Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72181 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Eceng gondok merupakan gulma yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dan berpotensi digunakan sebagai sumber serat alam yang berpotensi digunakan sebagai bahan pengisi material komposit. Eceng gondok dipreparasi dalam bentuk serbuk halus berukuran 0,316 mm, kemudian dicampurkan dalam komposit berbasis matriks resin poliester dengan variasi komposisi berat 0%, 1%, 3% dan 5%. Penambahan serbuk serat Eceng gondok menyebabkan penurunan kekuatan tarik dan kekuatan lentur komposit. Semakin banyak jumlah serbuk serat Eceng gondok akan mengakibatkan semakin lemahnya interaksi pada daerah interface. Hal ini diperkuat dengan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM pada bagian patah yang menunjukkan karakteristik pola patah dan munculnya rongga pada daerah interface. Rongga tersebut muncul akibat, Water hyacinth is a sort kind of weed which has high growth rate and potential to be used as a natural fiber source for composite material filler. Water hyacinth is prepared as fiber powder form by size of 0,316 mm. Water hyacinth fiber powder was mixed with variation of composition weight 0%, 1%, 3% and 5% in composite unsaturated polyester resin based. The addition of water hyacinth fiber powder result decrement in tensile strength and flexural strength of the composite. The more weight of water hyacinth fiber powder used, the less bonding strength in interface area. The result of morphological characterization using SEM shown the crack mechanisms and the number of cavities in two phases for each samples. Cavities occurred as result of crack propagation caused facture in around weak bonding interface.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwan Muttaqin
"Eceng gondok merupakan gulma yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dan berpotensi digunakan sebagai sumber serat alam yang berpotensi digunakan sebagai bahan pengisi material komposit. Eceng gondok dipreparasi dalam bentuk serbuk halus berukuran 0,316 mm, kemudian dicampurkan dalam komposit berbasis matriks resin poliester dengan variasi komposisi berat 0%, 1%, 3% dan 5%. Penambahan serbuk serat Eceng gondok menyebabkan penurunan kekuatan tarik dan kekuatan lentur komposit. Semakin banyak jumlah serbuk serat Eceng gondok akan mengakibatkan semakin lemahnya interaksi pada daerah interface. Hal ini diperkuat dengan hasil karakterisasi morfologi menggunakan SEM pada bagian patah yang menunjukkan karakteristik pola patah dan munculnya rongga pada daerah interface. Rongga tersebut muncul akibat perkembangan retak yang menyebabkan interface yang lemah menjadi terputus.

Water hyacinth is a sort kind of weed which has high growth rate and potential to be used as a natural fiber source for composite material filler. Water hyacinth is prepared as fiber powder form by size of 0,316 mm. Water hyacinth fiber powder was mixed with variation of composition weight 0%, 1%, 3% and 5% in composite unsaturated polyester resin based. The addition of water hyacinth fiber powder result decrement in tensile strength and flexural strength of the composite. The more weight of water hyacinth fiber powder used, the less bonding strength in interface area. The result of morphological characterization using SEM shown the crack mechanisms and the number of cavities in two phases for each samples. Cavities occurred as result of crack propagation caused facture in around weak bonding interface."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Paramita Dona Fitria
"ABSTRAK
Eceng gondok berpotensi menjadi bahan penguat pada material komposit karena mengandung selulosa yang tinggi. Namun, penambahan serat alam pada matriks polimer dapat menurunkan sifat mekanik komposit yang dipengaruhi oleh interaksi antarmuka yang lemah sehingga diperlukan perlakuan permukaan. Eceng gondok akan diberi perlakuan terlebih dahulu dengan tekan panas lalu diberi perlakuan alkali, silane, dan kombinasi alkali-silane. Kemudian, variasi eceng gondok dicampurkan dengan poliester untuk membuat komposit dengan metode hand lay-up. Untuk pengamatan kualitas ikatan serat dan matriks diamati melalui Scanning Electron Microscopy (SEM) dan FTIR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat dengan perlakuan permukaan