Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121753 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tan Malaka’s political discourses involve various nominative metaphors as the reflection of pseudo lingual symbols, for instance: the strategic use of the word perdagangan ‘trade’ as the camouflage
of the word perjuangan ’struggle’, the use of the term firm and pabrik to avoid the term partai ’party’, the use of the term rokok ’cigarette’ which is meant as the rebellion, the hidden meaning behind the
word choklat and cacao ‘chocolate’ was pemogokan ’strike’, the signified behind the signifier kuda ’horse’ was tentara ’army', and the word tebu ’sugar cane’ indicates the concealed meaning of uang
’money’. The nominative metaphors on those Tan Malaka’s political discouses and letters were analyzed by Sawirman-e135 frame. "
WAE 3:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tan berpandangan bahwa kesulitan bangsa Indonesoa untuk menjadi sebuah negara yang besar adalah cara berpikir kebanyakan orang Indonesia yang dilandaskan pada logika mistika, yakni keyakinan bahwa dibalik dunia nyata ini masih ada dunia roh yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia Indonesia Tan prihatin terhadap kondisi tersebut Karena itu,untuk membebaskan masyarakat Indonesia dari kungkungan logika mistika itu. Tan Malaka menyampaikangagasannya mengenai Madilog. Setelah 69 tahun merdeka, dalam masyarakat Indonesia saat ini masih dapat ditemukan peristiwa konkret yang menunjukkan gejala cara berpikir logika mistika. Kritik Tan Malaka pada zamannya masih relevan untuk dibaca lagi."
DRI 36:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Joni Putra
"Penelitian ini membahas mengenai produksi narasi Tan Malaka sebagai Datuk dan Raja Adat ketika pemindahan makam Tan Malaka dari Selopanggung (Jawa Timur) ke Pandan Gadang (Sumatra Barat) tahun 2017. Narasi tersebut diproduksi keluarga Tan Malaka untuk menandingi narasi Tan Malaka sebagai pengkhianat. Penelitian ini menjabarkan bagaimana narasi itu berasal dari praktik penulisan sejarah resmi di era Orde Baru. Rezim anti-komunis Orde Baru menghapus peran penting Tan Malaka di dalam sejarah resmi Indonesia dan menempatkan nama Tan Malaka dalam asosiasi sebagai pengkhianat negara. Dengan demikian, produksi narasi yang dilakukan keluarga Tan Malaka merupakan kontestasi terhadap narasi resmi negara.
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode riset pustaka dan etnografis. Studi pustaka berfokus pada mengumpulkan data tentang sejarah resmi terkait Tan Malaka yang dipublikasikan oleh pemerintah Orde Baru. Hasilnya, penelitian ini menggunakan empat referensi utama untuk melihat narasi Orde baru terhadap Tan Malaka, yaitu Sejarah Nasional (1975),30 Tahun Indonesia Merdeka (1975), Lima Tahun Perang Kemerdekaan(1975), dan 50 Tahun Indonesia Merdeka (1995), dan Album Pahlawan Bangsa (1984). Sedangkan dengan menggunakan etnografis, penulis melakukan wawancara mendalam dengan juru bicara keluarga Tan Malaka terkait pemindahan makam tersebut. Selain itu, penulis melakukan pengamatan dan pendokumentasian selama pemindahan makam Tan Malaka dilakukan dan selama peringatan satu tahun pemindahan makam itu. Berdasarkan data etnografis tersebut, penelitian ini menemukan bahwa produksi narasi Tan Malaka sebagai Datuk dan Raja Adat dilakukan dengan penekanan status Datuk melalui tulisan di makam Tan Malaka, Ritual Basalin Baju yang dilakukan ketika pemindahan makam, peringatan satu tahun pemindahan makam tersebut, serta berbagai ritual adat Minangkabau lainnya.
Menggunakan konsep Memori Nasional dan Memori Kultural yang dikembangkan oleh Aleida Asmann, penelitian ini mengonseptualisasi bahwa produksi berbagai narasi identitas Minangkabau dalam pemindahan makam Tan Malaka tersebut sebagai kontestasi antara memori kultural dan memori nasional. Memori nasional diproduksi dari atas oleh negara sedangkan memori kultural diproduksi dari bawah oleh masyarakat. Negara melanggengkan memori nasional lewat berbagai instrumen negara sedangkan keluarga Tan Malaka membangun memori kultural lewat berbagai objek material dan praktik kultural.
Penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga Tan Malaka dalam menggunakan makna yang ambigu dalam melakukan ritual dan menggunakan objek material tersebut, yang kemudian berdampak pada ambiguitas posisi Tan Malaka antara pahlawan nasional dan pahlawan lokal. Namun, pemaknaan yang ambigu tersebut merupakan strategi yang digunakan oleh pihak keluarga untuk tetap bisa merehabilitasi nama Tan Malaka sekaligus mengontestasi memori nasional Orde Baru.

