Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116958 dokumen yang sesuai dengan query
cover
LIBRARIA 4:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Asmiyanto
"Sistem etika dibangun untuk memandu manusia menemukan keselarasan hidup. Namun, ketika sebuah etika dikembangkan dengan menafikan keberadaan manusia, maka timbul pertanyaan: untuk kebutuhan siapakah etika tersebut? Disertasi ini bertujuan untuk menyingkap selubung makna atas gagasan Luciano Floridi yang membangun etika informasi dengan menjadikan informasi sebagai pusat refleksinya. Informasi tidak lagi sekadar masalah epistemologis. Namun, informasi ditempatkan menjadi persoalan ontologis (reontologization), sehingga manusia beralih-pusat dari subjek (decentering subject) menjadi setara dengan entitas lainnya. Semua entitas yang ada dipahami sebagai objek informasi yang memiliki hak yang sama untuk dihargai dan dihormati (the ontological equality principle). Penilaian moral didasarkan pada prinsip moral yang bersifat formal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi proses alih-pusat yang berakibat pada distribusi peran antara manusia (responsibility) dan entitas nonmanusia (accountability). Sebagai konsekuensinya, distribusi tersebut melahirkan dualisme peranan yang memisahkan masalah moralitas (responsibility) dengan hukum (accountability) yang selama ini keduanya dicampuradukkan tanpa disadari. Namun, pandangan ini justru menyisakan kontroversi bahwa agen moral buatan dapat dikenai sangsi hukum (accountability). Sementara, agen moral manusia hanya dimintai pertanggungjawaban moral (responsibility).

An ethical system is built to guide people to find harmony in life. However, when an ethic is developed by denying human existence, then the question arises: for whose needs is the ethic? This study aims to disclose the veil of meaning in Luciano Floridi's idea of establishing information ethics by making information as its center of reflection. Information is no longer a mere an epistemological problem; it turns, however, into an ontological issue (reontologized). Thus, humans are no longer subjects (decentered subjects), equal with other entities. All entities are understood to be objects of information, having equal rights to be appreciated and respected (the ontological equality principle). Moral judgment is based on four formal moral principles. Hermeneutics Phenomenology of Paul Ricoeur is used to disclose the veil. The results showed that there was a dehumanization process, resulted in the delegation of moral responsibility from human (responsibility) to entity artificial intelligence (accountability). Thus, it gives birth to a dualism of responsibility that precisely clarifies matters of morality (responsibility) and law (accountability) which had been both mixed up unnoticed. However, this view also leaves the controversy that an artificial moral agent can be subject to legal sanction (accountability). Meanwhile, human moral agents are only accounted for moral responsibility."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vashti Trisawati Abhidana
"Dengan berkembangnya media teknologi yang pesat, kehidupan kaum muda di berbagai belahan dunia pun cenderung berubah. Di Indonesia, dengan semakin menjamurnya televisi swasta, profesi pembawa acara (presenter) atau pun video jockey (VJ) juga mulai berkembang pesat. Mereka juga mulai diterpa dengan dunia internet, yang membawa mereka berkelana ke belahan dunia lainnya. Teknologi seakan-akan menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji: Peran teknologi media dalam Budaya Kaum Muda Jakarta Selatan. Ide meneliti masalah ini karena penulis terinspirasi dengan berbagai tulisan kaum muda urban di berbagai media massa lokal maupun internasional, ulasan mengenai "Gaya Jalanan" (Street Style) di Amerika berdasarkan pengamatan dan penelitian oleh Janine Lopian-Misdom dan Joanne De Luca, serta pemildran Marshall McLuhan dalam memandang media dan masyarakat di era globalisasi.
Tujuan penelitian ini adalah, ingin mengetahui budaya kaum muda Jakarta Selatan, pandangan dan pecan teknologi media dalam kehidupan mereka, serta melihat prediksi gaga hidup kaum muda, yang diungkapkan oleh Janine Lopiano-Misdom dan Joanne De Luca telah ditemui pada budaya kaum muda Jakarta Selatan. Untuk kajian pustaka, peneliti mendasari pada pemikiran Marshall McLuhan mengenai "Global Village" dan "Understanding Media", Budaya Cyber, Budaya Populer dan Teknologi buah pikiran John Fiske, James Lull, John V. Pavlik, dan Derrick de Kerckhove, serta konsep Uses and Gratification yang dikemukakan oleh J.G Blumler dan E.Katz.
