Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125361 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inayah Syafitri
"Saat ini telah terjadi resistensi parasit terhadap obat-obat antimalaria sehingga diperlukan alternatif pengobatan baru. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ekstrak kulit batang Delonix regia dengan daun Carica papaya L memiliki aktivitas antiplasmodium pada mencit Swiss Webster yang diinfeksi Plasmodium berghei dan mengetahui perbandingan dosis kombinasi yang paling efektif sebagai antiplasmodium. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental yang dilakukan secara in vivo. Terdapat 5 kelompok perlakuan yang terdiri dari kelompok kontrol positif, kontrol negatif, dan 3 kelompok perlakuan yang terdiri dari dosis kombinasi 1:1, 3:1, dan 1:3. Perlakuan diberikan selama lima hari berturut-turut. Setiap kelompok diamati densitas parasitnya dari hari ke-0 hingga hari ke-5 serta dihitung persentase peningkatan dan penghambatan parasitemia yang terjadi pada hari ke-4. Data persentase peningkatan parasitemia hari ke-4 dianalisis dengan menggunakan uji hipotesis Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukan dosis kombinasi 1:1 memiliki perbedaan bermakna dengan kontrol negatif (p<0,05) dan menunjukan aktivitas antiplasmodium paling baik dengan persentase penghambatan parasitemia sebesar 99%. Sedangkan dosis kombinasi 3:1 dan 1:3 tidak menunjukan aktivitas antiplasmodium.

Nowadays, the resistance toward malaria medicine has developed and required a new alternative medicine. This study is proposed to prove that the combination of Delonix regia's stem bark and Carica papaya L.’s leaves has an antiplasmodium activity on Swiss Webster mice infected by Plasmodium berghei, and also to compare each ratio combination to find the most effective one. The design used is an inv vivo experimental design. There were 5 group of mice tested, consisted of the positive control, negative control, and three combination ratio of 1:1, 3:1, and 1:3. This treatment were given daily for 5 day and on each day, the parasite density were evaluated. On day 4, the percentage of inhibition was measured. Also, on day 4, the increase in percentage of parasitemia was calculated. The data was then analyzed with Kruskal-Wallis test and the result is that combination 1:1 had a significant difference compared to negative control (p<0.05). It also shows the most effective antiplasmodium activity with a 99% of inhibition. In other hand, the combination of 3:1 and 1:3 shows no antiplasmodium activity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Amalia
"Kasus resistensi terhadap pengobatan malaria membutuhkan penemuan obat baru, salah satunya menggunakan ekstrak daun papaya (Carica papaya L.). Penelitian ini bertujuan mengetahui dosis paling efektif serta korelasi antara dosis dengan perubahan densitas parasit. Penelitian menggunakan desain eksprimental dengan pemberian tiga dosis ekstrak 9,75 mg; 15,50 mg; dan 21,25mg/20gBB kepada 25 mencit Swiss-webster. Data diolah menggunakan SPSS versi 16,00 dan dianalisis dengan uji Kruskall-Wallis yang dilanjutkan uji Post Hoc serta uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukan dosis kecil dan sedang berbeda bermakna (p<0,05) dengan kontrol negatif. Persentase penghambatan dosis kecil mencapai 99% dan ditemukan korelasi lemah antara dosis dengan densitas parasit. Dapat disimpulkan dosis 9,75 mg adalah yang paling efektif dengan terdapat korelasi antara peningkatan dosis dengan densitas parasit.

Increasing resistance against malaria treatment requires the discovery of new drugs, one of which uses papaya leaf extracts (Carica papaya L.). This study aims to determine the most effective dose and dose correlation between drug concentration and parasite density. This research is using eksperimental design by administering three doses of 9.75 mg extract; 15.50 mg; and 21.25mg/20gBW to 25 Swiss-Webster mice which were divided into three groups. Data was processed using SPSS version 16.00 and analyzed by Kruskal-Wallis test followed by Post Hoc test and Spearman correlation test.
