Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98440 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lucia Laras Utari
"Tanah terkontaminasi diklasifikasikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 128 tahun 2003. Bioremediasi dengan biopile merupakan salah satu cara yang efektif, efisien dan ramah lingkungan dalam pengolahan limbah. Kompos merupakan salah satu opsi bulking agent untuk memaksimalkan proses degradasi minyak bumi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh komposisi penambahan kompos dan menentukan penambahan kompos yang optimal terhadap penurunan kadar kontaminan TPH dan BTEX. Eksperimen dilaksanakan dalam 4 reaktor biopile skala laboratorium, berisi 5,6 kg tanah terkontaminasi minyak bumi dengan kadar TPH 42000 mg/kg dan kadar BTEX 166 mg/kg. Dilakukan penambahan kompos 0%, 20%, 25% dan 30% (b/b) untuk masing - masing reaktor. Setelah pengamatan selama 48 hari terlihat terjadi degradasi TPH sebesar 89,5% untuk penambahan kompos 25% (b/b) sedangkan untuk reaktor dengan tambahan kompos 0%, 20%, dan 30% (b/b) masing masing dapat mendegradasi TPH sebesar 80,96% ; 87,62% dan 83,82%. Berdasarkan hasil dari GC-MS terjadi degradasi BTEX hingga 99% untuk seluruh reaktor.

Petroleum contaminated soil is classified as hazardous and toxic waste based on Ministry Of The Environment Decree No 128 Year 2003. Bioremediation with biopile method is an effective, efficient and environmentally friendly technology of petroleum waste treatment. Compost is one of the bulking agent options to maximize petroleum degradation processes. The objective of this study is to determine the influence of compost addition and the optimal amount of compost addition to improve the biodegradation of petroleum contaminated soil. Experiments conducted in the 4 laboratory scale reactors of biopile, each containing 5,6 kg of petroleum contaminated soil with TPH concentration 42000 mg / kg and BTEX concentration 166 mg / kg. Each reactor was given 0%, 20%, 25%, and 30% (w/w) compost. After 48 days of observation, it was noted that with addition of 25% compost (w/w) 89,5% TPH degradation occur, while the reactor with 0%, 20%, and 30% (w/w) compost addition can only degrade TPH 80,96%; 87,62% and 83,82% respectively. Based on the results of GC-MS, degradation of BTEX occurs up to 99% for the entire reactor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Sumiardi
"Konsorsium bakteri lokal (gabungan Salipiger bermudensis DQ 178660, Alterierythrobacter evoxidivorans DQ 304436, Alteromonas macleodii Y 18228 dan Vibrio harveyi DQ 146936) pendegradasi senyawa hidrokarbon kontaminan yang diisolasi dari kawasan eksplorasi minyak Cepu Jawa Tengah diuji kemampuannya dalam merombak senyawa hidrokarbon minyak bumi yang mencemari tanah di kawasan industri Krakatau Steel Cilegon.
Dalam penelitian ini, karakterisasi produksi biosurfaktan yang dihasilkan konsorsium bakteri dilakukan dengan mengevaluasi pola pertumbuhan, analisis tegangan permukaan, analisis tegangan antarmuka, analisis komposisi kimia dan uji aktivitas emulsifikasi. Pengujian selama 30 hari pengamatan meliputi pH, suhu, tekstur tanah empat fraksi (berpasir, liat kasar, liat halus, berdebu), karbon organik, nitrogen organik, rasio karbon/nitrogen organik, fosfor dan kalium serta analisis sampel tanah tercemar hidrokarbon menggunakan Gas Chromatography-Mass Sphectroscopy (GC-MS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biosurfaktan yang dihasilkan konsorsium bakteri memiliki kemampuan menurunkan tegangan permukaan air lebih tinggi dibanding dengan bakteri tunggal (51 dynes/cm dari 72 dyns/cm), reduksi nilai tegangan antarmuka air dengan minyak paling tinggi dihasilkan konsorsium bakteri (10 dynes/cm), nilai indeks emulsifikasi (93,75%) paling tinggi dihasilkan oleh konsorsium bakteri. Analisis komposisi kimia biosurfaktan yang dihasilkan konsorsium bakteri menunjukkan bahwa biosurfaktan merupakan senyawa kompleks terdiri dari karbohidrat, protein dan lipid. Setelah 30 hari massa inkubasi, hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa bakteri dan konsorsium bakteri mampu merombak senyawa hidrokarbon tersisa yang mencemari tanah di kawasan PT Krakatau Steel Cilegon Banten.;

Local bacterial consortium (combined of Salipiger bermudensis DQ 178 660, Alterierythrobacter evoxidivorans DQ 304 436, Alteromonas macleodii Y 146 936 and Vibrio harveyi DQ 18228) hydrocarbons degrading contaminants that isolated from oil exploration areas in Cepu Central Java was analyzed for its ability to degrade petroleum hydrocarbons that polluted the soil in industrial area of PT. Krakatau Steel Cilegon.