Metode penelitian dalah kualitatif dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan di Kafe Regal, Mal Pondok Indah. Satuan Analisis adalah kelompok. Sampel dilakukan secara purposif, yaitu I kelompok pertemanan yang datang ke cafe tersebut dan diajak berdiskusi. Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan usia 17-25 tahun. Penelitian dilakukan dari Juni sampai dengan Agustus 2000.
Sejumlah pertanyaan didiskusikan dan peneliti mengelompokkannnya pada data: (I) Demografi: Jati diri, pendidikan, penghasilan dan pengeluaran; (2) Sifat kelompok , alasan berkelompok dan hal-hal yang menyatukan mereka dalam kelompok; (3) Dimensi Gaya Hidup sesuai klasifikasi yang dikemukakan David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta. Dalam riset ini, peneliti menambahkan konsep Cool & Funky yang didiskusikan bersama para responden. Hal ini dilakukan, karena kedua konsep ini cenderung telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Peneliti berhasil mengumpulkan 8 kelompok pertemanan, terdiri 5 ski 10 orang, dengan karakteristik sbb: (I) Kelompok Konservatif, (2) Kelompok Volta!, (3) Kelompok Felksibel, (4) Kelompok Aspirasi Barat, (5) Kelompok Orientasi Barat, (6) Kelompok Pecinta Alam, (7) Kelompok Eksperimental, dan (8) Kelompok Pecinta Musik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para kaum muda memiliki berbagai karakter individual di dalam I kelompok. Ada diantara kelompok yang diteliti memiliki kesamaan "alasan berkelompok", meskipun "sifat kelompok" mereka berbeda-beda. Opini mereka terhadap kaum muda adalah lebih terbuka, cepat dewasa, ekspresif dan lebih babas. Konsep Cool, menurut mereka adalah orang yang kepribadiannya cuek (acuh), gayanya enak dilihat, tampil apa adanya tanpa harus menarik perhatian orang. Sedangkan funky, lebih kepada penampilan yang aneh ataupun tidak seperti orang pada umumnya. Namun kedua konsep tersebut bagi mereka masih ada kerancuan satu sama lainnnya. Sebagian dari mereka memandang optimis terhadap masa depan dan sebagian lagi pesimis. Tantangan terberat adalah menjelang pasar terbuka dan masa depan negara.
Mereka cenderung mengikuti berbagai isu yang terjadi dalam masyarakat, balk itu sosial, politik, bisnis, ekonomi, budaya dan lingkungan. Media yang mereka pilih untuk mengetahui isu pertama kali bukanlah internet, seperti yang diharapkan peneliti. Untuk isu-isu tertentu seperti sosial, politik, budaya dan lingkungan, televisi menjadi pilihan pertama, namun kecil sekali dibandingkan media cetak. Namun apabila ingin mengetahui isu lebih lanjut, penggunaan internet meningkat, sedangkan televisi menurun. Alasan kuat mereka menggunakan internet karena tidak adanya keberpihakan, meskipun tidak dapat dipercaya sepenuhnya.
Media televisi menurut pendapat mereka cenderung mempengaruhi gaga hid up mereka terutama dalam penampilan dan Tara bicara. Televisi merupakan media yang mampu memberikan hiburan dan informasi. Strategi kaum muda dalam memilih acara televisi masih tetap strategi 'kedalaman', meskipun hanya sebagian saja. I kelompok kadangkala mencari Koran terlebih dahulu. 5 dari 8 kelompok yang diteliti menyatakan acara televisi belum memberikan kepuasan meskipun telah memenuhi kebutuhan mereka.
Penggunaan media internet cenderung masih dalam tahap awareness dan perannya untuk berkomunikasi/chatting dengan teman atau orang baru (hubungan personal) dan mendapatkan informasi terkini. Mereka yang memiliki minat tertentu, cenderung melakukan strategi terbatas, yaitu membuka situs yang diinginkan saja. Sedangkan Permainan video game bukanlah kebutuhan primer, tapi sepenuhnya memberikan kepuasan bila dapat memenangkan/menyelesaikan permainan dan memberikan hiburan (diversion) untuk meluar dari kegiatan sehari-hari mereka.
Dari ketiga teknologi media yang diteliti, televisi merupakan bagian dari kehidupan kaum muda yang tidak dapat dipisahkan, karena sejak kecil televisi menjadi "pengasuh" mereka. Sedangkan internet dan video game, mereka menganggap cenderung belum menjadi bagian kehidupan mereka. Bagi mereka, tidak berinternet atau main video game, kehidupan mereka sebagai anak muda tetap dapat dijalaninya.

