Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146301 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fuad Hassan
"Buku ini bermaksud pertama-tama sebagai pembangkit minat untuk berkenalan dengan suatu alam pikiran yang dikenal dengan nama eksistensialisme. Dalam buku ini hanya memperkenalkan beberapa tokoh filsuf, antara lainKierkegaard, Nietsche, Berdyaev, Jaspers, Sartre."
Jakarta: Pustaka Jaya, 1989
150.192 FUA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Hassan
Jakarta: Pustaka Jaya, 1973
142.7 FUA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Hassan
Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1976
142.78 FUA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Hassan
Jakarta: Pustaka Jaya, 1992
150.192 FUA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Hassan
Jakarta: Pustaka Jaya, 1976
142.78 FUA b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Hassan
Jakarta: Pustaka Jaya, 1976
142.78 FUA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"Di dalam diri manusia terdapat "rasa keakuan" atau "rasa pribadi" yaitu rasa individualitas atau "rasa aku" sebagai individu. Rasa yang menyatakan bahwa diri sendiri itu adalah "aku", dan orang lain itu adalah "kamu". "Rasa keakuan" ini disebut oleh Ki Ageng Suryomentaram sebagai kramadangsa. Kramadangsa adalah istilah yang merujuk "rasa namanya sendiri", untuk menggantikan nama setiap individu. Yang dimaksudkan sebagai "rasa namanya sendiri" itu identik dengan "rasa pribadi"nya sendiri misalnya: orang namanya Suto, Krama, Narto dll. Jadi rasa "aku-kramadangsa" itu sama dengan "rasa-aku-Suto" atau "rasa aku-Krama" atau "rasa aku-Narto".
Rasa itu menandai hidup orang. Kalau hanya badan saja tanpa rasa, disebut bangkai. Mempelajari tentang rasa adalah mempelajari tentang orang. Mempelajari tentang orang berarti mempelajari tentang manusia. Jadi mempelajari tentang orang, dapat dikatakan mempelajari diri sendiri, sehingga mampu memahami diri sendiri, yang disebut Pangawikan pribadi. Struktur kepribadian menurut konsep rasa, dijelaskan Ki Ageng Suryomentaram melalui gambar kramadangsa. Kramadangsa ini bersifat unik, berbeda dengan yang lain, yang menunjukkan eksistensi manusia sebagai pribadi.
Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi. Eksistensi mendahului esensi. Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia. Manusia itu menentukan keberadaannya, dengan perbuatan-perbuatannya, tindakannya dan bahkan pikirannya. Heidegger menempatkan Angst (rasa cemas) menjadi pusat pemikirannya, sedangkan Ki Ageng Suryomentaram menempatkan "rasa hidup" dan sifat keinginan yang mulur mengkret serta akukramadangsa sebagai pusat kajian dan pemahamannya.
Manusia itu terdiri badan dan jiwa. Jiwa adalah bagian manusia yang tidak kelihatan. Walau jiwa itu tidak kelihatan, akan tetapi menurut Ki Ageng, jiwa itu ada. Adanya jiwa itu ditunjukkan adanya rasa. Mempelajari rasa itu akan menghasilkan "kesadaran akan identitas manusia yang sejati" atau "rasa aku sejati" di satu pihak, dan identitas manusia atau "rasa aku kramadangsa" di pihak lain.
Tema-tema yang berhubungan dengan manusia, dibahas dan dikaji serta dihayati oleh Ki Ageng Suryomentaram yaitu tentang hakekat manusia, hubungan antar manusia, rasa takut, kematian, rasa bebas dan senang-susah pada manusia, aku-kramadangsa serta manusia tanpa ciri. Manusia itu merasakan senang-susah silih berganti, pada dasarnya karena aku-kramadangsa mempunyai keinginan, bila aku kramadangsa mati, akan muncul manusia tanpa ciri, yang menurut penulis merupakan "puncak pemikiran eksistensialisme Ki Ageng Suryomentaram.""
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T14789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brouwer, Martinus Antonius Wesselinus, 1923-
Bandung: Alumni, 1986
190 BRO s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rosihan Fahmi
"Istilah 'Self' dalam filsafat Barat Modern menunjukkan sebagai identitas yang melekat pada diri seseorang. Konsepsi tentang 'Self' berbeda-beda sesuai dengan pendekatan yang digunakan masing-masing filsuf dalam memaknainya. Namun secara umum dapat dikatakan, perdebatan tentang konsepsi 'Self' dalam Filsafat Barat Modern, mengarah kepada autentisitas esensialis dan eksistensialis.
Ketika dikaitkan masalah konsepsi 'Self' dalam filsafat Barat Modern dengan wacana Orientalisme "Timur" dan "Barat" yang dirumuskan oleh Edward W. Said, dalam bukunya Orientalisme, bisa jadi stereotype-stereotype seperti, rasional, beradab, dan dewasa, diciptakan "Barat" tentang keberadaannya atau identitasnya merujuk pada salah satu atau beberapa gagasan konsepsi filosofis tentang 'Self' apakah itu bersifat deteministik, anti-deterministik, atau mungkin pragmatisme. Karena, konsepsi 'Self' dalam filsafat Barat Modern secara umum, memungkinkan adanya pembenaran akan eksploitasi terhadap sesuatu yang berada diluar seperti benda-benda, alam semesta, dan bahkan manusia yang dilainkan sebagai objek.
Konstruksi identitas yang dibangun "Barat" atas "Timur" oleh Edward W. Said, berhasil dikupas menjadi sebuah persoalan yang sebelumnya dianggap tidak ada dan ditiadakan yaitu persoalan kekuasaan imperialistik yang dibingkai oleh corak kebudayaan yang orientalistik. Secara epistemologis, Edward W. Said berhasil membongkar, menyikap, menelanjangi kebusukan kultural yang diklaim secara ilmiah oleh kekuasaan koloni. Sementara itu, ditingkat ontologi Edward W. Said berhasil membongkar, menyibak, dan menelanjangi pula penyebab akhir kekuasaan imperialistik yang dibingkai oleh nilai-nilai kemanusiaan, yaitu sifat-sifat yang secara menyeluruh dan mendasar adalah antikemanusiaan itu sendiri.
Konsepsi 'Self' dan identitas manusia yang selama ini dianggap netral, terjadi dengan sendirinya, dan universal berhadapan dengan fakta yang dikemukakan Said. Maka 'Self', tidak bisa tidak harus dipahami, dalam konsepsi hibriditas dan autentisitas. Kesadaran akan kemungkinan terjadinya fundamentalisme kebudayaan inilah yang menjadikan kritik Said hanya sebagai gerbang bagi peninjauan ulang konsepsi 'Self' bagi manusia. Dalam upaya meredefinisi identitas, aspek autentisitas dan hibriditas menjadi rumusan yang tidak bisa dihindari, baik bagi "Timur" dan "Barat". Namun disisi lain, Said sendiri tidak melakukan perumusan atau menceritakan upaya Timur dalam merumuskan identitasnya. Dengan kata lain, Said seperti menyetujui bahwa Timur memang tak memiliki kemampuan untuk merumuskan atau menceritakan diri selain melalui suara orientalis dan kritikus- orientalis seperti Said."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>