memiliki keterbasahan dan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan serat tanpa perlakuan. Dengan perlakuan permukaan, sudut kontak yang terbentuk menjadi lebih kecil yaitu dari 55,9⁰ menjadi 40,9⁰; 29,8⁰; dan 23⁰ sehingga keterbasahan serat terhadap matriks menjadi lebih baik. Selain itu, kekuatan bending tanpa perlakuan permukaan meningkat dari 21,99 MPa menjadi: 36,86 MPa dengan perlakuan alkali; 43,10 MPa perlakuan silane; dan 52,78 MPa dengan kombinasi alkali-silane.Eceng gondok berpotensi menjadi bahan penguat pada material komposit karena mengandung selulosa yang tinggi. Namun, penambahan serat alam pada matriks polimer dapat menurunkan sifat mekanik komposit yang dipengaruhi oleh interaksi antarmuka yang lemah sehingga diperlukan perlakuan permukaan. Eceng gondok akan diberi perlakuan terlebih dahulu dengan tekan panas lalu diberi perlakuan alkali, silane, dan kombinasi alkali-silane. Kemudian, variasi eceng gondok dicampurkan dengan poliester untuk membuat komposit dengan metode hand lay-up. Untuk pengamatan kualitas ikatan serat dan matriks diamati melalui Scanning Electron Microscopy (SEM) dan FTIR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat dengan perlakuan permukaan memiliki keterbasahan dan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan serat tanpa perlakuan. Dengan perlakuan permukaan, sudut kontak yang terbentuk menjadi lebih kecil yaitu dari 55,9⁰ menjadi 40,9⁰; 29,8⁰; dan 23⁰ sehingga keterbasahan serat terhadap matriks menjadi lebih baik. Selain itu, kekuatan bending tanpa perlakuan permukaan meningkat dari 21,99 MPa menjadi: 36,86 MPa dengan perlakuan alkali; 43,10 MPa perlakuan silane; dan 52,78 MPa dengan kombinasi alkali-silane.

ABSTRACT
Water hyacinth has good potential to be a reinforcement in composite materals because of they contain a high cellulose. However, the addition of natural fibers in the polymer matrix can reduce the mechanical properties of the composites were affected by the weak interaction interface so that the necessary of surface treatment. Hyacinth will be treated first with hot press, then treated with alkali, silane, and combinations of alkali-silane. Then, hyacinth mixed with polyester to make composites by hand lay-up method. For observation of the quality of bonding fibers and matrix was observed by Scanning Electron Microscopy and FTIR. The results showed that the fibers with the surface treatment has better wettability and mechanical properties than the untreated fibers. With the surface treatment, the contact angle formed becomes smaller from 55.9⁰ to be 40.9⁰; 29.8⁰; and 23⁰ so the wettability of the fiber to the matrix be better. In addition, the bending strength without surface treatment increased from 21.99 MPa to: 36.86 MPa by treatment with alkali; 43.10 MPa by silane treatment; and 52.78 MPa by combination of alkali-silanes"
2016
S63367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Agnasia Desmara
"Hidrogel merupakan struktur tiga dimensi dari polimer hidrofilik yang dibentuk dengan perlakuan kimia atau fisika dan dapat menyerap air dalam jumlah banyak. Parameter kinerja hidrogel dalam menyerap air disebut sebagai swelling ratio dimana dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain sifat hidrofilik dan struktur morfologi dari polimer pembentuk hidrogel.
Pada penelitian ini dibuat hidrogel dari campuran polimer karboksimetil selulosa (CMC) dan polivinil alkohol (PVA) dengan crosslinker kimia asam sitrat. CMC disintesis dari selulosa eceng gondok sebagai sumber selulosa yang sudah diketahui potensial sebagai sumber selulosa dan dalam jumlah melimpah. Sintesis hidrogel dengan basis CMC eceng gondok sudah dilakukan dengan hasil swelling ratio yang baik.
Pada penelitian ini ditambahkan polimer sintesis PVA (polivinil alkohol) yang bersifat hidrofilik dengan harapan akan meningkatkan nilai swelling ratio yang dihasilkan. Efek dari perbedaan komposisi CMC/PVA dan konsentrasi asam sitrat ditinjau melalui hasil karakterisasi hidrogel. Variasi komposisi CMC/PVA yang digunakan adalah 1:3, 2:2, dan 3:1 dan konsentrasi asam sitrat sebesar 5%, 10%, dan 15%. Berdasarkan hasil penelitian didapati adanya pengaruh penambahan PVA yakni menurunkan nilai swelling ratio dari hidrogel berbasis CMC dengan hasil tertinggi pada komposisi CMC/PVA 3:1 dan konsentrasi asam sitrat 10%.