The Role of Media Technology in Urban Youth Culture of South Jakarta - A Qualitative Study of Describing The Youth Culture at Pondok Indah Mall and The Relationship with The Media TechnologyWith the rapid development of technology media, the young generation's lifestyle tends to change throughout the world. Since the emergence of private television channels in Indonesia, new profession such as presenters or Video Jockey (VJs) have taken places in the hearts of the young generations. The Internet world also has exposed them to travel the world and have technology as a part of their lives.
This new phenomena have interest me to research: The Role of Media Technology in Youth Culture at South Jakarta. This idea also has been inspired by several articles about the urban youth culture in the local and international media, and "Street Culture" research by Janine Lopiano-Misdom and Joanne De Luca, and Marshall McLuhan's point of views about the media and society in the globalization era.
This research objective is to explore the urban youth culture at South Jakarta, their opinions and the role of media technology towards their lives, and to discover whether there any similar prediction the future youth culture in Jakarta based on Lopiano-Misdom's and Joanne De Luca's point of view. The literatures are based on Marshall McLuhan's standpoint of "Global Village" and "Understanding Media"; the Popular Culture and Technological views by John Fiske, James Lull, John V. Pavlik, and Derrick de Kerckhove, with the Uses and Gratification concepts by J.G. Blumler and E. Katz.
The research method is a qualitative study, by developing Focus Group Discussion at Kale Regal, Pondok Indah Mall. The analysis unit is by groups and the sampling is purposive by taking peer groups who hang-out in this cafe and conduct a full discussion. Each group consists of male and female, between the age from 17 to 25. The research has been held from June to August 2000.
Several questions had been divided into three types of data: (I) Demography: Biodata, education, income and expenditure; (2) Group personal traits, the reason to form a group and attributes which relate between them to be in a one group; (3) Lifestyle Dimension based on David L. Loudon's and Albert J. Della Bitta's indicators. In this research, I add the "Cool" and "Funky" concept. The reason I added this variable because these terms has becomes a part of their lives.
Researcher has managed to gather 8 groups and each group between was between 5 to 8 persons, with the characteristics as follow: (I) Conservative Group, (2) Outspoken Group, (3) Flexible Group, (4) Western Aspiration Group, (5) Western Orientation Group, (6) Nature Lovers Group, (7) Experimental Group, and (8) Music Lovers Group. Among Groups, there are several groups who have the same "reason to be in a group", although "their group's personal traits" are different.
Their opinions about themselves are: young generations are more outspoken and expressive, become mature before time, and more have freedom in a relationship. "Cool" means a person who likes to be him or herself without anything "artificial" personality. He or she has a 'style' that people love to see and be with this individual. He does not need any attention from others_ "Funky" means their looks are awkward, dare to be different but try to the grab people's attention. But they said sometimes they are confused to see the difference between cool and funky. About the future, some say with: Optimistic (37,5%) and pessimistic (37,5%) and the rest has mentioned it depends on this country's situation. They would like to be entrepreneurs in entertainment business, arts, set-up television stations, become film producers, or to be film stars themselves and models.
They tend to be interested in issues, such as social, politic, business, economy, cultural and environment. To become aware on the issues for the first time, they do not use internet. Especially for social, politics, culture and environment issues, they watch television but the percentage is under 50%. if they want to know the further more issues, they browse the internet or watch television. They said the news in the Internet is neutral, although they did not believe in it 100%.
Watching television tends to influence their lifestyle, especially in their looks and conversations. Television provides news and entertainment 4 groups still use "exhaustive" strategy to find TV shows and I group check the newspaper to find the show. Mostly of the groups said that TV shows have not satisfied them although it already provides their needs.
Browsing sites throughout the Internet tend to be in an awareness stage. The roles of browsing in the internees are for chatting with friends or discovering new friends (personal relationship) and get the latest information. If they have any specific interest, they use "restricted" strategy by only browsing limited sites. Playing video games is not a primary needs, but it gives them full satisfactory when they can win or finished the game; provide them some entertainment and filling in their spare times.
From researching three different media technologies, television cannot be separated from their every day life, because since their childhood television has became their baby-sitter. For internet and video games, they tend no to be their lifestyle. For the urban youth culture, living without Internet or video game is not a big deal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynolds, George Walter, 1944-
Boston, Massachusetts: Cengage Learning, 2019
174.9 REY e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Purnaningtyas
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa jurusan akuntansi dan dosen akuntansi tentang Etika Profesi Akuntan dan Prinsip Etika Bisnis apabila dilihat berdasarkan status, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama pengalaman kerja. Hasil analisis pertama dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa jurusan akuntansi dengan dosen akuntansi tentang etika profesi akuntan dilihat berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama pengalaman kerja. Sedangkan hasil analisis kedua dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bila dilihat berdasarkan status, usia dan tingkat pendidikan terakhir maka terdapat perbedaan persepsi tentang prinsip etika bisnis.