In this study, characterization of biosurfactant produced by bacterial consortium conducted to evaluate growth patterns, analysis of surface tension, interfacial tension, chemical composition and emulsification activity assay. Analysis for 30 days of observation include pH, temperature, soil texture four fractions (sandy, dusty, rough clayey, smooth clayey), organic carbon, organic nitrogen, the ratio of carbon/nitrogen organic, phosphorus and potassium as well as analysis of hydrocarbon contaminated soil samples using Gas Chromatography -Mass Sphectroscopy (GC-MS).
The results showed that the biosurfactants produced by bacterial consortium have the ability to lower the surface tension of water is higher than with a single bacterium (51 dynes/cm from 72 dyns/cm), the reduction of the highest values ​​of water interfacial tension with oil produced by bacterial consortium (10 dynes/cm ), the highest value of emulsification index (93.75%) produced by bacterial consortium. Analysis of the chemical composition of biosurfactants produced by bacterial consortium showed that biosurfactants are complex compounds composed of carbohydrates, proteins and lipids. After 30 days of incubation time, the results of GC-MS analysis showed that bacteria and bacterial consortium are capable of overhauling the remaining hydrocarbon compounds that polluted the soil in the area of PT Krakatau Steel Cilegon Banten.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
D1437
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affani Hakim
"Teknologi bioremediasi merupakan teknologi yang belakangan ini digunakan sebagai cara alternatif penanggulangan Iimbah hidrokarbon. Penelitian ini menggunakan kontaminan toluena sebagai salah salu komponen hidrokarban yang banyak digunakan, terutama sebagai pelarut. Metode ini menggunakan mikroorganisme bakteri pemecah minyak, dalam penelitian ini menggunakan Pseudomonas areruginosa untuk mendegradasi kontaminan toluena. Sehingga diharapkan dapat memulihkan lingkungan yang tercemar.
Penelitian proses biodegradasi toluena ini merupakan bagian dari penelitian bioremediasi yang dilakukan oleh Departemen Teknik Gas dan Petrokimia. Penelitian ini dilakukan dalam kultur medium LC dengan konsentrasi yang digunakan sebesar 1000 ppm, kecepatan stirrer 75 rpm, dan dengan variasi temperatur yang diuji adalah 30 ºC , 40 ºC , dan 55 ºC. Temperatur ini digunakan karena Pseudomonas aeruginosa hidup pada rentang suhu 25 ºC - 60 ºC . Diluar rentang itu pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa akan menurun secara signifikan.
Secara umum hasil yang diperoleh adalah semakin tinggi suhu yang digunakan semakin cepat toluena terdegradasi, sampai suatu rentang suhu tertentu. Suhu optimum bagi bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk mendegradasi toluena berdasarkan hasil percobaan adalah 40 ºC. Hal ini berdasarkan percobaan pada rentang waktu yang sama, pada suhu 40 ºC toluena yang terdegradasi lebih banyak dibandingkan suhu 30 ºC dan 55 ºC ."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasya Christine Prabowo
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pemanfaatan kompos Unit Pengolahan Sampah (UPS) Universitas Indonesia terhadap pertumbuhan terung ungu (Solanum melongena L. var. Lezata) dilasanakan pada bulan Oktober sampai dengan November. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi kompos dalam media tanam yang paling baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman terung. Kompos dalam media tanam divariasikan sebagai berikut P1 (tanah: pasir: kompos 1:1:0), P2 (tanah: pasir: kompos 1:1:0.5), P3 (tanah: pasir: kompos 1:1:1), dan P4 (tanah: pasir: kompos 1:1:2), serta P5 (media tanam komersil) sebagai kontrol positif. Dua fase pertumbuhan yang akan diamati yaitu vegetatif dan generatif. Data diolah berdasarkan parameter kualitatif (warna daun, bentuk daun, besar daun, warna buah dan tes organoleptik) dan kuantitatif (tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering, panjang akar,jumlah buah, panjang dan berat buah). Data kualitatif menunjukkan adanya perbedaan warna daun dan warna buah tanaman terung ungu pada perlakuan media tanam. P5 dan P1 menunjukkan warna daun yang lebih terang dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya. Perlakuan P3 dan P4 menunjukkan warna kulit buah terung ungu yang gelap dan sesuai dengan literatur, sementara perlakuan lainnya menunjukkan warna buah ungu terang. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kompos UPS UI berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, berat kering tanaman, dan jumlah bunga tanaman. Namun, kompos UPS UI tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan jumlah buah. Kombinasi terbaik untuk pertumbuhan vegetatif ditunjukkan oleh P3. Perlakuan P3 dan P4 menunjukkan hasil yang hampir serupa pada hasil pertumbuhan generatif.