The results showed that small and medium dose group were significantly different (p <0.05) compared to negative control group. Percentage inhibition small doses reached 99% and found a very weak correlation between the dose and the parasite density. It can be concluded that dose of 9.75 mg /20gBW is most effective with a weak positive correlation between the increase in dose to the density of parasites.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Astri Paramaramya
"Angka kejadian positif malaria di Indonesia pada tahun 2013 adalah 343.527 jiwa. Diperlukan pengobatan efektif untuk penyakit malaria, salah satu caranya dengan mencari obat alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kulit batang Flamboyan dalam memberikan efek antiplasmodium dan untuk melihat dosis mana yang memberikan peningkatan Plasmodium yang paling rendah (9,8 mg, 11,2 mg, atau 12,6 mg per 20 g mencit). Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan subjek penelitian mencit Swiss webster yang diinfeksi Plasmodium berghei. Sampel terdiri atas 25 mencit yang dibagi dalam 5 kelompok. Perlakuan diberikan setiap hari dan dipantau parasitemia pada mencit selama 5 hari. Parasit dilihat di bawah mikroskop menggunakan sediaan apus darah tipis dengan pewarnaan Giemsa. Data diolah dengan program IBM SPSS Statistics 22.
Hasil analisis pertumbuhan parasit setelah percobaan hari ke-4 didapatkan (p= 0,010), (p=0,108), (p=0,050), (p=0,180) untuk kontrol positif, dosis kecil, dosis sedang dan dosis besar secara berurutan bila dibandingkan dengan kontrol negatif. Hasil pertumbuhan parasit hari ke-5 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna (p=0,058) antar masing-masing kelompok. Persentase penghambatan densitas parasit pada hari ke-4 menunjukkan hasil <50% untuk ketiga dosis. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian dosis 9,8 mg, 11,2 mg dan 12,6 mg per 20 g mencit tidak memiliki efek antiplasmodium.

The incidence of malaria in Indonesia in 2013 was 343 527 people. Thus, it is very important to have an effevtive medicine against malaria. One of the effort is to find an alternative medicine. This study aimed to evaluate the effectivity of antiplasmodium of Flamboyant's stem bark and which dosage of that has the least increase in density of parasite (9.8 mg, 11.2 mg, 12.6 mg per 20 g mice). This was an experimental study on Swiss webster mice infected by Plasmodium berghei. Here was used 25 mice, divided into 5 group. The extracts were given once daily for 5 days and the density of parasites in peripheral blood were evaluated everyday with a thin blood smear colored with Giemsa staining. The data gained then analyzed using IBM SPSS Statistics 22 to see the increase in parasite density.
The results on 4th day treatment for the positive control, small dose, medium dose, and high dose, all compared to negative control are as follow (p= 0.010), (p=0.108), (p=0.050), (p=0.180). On the 5th day analysis, the increase in density of parasite of all group also not significantly difference (p=0.058). The percentage inhibition of parasite's density on 4th day treatment are <50% for those three dosages. From this, can be concluded that all the three dosages have no antiplasmodium effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Larastika Riyanto
"Cepat berkembangnya resistensi terhadap pengobatan malaria menuntut gencarnya usaha untuk menemukan pengobatan baru dan cara untuk menghambat timbulnya resistensi, seperti menggunakan terapi kombinas. Dua ekstrak tanaman yang terbukti pada beberapa penelitian in vivo memiliki efek antimalarial adalah kulit batang Flamboyan (Delonix regia) dan daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Pada penelitian ini diujikan kombinasi dari kedua ekstrak tersebut pada rasio 1:1, 3:1, dan 1:3 dengan desain penelitian eksperimen in vivo, menggunakan mencit Swiss-webster dan Plasmodium berghei. Setelah dievaluasi pada hari ke-4, peningkatan parasitemia ketiga kelompok uji tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok placebo. Selain itu, hasil persentase inhibisi masing-masing kelompok uji < 50%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga jenis kombinasi tidak terbukti memiliki efek antimalaria. Dari ketiga jenis kombinasi, kelompok rasio 1:1 memiliki efek inhibisi parasitemia paling baik, ditinjau dari median peningkatan parasitemia pada hari ke-4 dan persentase inhibisi di hari ke-4.

