Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161880 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Metabolik sindrom merupakan suatu kondisi dimana tubuh memiliki minimal tiga
dari empat gejala berikut: obesitas, hipertrigliseridimia, hipertensi, gula darah
puasa yang tinggi, dan kadar HDL rendah. Di era modern ini, banyak orang
memiliki pola hidup yang kurang sehat, seperti kurangnya olah raga maupun pola
makan yang tidak seimbang, sehingga membuat mereka semakin rentan terhadap
gejala-gejala tersebut. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi prevalensi
sindrom metabolic dan faktor-faktor terkaitnya, mencakup faktur demografis dan
pola hidup, di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur. Riset ini menggunakan
desain cross-sectional dengan masyarakat Kelurahan Kayu Putih sebagai subjek
penelitian. Data diambil pada tanggal 20 dan 27 Maret 2011 menggunakan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan tes penunjang. Data kemudian dianalisis lebih
lanjut menggunakan chi-square test berdasarkan kriteria metabolik sindrom ATP
III. Terdapat 27(34.6%) orang dari 78 responden mengalami sindrom metabolik.
Chi square test menunjukkan hubungan yang signifikan antara sindrom metabolik
dengan jenis kelamin (p <0.001), umur (p=0.020), dan pekerjaan (p=0.023). Di
sisi lain, faktor-faktor demografis dan pola hidup lainnya tidak menunjukkan
hubungan yang berarti. Prevalensi sindrom metabolik di Kelurahan Kayu Putih
Jakarta Timur adalah 34.6% dan faktor yang terkait dengan sindrom metabolik
adalah jenis kelamin, umur, dan pekerjaan, Metabolic syndrome is a condition of body which have at least three of this symptoms: abdominal obesity, hypertriglyceridemia, low level of high-density lipoproteins, hypertension, and high fasting plasma glucose level. The aim of this study is to identify the prevalence of metabolic syndrome and other factors including demographical factors and lifestyle factors that are related toit in Kelurahan Kayu Putih, East Jakarta. This research used cross-sectional design with some people living in Kelurahan Kayu Putih as the subjects. The data were taken upon anamnesis, body measurement, physical examination, and supporting tests. The data were analyzed by chi-square testbased on ATP III criteria for metabolic syndromeThe result illustrated that the prevalance of metabolic syndrome was 27(34.6%) people out of 78 respondents Chi square test showed meaningful difference in the prevalence of metabolic syndrome by gender (p <0.001), age (p=0.020), and occupation (p=0.023). In contrast, the test showed that there was no significant difference in other demographical factors and lifestyle. In conclusio, the prevalence of metabolic syndrome at KelurahanKayuPutih, East Jakarta is 34.6% and factors relating to metabolic syndrome is gender, age, and occupation. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsha Aulia
"Latar belakang: Pemfigus merupakan penyakit autoimun yang ditandai lepuh pada kulit dan/atau mukosa akibat adanya imunoglobulin terhadap permukaan sel keratinosit. Kortikosteroid KS merupakan pilihan terapi utama. Dipikirkan pemfigus berhubungan dengan sindrom metabolik SM secara langsung maupun tidak langsung.
Tujuan: Mengetahui proporsi SM pada pasien pemfigus dan faktor-faktor yang berhubungan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM.
Metode: Studi potong lintang pada bulan September November 2016 di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM. Subjek dianamnesis, dilakukan pengukuran tekanan darah dan lingkar abdomen, lalu dilanjutkan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar trigliserida, high density lipoprotein HDL, serta gula darah puasa.
Hasil: Didapatkan 30 subjek dengan rerata usia 41,6 10,3 tahun dan sebagian besar perempuan. Sebanyak 23 subjek 76,7 terdiagnosis pemfigus vulgaris dan 7 subjek 23,3 pemfigus foliaseus. Median durasi penyakit adalah 31 bulan. Median lama penggunaan steroid adalah 16,5 bulan. Ditemukan SM pada 40 dari total SP. Didapatkan proporsi obesitas sentral adalah 63,3 , hipertensi 50, hipertrigliseridemia 50, hiperglikemia 23,3, dan hipo-HDL 43,3.
Simpulan: Ditemukan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan di kelompok SM. Tidak ditemukan perbedaan bermakna jenis kelamin, tipe pemfigus, usia, lama sakit, dan lama penggunaan steroid antara kelompok SM dan tidak SM.

