Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135319 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Terorisme ialah pengeksploitasian rasa takut itu secara sistematis dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Kekerasan yang bermotivasi politik untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Dengan demikian terorisme merupakan salah satu bentuk dari kekerasan politik atau disebut juga kekerasan sipil agar dapat dibedakan dengan kekerasan militer. Kekerasan politik adalah penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan untuk mempengaruhi atau mengubah proses atau sistem politik. Kekerasan politik meliputi spectrum yang luas, mulai dari kekerasan individual atau kelompok sebagai aksi unjuk rasa atau proses, pemberontakan spontan dan sporadis, pemberontakan berencana dan berlanjut, kudeta, insurjensi, sampai ke revolusi…."
IKI 4:24 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Okvita Tri Wahyuni
"Serangan terorisme ke Amerika Serikat tanggal 11 September 2001 telah memberikan pengaruh nyata bagi keamanan global dan tata hubungan dunia Intemasional. Isu-isu keamanan internasisonal dipengaruhi oleh agenda perang global AS terhadap terorisme. Agenda ini dipromosikan AS melalui segala aspek hubungan luar negeri serta melalui organisasi multilateral PBB yang punya aturan mengikat terhadap anggotanya.
Upaya-upaya yang dilakukan Indonesia dalam memerangi terorisme, antara lain melalui kerjasama bilateral, regional maupun internasionaI. Salah satu contohnya adalah di level internasional dengan memenuhi kewajibannya kepada Counter Terrorism Commite (CTC), merupakan bukti dukungan Indonesia terhadap kebijakan anti terorisme global AS.
Dalam upaya merespon kebijakan anti terorisme global ini terdapat hambatanhambatan domestik bagi Indonesia akibat opini yang berkembang di tengah masyarakat. Tiga hal pokok yang mewarnai pro dan kontra kebijakan anti terorisme global AS tersehut, yaitu :
Pertama, anggapan masyarakat bahwa upaya pemerintah Indonesia dalam merespon kebijakan anti terorisme global, berada dalam tekanan dan pengaruh AS. Dalam arti bahwa pemerintah Indonesia diintervensi oleh AS dalam kebijakannya mengenai terorisme.
Kedua, AS dalam pelaksanaan kebijakan anti terorisme globalnya, dianggap mcmojokkan umat Islam.
Ketiga, standar ganda AS yang menimbulkan ketidakadilan dalam tatanan internasional dianggap sebagai akar yang sesungguhnya dari fenomena terorisme internasional.
Unit analisa yang digunakan dalam tesis ini adalah negara (state), yang merupakan bagian dari perspektif realis. Kerangka pemikiran yang membingkai penelitian ini adalah konsep-konsep yang berasal dari pemikiran politik luar negeri: K.J. Holsti, M. Papadakis dan H. Starr, dan Hasim Djalal.
Dengan menggunakan penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif dapat disimpulkan bahwa dalam politik luar negeri Indonesia menangani masalah terorisme sangat dipengaruhi oleh kondisi dalam negeri dan kepentingan nasional bangsa sebagai faktor internal. Di tingkat eksternal politik luar negeri Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor dominasi power AS dalam sistem intemasional.
Politik luar negeri Indonesia dalam menangani masalah terorisme internasional tetap konsisten dengan politik bebas aktif melalui jalur organisasi multilateral di tingkat regional maupun internasional."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Amelia Maharani
"Skripsi ini membahas mengenai strategi pencegahan kejahatan dan terorisme di mall sebagai ruang publik. Penelitian ini berangkat dari studi kasus yang bertempat di Lippo Plaza Kramat Jati, di mana mall tersebut memiliku latar belakang sejarah yang pernah menjadi sasaran aksi terorisme pada tahun 2006.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pencegahan kejahtan situasional dalam mencegah kejahatan diruang publik, dan game theory sebagai pertimbangan dalam mencegah serangan terorisme. Skripsi ini menggunakan mixed method sebagai metode penelitian, dengan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner sebagai pengumpulan data kuantitatif dan pedoman wawancara tidak berstruktur sebagai pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan orientasi pada pencegahan kejahatan yang dilakukan pengelola pada pencegahan kejahatan harta benda, belum berorientasi pada pencegahan terorisme. Kewaspadaan pengunjung juga menunjukan tidak mengarah pada ketakutan terhadap teror, melainkan pada kejahatan harta benda. Koordinasi antar pihak yang berkesinambungan dan berorientasi setiap saat dibutuhkan untuk mengurangi resiko terjadinya kejahatan harta benda juga terhdap serangan terorisme.

