Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Ikmila
"Tinggi badan merupakan salah satu ukuran pertumbuhan linier yang dapat menggambarkan status gizi seseorang di masa lampau. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linear yang disebabkan oleh malnutrisi kronis, dinyatakan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD). Tujuan umum penelitian ini mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan TB/U pada balita umur 24-59 bulan di Kelurahan Depok Kota Depok tahun 2015. Desain penelitian ini cross sectional dengan sampel berjumlah 173 balita umur 24-59 bulan. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran tinggi badan, wawancara kuisioner dan formulir 24 hour recall. Adapun variabel yang diteliti adalah tinggi badan menurut umur (TB/U), asupan energi, asupan protein, penyakit infeksi, pemberian ASI eksklusif, sumber air minum, umur balita, jenis kelamin balita, tinggi badan ibu, berat lahir balita, jarak kelahiran balita, pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, dan status ekonomi keluarga. Analisis yang digunakan adalah univariat dan bivariate menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna antara asupan energi, asupan protein, tinggi badan ibu, jarak kelahiran balita, dan status ekonomi keluarga dengan TB/U pada balita umur 24-59 bulan di Kelurahan Depok Kota Depok tahun 2015.

Height is one of the linier growth measurement that can describe individual nutrition status in the past. Stunting is a linier growth disorders that caused by chronic malnutrition, stated by HAZ z-score less than -2 standard deviation (SD). The general objective of this research is to determine the descriptive and the relative factors of HAZ among children aged 24-59 months at Depok village, Depok city in 2015. The study design is cross sectional, with sample size is 173 children aged 24-59 months. This research was conducted in April until May 2015. Data collection was conducted by measuring height, questionnaire interview, and 24-hour recall form. The variables studied were HAZ, energy intake, protein intake, infectious diseases, exclusive breastfeeding, drinking water source, child?s age, child?s gender, maternal height, birth weight, birth spacing, mother?s education, total family members, and family economic status. The data was analyzed using univariate and bivariate (chi square test). The results of this research showed that there is a significant difference of proportion between energy intake, protein intake, maternal height, birth-to-birth spacing, and family economic status with HAZ among children aged 24-59 months at Depok village, Depok city in 2015."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Lestari Asmarani
"Skripsi ini membahas mengenai determinan ganguan gizi pada anak usia 0-59 bulan di Indonesia. Underweight, stunting dan wasting merupakan gangguan gizi pada anak usia 0-59 bulan yang masih menjadi perhatian. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, 2010, dan 2013 menunjukkan tidak terjadi banyak perubahan pada prevalensi anak usia 0-59 bulan underweight, stunting dan wasting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan underweight, stunting, wasting dan gangguan gizi pada anak usia 0-59 bulan di Indonesia. Penelitian bersifat kuantitatif, dengan desain studi cross sectional menggunakan data sekunder Riskesdas Tahun 2013. Sampel penelitian ini adalah semua individu yang berusia 0-59 bulan yang menjadi responden dalam Riskesdas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tujuh variabel yang secara bersama-sama signfikan memengaruhi underweight, stunting, wasting dan gangguan gizi. Berat badan lahir rendah merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian underweight (OR:2.08, 95%CI:1.75-2.47). Status ekonomi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting (OR:1.55, 95%CI:1.41-1.71) dan gangguan gizi (OR:1.59, 95%CI:1.45-1.75). Status gizi ibu merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian wasting (OR:1.73, 95%CI:1.52-1.96). Untuk menanggulangi masalah gizi perlu melibatkan banyak sektor untuk dapat berintegrasi menyusun kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan gizi.

This paper discusses the determinants of malnutrition in children aged 0-59 months in Indonesia. Underweight, stunting and wasting is a malnutrition in children aged 0-59 months are still a concern. Results Health Research (Riskesdas) in 2007, 2010, and 2013 showed there were many changes in the prevalence of underweight children aged 0-59 months, stunting and wasting. The purpose of this study was to determine the determinant of underweight, stunting, wasting and malnutrition in children aged 0-59 months in Indonesia. The research was quantitative, with cross sectional study design using secondary data Riskesdas 2013. The sample was all individuals aged 0-59 months who were respondents in Riskesdas.