This study discusses the production of Tan Malaka's narrative as Datuk and Raja Adat when the relocation of Tan Malaka's tomb from Selopanggung (East Java) to Pandan Gadang (West Sumatra) in 2017. The narrative was produced by Tan Malaka's family to match the narrative of Tan Malaka as a traitor. This study describes how the narrative originated from the practice of writing official history in the New Order era. The anti-communist New Order regime erased Tan Malaka's important role in Indonesia's official history and placed Tan Malaka's name in the association as a traitor to the state. Thus, the narrative production by Tan Malaka's family is a contestation against the official state narrative.
The data collection of this research was carried out using library research and ethnographic methods. The literature study focused on collecting data on the official history of Tan Malaka published by the New Order government. As a result, this study uses four main references to see the narrative of the New Order against Tan Malaka, namely the National History (1975), 30 Years of Independent Indonesia (1975), Five Years of the Independence War (1975), and 50 Years of Independent Indonesia (1995), and Hero of the Nation Album (1984). Meanwhile, using ethnography, the author conducted in-depth interviews with the spokesman for the Tan Malaka family regarding the relocation of the tomb. In addition, the authors conducted observations and documentation during the transfer of Tan Malaka's tomb and during the one-year anniversary of the transfer of the tomb. Based on the ethnographic data, this study found that the production of Tan Malaka's narrative as Datuk and Raja Adat was carried out by emphasizing the status of Datuk through writings on Tan Malaka's tomb, the Basalin Baju Ritual which was carried out when moving the tomb, the one-year anniversary of the transfer of the tomb, and various traditional rituals other Minangkabau.
Using the concepts of National Memory and Cultural Memory developed by Aleida Asmann, this study conceptualizes that the production of various Minangkabau identity narratives in the transfer of the Tan Malaka tomb is a contestation between cultural memory and national memory. National memory is produced from above by the state while cultural memory is produced from below by society. The state perpetuates national memory through various state instruments, while the Tan Malaka family builds cultural memory through various material objects and cultural practices.
This study shows that Tan Malaka's family uses ambiguous meanings in performing rituals and using these material objects, which then has an impact on the ambiguity of Tan Malaka's position between national heroes and local heroes. However, this ambiguous meaning is a strategy used by the family to continue to rehabilitate Tan Malaka's name as well as to contest the New Order's national memory
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhasril Nasir
Yogyakarta: Ombak, 2007
923.2 ZUL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ma`mun Murod Al-Bresbesy
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999
297.272 MAM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Adi Surya
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh situasi bangsa Indonesia yang sedang mencari format demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya mengkaji kekuatan dan kelemahan implementasi teori dari pemikiran politik Barat tentang demokrasi. Berkaitan dengan hal tersebut, tesis ini berusaha mencari alternatif demokrasi dari pemikiran tokoh Indonesia.
Pertanyaan penelitian ini adalah mengapa Soekarno menolak Demokrasi Parlementer dan bagaimana pemikiran politik Soekarno tentang Demokrasi Terpimpin. Teori yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah teori sosialisasi politik dari Gabriel Almond, teori demokrasi dari Robert Dahl, William Ebenstein dan Lyman Tower Sargent serta teori partai politik dari R.H. Soltau, Gabriel Almond dan Duverger. Sedangkan metode penelitian menggunakan metode penelitian pustaka (library reseach).
Adapun kesimpulan penelitian ini menjelaskan bahwa Soekarno menolak Demokrasi Parlementer karena (1) hanya bersifat demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi (2) melindungi keberlangsungan sistem kapitalisme (3) menimbulkan instabilitas politik. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong-royong antara semua kekuatan Nasional. Inti daripada pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan, tetapi suatu permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan penyiasatan yang diakhiri dengan pemungutan suaa (voting).
Soekarno menekankan prinsip gotong royong dan musyawarah mufakat dalam suasana kekeluargaan dalam Demokrasi Terpimpin sehingga demokrasi tidak mengenal oposisi. Dalam menerjemahkan konsepsi ini ke dalam perangkat politik, Soekarno membentuk Kabinet Gotong Royong yang terdiri dari perwakilan semua partai di parlemen dan membentuk Dewan Nasional yang berisi golongan fungsional sebagai cerminan masyarakat. Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional ini menjadi jembatan sehingga setiap tindakan Pemerintah selaras dengan kehendak masyarakat.
Temuan penelitian ini adalah bahwa Soekarno beranggapan Demokrasi Parlementer tidak cocok dengan situasi dan kondisi Indonesia karena sesuai dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia yakni nilai-nilai Pancasila yang di dalamnya terkandung semangat kekeluargaan, gotong royong dan musyawarah untuk mufakat. Implikasi teoritisnya adalah bahwa teori sosialisasi politik, teori demokrasi dan teori partai politik dapat diterapkan untuk menganalisis tesis ini.