Background: Pemphigus is an autoimmune bullous disease characterized by blistering skin and or mucosa caused by presence of immunoglobulin against keratinocyte cell surface. Corticosteroid is the main therapy. Pemphigus has been related to metabolic syndrome MS lately.
Objective: Determine MS proportion in pemphigus patients and its associated factors.
Methods: This cross sectional study was conducted in September November 2016 in Dermatovenereology Outpatient Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital. Subjects history was taken then blood pressure, and abdominal circumference were measured. Patients trigliceryde, high density lipoprotein HDL, and fasting blood glucose level were also measured.
Results: There are 30 subjects with age mean 41,6 10,3 years and mostly women, 23 patients 76,7 are diagnosed as pemphigus vulgaris while 7 patients 23,3 are pemphigus foliaceus. Disease duration mean in all patients is 31 months and steroid duration mean is 16.5 months. MS was found in 40 subjects. Proportion of central obesity is 63,3, hypertension 50, hypertriglyceridemia 50, hyperglycemia 23,3, and hipo HDL 43,3.
Conclusion The same proportion of men and women are found in MS group. There is no statistically significant difference found in gender, pemphigus subtype, age, disease duration, and steroid usage duration between two groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Okta Rizkiani
"Sindrom metabolik merupakan istilah untuk sekumpulan faktor risiko penyakitjantung dan diabetes mellitus. Pekerja memiliki perilaku pola hidup dan pola kerjayang bervariasi yang berisiko menyababkan sindrom metabolik. Penelitian inidilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrommetabolik pada pekerja tambang. Design penelitian cross sectional digunakandengan menganalisis data hasil kuesioner pola hidup dan pola kerja dan MedicalCheck Up yang meliputi Obesitas Sentral, Trigliserida, HDL, Tekanan Darah danGula Darah Puasa. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hubungan yangsignifikan antara faktor aktivitas fisik p value 0,032; OR 3,030 dan riwayatpenyakit pada orang tua p value 0,026; OR 0,282 dengan sindrom metabolikyang dialami pekerja. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antarapengetahuan, durasi kerja, shift kerja, durasi tidur, dan pola makan dengansindrom metabolik. Upaya promotif dan preventif perlu dilakukan untukmencegah terjadinya sindrom metabolik populasi pekerja.

Metabolic syndrome is a term for risk factors for heart disease and diabetesmellitus. Workers have different lifestyle behaviors and work patterns that cancausing metabolic syndrome. This study was conducted to explain the factorsrelated with metabolic syndrome in miner workers. Cross sectional design is usedby analyzing lifestyle and work patterns questionnaire and Medical Check Up datawhich includes Central Obesity, Triglycerides, HDL, Blood Pressure and FastingBlood Sugar. Based on the research results, there were significant relationshipbetween physical activity factor p value 0,032, OR 3,030 and parents rsquo history ofdisease p value 0,026 OR 0,282 with metabolic syndrome. No significantrelationship was found between knowledge, work duration, shift work, sleepduration, and diet pattern with metabolic syndrome. Promotion and preventivecontrols are needed to prevent the metabolic syndrome in population."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyandra Parikesit
"Penelitian ini dibuat untuk mengevaluasi hubungan antara LUTS/BPH dan sindrom metabolik pada pria Indonesia. Dua ratus dua puluh tujuh pasien dengan BPH diinklusi dalam penelitian ini. Pengukuran indeks masa tubuh, lingkar perut, volume prostat, dan international prostate symptom score (IPSS) dilakukan pada semua pasien. Berbagai pemeriksaan laboratorium seperti prostate specific antigen, gula darah puasa, trigliserida, lipoprotein densitas tinggi telah diuji. Diagnosa sindrom metabolik disesuaikan dengan kriteria dari The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III). IPSS disubkategorikan menjadi nilai keluhan obstruktif dan iritatif dan sindrom metabolik di kelompokkan sesuai dengan jumlah komponen kriteria (kurang dari 3, 3, 4, dan 5). Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisa hubungan antara seluruh data kontinyu. Nilai rerata antara kelompok faktor resiko dianalisa menggunakan One-way ANOVA untuk data dengan nilai distribusi normal dan Kruskall Wallis untuk data dengan nilai distribusi tidak normal. Pada penelitian ini didapatkan sindrom metabolik pada 87 pasien (38.3 %). Pasien dengan sindrom metabolik memiliki nilai indeks masa tubuh, lingkar perut, tekanan darah sistolik, trigliserida, gula darah puasa, gejala iritatif, dan total IPSS lebih tinggi, dan lipoprotein densitas tinggi lebih rendah secara signifikan. Pasien dengan obesitas sentral memiliki resiko mengalami gejala LUTS/BPH sedang-berat lebih tinggi secara signifikan (RR 1.16, 95% CI: 1.01-1.4, p = <0.05) dan resiko memiliki nilai PSA yang tinggi (PSA ³ 20) (RR 0.41, CI 95%: 0. 23 -0.74, P = <0.001). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sindrom metabolik memiliki dampak yang terbatas terhadap gejala LUTS/BPH pada pria Indonesia. Hubungan dan peningkatan resiko gejala LUTS/BPH hanya terlihat pada pasien dengan obesitas sentral.