Hasil ini disebabkan karena CMC bersifat lebih dominan dengan sifat polyelectrolyte yang menghasilkan sifat ganda pada pengembangan hidrogel. Struktur PVA yang semikristalin juga menyebabkan air sulit berdifusi dibandingkan CMC dengan struktur amorf dimana hal ini didukung dengan hasil uji morfologi SEM. Analisis morfologi hidrogel menggunakan SEM juga mendukung hasil dimana tebentuk pori yang banyak dan besar pada konsentrasi asam sitrat 10% dan pada analisis FTIR juga menunjukkan terbentuknya crosslinking dari polimer.

Hydrogel is three dimensional hydrophilic polymers made by either chemical or physical crosslinking and can absorb water in large amount. The performance parameter of hydrogel in absorbing water called as swelling ratio and related to hydrophilic characteristic and morphology structure of its polymers.
In this study, hydrogel synthesized from carboxymethyl cellulose (CMC) and polyvynil alcohol (PVA) with citric acid as chemical crosslinker. CMC synthesized from water hyacinth cellulose which has been known as potential source of cellulose, especially in its amount. Synthesis of CMC based hydrogel has been done by previous study which has good characteristic result.
In this study hydrophilic synthetic polymer, polyvinyl alcohol (PVA), is added in order to increase swelling ratio of hydrogel. Effect of different compositions CMC/PVA and citric acid concentration are reviewed through the hydrogel characterization result. Variations of composition used are 1:3, 2:2, and 3:1 also with concentration of citric acid in 5%, 10%, and 15%. Based on the result, adding PVA to CMC based hydrogel has effect which is decreasing swelling ratio and the best result found in 3:1 of CMC/PVA composition with 10% citric acid concentration.
This result happen because domination from CMC with its polyelectrolyte characteristic which can result double effect in swelling the hydrogel. PVA with semicrystalin structure also caused difficulity in water absorbance to hydrogel structure compared to amorphous structure of CMC and this result supported with morphology test using SEM. Hydrogel morphology analysis through SEM also showed the formation of large pores on the surface of hydrogel with 10% acid acid. Futhermore crosslinking between polymers with 10% citric acid also showed in FTIR analysis.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Razanah Zharfan
"Eceng gondok merupakan gulma perairan yang dapat dimanfaatkan seratnya menjadi bahan baku industri tekstil, kertas, dan komposit. Kualitas serat eceng gondok sangat dipengaruhi oleh kandungan air di dalamnya. Sebagai tanaman air, eceng gondok mempunyai kandungan air awal tinggi, di atas 90%. Perlu proses pengeringan untuk mengurangi kandungan air yang tinggi tersebut hingga menjadi rendah dan dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan, yaitu di bawah 10%. Mixed Adsorption Drying dengan Unggun Terfluidisasi adalah metode pengeringan eceng gondok dengan terlebih dahulu mencampurkannya dengan adsorbent fly ash pada rasio campuran tertentu, lalu mengeringkannya dengan prinsip fluidisasi menggunakan udara pengering. Fly ash digunakan sebagai adsorbent karena memiliki kandungan silika dan alumina yang dapat mengadsorp air selama proses pengeringan. Parameter yang mempengaruhi proses pengeringan dengan metode ini yaitu suhu udara pengering, kecepatan udara pengering, dan rasio campuran eceng gondok-fly ash. Dari penelitian yang dilakukan, nilai masing-masing parameter yang memberikan waktu pengeringan tercepat untuk mengeringkan eceng gondok dari kandungan air awal 94.7% menjadi di bawah 10% adalah suhu 60oC, kecepatan 2 m/s, dan rasio campuran 50:50. Secara keseluruhan, kondisi operasi yang memberikan nilai kecepatan pengeringan pada constant rate tertinggi, 0.01535 gr uap air/cm2.menit, adalah suhu udara pengering 60oC, kecepatan udara pengering 2 m/s, dan rasio campuran eceng gondok-fly ash 50:50.