The purpose of this study was to discover the perception differences between accounting student and lecturer about Professional Ethics and Principles of Business Ethics based on their status, age, gender, academic background (educational level) and working experience. The first result of the analysis in this study shows that there is no perception difference between student and lecturer about professional ethics, viewed by age, gender, academic background and working experience. The second result of this research shows that based on status, age and academic background level, there is perception difference about business ethical principle between student and lecturer."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyo Basuki
"Perkembangan teknologi informasi dan komputer sebagai sarana informasi memberikan banyak keuntungan. Salah satu manfaatnya adalah bahwa informasi dapat segera diperoleh dengan saling berkirim informasi baik pengirim dan penerima. Namun di sisi lain terdapat pula informasi yang dapat disebar ke publik dan ada pula informasi yang bersifat privat atau pribadi. Oleh karena itu informasi membutuhkan etika supaya dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dengan tidak merugikan pihak lainnya. Etika berbeda dengan moral. Etika merupakan sebuah ilmu sedangkan moral merupakan ajaran. Istilah etika informasi mulai digunakan pada tahun 1980-an. Disiplin yang terlibat pada awalnya ilmu perpustakaan dan informasi serta kajian bisnis dan manajemen kemudian diikuti oleh kajian teknologi informasi. Walaupun etika informasi mencakup berbagai topik seperti privasi, hak kekayaan intelektual, representasi yang adil (fair representation), nonkejahatan jabatan/nonmaleficence, namun makalah ini hanya sebatas membahas privasi saja sebagai contoh salah satu isu EI."
Jakarta: Perpustakaan Nasional RI , 2019
020 MPMKAP 26:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Christinia Minarso
"Kemampuan wanita dalam menggunakan teknologi harus disertai dengan literasi yang baik agar mereka dapat merespons informasi hoax yang beredar melalui WhatsApp secara kritis. Demikian juga dengan kegiatan Pemberdayaan Kesejahteraan dan Keluarga (PKK) Situbondo yang mayoritas Tim Penggeraknya (TP) adalah ibu-ibu yang memanfaatkan WhatsApp sebagai komunikasi kelompoknya. Karenanya, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi literasi informasi dan media TP PKK Situbondo serta respons informasi hoax melalui WhatsApp, 2) Mengidentifikasi pengaruh literasi informasi dan media TP PKK Situbondo terhadap respons informasi hoax melalui WhatsApp, 3) Mengidentifikasi pengaruh literasi informasi dan media TP PKK Situbondo terhadap respons kognitif, afektif, dan behavioral terhadap informasi hoax melalui WhatsApp. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan 440 responden. Hasil yang didapat yakni: 1) Literasi infromasi dan media TP PKK Situbondo cukup tinggi, namun respons informasi hoax melalui WhatsApp cukup rendah, 2) Terdapat pengaruh positif dan signifikan literasi informasi dan media TP PKK Situbondo terhadap respons informasi hoax melalui WhatsApp, 3) Terdapat pengaruh positif dan signifikan literasi informasi dan media TP PKK Situbondo terhadap respons kognitif, afektif, dan behavioral informasi hoax melalui WhatsApp. Penelitian ini memberikan gambaran dalam membuat strategi kebijakan literasi informasi dan media untuk pemberdayaan TP PKK Situbondo dalam merespons informasi hoax secara kritis dan bijak.