This paper was made to evaluate the association between LUTS/BPH and MetS in Indonesian men. A total of 227 patients with histologic proven BPH were included in this study. Body mass index (BMI), waist circumference (WC), prostate volume, and international prostate symptom score (IPSS) were measured. Prostate specific antigen (PSA), fasting blood glucose (FBG), triglyceride (TG), high density lipoprotein (HDL) were tested. MetS were diagnosed using The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III). IPSS was subcategorized as irritative and obstructive scores and patients were classified into 4 groups according to the number of exhibited MetS components (less than 3, 3, 4, and 5). Spearman s correlation were used to analyses the association between all continuous variable. Mean difference between risk factor groups were analysed using One-way ANOVA for normally distributed variables and Kruskall Wallis for abnormally distributed variables. In this paper, MetS was diagnosed in 87 patients (38,3%). Patients with MetS have significantly higher BMI, WC, systolic blood pressure, triglyceride, fasting blood glucose, IPSS irritative score, total IPSS score, and lower HDL cholesterol. Patients with central obesity have significantly higher risk of having moderate-severe LUTS (RR 1.16, 95% CI: 1.01 -1.4, p = <0.05) and decreased risk in developing higher PSA level (PSA ³ 20) (RR 0.41, CI 95%: 0. 23-0.74, P = <0.001). From this paper we could conclude that MetS has limited impact towards LUTS/BPH in Indonesian men. Association and increase risk of LUTS/BPH were only seen in patients with central obesity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shirly Gunawan
"Latar Belakang: Sindrom metabolik (MetS) melibatkan endoplasmic reticulum stress (ER stress) di dalam patogenesisnya. 6-gingerol diketahui memiliki banyak efek farmakologi yang berpotensi untuk pengobatan MetS. Studi ini bertujuan untuk meneliti efek modulasi 6-gingerol terhadap MetS melalui jalur ER stress dan menentukan dose-response relationship.
Metode: Pembuatan model MetS menggunakan tikus Sprague-Dawley jantan yang diberikan diet high-fat high fructose (HFHF) selama 16 minggu dan diinjeksi streptozotocin intraperitoneal dosis 22 mg/kgBB pada minggu ke-8. Dua puluh lima ekor tikus dibagi menjadi kelompok diet standar, kontrol negatif (HFHF) dan 3 kelompok perlakuan yang masing-masing diberikan 6-gingerol dosis 50, 100 dan 200 mg/kgBB selama 8 minggu. Setelah tikus dikorbankan, dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, HOMA-IR, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida; serta parameter ER stress yaitu GRP78 dan IRE1, serta pemeriksaan histopatologik hati.
Hasil: Hasil studi menunjukkan 6-gingerol dapat mengurangi berat badan, menurunkan glukosa darah puasa, memperbaiki resistensi insulin, menurunkan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida serta mengurangi secara signifikan akumulasi lipid dan apoptosis hepatosit (p<0,05). Perbaikan terhadap kelainan metabolik tersebut terjadi melalui downregulasi ekspresi protein GRP78 dan IRE1 pada pemberian dosis 200mg/kgBB secara bermakna (p<0,05).
Kesimpulan: Studi ini berhasil membuktikan efek modulasi 6-gingerol pada sindrom metabolik secara dose-dependent melalui jalur ER stress.

Background: Metabolic syndrome (MetS) implicates ER stress in its pathogenesis. 6-gingerol is known to have many potential pharmacological effects for treating MetS. This study aims to investigate the modulating effect of 6-gingerol on MetS via the ER stress pathway and determine the dose-response relationship.