The results showed that there are seven variables that jointly exhibited significantly affect underweight, stunting, wasting and malnutrition. Low birth weight was the most important factors associated with underweight (OR: 2.08, 95% CI:1.75-2.47). Economic status was the most important factors associated with stunting (OR: 1.55, 95% CI: 1.41-1.71) and composite of three index (weight for age, height for age and weight for height) (OR: 1.59, 95% CI: 1.45-1.75). Maternal nutritional status was the most important factors associated with wasting (OR: 1.73, 95% CI: 1.52-1.96). To overcome the problem of nutritional needs to involve many sectors to be able to integrate develop policies that can improve the welfare of the community through improved nutrition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkya Nur Annisa Putri
"Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan ?Window of opportunity?. Pada masa ini, seorang anak memerlukan asupan zat gizi yang seimbang baik dari segi jumlah maupun proporsinya untuk mencapai berat dan tinggi badan yang optimal. Gizi kurang ataupun gizi buruk yang terjadi pada masa baduta akan sangat mempengaruhi masa pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini akan membawa dampak negatif terhadap kondisi kesehatan baduta tersebut di masa yang akan datang
(masa dewasa). Masalah gizi kurang maupun gizi buruk yang terjadi pada baduta di Depok tergolong sangat serius. Tren gizi buruk yang terjadi sejak tahun 2003 hingga 2007 selalu mengalami peningkatan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran status gizi baduta di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok, tahun 2008 dan faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dengan status gizi tersebut. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Data Dasar Gizi dan Kesehatan Baduta dan Bumil di Kecamatan Pancoran Mas, Depok, tahun 2008, dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel adalah 570 baduta. Analisis yang digunakan adalah univariat dan bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dan mendeskripsikan variabel dependen dan independen. Sedangkan analisis bivariat bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan dependen, yaitu dengan menggunakan uji
chi square (X2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3,8% tergolong obese, 6,6% tergolong overweight, 9,7% berisiko overweight, 65,6% memiliki IMT yang sesuai dengan umurnya (normal), 11% baduta tergolong kurus, dan 3,4% tergolong sangat kurus. Berdasarkan hasil uji chi square, ternyata penyakit infeksi memiliki hubungan yang bermakna sengan status gizi baduta. Sedangkan anggota keluarga yang merokok dan perilaku menyusui tidak berhubungan dengan status gizi. Begitu juga dengan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, pekerjaan, dan pendidikan ibu yang tidak berhubungan dengan perilaku menyusui.
Untuk meningkatkan status gizi baduta, disarankan pemerintah setempat untuk meningkatkan kampanye mengenai perilaku hidup bersih dan sehat agar pengetahuan masyarakat terutama ibu baduta dapat meningkat. Selain itu, kampanye mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif juga perlu ditingkatkan mengingat masih rendahnya persentase ibu yang memberikan ASI eksklusif. Kader sebagai sahabat
sumber informasi terdekat bagi masyarakat dapat meningkatkan fungsinya dengan cara membuka pelayanan konseling bagi ibu-ibu hamil atau menyusui mengenai ASI eksklusif dan MP-ASI (makanan pendamping ASI). Perlu diadakan penelitian lebih dalam mengenai hubungan antara anggota keluarga yang merokok dengan status gizi baduta atau faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi baduta."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Berbagai kajian di bidang gizi dan kesehatan menunjukkan bahwa untuk dapat hidup sehat dan produktif ,manusia memerlukan sekitar 45 jenis zat gizi yang harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi,dan tidak ada satu jenis panganpun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan gizi bagi manusia...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nur`aeni
"Masalah kesehatan yang masih menjadi beban negara berkembang, salah satunya adalah tingginya prevalensi gizi kurang. Penyebab masalah gizi kurang adalah kurangnya asupan makanan atau anak terkena infeksi, penyebab langsung yaitu konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung yaitu ketersediaan pangan, pola asuh anak, pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih. Semua penyebab tidak langsung ini dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan. Wilayah Puskesmas Depok Jaya merupakan salah satu dari empat wilayah puskesmas di Kecamatan Pancoran Mas dengan persentase gizi buruk pada tahun 2007 sebesar 0,96% yang merupakan persentase diatas rata-rata Kota Depok (persentase gizi buruk di Kota Depok pada tahun 2007 adalah 0,82%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan energi, protein dan faktor lain dengan status gizi baduta ( 0-23 bulan ) di Wilayah Kerja Puskesmas Depok Jaya tahun 2008.