Water hyacinth is aquatic weed that actually its fiber can be utilized into raw material of textile, paper, and composite industry. The quality of hyacinth fiber is strongly influenced by its moisture content. As aquatic plant, water hyacinth has high initial moisture content, more than 90%. Drying process is used to reduce high moisture content of water hyacinth and can be used for various purposes, that is below 10%. Mixed Adsorption Drying in fluidized-bed is drying method that will mix water hyacinth with fly ash adsorbent first, then dry it with fluidization principle using drying air. Fly ash is used as adsorbent because it consists mainly of silica and alumina which has capability to adsorp moisture. Parameter of drying process are drying air temperature, drying air velocity, and ratio of water hyacinth-fly ash mixture. Research shows the value of each parameter that gives fastest drying time to reduce water content from 94.7% into below 10% are temperature 60oC, velocity 2 m/s, and ratio of mixture 50:50. Operating condition that give highest constant drying rate, 0.01535 gr moisture/cm2.minute, are drying air temperature 60oC, drying air velocity 2 m/s, and ratio of water hyacinth-fly ash mixture 50:50."
2014
S58848
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Elizabeth
"Telah dilakukan penelitian mengenai Kemampuan Tanaman Eceng Gondok Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. sebagai Biofilter di Perairan Situ Agathis, Universitas Indonesia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah individu eceng gondok yang efektif per satuan luas sebagai biofilter pada perairan di Situ Agathis, mengetahui efektivitas eceng gondok dalam menurunkan nilai TDS dan TSS air Situ Agathis, dan mengetahui perkiraan jumlah eceng gondok yang diperlukan sebagai biofilter di keseluruhan Situ Agathis. Penelitian dilakukan selama 30 hari pada bulan Juni 2020. Penelitian dilakukan dengan menanam tiga kelompok eceng gondok berdasarkan jumlah individu, yaitu 5 individu, 10 individu, dan 15 individu pada Situ Agathis dengan bantuan keramba apung. Indikator yang diamati adalah perbandingan TDS dan TSS air Situ Agathis sebelum dan setelah peletakkan eceng gondok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelompok dengan 10 individu lebih efektif dalam menurunkan nilai TDS dan TSS di Situ Agathis. Berdasarkan perhitungan menggunakan model penghitungan kebutuhan eceng gondok, jumlah eceng gondok yang dibutuhkan sebagai biofilter Situ Agathis adalah sebanyak ±174.281 individu.

The study on capability of water hyacinth Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. as biofilter in Agathis Lake, Universitas Indonesia has been carried out for 30 days. The aims of this study were to know the amount of water hyacinth that can be use as biofilter on Agathis Lake per unit area, to know the efectivity of water hyacinth to decrease the amount of TDS and TSS in Agathis Lake, and to estimate the amount of water hyacinth that can be use as biofilter in Agathis Lake. The study was conducted by placing three variations number of water hyacinth (5, 10, and 15 individual plants) on Agathis Lake. The observation was carried out by comparing the total dissolved solids (TDS) and total suspended solids (TSS) of Agathis Lake water before and after treatment. The observations showed that the population of 10 water hyacinth makes water clearer and Agathis Lake needs ±174.281 water hyacinth as its biofilter."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Angeline Sudarsono
"Salah satu turunan selulosa, selulosa mikrokristal, merupakan bahan penting dalam pembuatan sediaan farmasi, yaitu sebagai eksipien dalam pembuatan tablet secara cetak langsung. Tumbuhan gulma eceng gondok memiliki kadar selulosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 60 . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan serbuk selulosa mikrokristal dari eceng gondok dan identitasnya melalui spektrofotometri inframerah dan penentuan titik lebur, serta karakteristik fisika dan kimianya dan membandingkan hasilnya dengan Avicel PH 101 sebagai standar. Pada penelitian ini, selulosa mikrokristal diperoleh melalui hidrolisis enzimatis dengan enzim selulase. Identitas dari selulosa mikrokristal diperoleh melalui spektrum inframerah yang mirip dengan standar serta suhu lebur dalam rentang 247-250 C. Selulosa mikrokristal yang diperoleh berupa serbuk sedikit kasar, tidak berbau dan berasa serta berwarna sedikit kekuningan dibandingkan standar. Karakteristik selulosa mikrokristal yang diperoleh meliputi tidak terbentuk warna biru dengan larutan iodin, distribusi ukuran partikel sebesar 741 nm, pH 7,49, kadar abu 0,203 , kadar air 3,685 , susut pengeringan 3,8741 , serta kerapatan partikel, laju alir dan sudut istirahat yang memenuhi persyaratan sesuai literatur. Berdasarkan perbandingan pola difraktogram dengan difraksi sinar-X dan secara morfologi dengan SEM Scanning Electron Microscope sudah terlihat kemiripan antara selulosa mikrokristal hasil hidrolisis dengan standar.