Methods: To induce MetS, male Sprague-Dawley rats were fed high-fat high fructose (HFHF) diet for 16 weeks and injected with low-dose intraperitoneal streptozotocin (22 mg/kg BW) at week 8. Twenty-five rats were divided into a standard diet group, negative control (HFHF), and three treatment groups with 6-gingerol doses of 50, 100, and 200 mg/kg BW for eight weeks, respectively (given after eight weeks of induction). At the end of the study, all rats were sacrificed. Then the following tests were carried out, including fasting blood glucose, HOMA-IR, total cholesterol, HDL, LDL, and triglyceride levels; and ER stress parameters (GRP78 and IRE1), also a histopathological examination of liver.
Results: 6-gingerol can reduce body weight, lower fasting blood glucose and improve insulin resistance, reduce total cholesterol, LDL, and triglyceride levels, and significantly reduced lipid accumulation and apoptosis in hepatocytes (p<0,05). Improvement of these metabolic abnormalities occurred through downregulation of GRP78 protein expression, IRE1 (dose of 200 mg/kgBW) significantly (p<0.05).
Conclusion: This study proved the modulating effect of 6-gingerol on metabolic syndrome in a dose-dependent manner through the ER stress pathway.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilina Faradila Cornain
"Obesitas didefinisikan sebagai kondisi meningkatnya berat badan individu akibat penumpukan jaringan lemak berlebih di dalam tubuh. Gaya hidup kurang gerak (sedentary) disertai dengan pola makan yang tidak sehat, turut meningkatkan kemungkinan terjadinya kelebihan gizi dan obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi obesitas serta faktor risiko obesitas terkait lainnya, seperti faktor demografik (umur, jenis kelamin, jenjang pendidikan, pekerjaan), dan gaya hidup (merokok, olahraga, konsumsi alkohol).
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang dimulai dari bulan April 2011 dengan melakukan anamnesis dan pengukuran antropometri pada penduduk Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur. Kriteria obesitas yang digunakan adalah kriteria IMT yang dipakai oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Analisis hubungan antara faktor-faktor yang terkait dengan obesitas di studi ini dilakukan melalui uji Chi-square bila syarat terpenuhi. Didapatkanlah prevalensi obesitas di Kelurahan Kayu Putih sebanyak 35.2% dan ditemukanlah hubungan yang bermakna (p=0.043), antara prevalensi obesitas dan tingkat pendidikan responden sementara faktor-faktor yang lain tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan obesitas.

Obesity, a condition of excessive accumulation of body fat beyond physical requirements and skeletal limitation, has now become a public health concern. The condition of having a sedentary lifestyle where physical exercise is lacking and a healthy-balanced diet are neglected, increases the possibility of being overweight and obese. The aim of this study is to identify the prevalence of obesity and its related factors, such as demographical factors (age, gender, level of education, occupation) and lifestyle (smoking, physical activity, and alcohol consumption).
Starting from April 2011, this cross sectional research design was done by performing history taking and anthropometry measurements to the citizens. The criteria of obesity are based on the Body Mass Index (BMI) classification used by Indonesia's Ministry of Health. Analysis of the related risk factors with obesity is done using the Chi-square test, when the required conditions are met. The prevalence of obesity in Kelurahan Kayu Putih was 35.2%. Chi square analysis showed a significant relationship (p=0.043), between the prevalence of obesity and the respondents? level of education; whereas, other factors did not.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viandini Permatahati
"Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan berbagai penyakit yang penyebabnya multifaktorial. Riset ini bertujuan untuk mengamati dan mengidentifikasi prevalensi hipertensi dengan hubungannya dengan faktor-faktor terkait, yaitu demografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan) dan gaya hidup (merokok, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, BMI) dengan menggunakan desain cross-sectional pada penduduk yang tinggal di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur. Hasil yang didapatkan adalah prevalensi hipertensi sebesar 25,1% di antara 432 responden dengan proporsi wanita lebih banyak yang mengalami hipertensi dibandingkan dengan laki-laki (p = 0,045).