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status gizi, sedangkan variabel independen yang diteliti adalah asupan energi, asupan protein, penyakit infeksi, pola asuh, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, pendidikan dan pekerjaan ayah. Populasi dalam studi analisis ini adalah seluruh keluarga yang memiliki anak baduta umur 0-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Depok Jaya. Sedangkan unit sampel adalah anak baduta (0-23 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Depok Jaya. Jumlah sampel 391 orang. Status gizi dihitung berdasarkan indeks BB/U baku rujukan WHO-NCHS, sedangkan asupan energi dan protein dihitung dengan metode recall 1x24 jam. Analisis pengolahan data hasil univariat dan bivariat dilakukan dengan menggunakan komputer.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk (Zskor <-2 SD) berdasarkan indeks BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Depok Jaya adalah 0.8% dan gizi kurang 6.1%. Sebagian besar (61.1%) asupan energi "cukup" (≥100 % AKG) pada anak baduta, demikian juga asupan protein "cukup" (≥100 % AKG) sebesar 70.3%. Proporsi anak yang menderita penyakit infeksi/diare (3.8%), sedangkan ibu dengan pola asuh baik cukup banyak (68%). Sebagian besar (79%) tingkat pendidikan ibu tinggi , sementara proporsi ibu yang tidak bekerja sebesar 70.1%. Ibu dengan tingkat pengetahuan ibu kurang cukup besar (79.5%), Ayah berpendidikan rendah sedikit jumlahnya (13.8%) sedangkan sebagian besar ayah (97.2%) bekerja. Dari 9 variabel bebas sesudah dilakukan uji bivariat terdapat hubungan bermakna antara asupan energi, asupan protein, tingkat pendidikan ibu dan tingkat pendidikan ayah dengan status gizi anak baduta.
Saran dari penelitian ini adalah meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang pengetahuan gizi yang berkaitan dengan zat-zat gizi, pola pemberian makanan tambahan, menu seimbang, pengasuhan dan perawatan anak serta kadarzi guna mencegah terjadinya gizi kurang. Mengoptimalkan kegiatan posyandu dengan melibatkan lintas sektor (tokoh masyarakat, tokoh agama, lurah, camat) dan LSM guna mencegah dan menanggulangi kejadian kurang gizi baik di Wilayah Kerja Puskesmas Depok Jaya maupun di Kota Depok."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arinda Veratamala
"Tinggi badan seseorang dipengaruhi berbagai faktor mulai dari masa kehamilan sampai remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan TB/U pada remaja perempuan usia 15-17 tahun. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional yang dilakukan terhadap 135 siswi kelas X di SMA Negeri 2 Depok pada bulan April-Mei 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan dan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden. Uji statistik yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat (uji chi-square), dan analisis multivariat (uji regresi logistik ganda).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 17% responden yang termasuk pendek (TB/U <2 SD). Terdapat hubungan yang bermakna antara berat lahir (pvalue = 0,015), panjang lahir (p-value = 0,001), frekuensi konsumsi sumber protein hewani (p-value = 0,036), frekuensi konsumsi sumber protein nabati (p-value = 0,043), dan tinggi badan ibu (p-value = 0,036) dengan TB/U remaja perempuan. Hasil analisis multivariat menunjukkan panjang lahir sebagai faktor dominan terhadap TB/U remaja perempuan, setelah dikontrol variabel tinggi badan ibu, tinggi badan ayah, berat lahir, frekuensi konsumsi sumber protein hewani, dan frekuensi konsumsi sumber protein nabati.

Height is affected by many factors, from pregnancy to adolescence. This study is purposed to determine the dominant factor that related to height-for-age in adolescent girls around 15-17 years old. The method used in this study is crosssectional design which was conducted with 135 girl student in X class of 2nd State Senior High School Depok on April-Mei 2015. Data were collected by height measurement and self-administrative questionnaire. This study use univariate analysis, bivariate analysis (chi-square test), and multivariate analysis (double logistic regression) as a statistical test.