This mini thesis discussed about crime prevention strategies and terrorism at mall as a public space. This research begin from case study in Lippo Plaza Kramat Jati, with the historical that place has been attacked by terrorist at 2006.
This research using situasional crime prevention theory and game theory as a consideration for prventing terrorist attack. This thesis using mixed methods as a research method, with collecting data used questionnaire for quantitative methods an unstructural interviews for qualitative methods. The results from this research shows the orientation to prevent property crime by management mall, not for terrorism yet. Awareness from customers shows they didn’t concerned about terror, but they concerned with property crime. Coordination and orientation by management mall and law enforcement should be constantly ang continually to reduce the risk of property crime and also terrorism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Surya Bakti
Jakarta: Semarak Lautan Warna, 2014
303.625 AGU m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tutut Chusniyah
"Studi ini menguji model kekerasan suci, apakah model teoretik yang diajukan menggambarkan pengaruh ideologi jihad, ideologi politik konservatif, belief in a just world mortality salience terhadap kekerasan suci. Sebanyak 371 responden berusia 15-40 tahun dari kelompok Islam fundamentalis mengisi kuesioner untuk mengukur variabel-variabel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model teoretik yang diajukan sesuai untuk menjelaskan kekerasan suci. Kekerasan suci dipengaruhi oleh ideologi jihad, ideologi politik konservatif, belief in a just world dengan mortality salience sebagai mediator. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jihad merupakan ideologi keagamaan yang paling besar pengaruhnya terhadap kekerasan suci. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah mengembangkan penelitian mengenai jihad dan pengaruhnya terhadap kekerasan suci dengan memperluas sarnpel dan melalui uji variabel lain yang mungkin juga dapat mernpengaruhi kekerasan suci, seperti persepsi terhadap ancaman, identitas dan soldaritas kelompok,
RWA, deprivasi, atau juga meneliti jihad sebagai legitimize ideology dalam perspektif teori SDO."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafsari Amini
"Skripsi ini membahas mengenai dinamika kartun politik pada surat kabar Suluh Indonesia yang menggambarkan situasi politik di Indonesia pada tahun 1956- 1958, khususnya yang bertemakan pemerintahan, aksi subversif, dan hubungan Indonesia – Belanda pasca kedaulatan RI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah bahwa kartun politik pada surat kabar Suluh Indonesia yang merupakan surat kabar partisan dari Partai Nasional Indonesia (PNI) sering digunakan sebagai media kritik bagi partai atau golongan politik yang tidak sejalan. Selain itu surat kabar ini juga digunakan sebagai media penyebar pengaruh dan pujian kepada partainya sendiri.

The focus of this study is explain about political cartoons dynamics on Suluh Indonesia which describe political situation in Indonesia (1956-1958), especially government, subversive action, and relation between Indonesia – Netherland after Indonesia’s independence. The research using historical methods which is consist of four steps, heuristic, critic, interpretation, and historiography. The result of this research shows the the political cartoons on Suluh Indonesia which had been a part of Partai Nasional Indonesia used as media critic from the opposite party and political groups, and also as complimentary media for own party."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shindyawati
"Penelitian ini menganalisis penyebab kekerasan politik dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dan kaitannya dengan politik identitas. Penelitian ini menggunakan konsep Hate Spin Cherian George (2016) sebagai konsep utama penelitian dan didukung dengan teori konflik sosial-agama Clifford Geerzt (1981) dan teori kekerasan Johan Galtung (1997). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan design studi kasus. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa kekerasan bukan terjadi karena adanya mobilisasi dari wirausahawan politik yang terepresentasikan oleh Front Pembela Islam (FPI) dan Teman Ahok dengan menggunakan identitas, melainkan tumbuh dari kesadaran masyarakat sebagai bentuk ketersinggungan massa akan sebuah penghinaan atas dasar agama.