The fast growing resistance toward malaria treatment, demand us to develop a new medicine that can also prevents resistance. One way of doing this is by using a combination therapy. Two herbal extract that had been proven to have antimalarial property is Flamboyan's (Delonix regia) stem bark and Sambiloto's (Andrographis paniculata Nees)'s leaves. In this in vivo experimental study, we evaluate the antimalarial effect of the combination of both extracts in a Swisswebster mice that is infected by Plasmodium berghei in the ratio of 1:1, 3:1, and 1:3. In the 4th day of therapy, all 3 combination ratios show no significant difference compared to the mice treated with placebo. Moreover, the percentage of inhibition of the three combination ratio are less than 50% which indicates that all three therapy has no antimalarial effect. Among the three combination, 1:1 ratio has the best inhibition of parasitemia of 15 percent."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andira Hardjodipuro
"ABSTRAK
Malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan penyebab kematian di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir, diketahui resistensi pengobatan malaria dengan klorokuin dan kina semakin mengkhawatirkan sehingga dibutuhkan pengobatan alternatif menggunakan bahan alami. Tanaman Sambiloto diketahui memiliki beberapa senyawa aktif yang bersifat antimalaria. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorik yang bertujuan untuk mengetahui dosis ekstrak daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang memiliki aktivitas antimalaria paling baik dalam menurunkan densitas Plasmodium berghei pada mencit Swiss-Webster secara In Vivo. Dari 25 sampel yang ada dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, yang masing-masing diberikan dosis 0,5 mg/20 gram, 1,0 mg/20 gram, 1,5 mg/20 gram serta kontrol positif dan kontrol negatif. Setiap kelompok perlakuan dihitung peningkatan densitas parasit dan persentase penghambatan yang terjadi. Dari data yang diperoleh, dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, uji hipotesis dengan Kruskal-Wallis, dilanjutkan dengan analisis menggunakan Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan dosis sebesar 0,5 mg/20 gram, 1,0 mg/20 gram, 1,5 mg/20 gram berat badan tidak memiliki aktivitas antimalaria.

ABSTRACT
Malaria remains one of the health problems that causes death in Indonesia. In the last 10 years, the resistance of malaria against chloroquine and Kina treatment is increasing, so we need alternative treatments using natural substances. Sambiloto herb is known to have some antimalarial active compounds. This study was a laboratoric experiment that aimed to determine which dose has the most excellent antimalarial activity in lowering the Plasmodium berghei density in Swiss- Webster mice. Twenty-five samples were divided into 5 groups, each of group was given a dose 0.5 mg/20 grams, 1.0 mg/20 grams, 1.5 mg/20 grams, 1 positive control, and 1 negative control. The increase of parasites density and the percentage of inhibition were calculated in each group. The normality data was tested using Shapiro-Wilk, the hypothesis test was analysed with Kruskal-Wallis, followed by analysis by Mann-Whitney. The results show that neither group of dose dose 0.5 mg/20 grams, 1.0 mg/20 grams, 1.5 mg/20 grams has antimalarial activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Aulia Rachmi
"Latar belakang: Archidendron pauciflorum merupakan tanaman yang termasuk dalam keluarga Fabacease yang bijinya umum dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai makanan. Tanaman ini mengandung polifenol, vitamin C, flavanoid, dan asam jengkolat yang dapat berperan sebagai antioksidan. Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk membuktikan efek antioksidan ekstrak biji Archidendron pauciflorum pada hati tikus yang diintoksikasi dengan karbon tetraklorida (CCl4).
Metode: Sebanyak 27 tikus dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok 1 (kontrol) tidak diberi bahan uji. Kelompok 2 dan 3 mendapat 0,01 ml/gBB ekstrak biji Archidendron pauciflorum selama delapan hari. Kelompok 3 dan 4 mendapat 0,55 mg/g CCl4 pada hari ke-9 dan 10.
Hasil: Terdapat peningkatan parameter fosfatase alkali pada seluruh grup eksperimen. Peningkatan bermakna terdapat pada kelompok 3 (ekstrak biji Archidendron pauciflorum + CCl4) terhadap kelompok kontrol (p = 0,004).
Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak biji Archidendron pauciflorum tidak terbukti memiliki efek antioksidan terhadap hati tikus yang diintoksikasi dengan karbon tetraklorida (CCl4). Efek hepatotoksik mungkin berhubungan dengan pemberian dosis ekstrak biji Archidendron pauciflorum yang terlalu besar.

Background: Archidendron pauciflorum is a leguminous tree plant belonging to the family of Fabacease. Its seed has been commonly consumed as food in Indonesia. It contains polyphenol, vitamin C, flavonoid, and djenkolic acid indicating some antioxidant benefit from this plant. In this experimental study, the antioxidant effect of Archidendron pauciflorum seed extract to protect against carbon tetrachloride (CCL4) induced oxidative stress and hepatotoxicity in Sparague dawley rats was investigated.
Method: 27 rats were divided in four groups. Group 1 (control) was given only water and food. Group 2 and 3 were orally administered with 0,01 ml/gBW Archidendron pauciflorum seed extract on 8 consecutive days. Group 3 and 4 were orally administered 0,55 mg/gBW CCl4 on the ninth and tenth days.
Result: Liver alkaline phosphatase parameter was elevated in all experimental groups. Group 3 (CCl4-treated group that received Archidendron pauciflorum seed extract) showed significant increase compared to control group (p=0,004).
Conclusion: Therefore the result of this study prove that Archidendron pauciflorum extract did not show antioxidant effect against CCl4-induced oxidative liver damage in rats, and the hepatotoxic effects of the extract might be because the dose of extract was given too high.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Eka Putra Yuriza
"Pajanan terhadap radikal bebas yang berperan dalam kerusakan dan degenerasi jaringan semakin meningkat. Antioksidan menjadi penangkal dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Sebagai antioksidan eksogen, Archidendron pauciflorum atau yang lebih dikenal sebagai jengkol dinilai berpotensi karena adanya vitamin C, polifenol dan asam jengkolat yang terkandung di dalamnya.
Penelitian ini dilakukan untuk menilai kemampuan protektif biji jengkol sebagai antioksidan pada hati dengan aktivitas alkali fosfatase plasma sebagai indikator kerusakan. Dua puluh delapan ekor tikus jantan Sprague Dawley dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu, tanpa perlakuan, jengkol, jengkol-CCl4 dan CCl4. Aktivitas alkali fosfatase diukur dari plasma tikus tiap kelompok perlakuan menggunakan substrat p-NPP. Data kemudian dianalisis menggunakan One-way ANOVA.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan aktivitas alkali fosfatase yang bermakna pada kelompok jengkol-CCl4 (p=0,000) dan CCl4 (p=0,007) dibanding kelompok tanpa perlakuan. Pada kelompok jengkol tidak terdapat perbedaan bermakna dibanding kelompok tanpa perlakuan (p=1,000). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa potensi biji jengkol sebagai antioksidan belum terbukti apabila dilihat dari tingkat aktivitas alkali fosfatase plasma.

Exposure to free radicals that play role in tissue damage and degeneration is increasing. Antioxidants prevent from damage caused by free radicals. As exogenous antioxidants, Archidendron pauciflorum or better known as jengkol considered potential as antioxidants as vitamin C, polyphenols and Jengkolat acid contained in it.
This study was conducted to evaluate the protective effect of jengkol beans as antioxidants in the liver with plasma alkaline phosphatase activity as an indicator of damage. Twenty eight male Sprague Dawley rats were divided into 4 groups, namely, without treatment, jengkol, jengkol-CCl4 and CCl4. Alkaline phosphatase activity was measured from the plasma of rats for each treatment group using p-NPP substrate. The data obtained were analyzed by using One-way ANOVA.