One of the cellulose derivatives, microcrystalline cellulose is normally used in the pharmaceutical industry as an excipient in the manufacturing of tablets. Water hyacinth is a weed plant that has high cellulose content for about 60 . The purpose of this study was to obtain microcrystalline cellulose powder from water hyacinth and the identity by infrared spectrophotometry and melting point determination and the physical and chemical characteristics were compared to Avicel PH 101 as standard. In this study, microcrystalline cellulose obtained by enzymatic hydrolysis with cellulase enzymes. The identities were obtained from infrared spectrum which similar as standard and melting point chars between 247 250 C. The powder was moderately fine, odorless, tasteless and yellowish compared to standard. The characteristics were obtained, including not giving blue coloured with iodine solution, particle size distribution for 741 nm, pH 7,49, ash contents 0,203 , moisture content 3,685 , loss on drying 3,8741 also the density, flow rate and angle of repose fulfilled the requirements based on the literature. Based on the comparison of diffractogram patterns by X ray Diffraction and morphology by SEM Scanning Electron Microscope , there is similarity for both microcrystalline cellulose from hydrolysis and standard."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67879
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Syarif
"Komposit polimer berpengisi serbuk kayu (WPC) merupakan bahan komposit alternatif. Dalam hal ini, polipropilena (PP) yang bersifat getas dapat dikombinasikan dengan material sisa seperti serbuk kayu dari pohon karet yang sangat murah sebagai bahan pengisi sekaligus sebagai penguat. Sehingga WPC dapat menjadi pilihan yang solutif untuk memperoleh material baru berkekuatan tinggi dengan harga yang terjangkau.
Konsentrasi penelitian ini adalah pada penggunaan polipropilena dengan MFR 8 gr/10menit sebagai matriks, serbuk kayu karet dengan ukuran 18 mesh sebagai pengisi komposit, dan PPMA sebagai zat penggabung. Variabel tetap yang digunakan untuk membedakan tiap formulasi adalah berat bahan pengisi, yaitu 0%, 5%, 10%, 20%, 30% fraksi berat.
Untuk mengetahui perbedaan karakteristik dan ikatan interface masing-masing formulasi, maka dilakukan beberapa pengujian. Dan hasilnya menunjukkan bahwa penambahan serbuk kayu meningkatkan performa mekanik dan thermal, seperti suhu leleh, suhu kristalisasi, MFR, kekuatan tarik, fleksural dan kekerasan. Dimana kenaikan tersebut sebanding dengan semakin banyaknya persentase serbuk kayu yang ditambahkan ke dalam matrik. Namun konsekuensinya penambahan serbuk kayu membuat harga impaknya semakin turun. Pengamatan struktur mikro dengan menggunakan SEM menunjukkan bahwa pembasahan antara PP dan serbuk kayu, terjadi dengan cukup baik.
Ketika proses pelletasi ditemui adanya perbedaan warna yang dicurigai sebagai akibat adanya zat pencemar (kontaminan). Untuk membuktikan hal tersebut, dilakukan pengujian kandungan kimia dengan EDX. Hasilnya menunjukkan bahwa formulasi dua (5% serbuk kayu dalam fraksi berat) tercemar oleh colorant TiO2, dan formulasi empat (20% serbuk kayu dalam fraksi berat) tercemar oleh impak modifier, berupa etilena.

