah, laju korosi terendah dihasilkan SP-3 sebesar 14,336x10-5mpy (outstanding). Anodisasi dilakukan pada temperatur 25°C, 1 jam, larutan NaF 0,5M, 15V dan 1,25mA. Terbentuk lapisan dengan ketebalan rata-rata 124,075µm. Pemeriksaan AFM menunjukkan peningkatan kekasaran menjadi 0,8µm lapisan terdiri dari senyawa ZrO2, TiO, dan Al2O3. SP-1 yang telah mengalami anodisasi menunjukkan laju korosi yang semakin rendah 10,821x10-9mpy.

The increase in surface roughness was carried out by forming a porous oxide layer through anodization on the Screw Dental Implant (Zr-Ti)-5Al material. As-cast material is made using a Single Arc Melting Furnace 3000°C. Variation of the Ti element was carried out to obtain good mechanical properties and corrosion resistance. Ti acts as a ? stabilizer, the more Ti in the larger grain size alloys. XRD shows that Al acts as a solid solution strengthening and forms the Zr3Al phase, EDS shows an increase in the weight % of elemental Al as an intermetallic compound. Micro Hardness Vickers shows that the highest value is achieved in SP-1 with a value of 637.94HV. The surface morphology has a roughness of 200nm. Low surface roughness results in a low corrosion rate, the lowest corrosion rate is produced by SP-3 of 14,336x10-5mpy (outstanding). Anodization was carried out at 25°C, 1 hour, 0.5M NaF solution, 15V and 1.25mA. A layer is formed with an average thickness of 124.075µm. AFM examination showed an increase in roughness to 0.8µm the layer consisting of ZrO2, TiO, and Al2O3 compounds. SP-1 which has undergone anodization shows a lower corrosion rate of 10,821x10-9mpy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aditya Ibnu Islamsyah
"Paduan aluminium seri 7xxx merupakan kelompok paduan aluminium yang memiliki kekuatan paling tinggi dibandingkan dengan seri lainnya. Dalam penelitian ini digunakan paduan aluminium seri 7075. Paduan ini banyak digunakan pada industri pesawat terbang, seperti struktur rangka utama pesawat, dan bagian atas dari sayap pesawat. Bagian tersebut membutuhkan material dengan performa tinggi, karena menuntut kekuatan terhadap kompresi (compression) dan tarikan (tension) secara bersamaan atau dengan kata lain terjadi bending. Seiring tuntutan zaman dan kemajuan dunia industri, mengandalkan karakteristik aluminium murni saja tidak cukup. Oleh karena itu diperlukan adanya pencampuran atau paduan (alloying) dari unsur yang berbeda, untuk menambah kekuatan dari aluminium. Namun, pencampuran unsur serta penguatan tersebut akan mengurangi ketahanan aluminium terhadap korosi, terlebih seperti diketahui bahwa pesawat terbang dioperasikan pada berbagai perubahan suhu dan lingkungan yang cukup ekstrem. Dunia penerbangan menuntut setiap unsur apapun yang terlibat didalamnya bekerja dalam kondisi yang ‘sempurna’. Oleh karena itu, masalah korosi menjadi ancaman tersendiri bagi dunia penerbangan. Korosi dapat menyebabkan kegagalan struktur pada pesawat terbang, hingga menyebabkan kecelakaan. Oleh karena itu praktisi industri melakukan peningkatan ketahanan terhadap korosi material salah satunya dengan proses perlakuan panas (heat treatment). Tujuan perlakuan panas tersebut adalah mengubah keadaan mikrostruktur material. Pada paduan aluminium, sifat korosi sangat dipengaruhi oleh keadaan mikrostruktur, khususnya bentuk, ukuran, dan komposisi kimia partikel intermetallic. Salah satu faktor yang berperan penting pada hasil akhir keadaan mikrostruktur adalah bagaimana proses dan prosedur quenching dilakukan setelah proses perlakuan panas. Dengan melakukan variasi terhadap waktu delay quenching, maka akan menghasilkan material dengan mikrostruktur yang berbeda, sehingga menghasilkan perubahan sifat korosi yang berbeda pula dari paduan aluminium seri 7075.