Topic Political Views of Soekarno on Guided Democracy 175 pages 7 books 6 internet sources Based on Indonesia rsquo s search for a democracy that is congruent with its foundational values this thesis shows the efforts done to review the strengths and weaknesses of implementing Western political concepts in democracy Furthermore this thesis shows the search for an alternative from Indonesian political thinkers This study questions the reason Soekarno rejects parliamentary democracy and his political thoughts on guided democracy The theories used in answering these questions are Gabriel Almond's theory of political socialization Robert Dahl's theory of democracy as well as William Ebenstein and Lyman Tower's theory of political parties from R H Soultau Gabriel Almond and Duverger In addition this study utilizes the library research method as a means for research Having explained Soekarno's grounds for rejecting parliamentary democracy as a conclusion this research shows that his main reasons consist of the fact that parliamentary democracy is merely political democracy without economic democracy a protector of capitalism and a catalyst of political instability Guided democracy is a type of people's democracy that is led by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives and is cored by the discussion of all national powers to agree unanimously The heart of leadership in a guided democracy is deliberation that is led by innate wisdom and not by a debate that results in voting Soekarno accentuates the principles of cooperation and deliberation in a family atmosphere in a guided democracy so that democracy does not encounter any oppositions In interpreting this concept on a political device Soekarno formed the Mutual Cooperation Cabinet Kabinet Gotong Royong that consists of representatives from all the political parties in the parliament and the National Council's concept made up of functional groups that reflects the people This cabinet and council became the bridge that harmonizes the government's actions with the people rsquo s will The principal findings of this research is Soekarno's opinion that parliamentary democracy is not suitable with Indonesia's situation and condition primarily because it is not in accordance with the personality of the nation or the values of Pancasila which contains the spirit of family mutual cooperation and deliberation The theoretical implication is that the theory of political socialization the theory of democracy and the theory of political parties can be applied in analyzing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Kasenda
"Studi ini mencoba mempelajari pemikiran Soekarno yang dituangkan melalui tulisan-tulisan pada Indonesia Moeda. Soeloeh Indonesia Moeda dan Fikiran Ra_jat, pledoi pembelaan Indonesia merdeka dan risalah Mencapai Indonesia Merdeka yang ditulis oleh Soekarno antara tahun 1926 - 1933. Melalui tulisan-tulisan diatas akan di coba untuk mempelajari gagasan-gagasan Soekarno tentang bagaimana caranya menumbangkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda yang telah mencengkram tanah airnya yang begitu indah, kaya dan subur itu. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bukanlah metode kajian eksploratif dan bukan pula sepenuhnya kajian deskriptif dan bukan sekedar kajian eksplanatoris, melainkan sebuah kajian gabungan yang menggunakan baik metode deskriptif maupun eksplanatoris secara bersama-sama.Melalui Machtsvorming dan Machtsaanwending, Soekarno berusaha menggulingkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda tetapi usahanya hanya membawa ke balik terali dan ke pengasingan. Dan kekuasaan Kolonial yang ingin dihancurkan Soekarno itu ternyata hanya mampu digulung oleh perang Pasifik yang telah diramalkan oleh Soekarno akan datang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Gani
"ABSTRAK
Selama lebih dari tiga dekade 1965-1998 Presiden Soeharto memimpin Negara Kesatuan Republik Indoensia NKRI . Pemerintahannya sangat membatasi pembuatan dan penyebaran informasi di masyarakat. Lembaga pers dan penerangan diawasi ketat dan kebebasan berekspresi dibatasi. Tujuannya adalah menciptakan suatu stabilitas nasional yang menjamin keberlangsungan pembangunan nasional. Masalah penelitian adalah menganalisa bagaimana penerapan kebijakan informasi di bidang pers selama masa Orde Baru. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana penciptaan dan penerapan kebijakan informasi pada pers dan dampaknya sehingga mampu menopang pemerintah Orde Baru dengan memperhatikan peran Departemen Penerangan, lembaga pers dan perlawanan pers itu sendiri. Selain itu juga memperlihatkan bagaimana agen manusia dan lembaga bekerja dalam menciptakan dan membangun kebijakan informasi yang ditaati masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui kajian ideologis, pers, kebijakan informasi dan model politik informasi. Kontribusi penelitian ini dalam teoritis dan praktis adalah ditemukannya model politik informasi dan konsep informasi baru dalam kebijakan informasi yaitu model politik informasi korporasi dan informasi sebagai instrumen kekuasaan.

ABSTRACT
For more than three decades 1965 1998 President Soeharto had ruled the Unitary State of the Republic of Indonesia NKRI . His government controlled tightly the production and dissemination of information in the society. Press and information institutions were supervised and freedom of expression restricted systematically. The aim was to create a national stability ensuring the achievement of national development. The problem of the research is to analyze the implementation of information policy on press during the New Order era. Meanwhile the purpose of this study is to explain how to establish and apply the information policy in order to sustain the New Order government by focusing the strategic role of Information Department, press agencies and the resistances of press community. It also sees how human agent and institutions work together in establishing and operating information policy that was adhered to by the society. This research uses qualitative approach through ideological study, press theory, information policy and model of information politics. This research 39 s findings are a new model of information politics, the so called corporate model and a new concept of information, instrument of power sustainability."
2018
D2366
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar Said
Yogyakarta: Thafa Media, 2013
920 MUH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>