Hypertension is a condition where there is blood pressure elevation resulting risks of having several diseases which the causes are multifactorial. This study aims to observe and identify the prevalence of hypertension and its relation to several factors, which are demographic (age, gender, level of education and occupation) and lifestyle (smoking, physical activity, alcohol consumption, BMI) by using cross-sectional study to people who live in Kelurahan Kayu Putih, East Jakarta. The result shows that prevalence of hypertension is 25.1% among 432 respondents, with females are more likely to have hypertension compared to male (p=0.045)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Riset ini bertujuan untuk mengidentifikasi prevalensi diabetes mellitus dan hubungannya dengan beberapa factor seperti factor demografis(usia, jeniskelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan) dan factor gaya hidup (konsumsi alcohol dan kopi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok). Studi ini menggunakan metode cross sectional yang telah dilakukan pada bulan Maret 2011 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang melingkupi pengukuran tekanan darah, pengukuran Indeks Massa Tubuh, dan pemeriksaan penglihatan. Selain itu pemeriksaan laboratorium juga dilakukan untuk menguji sampel darah dan urin.Subjek penelitian adalah warga yang tinggal di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur.Analisis hubungan antara factor demografis dan factor gaya hidup dilakukan dengan menggunakan uji chi-square test bilamana syarat terpenuhi. Prevalensi Diabetes Mellitus yang didapatkan adalah 18.2%. Analisa statistic tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara factor terkait dengan diabetes mellitus. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa prevalensi diabetes mellitus di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur cukup tinggi. Usia, jenis kelamin, dan gaya hidup tidak signifikan dalam kejadian diabetes. Namun, tren dalam penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes meningkat di antara orang dengan faktor-faktor risiko, The research is aimed to identify the prevalence of diabetes mellitus and its associations with several factors including age, gender, family history, obesity and lifestyle factor (alcohol and coffee consumption, physical inactivity, and smoking habit). A Cross sectional study was done on March 2011 by performing history taking, physical examination (blood pressure, BMI measurement, and visual test) and laboratory examination (blood sample and urine test). Subjects were people living at Kelurahan Kayu Putih, East Jakarta. Associations between demographic factors and life style with diabetes were analysed using chi-square test where appropriate. It was found that the Prevalence of Diabetes Mellitus is 18.2%. Many of the subjects were housewives (46.8%), while the rest are employees (18.2%), unemployed or pension (22.1%), blue-collar workers (3.9%), and entrepreneur (9.1%) and most of the population are Senior high school – university graduated (68.9%).Statistical analysis didn’t find significant relations between demographical factors and life style with diabetes mellitus. In conclusion, the prevalence of diabetes mellitus in Kelurahan Kayu Putih, East Jakarta is considerably high, but factors such as age, gender, background, and lifestyle are not significant in incidence of diabetes. Yet, the number in this study show trend of diabetes was increased among people with these risk factors.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resita Sehati
"Latar belakang: Obesitas dan sindrom metabolik (SM) yang terjadi pada usia dini akan menjadi faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung koroner. Prevalens SM meningkat secara paralel dengan peningkatan obesitas. Penelitian mengenai SM pada anak dan remaja sangat terbatas.
Tujuan: Mengetahui prevalens SM pada remaja obes usia 12-16 tahun dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Sebuah penelitian potong lintang pada tiga sekolah menengah pertama negeri di Jakarta yang dipilih secara purposive sampling (remaja dan obes). Dilakukan pengukuran antropometri, tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah. Diagnosis SM ditentukan sesuai kriteria International Diabetes Federation (IDF), yaitu lingkar pinggang > persentil 90 menurut usia dan jenis kelamin, dan memenuhi > 2 kriteria sebagai berikut: trigliserida > 150 mg/dl, HDL > 40 mg/dl, glukosa darah puasa > 100 mg/dl atau terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 (DMT2), tekanan darah > 130/85 mmHg. Penyakit kardiovaskular atau DMT2 orangtua, riwayat diabetes pada ibu selama kehamilan, bayi berat lahir rendah (BBLR), pola makan tinggi lemak dan gula, aktivitas sedentari, orangtua obes, dan pajanan asap rokok diduga meningkatkan kejadian SM. Data diolah dengan tes Pearson atau Fisher untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi dan angka kejadian SM ditampilkan dalam prevalens.
Hasil: Prevalens obes pada penelitian ini adalah 5,9%. Penelitian dilakukan pada 95 subyek obes usia 12-16 tahun. Sebanyak 35,8% subyek memiliki IMT >p95-p97 dan 64,2% memiliki IMT >p97, semuanya telah mengalami pubertas. Prevalens SM adalah 15,8% dan meningkat hingga 21,3% pada kelompok super-obes. Terdapat perbedaan bermakna prevalens SM pada kedua kelompok IMT (p=0,048). Hipertrigliseridemia dan kadar HDL rendah adalah kriteria diagnosis terbanyak pada remaja obes dengan SM. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang memengaruhi terhadap kejadian SM. Simpulan: Prevalens SM pada penelitian ini 15,8% dan meningkat hingga 21,3% pada remaja super-obes. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang memengaruhi dengan kejadian SM. Dislipidemia adalah perubahan metabolik yang paling sering dijumpai pada remaja obes dengan SM.