The results showed an increase in alkaline phosphatase activity significantly in jengkol-CCl4 group (p = 0.000) and CCl4 (p = 0.007) compared to the untreated group. The jengkol group not significantly different than the untreated group (p = 1.000). This study suggests that the antioxidant potential of jengkol beans still unproven when seen from the level of plasma alkaline phosphatase activity because jengkol-CCl4 group actually has the highest value of enzyme activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Dafana Putra
"Tubuh memiliki pertahanan terhadap radikal bebas dengan menghasilkan antioksidan endogen salah satunya enzim glutation peroksidase (GPx). Untuk membantu kerja antioksidan endogen, banyak pencarian terkait antioksidan dari luar tubuh misalnya dari bahan makanan. Jengkol (Archidendron pauciflorum) adalah tumbuhan khas yang banyak terdapat di Indonesia berpotensi sebagai antioksidan karena mengandung asam jengkolat (sistein), polifenol, dan vitamin C. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak biji jengkol dapat mempengaruhi aktivitas spesifik GPx pada jaringan hati tikus. Sebanyak 28 ekor tikuslSprague Dawley dibagi dalam empat kelompok, yaitu tanpa perlakuan, jengkol, CCl4, dan jengkol disertailCCl4. Ekstrak biji jengkol diberikan 10 mL/kg selama 8 hari dan CCl4 diberikan 0,55 mL/kg pada hari ke-9 dan 10. Pada hari ke- 11 tikus dieutanasia, homogenat hati tikus diambil, kemudian diukur aktivitas spesifik GPx dengan kit/reagen standar. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak biji jengkol dapat menurunkan aktivitaslspesifik GPx pada hati tikus yang tidak diberikan CCl4 (p=0,032) maupun tikus yang diberikan CCl4 (p=0,000). Hal ini diperkirakan karena jengkol mampu meminimakan radikal bebas pada jaringan hati normal (tanpa intoksikasi CCl4) karena sisteinnya secara langsung dapat menekan pembentukan H2O2 (substrat GPx) sehingga aktivitas GPx lebih rendah dibandingkan kelompok tanpa perlakuan, namun jengkol tidak dapat menangkal kerusakan akibat CCl4.

Human body has defense mechanisms against free radicals by producing endogenous antioxidants, one of them is enzyme glutathione peroxidase (GPx). To help work of endogenous antioxidants, many studies search for exogenous antioxidants e.g. from food. Jengkol (Archidendron pauciflorum), a typical plant that grows in Indonesia, has potential as antioxidant because it contains djengkolic acid (cysteine), polyphenolics, and vitamin C. The purpose of this study is to prove that jengkol seed extract can affect GPx specific activity in rat liver tissue. A total of 28 Sprague Dawley rats are divided into four groups: untreated group, jengkol, CCl4, and CCl4 plus jengkol. Jengkol seed extract are administered 10 mL/kg for 8 days, and CCl4 are given 0,55 mL/kg on 9th and 10th day. On 11th day, all rats are euthanized, liver homogenates are then taken, and GPx specific activity is measured using standard kit/reagent. Result of statistical analysis shows that jengkol seed extract can decrease specific activity of GPx in non-CCl4-treated rat (p=0,032) and CCl4-treated rat (p=0,000). This is expected because jengkol is able to minimize the free radicals found in normal liver tissue (without CCl4 intoxication) as its cysteine can decrease formation of peroxide (GPx substrate) directly, so it lower GPx activity but jengkol cannot counteract the liver damage caused by CCl4."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zatuilla Zahra Meutia
"Virus dengue (DENV) menyebabkan penyakit infeksi akut yang dapat menyebabkan kematian. Infeksi dengue masih menjadi masalah kesehatan terutama di negara-negara tropis akibat morbiditas dan mortalitas yang dapat ditimbulkannya. Hingga saat ini, belum tersedia antiviral yang spesifik terhadap DENV sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan antiviral yang spesifik untuk DENV. Penelitian ini bertujuan menguji efek ekstrak daun Cynometra ramiflora Linn. in vitro pada sel Huh7it-1 untuk menilai potensi tanaman tersebut sebagai terapi spesifik untuk menanggulangi infeksi DENV. Dilakukan pengenceran terhadap ekstrak C. ramiflora Linn. dengan konsentrasi 40 μg/ml, 20 μg/ml, 10 μg/ml, 5 μg/ml, 2,5 μg/ml, dan 1,25 μg/ml. Selanjutnya, DENV dipaparkan dengan variasi konsentrasi ekstrak tersebut. Penghambatan replikasi virus ditentukan dengan pengukuran titer virus menggunakan uji Focus Assay, sedangkan efek toksisitas ditentukan dengan menggunakan metode MTT Assay. Dari kedua uji tersebut didapatkan nilai CC50 dan IC50 masing-masing sebesar 125 μg/ml dan 20,1 μg/ml sehingga didapatkan indeks selektivitas sebesar 6,2. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak C. ramiflora Linn. tidak toksik dan memiliki potensi antiviral.