This study analyzes the causes of political violence in the DKI Jakarta Gubernatorial Election 2017 and its relation to political of identity. This study employs the concept of Hate Spin of Cherian George (2016) as the main concept which is supported by two theories of social-religious conflict of Clifford Geerzt (1981) and violence theory of Johan Galtung (1997).  Employing qualitative methods with case study design, this research suggests that violence did not occur because of the mobilization of political entrepreneurs represented by Front Pembela Islam (FPI) and Teman Ahok in using identity. The violence grew out to public awareness as a form of offense to the masses would be an insult on the basis of religion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Febrianti
"Politik di Bangladesh telah mengalami kriminalisasi selama empat dekade terakhir, sehingga mengakibatkan kekerasan politik terjadi pada berbagai tingkat dan lingkup, termasuk pendidikan. Organisasi sayap partai yang mendominasi di lembaga perguruan tinggi seringkali menggunakan kekerasan sebagai metode untuk mengontrol situasi politik yang tidak stabil. Selain itu, organisasi sayap partai tersebut juga seringkali digunakan untuk menjalankan agenda politik dan memperluas jaringan politik di kampus. Studi ini menganalisis bentuk dan faktor penyebab dari terjadinya kekerasan politik yang dilakukan oleh Bangladesh Chhatra League (BCL) sebagai organisasi sayap partai Liga Awami dengan Sheikh Hasina sebagai pemimpin sekaligus Perdana Menteri yang menjabat di Bangladesh sejak 2009 hingga saat ini. Studi ini menggunakan metode kualitatif dan dianalisis melalui Teori Kekerasan dari Johan Galtung (1969). Studi ini menemukan bahwa kekerasan politik yang dilakukan BCL di Bangladesh disebabkan oleh (1) faktor institusional, yaitu kekerasan dilakukan untuk memastikan dominasi politik BCL dan partai Liga Awami di kampus. Di samping itu, pembiaran yang dilakukan oleh negara menjadikan kekerasan politik yang dilakukan oleh BCL terus berlanjut, (2) faktor politik, yaitu keinginan untuk mendapatkan kekuasaan dan akses terhadap sumber daya negara di masa depan, dan (3) faktor kultural, yaitu kultur kekerasan dan dominasi yang dinormalisasi di Bangladesh.

Politics in Bangladesh has been criminalized over the past four decades, resulting in political violence occurring at various levels and scopes, including in education. Dominant party wings in higher education institutions often use violence as a method to control unstable political situations. Additionally, these party wings are often used to further political agendas and expand political networks on campuses. This study analyzes the forms and causes of political violence carried out by the Bangladesh Chhatra League (BCL), the student wing of the Awami League, under the leadership of Prime Minister Sheikh Hasina, who has been in office in Bangladesh since 2009. This study uses qualitative methods and is analyzed through Johan Galtung's Violence Theory (1969). The study found that BCL's political violence in Bangladesh is caused by (1) institutional factors, namely violence is carried out to ensure the political dominance of BCL and the Awami League party on campuses, (2) political factors, namely the desire to gain power and access to state resources in the future, and (3) cultural factors, namely the normalized culture of violence and domination in Bangladesh. Furthermore, the state's inaction perpetuates BCL's political violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmardi N.
"Peristiwa 11 September 2001 adalah momentum yang sangat tepat bagi Amerika Serikat untuk memulai perang terhadap teroris internasional secara terbuka. Sejak saat itu, negara penguasa tunggal dunia ini mulai membuat kebijakan-kebijakan strategis di dalam negerinya untuk mempersempit dan memberangus gerak para teroris. Dengan segala sumberdaya yang dimiliki dan menggunakan segala instrumen yang bisa dipakai, AS berusaha untuk menghentikan segala aksi teror yang masih mungkin terjadi. Bersamaan dengan itu, lewat kampanye War on Terrorisme global, AS menggalang kerjasama dalam berbagai bentuk dengan semua negara di dunia. Lewat pedekatan slick and carrot dan penawaran dua pilihan, "bersama Amerika atau bersama teroris," membuat kampanye AS ini sukses besar, dalam arti mendapat dukungan mayoritas dari negara-negara di dunia. Dengan menggunakan instrumen-instrumen politik internasional, seperti penetrasi dan intervensi melalui sarana media massa dan militer membuat siapa saja yang dianggap AS sebagai teroris akan sangat mudah "ditaklukkan."
Didakwanya Al-Qaedah, kelompok Islam garis keras sebagai pelaku aksi teror terhadap AS kembali membangkitkan wacana permusuhan Islam dan Barat, semacam perang antar peradaban yang diramalkan Samuel Huntington di awal tahun 90-an. Bersamaan dengan itu tuduhan dan kritikan terhadap Islam sebagai ideologi yang mendukung aksi kekerasan semakin menguat, terutama di negara-negara Barat yang tidak mengenal Islam secara proporsional, sehingga sampai ada yang berpikiran ideologi ini harus dihancurkan. Bahkan dibeberapa tempat, pasca terjadinya serangan 11 September 2001 warga muslim diperlakukan secara kasar bahkan ada yang menggunakan kekerasan fisik, khususnya di negara yang warga muslimnya minoritas.