7xxx aluminum alloy is a group of aluminum alloys that have a highest strength than any other series of aluminum alloy. This study uses 7075 aluminum alloy. This type of alloy is widely used in the aircraft industry, such as the aircraft's main frame structure, and the upper part of the aircraft's wings. This section requires high-performance material because it demands strength against compression (compression) and pulls (tension) simultaneously or in other words bending occurs. Along with the demands of the times and the progress of the industrial world, relying on the characteristics of pure aluminum is not enough. Therefore, mixing or alloying is needed from different elements, to increase the strength of aluminum. However, mixing elements and reinforcement will reduce the resistance of aluminum to corrosion, especially as it is known that airplanes are operated at various temperature changes and the environment is quite extreme. The world of aviation demands every element involved in working in 'perfect' conditions. Therefore, the problem of corrosion is a threat to the world of aviation. Corrosion can cause structural failure in aircraft, causing accidents. Therefore, industrial practitioners have been increasing material corrosion resistance, one of which through the heat treatment process. The goal of the heat treatment is to change the microstructure of the material. In aluminum alloys, the corrosion properties are strongly influenced by the microstructural condition, particularly the shape, size and chemical composition of the intermetallic particles. One of the factors that play an important role in the final result of the microstructural condition is how the quenching process and procedure is carried out after the heat treatment process. By varying the quenching delay time, it will produce a material with a different microstructure, resulting in changes of corrosion properties of the 7075 series aluminum alloy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoza Kurniawan
"Pengembangan paduan zirkonium sebagai biomaterial diproduksi melalui metode metalurgi serbuk diteliti dengan penambahan unsur paduan molibdenum 1%, 3%, 6% dan 9% dan hubungannya terhadap densitas dan porositas, struktur mikro, kekerasan Rockwell C dan sifat bioaktivitas dengan simulated body fluid (SBF). Hasil dari pengujian densitas dan porositas didapatkan bahwa seiring dengan penambahan molibdenum akan menghasilkan porositas yang semakin banyak. Hal ini terjadi karena seiring dengan penambahan molibdenum akan menurunkan koefisien difusivitas pada paduan zirkonium. Struktur mikro yang terbentuk didominasi fasa α-Zr dan Mo2Zr. Namun seiring dengan penambahan molibdenum, akan terbentuk fasa γ-Mo yang merupakan serbuk molibdenum yang tidak terdifusi ke dalam β-Zr dalam proses sinter. Kekerasan yang dicapai pada penambahan molibdenum bervariasi antara 42 HRC hingga 45 HRC, dimana terendah dicapai 3% Mo dengan 42,14 HRC dan tertinggi 6% Mo dengan 45,08 HRC. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah porositas dan fasa Mo2Zr yang terbentuk di dalam paduan. Sifat bioaktivitas logam zirkonium semakin menurun seiring dengan penambahan molibdenum yang disebabkan oleh terbentuknya fasa γ-Mo pada struktur mikro.

Development of zirconium alloy as biomaterial produced with powder metallurgy method is observed from the effect of 1%, 3%, 6% and 9% molybdenum addition on density and porosity, microstructure, Rockwell C hardness and bioactivity properties with simulated body fluid (SBF). The result of density and porosity testing shows the increasing molybdenum content can produce more porosity on alloys. That caused by the addition of molybdenum would decrease coefficient of diffusivity in zirconium alloys. Microstructure formed predominantly α-Zr phase and Mo2Zr. But along with the addition of molybdenum, will form γ-Mo phase which is the molybdenum powders did not diffuse into β-Zr on sintering process. Hardness on addition of molybdenum varies between 42 HRC to 45 HRC, which in the lowest achieved by 3% Mo with 42,12 HRC and the highest achieved by 6% Mo with 45,08 HRC. That in influenced by the amount of porosity and Mo2Zr phase in the alloys. Bioactivity properties in zirconium alloy will decrease along with the addition of molybdenum, which caused the formation of γ-Mo phase on the microstructure.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Nathania Judith
"Sifat biokompatibilitas dan karakteristik Magnesium yang sesuai dengan tulang manusia meningkatkan penelitian pada Magnesium dan paduannya untuk aplikasi klinis khususnya implant mampu luruh. Laju pembentukan hidrogen dan degradasi yang terlalu cepat menghambat aplikasi Magnesiun sebagai implan secara lebih luas. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memahami pengaruh dari berbagai kondisi deformasi berupa canai panas terhadap perilaku korosi dari AZ31B di dalam Simulated Body Fluid. Canai panas pada suhu 35oC dan 450oC dengan reduksi 20% dan 50% kepada paduan AZ31B. Paduan AZ31B yang sudah di canai kemudian diamati menggunakan metalografi, uji keras, XRD, SEM, dan ICP-MS. Terjadi perubahan mikrostruktur berupa grain refinement dan peningkatan nilai kekerasan pada AZ31B setelah dicanai. Pengujian imersi selama 14 hari serta pengujian polarisasi dilakukan untuk mengamati perilaku korosi secara in vitro dari paduan sebelum dan sudah di canai panas. Terjadi penurunan laju korosi pada sampel yang mengalami canai panas jika dibandingkan dengan paduan AZ31B as received. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan evolusi hidrogen lebih sedikit, massa yang hilang lebih sedikit, dan Icorr semakin negatif. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan canai panas pada paduan AZ31B meningkatkan ketahanan korosi nya sehingga menunjukkan potensial yang baik untuk aplikasi implan mampu luruh.