ABSTRACT
Research on the use of UPS UI compost on the growth of purple eggplant (Solanum melongena L. var. Lezata) was conducted from October to November. The research was conducted with the aim to find out the proportion of compost in the growing media to support the growth of eggplant plants. Compost in the planting medium is varied as follows P1 (soil: sand: compost 1: 1: 0), P2 (soil: sand: compost 1: 1: 0.5), P3 (soil: sand: compost 1: 1: 1), and P4 (soil: sand: compost 1: 1: 2), and P5 (commercial growing media) as a positive control. Two growth phases will be observed, vegetative and generative. Data were processed based on qualitative parameters (leaf color, stem color, leaf shape, leaf size, fruit shape, fruit color and organoleptic tests) and quantitative (plant height, number of leaves, wet weight and dry weight, root length, and number of fruits, fruit length and weight). Qualitative data shows the differences in leaf color and fruit color of purple eggplant plants in the planting media treatment. P5 and P1 showed lighter leaf color compared to the other three treatments. Treatments P3 and P4 showed dark purple eggplant skin color and according to the literature, while other treatments showed light purple fruit color. Statistical analysis showed that UPS UI compost significantly affected the parameters of plant height, number of leaves, wet and dry weight. However, UPS UI compost has no significant effect on root length and number of fruits. The best combination for plant vegetative growth shown by P3. P3 and P4 shows an almost similar result in generative growth ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Lubnah
"Aktivitas pengelolaan minyak bumi terus meningkat sehingga diperlukan tindakan pengelolaan pencemaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan bakteri dan penurunan kadar TPH pada proses bioremediasi yang distimulasi dengan penambahan kompos dan lumpur IPAL pada 5% dan 10% secara eksperimental skala laboratorium dengan simulasi tanah tercemar dengan kadar TPH sebesar 5,5% selama 5 minggu hingga mencapai baku mutu yaitu di bawah 1%. Tanah yang digunakan berasal dari pantai Marunda, kompos dari UPS Merdeka, lumpur IPAL dari Jababeka, dan bakteri diisolat dari tanah tercemar minyak diwilayah sekitrar kilang.
Hasilnya berupa laju pertumbuhan bakteri pada kompos dan lumpur IPAL dengan kadar 5% masing-masing adalah 0,7567/minggu dan 1,154/minggu serta 0,8783/minggu dan 1,1109/minggu pada kadar 10%. Sedangkan efisiensi penyisihan TPH yang didapatkan adalah 95,32% dan 96,85% untuk penambahan kompos 5% dan 10% serta 91,15% dan 91,02% untuk penambahan lumpur IPAL sebanyak 5% dan 10%. Hasil uji t menyatakan perbedaan baik pertumbuhan bakteri maupun penurunan kadar TPH tidak signifikan. Kemudian hasil uji korelasi menunjukkan korelasi rendah berbanding terbalik untuk hubungan TPH dengan jumlah bakteri.

Crude oil's processing into energy continuous to increase, hence the treatment for its environmental impact is needed. This study aims to determine the differences of bacterial growth rate and removal efficiency of Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) between compost and WWTP sludge addtion at 5% and 10%. Those effect was acknowledge through experimental in laboratory scale using soil contaminated by 5,5% TPH within 5 weeks until it reach less than 1% as the requirement. The soil comes from Marunda Beach, compost from UPS Merdeka, WWTP sludge from Jababeka, bacterial isolated from soil contaminated at the surrounding of refining.