The result in this study showed that 17% respondent are stunting (height-for-age <-2 SD). There was a statistically significant relationship between birth weight (p-value = 0,015), birth length (pvalue = 0,001), consumption frequency of animal protein (p-value = 0,036), consumption frequency of vegetable protein (p-value = 0,043), and maternal height (p-value = 0,036) with height-for-age of adolescent girls. The result of multivariate analysis showed that birth length as dominant factor of height-for-age of adolescent girls, after controlled variable maternal height, paternal height, birth weight, consumption frequency of animal protein, and consumption frequency of vegetable protein.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Hayati
"Energi berfungsi sebagai sumber energi metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan aktivitas fisik. Pemenuhan energi pada anak dapat tergantung dari ketepatan pemberian makannya. Asupan energi di bawah kebutuhan normal anak, dapat menyebabkan kekurangan energi kronis (KEK) hingga pada kondisi stunting. Penelitian bertujuan mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan asupan energi pada anak usia 25-30 bulan di Gambir dan Sawah Besar, Jakarta Pusat tahun 2019. Penelitian menggunakan data sekunder penelitian case control dari penelitian sebelumnya. Total sampel sebanyak 107 anak. Analisis data menggunakan uji korelasi, uji T dan regresi linier ganda. Hasil Penelitian: rata-rata asupan energi 1057,6 kkal (<80%AKG), terdapat korelasi sangat kuat rata-rata asupan energi dengan variabel asupan protein (nilai r=0,781, p=0,0005), lemak (nilai r =0,816, p=0,0005) dan karbohidrat (nilai r=0,881, p=0,0005). Hasil uji T diperoleh rata-rata asupan energi berbeda secara bermakna pada variabel asupan minimum yang dapat diterima (p = 0,024), jumlah konsumsi susu (p = 0,0005), berat badan lahir (p = 0,045) dan jumlah anggota keluarga (p=0,023). Faktor dominan adalah asupan karbohidrat dengan nilai koefisien beta =0,557. Kesimpulan: Dinas Kesehatan, posyandu, ibu balita sebaiknya lebih memperhatikan pemenuhan asupan energi sesuai kebutuhan zat gizi makro usia anak.

The fulfillment of energy in children can depend on the accuracy of feeding. Energy intake below the normal needs of children can cause chronic energy deficiency (KEK) to stunting. This study aims to determine the dominant factors associated with energy intake in children aged 25-30 months in Gambir and Sawah Besar, Central Jakarta in 2019. This study uses secondary data from case control studies from previous studies. The sample is 107 children. Analysis using correlation test, T test and multiple linear regression. Research results: the average energy intake is 1057.6 kcal, the correlation of the average energy intake is very strong on the variables of protein intake (r value = 0.781), fat (r value = 0.816) and carbohydrates (r value = 0.881). T test results: the average energy intake was significantly different in the variables of acceptable minimum intake (p = 0.024), the amount of milk consumption (p = 0.0005), birth weight (p = 0.045) and the number of family members (p = 0.045). = 0.023). Dominant factor: carbohydrate intake (beta coefficient = 0.557). Conclusion: The Health Office, Posyandu, mothers of children under five pay attention to the fulfillment of energy intake according to the needs of macronutrients for children's age."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This study was conducted to explore the nutrional status children under five factor (i,e. mother education background, family income, children under five healty, health environment, access to health service and access to media information). A cross-sectional study based on health service was conducted in Ciruas, Mancak and Kramatwatu Serang, Banten..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Avida Virgita
"Latar belakang: Tinggi badan adalah salah satu indikator kesehatan dan kesejahteraan suatu individu maupun populasi. Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2018, prevalensi pendek dan sangat pendek pada remaja berusia 16-18 tahun adalah 25,82%. Prevalensi tersebut masih berada di atas ambang batas masalah kesehatan masyarakat menurut WHO, yaitu 20%. Adapun prevalensi pendek dan sangat pendek di Kota Depok untuk kelompok usia 16-18 tahun adalah 12,37%. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan TB/U pada siswa SMA negeri di Kota Depok tahun 2024. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan metode kuantitatif serta menggunakan data primer yang dikumpulkan dari 217 responden. Hasil: Asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zink, serta tinggi badan ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan TB/U siswa SMA, dengan asupan protein sebagai faktor dominan yang paling berhubungan. Sementara, asupan vitamin D, aktivitas fisik, durasi tidur, pendidikan orangtua pendapatan keluarga, dan tinggi badan ayah tidak memiliki pengaruh yang signfikan terhadap TB/U siswa SMA. Kesimpulan: Faktor asupan zat gizi makro maupun mikro memegang peranan penting terhadap TB/U siswa SMA. Faktor genetik, terutama tinggi badan ibu juga berpengaruh terhadap TB/U siswa SMA.