Wood Polymer Composite (WPC) is one of alternative material composites. In this case, polypropylene (PP), which is little brittle, able to combine with remnant material, such as rubber wood flour as a filler component. So WPC can be used as new high strength material with low price.
The aim of this research is for obtaining WPC material from polypropylene with MFR 8 gr/10minutes as a matrix, rubber wood flour of 18 mesh size as a filler, and PPMA as coupling a agent. The variable of filler weight is 0%, 5%, 10%, 20%, 30% weight faction.
Characteristic of WPC and the interface bonding of each formulation, have been studied. And the result indicate that the addition of wood flour increase the mechanical and thermal performance, such as melt temperature, crystallization temperature, MFR, tensile strength, flexural and hardness. The increasing mechanical and thermal properties are a line with the increment of wood flour?s percentage, while the consequence of wood flour addition, make the impact value and melt flow ability are progressively down. Microstructure observation by using SEM indicate that bonding system between PP and wood flour are good.
In palletizing process, there are color difference which is suspected as the effect of contaminant existence. So it need to do chemical analysis for proving that statement. The result indicate that formulation with 5%wt wood flour was impured by colorant TiO2, while formulation with 20%wt wood flour was impured by impak modifier, which is formed by ethylene.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41640
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth
"Hidrogel adalah salah satu jenis polimer yang dapat menyerap dan menyimpan air di dalam tubuhnya dalam jumlah besar. Salah satu parameter kinerja hidrogel adalah swelling ratio. Swelling ratio dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti morfologi hidrogel dan sifat bahan penyusun dari hidrogel. Pada penelitian ini diuji 2 sumber selulosa yaitu nata de coco dan eceng gondok. Selulosa keduanya diisolasi dan dijadikan bubuk. Selulosa dari kedua sumber diturunkan menjadi selulosa karboksimetil. Selulosa karboksimetil dijadikan hidrogel dengan menggunakan agen pengikat silang berupa asam sitrat dengan konsentrasi yang divariasikan yaitu 10, 15, dan 20 w/w CMC. Setiap hidrogel yang terbentuk akan diuji rasio pembengkakkan pada jam ke-1, 2, 3 dan 24. Hasil uji FTIR menunjukan bahwa baik selulosa, CMC maupun hidrogel sudah tebentuk dengan baik. Hasil uji swelling menunjukkan bahwa pada konsentrasi 10 dan 15 hidrogel yang terbentuk tidak stabil atau memiliki fraksi gel yang rendah, namun rasio pembengkakkan yang tinggi. Sedangkan untuk konsentrasi asam sitrat 20, hidrogel stabil dan hidrogel nata de coco memiliki swelling ratio yang tertinggi mencapai 2291. Untuk hybrid CMC nata de coco dan CMC eceng gondok 50:50 pada konsentrasi 20 terbentuk hidrogel dengan fraksi gel yang tinggi dengan swelling ratio dibawah hidrogel dari CMC yang bukan campuran yaitu sebesar 1171.

Hydrogel is one type of polimers that is able to absorp and retain water in huge amount in its body. A parameter of performance of hydrogel is swelling ratio In this research we use water hyacinth and nata de coco. Cellulose that contains in both material is being isolated until powdered cellulose is being achieved. Both type of cellulose is then being converted into CMC. Carboxymethylcellulose was converted into hydrogel using citric acid as crosslinker in aqueous solution. Concentration of citric acid has been variated into 3 variations, 10, 15, 20 w w CMC. For each hydrogel formed, it has been assesed in term of performance, existence of functional group and morphology. Swelling ratio assessment was conducted per hour, which is swelling ratio at 1st, 2nd, 3rd and twenty 24th hour. The result of FTIR showed that cellulose, CMC and hydrogel was succeeded to be formed. Swelling ratio assessment showed that at concentration of 10 and 15 the hydrogel gives huge swelling ratio but very poor in term gel fraction and stability. At concentration of 20 hydrogel found stable and had selling ratio of 2291 for nata de coco and 1862 for waterhyacinth. Finally for hybrid hydrogel at concentration of 20 citric acid and ratio of mixing between CMC nata de coco and CMC water hyacinth of 50 50, hydrogel formed shows good gel fraction but with decreasing swelling ratio which was 1171. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Shabrina