Magnesium’s biocompatibility and similar characteristics to human bones have increased interest in the research of Magnesium and its alloys for clinical application mainly as biodegradable implants. Rapid hydrogen formation and degradation rate have hindered Magnesium to be applied widely as an implant. This research is done in order to understand the affect of various conditions of deformation like hot rolling to the corrosion behavior of AZ31B in Simulated Body Fluid. Hot rolling done in 350oC and 450oC with a 20% and 50% reduction is done to the AZ31B alloy. The AZ31B alloy that have been hot rolled was observed with metallographic examinations, Vickers Hardness test, XRD, SEM, and ICP-MS. A change in the alloy’s microstructure due to grain refinement and increase in hardness was observed after hot rolling. A 14 day immersion test and polarization was performed to evaluate the in vitro corrosion properties of the AZ31B alloy before and after hot rolling. A decrease in the deformed alloy’s corrosion rate was observed compared to the as received AZ31B. This change is demonstrated with less hydrogen gas evolved, reduced weight loss, and a more negative Icorr. From these results we can conclude that the hot rolling that was done to the AZ31B alloy increased its corrosion resistance and therefore showed great potential for it’s application as biodegradable implants."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maylani Tiarna Riasmin
"Paduan zirkonium dikembangkan untuk aplikasi biomaterial karena sifat biokompatibilitasnya yang baik dengan magnetic susceptibility lebih rendah dibandingkan biomaterial logam lain. Pengembangan pembuatan paduan Zr-12Mo dengan metode metalurgi serbuk dapat dijadikan solusi alternatif terhadap proses cor yang memerlukan peleburan zirkonium dan molibdenum yang memiliki titik lebur tinggi. Proses sinter merupakan tahapan penting yang menentukan sifat akhir produk metalurgi serbuk. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh temperatur dan waktu sinter terhadap densitas, porositas, struktur mikro serta sifat mekanis paduan Zr-12Mo yang diproduksi dengan berbagai parameter sinter. Penelitian menggunakan temperatur sinter 1000°C, 1100°C dan 1200°C dengan variasi waktu tahan 2 dan 4 jam di masing-masing temperatur. Sampel dilakukan pengujian densitas, XRD dan kekerasan, pengamatan dengan OM dan SEM, serta pengujian terhadap sifat bioaktif dengan menguji terbentuknya lapisan hidroksiapatit setelah perendaman dalam SBF selama seminggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur sinter lebih dominan dalam mempengaruhi hasil proses sinter dibandingkan waktu tahan karena peningkatan temperatur sangat meningkatkan difusi. Porositas minimum, densitas dan kekerasan maksimum serta difusivitas Mo dalam Zr optimal dicapai pada temperatur sinter 1200°C dengan waktu tahan 4 jam.

Zirconium alloys have been developed for biomaterial applications because it has good biocompatibility with magnetic susceptibility that is lower than other metallic biomaterials. Developing of Zr-12Mo alloys by powder metallurgy method can be used as alternative solution for casting process that need melting of zirconium and molybdenum which have high melting point. Sintering process is the important stage which determining final properties of powder metallurgy’s products. This research is aimed to study the effects of sintering time and temperature on density, porosity, microstructure, and mechanical properties of Zr-12Mo alloys produced by various sintering parameters. This research uses sintering temperatures of 1000°C, 1100°C and 1200°C with holding times for 2 and 4 hours for each temperature. Samples are examined by density, XRD and hardness testing, observation with OM and SEM, and also bioactive testing by proving the forming of hidroxyapatite layers after soaking in SBF for a week. The results show that sintering temperature more dominant in affecting sintering products than holding time because the increase of sintering temperature increase the diffusion greatly. Minimum porosity, maximum density and hardness with optimal diffusivity is achieved by using sintering temperature of 1200°C with holding time for 4 hours.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>