Background: Height is an indicator of the health and well-being of an individual or population. Based on data from Riskesdas 2018, the prevalence of shortness and very shortness in adolescents aged 16-18 years is 25.82%. The prevalence is still above the threshold for a public health problem according to WHO. The prevalence of shortness and very shortness in Depok City for the 16-18 year age group is 12.37%. Objective: The aim of this research is to determine the factors associated with TB/U in public high school students in Depok City in 2024. Methods: This research uses a cross-sectional design with quantitative methods and uses primary data collected from 217 respondents. Results: Energy, carbohydrate, protein, fat, calcium and zinc intake, as well as maternal height, had a significant relationship with high school students' height for age, with protein intake as the dominant factor. Meanwhile, vitamin D intake, physical activity, sleep duration, parental education, family income, and father's height do not have a significant influence on height for age of high school students. Conclusion: Macro and micro nutrient intake factors play an important role in high school students' height for age. Genetic factors, especially maternal height, also influence height for age in high school students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Netti Yaneli
"Masa awal anak-anak ditandai dengan pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Mencukupi kebutuhan energi yang adekuat merupakan hal yang sangat penting bagi anak. Akibat defisiensi energi pada balita bisa menyebabkan berbagai macam masalah gizi seperti stunting, wasting, maupun underweight. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan asupan energi balita usia 24 bulan di Tangerang tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Total sampel sebanyak 100 anak. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistik ganda. Hasil analisis bivariat menunjukkan Minimum Dietary Diversity (MDD), Minimum Acceptable Diet (MAD), dan jumlah konsumsi susu memiliki hubungan yang signifikan terhadap asupan energi. Analisi multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan asupan energi adalah Minimum Dietary Diversity (MDD) (OR:6,8), setelah dikontrol oleh Minimum Meal Frequency (MMF), jumlah konsumsi susu, tingkat pendidikan ibu, dan pengetahuan gizi ibu. Anak yang MDD nya tidak tercapai berpeluang 6,8 kali memiliki asupan energi yang kurang. Faktor dominan lainnya yang berhubungan dengan asupan energi pada balita adalah Minimum Acceptable Diet (MAD) (OR:10,6), setelah dikontrol oleh pendidikan ibu, dan pekerjaan ibu. Anak yang MAD nya tidak tercapai berpeluang 10,6 kali memiliki asupan energi yang kurang.

Early childhood is characterized by rapid growth (growth spurt). Meeting adequate energy needs is very important for children. Due to energy deficiency in toodlers, it can cause various kinds of nutritional problems such as stunting, wasting, and underweight. This study aims to determine the dominant factors associated with the energy intake of children aged 24 months in Tangerang in 2019. This research uses quantitative methods. The type of research used is descriptive with cross sectional approach. The total sample is 100 children. Data analysis is used chi square test and multiple logistic regression. The results of the bivariate analysis shows that the dominant factor associated with energy intake is Minimum Dietary Diversity (MDD), Minimum Acceptable Diet (MAD), and the amount of milk consumption had a significant relationship to energy intake. Multivariate analysis shows that the dominant factor associated with energy intake is Minimum Dietary Diversity (MDD) (OR:6,8), after being controlled by Minimum Meal Frequency (MMF), mother’s education level, maternal occupation, family income, and total milk consumption. Children whose MDD is not achieved are 6,8 times likely to have less energy intake. Another dominant factor related to energy intake in children is the Minimum Acceptable Diet (MAD) (OR:10,6), after being controlled by maternal education and maternal occupation. Children whose MAD is not achieved are 10,6 times more likely to have less energy intake."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>