"Selulosa mikrokristal adalah eksipien yang diminati untuk pembuatan tablet dengan metode kempa langsung yang merupakan metode paling ekonomis. Eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan selulosa mikrokristal karena mengandung selulosa yang cukup tinggi untuk dihidrolisis secara enzimatis. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan rendemen hasil hidrolisis dengan menambahkan inhibitor enzim b-glukosidase, sebagai salah satu enzim yang terkandung pada enzim selulase dari tanah pada hutan bakau dilanjutkan dengan karakterisasi serbuk yang dihasilkan. Penelitian diawali dengan mengisolasi mikroorganisme potensial sebagai inhibitor dan peremajaan isolat kapang dari penelitian sebelumnya, kemudian dilakukan evaluasi kerja, isolasi a-selulosa dari serbuk eceng gondok, optimasi kondisi hidrolisis, proses hidrolisis secara enzimatis, identifikasi, dan karakterisasi. Identifikasi dilakukan menggunakan FTIR serta karakterisasi dengan pemeriksaan organoleptis, analisis kualitatif, uji pati, derajat keasaman, Scanning Electron Microscopy SEM analisis distribusi dan ukuran partikel, X-ray Diffraction XRD , kadar abu, kadar air, uji susut pengeringan, uji kerapatan partikel, uji laju alir, dan uji sudut istirahat dibandingkan dengan Avicel PH 101. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rendemen hasil hidrolisis enzimatis selulosa mikrokristal dengan penambahan inhibitor b-glukosidase lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan inhibitor. Kondisi hidrolisis dilakukan pada suhu 30 C, selama 2 jam, dan serbuk dilarutkan dalam dapar asetat pH 7 dengan penambahan enzim dan inhibitor masing ndash; masing 2,5 mL. Hasil identifikasi menunjukan bahwa selulosa mikrokristal dari eceng gondok yang dihasilkan memiliki kemiripan dengan pembanding. Analisis dengan SEM menunjukan adanya kesamaan morfologi; analisis dengan XRD menunjukan derajat kristalinitas 67,47 ; Serbuk yang dihasilkan sangat halus; analisis kualitatif, uji pati, derajat keasaman, uji susut pengeringan memenuhi persyaratan; kadar abu, kadar air, uji kerapatan partikel, uji laju alir, dan uji sudut istirahat tidak memenuhi syarat.

Microcrystalline cellulose MCC was a highly desirable excipient which being used for making tablets with direct compression method in Pharmaceutical manufacture. One of the methods to make microcrystalline cellulose by hydrolize enzymes from cellulose. Water hyacinth was one of the plants with cellulose contents of approximately 60 , allows of hydrolysis process. The purpose of this study was to improve the yield of enzymes with addition of b glucosidase inhibitor, as one of the enzymes contained in cellulase enzymes from soils in mangroves with the characterization of the resulting powders. Efforts were made to achieve this by adding b glucosidase enzyme inhibitors, as one of the enzymes contained in cellulase enzymes from soils in mangrove forests. The study began with isolation of potential organisms and rejuvenation of isolates from previous studies, followed by extraction of b glucosidase, isolation from water hyacinth, optimization of hydrolysis conditions, enzymatic hydrolysis process, identification using FTIR, also characterization by organoleptic examination, qualitative analysis, starch test, pH test, Scanning Electron Microscopy SEM analysis of particle size and distribution, X ray Diffraction XRD , moisture content, drying shrinkage test, particle density test, flow rate test, and angle of repose test compared to Avicel PH 101. From the results obtained microcrystalline cellulose enzyme hydrolysis result with addition of b glucosidase inhibitor higher than without inhibitor. The hydrolysis conditions were carried out at 30 C, for 2 hours, and the powder was dissolved in pH 7 acetate buffer by adding enzymes and inhibitors of 2.5 mL each. The results showed that the microcrystalline cellulose of the resulting hyacinth had similarities to the comparison. Analysis with SEM showed a morphological similarity analysis with XRD showed degree of crystallinity 67,47 Powder was very fine qualitative analysis, starch test, pH test, drying shrinkage test, met the requirements ash content, moisture content, particle density test, flow rate test, and angle of repose test were not eligible."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>