Result of this study showed that the bacterial growth rate in compost and WWTP sludge at 5% and 10% concentration each are 0,7567/weeks and 1,154/week for compost also 0,8783/week and 1,1109/week for WWTP sludge. While the TPH removal efficiency obtained was 95,32% and 96,85% for the addition of compsot as well as 91,15% and 91,02% for the addition of WWTP sludge.at 5% and 10% concentration. Due to t-Test, the differences between all the variation of concentration are not significant. The correlation test between TPH degradation to bacterial growth showed that there is a weak downhill (negative) linear relationship.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Crude oil degradation has been carried out using biopile reactor in TPH concentration of 5%, 10% and 15%. The thermophilic microorganism used from isolation result and identification are Aeromonas salmonicida, Bacillus pantothenticus, and Stenotrophomonas maltophilia. Biodegrade of biopile reactor done by various concentration Total Petroleum Hydrocarbon (TPH), Total Plate Count (TPC), and Volatile Suspended Solid (VSS) per day during 30 day.
Biodegrade kinetic parameter calculated are m, mm, Y, Yt, Yobs, Kd, Ks from TPH concentration decision, TPC and VSS in every microorganism with t (observation time) that is 0 hour to 168 hour. Crude oil separation efficiency in a biople reactor shows that the largest separation occurs on a starting TPH concentrate of 15% which was 61.8% later on followed on a starting TPH concentrate of 10% and 5% which was as much as 61% and 48.4%.
"
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Universitas Trisakti. Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Putri Sativa
"ABSTRAK
Tumpahan minyak bumi baik pada lingkungan akuatik maupun darat sangat merugikan manusia maupun lingkungan karena senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalamnya yang dapat membahayakan ekosistem dan keseimbangan lingkungan serta merupakan senyawa yang karsinogenik bagi manusia dan hewan. Oleh karena itu tindakan remediasi perlu dilakukan, salah satunya adalah dengan metode kombinasi mikroorganisme dan tumbuhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beberapa perlakuan yang diterapkan terhadap penyisihan kadar TPH dan BTEX serta pengaruhnya terhadap faktor lingkungan dalam proses remediasi. Pada penelitian ini, bioremediasi dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan yang berbeda yaitu pemberian kompos (C), tanaman dan kompos (P), mikroorganisme dan kompos (B), dan tanaman dan mikroorganisme kompos (BP), terhadap tanah dengan kadar minyak 5% dan 10% selama 5 minggu. Dari hasil penelitian, berikut hasil pengujian TPH berturut-turut pada tanah terkontaminasi 5%: 2,10% (C); 1,31% (B); 1,66% (P); dan 0,68% (BP) dan hasil pengujian TPH berturut-turut pada tanah terkontaminasi 10% adalah 3,30% (C); 2,54 (B); 3,91% (P); dan 3,31% (BP). Persentase degradasi TPH tertinggi pada tanah terkontaminasi minyak 5% terdapat pada perlakuan BP yaitu sebesar 87,1%, sementara pada tanah terkontaminasi minyak 10% persentase penyisihan TPH terbesar ada pada perlakuan penambahan bakteri yaitu sebesar 76,19%. Persentase penyisihan BTEX pada perlakuan BP di tanah terkontaminasi minyak 5% sebesar 68,35% persentase penyisihan BTEX pada perlakuan B di tanah terkontaminasi minyak 10% sebesar 84,91%. Berdasarkan uji statistik, baik pada tanah terkontaminasi 5% maupun 10%, degradasi TPH mempengaruhi nilai pH secara signifikan karena p < 0,05 namun degradasi TPH tidak mempengaruhi nilai suhu karena p > 0,05.

ABSTRACT
Oil spills both aquatic and terrestrial environments are very detrimental to people and the environment due to hydrocarbon compounds that contained therein which is not only could be harmful for the balance of the ecosystem and the environment but also carcinogenic to human and animals. Therefore remediation needs to be done, one of the methods is by using combination of microorganisms and plant. The aim of this research are to analyze the influences between several different treatments that are applied for TPH and BTEX removal and the influences on environmental factirs in the process of remediation. In this research, bioremediation held by using 4 different treatment which are: by adding compost (C), plants and compost (P), microorganisms and compost (B), and compost, plants and microorganisms (BP), to soil with oil content of 5% and 10%. The following test results of TPH in soil contaminated with 5% oil content in a row are: 2.10% (C); 1.31% (B); 1.66% (P); and 0.68% (BP) and TPH test results in soil contaminated with oil content 10% in a row are: 3.30% (C); 2.54 (B); 3.91% (P); and 3.31% (BP). The highest percentage of TPH degradation in contaminated soil of 5% oil content found in BP treatment that is equal to 87.1%, while in the contaminated soil of 10% oil content the largest TPH removal percentage is in the treatment of adding bacteria (B) which is 76.19%. BTEX removal percentage in 5% oil contaminated soil in BP treatment is 68.35% while in 10% oil contaminated soil with B treatment is 84.91%. Based on statistical tests, both on contaminated soil with 5% and 10% oil, TPH degradation significantly affect the pH value as p < 0.05 but TPH degradation does not affect temperature values ​​as p > 0.05."