Women's ability in using technology must accompanied by good literacy to respond critically of hoax information through WhatsApp. Likewise, the Situbondo Empowernment and Family Welfare (PKK) movement, where the majority of Driving Team are housewifes also use WhatsApp as their group communication. Therefore the purpose of this study are for: 1) Identify media and information literacy of Situbondo PKK Driving team and hoax information through WhatsApp, 2) Identify the effect of media and information literacy of Situbondo PKK driving team on hoax information responses through WhatsApp, 3) Identify the effect of media and information literacy of Situbondo PKK driving team to the cognitive, affective, and behavioral responses of hoax information through WhatsApp. The method used is quantitative with 440 respondents. The results reveal that: 1) the media and information literacy is quite high, but the response of hoax information is quite low, 2) There is positive and significant influence of media and information literacy on hoax information responses, 3) There is positive and significant influence of media and information literacy to the cognitive, affective, and behavioral responses. This study provide inside in making media and information literacy policies for Empowering Situbondo PKK driving team in responding hoax information critically and wisely."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freeman, Lee
Hershey: Information Science Publishing, 2005
303.48 FRE i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Agung Riyaldi
"Perilaku informasi kini telah berkembang untuk menggambarkan manusia berinteraksi dengan informasi. Termasuk di dalamnya perilaku informasi dalam menghadapi bencana oleh berbagai kalangan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku informasi yang dilakukan masyarakat urban di kelurahan Kebon Baru, Jakarta Selatan dalam menghadapi bencana banjir. Pendekatan penelitian yang dilakukan menggunakan kualitatif dengan metode studi kasus pada Juni-November 2019. Penelitian ini menghasilkan pemanfaatan teknologi informasi di lingkungan masyarakat, sumber informasi yang didapatkan, perilaku pencarian informasi, dan pengolahan dan pemanfaatan informasi mengenai bencana banjir. Hasil penelitian menunjukkan perilaku informasi berupa perhatian pasif. Masyarakat telah terpapar informasi tanpa mencari informasi. Sumber informasi yang didapatkan berasal dari ketua RT dan RW secara lisan. Hal tersebut menunjukkan budaya lisan dan paternalistik yang kuat di tengah masyarakat.

Information behavior is being developed to describe many ways in human interaction with information. Information related to interaction with the community. This study discusses how to identify the information behavior during on the flood disaster occurred in urban society of Kebon Baru, Jakarta Selatan. This research conducted using qualitative approach with case studies method in June-November 2019. The result of the research consists of technological information usage in the environment of society, sources of information obtained, information seeking behavior, and information processing and usage about floods disaster. The results showed information behavior in the form of passive attention. The society is exposed to information without doing information seeking. The information source obtained came from ketua RT dan RW verbally. This shows a strong oral and paternalistic culture in the society"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdi Hidayatullah
"Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia telah menekankan pentingnya reformasi birokrasi serta keterbukaan informasi publik, hal itu tertuang dalam Cetak Biru Peradilan Mahkamah Agung RI 2010-2035. Untuk mewujudkan reformasi birokrasi serta keterbukaan informasi publik, Mahkamah Agung menciptakan Sistem Informasi Penelusuran Perkara SIPP. SIPP saat ini sudah digunakan pada seluruh badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Berdasarkan hasil audit yang dilakukan pada tahun 2015 diketahui bahwa belum pernah dilakukan evaluasi terhadap pengguna SIPP hingga saat ini sehingga belum diketahui faktor-faktor yang dapat memengaruhi niat pengguna dalam menggunakan SIPP.
Penelitian kuantitatif dilakukan dengan kuesioner menggunakan model technology-organization-environment TOE beserta tambahan konteks individu. Responden merupakan pengguna internal SIPP pada pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding yang berasal dari peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Terdapat sepuluh variabel yang diuji dengan melibatkan 296 responden dan dianalisis dengan metode PLS-SEM.
Hasil dari penelitian ini adalah Dukungan Manajemen Puncak DMP , Kebijakan Lembaga KLM , Kemudahan Penggunaan KMP , Manfaat Penggunaan MPG , Efikasi Diri EFD dan Pengaruh Sosial PSS menjadi faktor yang memengaruhi niat untuk menggunakan SIPP. Faktor manfaat penggunaan menjadi faktor yang paling memengaruhi niat untuk pengguna SIPP.

The Supreme Court of Indonesia as the highest judicial institution in Indonesia has emphasized the importance of bureaucratic reform and public information disclosure, as it is written in the Supreme Court Blueprint 2010 2035. Sistem Informasi Penelusuran Perkara SIPP was created as a tools to fulfil Supreme Court needs in order to monitor court case and also for public information disclosure media. According to information system audit result conducted in 2015, it is known that there has been no evaluation related to SIPP users so there are no known factors that may affect user intention to use SIPP.
Quantitative research using quetionnaires will be conducted using technology organization environment TOE model along with additional human context. Respondents are internal SIPP users from the first level court and appellate level court which comes from Public Courts, Religious Courts, Military Courts and Administrative Courts. There were ten variables tested involving 296 samples and analyzed using PLS SEM method.
The results of this research are top management support DMP, Institutional Policy KLM, Perceived Ease of Use KMP, Perceived Usefulness MPG, Self Efficacy EFD and Social Influence PSS are factors that affecting user intention to use SIPP. Perceived Usefulness MPG is the most significant factor that affecting user intention to use SIPP.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>