Background: Obesity and metabolic syndrome (MS) beginning in childhood lead to a substansial risk for type 2 diabetes mellitus and coronary heart disease. Prevalence of MS increases accordingly with the incidence of obesity. The study of the MS among children and adolescents were limited.
Aim: The purpose of this study is to define the prevalence and factors that affect the incidence of MS among obese adolescents.
Methods: A cross-sectional study selected by purposive sampling was conducted on three junior high school in Jakarta. The anthropometric, blood pressure, lipid profile, and glucose serum level from venous blood sample were taken. The definition of MS was made according to criteria of IDF. Parental history of cardiovascular disease or type 2 diabetes mellitus, history of maternal diabetes during pregnancy, low birth weight, high-fat and sugar diet, sedentary lifestyle, obese parents, and cigarette smoke expossure are considered as the factors affected the incidence of MS. Pearson or Fisher test was used to determine the factors that affect MS and the prevalence of MS were described as descriptive data.
Results: Prevalence of obese were 5.9%. A total of 95 subjects with median age 12-16 years, were enrolled into the study. All subjects were obese, and 64.3% of them were superobese (BMI >p97 for age and sex). The prevalence of MS was 15.8% and increased to 21.3% among superobese group. There was a significant difference in the prevalence of MS in obese and super-obese (p = 0.048). Hypertriglyceridemia and low HDL levels are the diagnostic criteria found the most in MS subjects. There was no significant association between factors affecting MS.
Conclusion: The prevalence of MS was 15.8% and increased to 21.3% among superobese. There was no significant association between factors affecting MS in adolescents. Dyslipidemia is the most common metabolic change in obese adolescents with MS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Ulayya
"Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi sebab dari morbiditas dan mortalitas utama di dunia. Sindrom metabolik adalah sekumpulan gejala klinis yang akan meningkatkan risiko berkembangnya PTM, khusunya penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus tipe 2. Hasil analisis Riskesdas menemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik di Indonesia meningkat dari 10,8% (2013) menjadi 24,4% (2018). Pegawai kantoran sering dikaitkan dengan perilaku sedentari sehingga berpeluang untuk mengembangkan sindrom metabolik lebih tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom metabolik pada kelompok pegawai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Depok tahun 2022. Penelitian dengan desain cross-sectional ini menganalisis data hasil skrining PTM pegawai Pemerintah Kota Depok tahun 2022. Sebanyak 1.128 responden yang berasal dari 21 OPD diikutkan dalam penelitian ini. Prevalensi sindrom metabolik sebesar 33,2%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan signifikan secara statistik dengan kejadian sindrom metabolik meliputi usia, jenis kelamin, IMT, riwayat PTM dalam keluarga, kadar kolesterol total, rasio kadar kolesterol total terhadap kolesterol HDL, dan aktivitas fisik. Pada analisis multivariat, variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan sindrom metabolik adalah usia, IMT, dan rasio kadar kolesterol total terhadap kolesterol HDL. IMT merupakan faktor dominan yang memiliki hubungan bermakna dengan sindrom metabolik (PR: 3,128, 95% CI: 2,396 – 4,085).

Non-communicable diseases (NCDs) have become a leading cause of morbidity and mortality in the world. Metabolic syndrome is a group of clinical symptoms that can increase the risk of developing NCDs, especially cardiovascular disease and type 2 diabetes mellitus. The results of Riskesdas analysis found that the prevalence of metabolic syndrome in Indonesia went from 10.8% (2013) to 24.4% (2018). Office employees are often associated with sedentary behavior so that the chances of developing metabolic syndrome are higher. The objective of this study is to determine the prevalence and the factors associated with metabolic syndrome among Regional Device Organizations (OPDs) employees of Depok City Government in 2022. This cross-sectional study included secondary data from the result of health screening of Depok City Government employees in 2022. A total of 1,128 respondents from 21 OPDs were included in this study. Prevalence of metabolic syndrome was 33.2%. Bivariate analysis shows that the variables that were statistically significant with the metabolic syndrome included age, sex, BMI, family history of PTM, total cholesterol level, total-cholesterol-to-HDL ratio, and physical activity. In multivariate analysis, variables found to have significant association with metabolic syndrome were age, BMI, and total-cholesterol-to-HDL ratio. BMI was the dominant factor associated with metabolic syndrome (PR: 3,128, 95% CI: 2,396 – 4,085)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>