2015
S60054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meissa Riani
"Tanah yang tercemar minyak bumi tergolong limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3), maka dari itu tidak dapat dibuang langsung ke lingkungan. Salah satu metode yang digunakan untuk mengolah tanah yang tercemar minyak bumi adalah dengan teknik bioremediasi. Skripsi ini membahas mengenai kelebihan dan kelemahan yang ditunjukkan oleh proses bioremediasi dengan metode landfarming yang terlebih dahulu diberi tambahan dua jenis surfaktan yang berbeda, yaitu surfaktan petrokimia dan surfaktan oleokimia.
Surfaktan petrokimia yang digunakan adalah Linear Alkyl Benzene Sulfonate Acid (LABSA) sedangkan surfaktan oleokimia yang digunakan adalah Sodium Laureth Sulfate (SLS). Surfaktan SLS memiliki kelebihan yaitu bersifat terbarukan dan dapat didegradasi secara alami. Pada penelitian ini dilihat kinerja surfaktan SLS dibandingkan dengan kinerja surfaktan LABSA dalam menurunkan konsentrasi pencemar. Parameter pencemar yang diukur adalah kandungan Total Petroleum Hydrocarbons (TPH) dan metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental.
Dari data penurunan kandungan TPH terhadap waktu didapatkan bahwa sampel dengan penambahan surfaktan SLS mengalami penurunan kandungan TPH paling tinggi yaitu sekitar 64.41% dari kandungan TPH awal, diikuti dengan sampel yang diberi tambahan surfaktan LABSA yang mengalami penurunan kandungan TPH sebesar 58.56%, dan yang terakhir atau dengan kata lain kinerja yang paling rendah adalah sampel yang sama sekali tidak diberi tambahan surfaktan yaitu sebesar 38.14% dari kandungan TPH awal.

Soil that contamined by petroleum is classified as toxic and hazardous waste, and therefore can not be directly discharged into the environment. One of methods that can be used to treat petroleum-contaminated soil is bioremediation. This study discussed about the strengths and weaknesses of the bioremediation process with landfarming method where two different types of surfactants are added, that are petrochemical surfactant and oleochemical surfactant.
Petrochemical surfactant used is the Linear Alkyl Benzene Sulfonate Acid (LABSA) whereas oleochemical surfactant used is Sodium Laureth Sulfate (SLS). Surfactant SLS has the advantages that they are renewable and can be degraded naturally. In this study viewed the performance of SLS compared with the performance of LABSA in lowering the pollutant concentration. Parameter of pollutant that measured is the content of Total Petroleum Hydrocarbons (TPH) and research method used was experimental method.
From the decreasing in TPH content versus time, data showed that the samples with the addition of SLS had the highest TPH content decreased to about 64.41% of the initial TPH content, followed by the samples that were given the additional surfactant LABSA that decreased TPH to 58.56%, and the last or the lowest performance is the sample that was not given any additional surfactant that reduced TPH content to 38.14% of the initial TPH content.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50485
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marsya Dyasthi Putri
"Kegiatan industri pertambangan minyak bumi di Indonesia telah menimbulkan banyak kasus pencemaran limbah berbahaya dan beracun (B3). Kasus tersebut dapat menimbulkan dampak buruk bagi kualitas lingkungan. Pada KepMenLH No. 128 Tahun 2003, disebutkan bahwa pemulihan lahan tercemar oleh minyak bumi dapat dilakukan secara biologis, dengan menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme. Salah satu teknik penerapan pemulihan tersebut adalah dengan menggunakan teknik Bioventing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh injeksi udara dan mikroorganisme yang berperan dalam proses remediasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerjanya bioventing. Minyak bumi yang digunakan merupakan crude oil yang berasal dari PPPTMGB Lemigas. Selama 5 minggu penelitian, didapatkan penyisihan konsentrasi TPH terbesar yaitu sebesar 82% yang terdapat pada sampel dengan konsentrasi bakteri Bacillus Subtilis 10% v/v. Sedangkan pada sampel dengan konsentrasi bakteri Bacillus Subtilis 15% v/v, dan tanpa penambahan bakteri (bakteri indigenous) 1 dan 2 secara berurut adalah 67,1%, 54,24%, dan 68,12%. Penyisihan konsentrasi BTEX terbesar, yaitu sebesar 66,65% pada kontrol 2. Sedangkan sampel dengan kontrol 1, konsentrasi bakteri Bacillus Subtilis 10% v/v, dan bakteri Bacillus Subtilis 15% v/v secara berurut adalah 23,39%, 34,41%, dan 37,69%.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sampel dengan konsentrasi bakteri Bacillus Subtilis 10% v/v dan Kontrol 2 yang paling baik dalam mendukung efektivitas proses degradasi minyak bumi.