Dengue virus (DENV) causes an acute infection that may lead to death. Due to the morbidity and mortality produced, dengue infection is still a serious health problem especially in tropical countries. To this time, there is still no specific antiviral to overcome DENV. Therefore, a research to find a specific antiviral for DENV is necessary. This research is aimed to evaluate the effect of Cynometra ramiflora Linn. leaf extract in vitro on Huh7it-1 cell as a specific antiviral for DENV infection. The leaf extract of C. ramiflora Linn. was diluted to concentration 40 μg/ml, 20 μg/ml, 10 μg/ml, 5 μg/ml, 2,5 μg/ml, and 1,25 μg/ml. Next, DENV was exposed to those concentration. The inhibition of DENV replication was observed using Focus Assay, while the toxicity of the extract to Huh7it-1 was evaluated using MTT Assay. From the experiment, the value of CC50 and IC50 are 125 μg/ml and 20,1 μg/ml, respectively. From the research, it can be concluded that C. ramiflora Linn. extract is not toxic and has a potency for antiviral."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Permatasari
"Malaria masih merupakan masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia dengan angka kejadian setiap tahun mencapai 500 juta jiwa dan lebih dari satu juta diantaranya meninggal dunia. Munculya, strain Plasmodium yang resisten menjadikan pengobatan kurang efektif sehingga dibutuhkan bahan alami sebagai alternatif antiplasmodium. Flamboyan diketahui telah digunakan untuk pengobatan malaria, namun masih sedikit penelitian mengenai aktivitas antiplasmodium tanaman ini. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan ekstrak kulit batang dan ekstrak bunga Delonix regia yang dilakukan uji penapisan fitokimia dan uji aktivitas antiplasmodium secara in vivo pada mencit Swiss-webster yang diinfeksi Plasmodium berghei. Dari 24 sampel dibagi menjadi 8 kelompok perlakuan yang terdiri atas 3 kelompok ekstrak kulit batang dan bunga masing-masing dengan dosis 2,8 mg, 8,4 mg, dan 14 mg, serta 1 kelompok kontrol positif dan 1 kelompok kontrol negatif. Setiap kelompok perlakuan diamati densitas parasit dan dihitung persentase pertumbuhan dan persentase penghambatan yang terjadi. Data kemudian dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-wilk dan uji hipotesis menggunakan One Way Anova dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Hasil penelitian menunjukan kulit batang dosis 2,8 mg dan 8,4 mg menunjukan aktivitas antiplasmodium. Aktivitas antiplasmodium terbesar terjadi pada kulit batang dosis 8,4 mg sebesar 66,25% (p=0,314) diikuti kulit batang dosis 2,8 mg sebesar 38,88% (p=0,550).

Malaria is still a worldwide health problem, including Indonesia. Each year there are 500 million cases and more than one million people died. Resistant Plasmodium's strains makes the treatment less effective, therefore, discovery of natural substance as an alternative antiplasmodium treatment is necessary. Flamboyan is used to treat malaria, but only few research were done about it. This study is an experimental research using extract from Delonix regia's flower and bark. This study conducted phytochemical and antiplasmodium activity test using Swiss-Webster mice infected with Plasmodium berghei in vivo. From 24 samples, they were divided into 8 groups that consists of 3 groups of bark extracts and flowers, each with a dose of 2.8 mg, 8.4 mg, and 14 mg, 1 positive control and 1 negative control group. Each group were counted the percentage of growth and inhibition parasite density. The normality data is tested with Shapiro-Wilk and the hypothesis test using One Way ANOVA followed by Post Hoc test. The results showed extract of bark dose 2.8 mg and 8.4 mg have antiplasmodium activity. The greatest effect occured at dose of 8,4 mg with 66.25% (p=0,314) growth inhibition percentage, followed by bark dose's extract of 2,8 mg with 38,88% (p=0,550)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>