Pilihan-pilihan strategi yang digunakan Amerika terlihat sangat dipengaruhi oleh orang-orang di sekeliling Presiden Bush yang cenderung beraliran konfrontasionalis, yang melihat setiap persoalan dengan kacamata permusuhan dan cenderung memilih cara kekerasan dalam menyelesaikan setiap persoalan.
Kebijakan Amerika memerangi teroris telah menimbulkan implikasi negatif bagi komunitas muslim di berbagai belahan dunia, termasuk bagi komunitas Islam Politik di Indonesia. Secara psikologis, instrumen penetrasi dan intervensi yang dijalankan Amerika telah menimbulkan ketakutan dan kengerian yang mendalam di kalangan komunitas Islam Politik dalam menghadapi aksi-aksi counter terrorism. Tindakan-tindakan represif yang diambil aparat keamanan di dalam negeri dalam upaya mencari dan menangkap para pelaku aksi teror yang tidak jarang menimbulkan persoalan baru dalam masyarakat, khususnya masalah keamanan. Pada sisi lain, upaya memerangi teroris juga semakin memperkuat resistensi komunitas Islam Politik terhadap kebijakan-kebijakan yang dijalankan Amerika baik di dalam maupun di luar negeri. Apalagi ketika langkah-langkah yang diambil terkesan sangat sejalan dengan apa yang diinginkan Amerika.

The 9/11-terror attack was a momentum for the United States to begin its war towards international terrorists openly. It was since this attack that the world super power began to re-formulate its domestic strategic policies in order to limit and diminish the movement of the terrorists. With all resources and instruments that it has, the United States attempted to avoid all possible terror attacks, which may happen in the future. Along with it, through its war on terror campaign, the U.S. organizes multilateral cooperation in any form with all countries around the world. Through its stick and carrot approach, it offers others with two choices that is either "to be with the U.S or with the terrorists". This approach has been successful in terms that it gains support from various countries. It uses international political instruments, such as penetrating and intervening others through media and military so that the U.S. can easily overcome those who are considered by the U.S as terrorists.
The charge over Al-Qaedah, a group of radical Muslims as the actor behind the deadly terrorist attack has awakened the old hatred between Islam and the West, as a clash of civilization, which was first emerged as a thesis formulated by Samuel Huntington in the early 1990s. The accusation and attack towards Islam as an ideology that supports violence acts is strengthening, especially in Western Countries, which do not really understand Islam. Therefore, it is unquestionable that many of them think that Islam has to be destroyed. In fact, in various places after the 9/11 attacks, many Muslims have been badly treated, especially for those who live as a minority groups.
All of these strategic policies have been very much influenced by those officials close to President George W. Bush who tends to be confrontative, meaning that he always try to see all problems in enmity and tend to use violence actions in solving every problems.
The U.S. policies to fight the terrorists have created negative impact to the Muslim community in various countries around the world, including those in Indonesia. Psychologically, the penetration and intervention policies that are adopted by the U.S. have created fear among the political Islam communities. Repressive actions that are taken by the state apparatus in many cases have formed new problems in the community, such as the security issues. On the other hand, the attempts to fight terrorists have also strengthened the Muslims' community resistance towards U.S. foreign or domestic policies. Worse still, those policies are taken in order to secure the U.S. interests.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Mencermati terorisme yang terjadi di Indonesia, dapat diidentifikasi bahwa kelompok terorisme berkembang sejak tahun 1999 bukan secara otentik lahir dari pergolakan kepentingan politik di dalam negeri. Terorisme yang dikonotasikan sebagai sebuah kelompok fundamental Islam rekayasa merupakan rekayasa opini global yang dilancarkan oleh negara yang hendak menegakkan hegemoni di dunia melalui strategi yang disebut 'Imperial Grand Strategy'. Karena itu, dalam memahami terorisme yang kini terjadi di Indonesia, perlu bertolak dari pandangan bahwa terorisme, merupakan sebutan pilihan strategis dari benturan kepentingan politik global. Indonesia hanyalah salah satu wilayah operasi yang digunakan untuk membentuk opini global, bukan wilayah tempat tumbuh dan berkembangnya terorisme ….
"
IKI 5 : 28 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>