Oil mining industry in Indonesia has generated many cases of very hazardous waste pollution. Those cases could adversely affect the quality of environment. Ministry of Environment through the Ministry of Environment Decree No. 128/2003, stated that the recovery of oil contaminated area can be purified by using microbial activity, called bioremediation. On of the most preferred methods for the remediation process of oil contaminated soil is bioventing.
The main objective of this study was to determine the effect of air injection and microorganisms that play a role in the remediation process and the factors that affect performance bioventing. Oil used in this study was crude oil which was derived from PPTMGB Lemigas. The purpose of this study. During the 5 weeks of the study, obtained the largest TPH concentrations allowance that is equal to 82% were found in the sample with the concentration of the bacteria Bacillus Subtilis 10% v/v. While the sample with the concentration of bacteria Bacillus Subtilis 15% v/v, and without the addition of bacteria (indigenous) 1 and 2 in sequence is 67.1%, 54.24%, and 68.12%. Provision largest concentration of BTEX, amounting to 66.65% in the control 2. Whereas the control 1, the concentration of the bacteria Bacillus Subtilis 10% v / v, and the bacteria Bacillus Subtilis 15% v / v in the order are 23.39%, 34.41%, and 37.69%.
From this study it can be concluded that the sample with the concentration of the bacteria Bacillus Subtilis 10% v / v and Control 2 is best in support of the effectiveness of oil degradation process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Noni V.
"Sampah organik UPS Permata Regency sebesar 60-65% dari timbulan 20-30 m3/hari dan kotoran ayam PT Indocentral ± 4000 kg/hari yang dijual dengan harga sangat murah dapat diubah menjadi kompos berkualitas dengan melakukan windrow composting.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kotoran ayam dengan variasi berat terhadap kualitas kompos dan perbedaan kualitas kompos dari masing-masing komposisi tersebut berdasarkan parameter perubahan suhu, pengurangan volume, pengurangan berat, tekstur tanah, bau tanah, kadar air, C/N, jumlah Fecal coliform, water holding capacity (WHC), sieve analysis serta perubahan pH pada pengomposan. Perbandingan antara sampah organik dan kotoran ayam untuk kompos A adalah 50:50, kompos B 60:40 dan kompos C adalah 80:20.
Hasil penelitian menyatakan bahwa kompos C mencapai perbandingan C/N 10-12 paling cepat yaitu pada hari ke-47, memenuhi kadar air 31%, Fecal coliform 50-350 MPN/g, karbon 20,64%, nitrogen 2,809%, pH 7,6-7,67, WHC 87,5%, ukuran partikel lebih kecil dari 25 mm, tingkat pengurangan volume kompos 39,54% dan pengurangan berat adalah 56% sesuai SNI 19-7030-2004 dan literatur lain.

Organic waste in UPS Permata Regency which makes up 60-65% from heap 20-30 m3/day and poultry manure of PT Indocentral ± 4000 kg/day which sold in cheap price can be turned into quality compost with windrow composting method.
The aim of this research is to know the effect of adding poultry manure with varied weight to the quality of compost and how the quality of each variation differs with regard to temperature, volume, weight, compost texture, compost odor, moisture, C/N ratio, Fecal coliform, WHC, sieve analysis and pH. Ratio between organic rubbish and poultry manure in compost variation A is 50:50, 60:40 for variation B, and 80:20 for variation C.
The result showed the quality of compost C reaches C/N ratio 10-12 fastest in 47 days, moisture 31%, Fecal coliform 50-350 MPN/g, carbon 20,64%, nitrogen 2,809%, pH 7,6-7,67, WHC 87,5%, particle size less than 25 mm, level reduction volume of compost is 39,54% and also reduction of weight 56% in conformity with SNI 19-7030-2004 and other publications."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43857
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>