Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52013 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Discrimination is an attitude and behavior that violates human rights. Discrimination can also be interpreted as a treatment for individuals differently based on race, religion, or gender . Any harassment, restriction or exclusion to race religion, or gender includes discriminatory actions. The theme of discrimination experienced by many women made the writer want to examine it from literature point of view, especially Japanese literature. The problem in this paper is gender discrimination experienced by the main character in novel Ginko. In Ginko novel written by Junichi Watanabe, the theme of discrimination against women is very strong, as experienced by the main character named Gin Ogino. This study used feminist standpoint research with the assumption that gender discrimination in society in the novel cannot be separated from women's real experiences perceived by the author. In addition to stand on or derived from real experiences from the first woman doctor in Japan, which with all her efforts to break away from discrimination against women endured throughout her life: before marriage, divorce, attending medical school to become a doctor even after she was graduated from medical school, she still experienced gender discrimination. This study found that gender discrimination experienced by Ginko because she is a woman, in which at that time (the Meiji era) there were clear boundaries between men and women. Difficulty and discrimination experienced are because Ginko's ideals were considered impossible, because she wanted to become a doctor. Her ability and cleverness were obstructed just because she is a woman. It can be concluded in the Meiji era, there was discrimination against women reflected in the Novel Ginko."
LINCUL 8:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hashila Gemellia
"Novel epistoler disebut sebagai genre sastra yang memiliki kemampuan dalam menyampaikan emosi secara efektif, karena dapat menampilkan sudut pandang subjektif karakternya secara mendalam. Dengan tokoh utama perempuan, novel ini mampu memperlihatkan subjektivitas karakter perempuan tersebut, dan mengaitkannya dengan gerakan feminisme gelombang keempat yang berfokus pada pemberdayaan perempuan. Artikel ini membahas isu mengenai diskriminasi gender yang terjadi pada tokoh-tokoh perempuan dalam novel Un Fils Parfait karya Mathieu Menegaux dan perjuangan mereka memperoleh keadilan. Daphné, seorang ibu dan wanita karir berkeinginan untuk membebaskan kedua putrinya dari suaminya, Maxime, yang diketahui melakukan tindakan agresi seksual pada mereka, meskipun tanpa adanya perlindungan ataupun pembelaan yang adil dari aparat kepolisian dan hukum Prancis. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bentuk-bentuk resistensi yang dilakukan oleh tokoh Daphné untuk memperoleh keadilan gender, baik bagi dirinya sendiri maupun kedua putrinya. Dengan metode kualitatif, penelitian ini akan menggunakan teori struktur naratif Roland Barthes untuk membedah struktur teks dan teori resistensi oleh James C. Scott, serta dibantu oleh teori feminisme eksistensial dari Simone de Beauvoir (1949) untuk memahami perlawanan Daphné memperoleh kesetaraan agar tidak terjebak pada determinasi sosial. Hasil analisis mengemukakan bentuk resistensi yang terjadi pada tokoh Daphné adalah resistensi terbuka dan semi-terbuka yang digunakan untuk melawan diskriminasi gender di era modern.

Epistolary novel is a literary genre that has the ability to convey emotions effectively, because it can display the subjective point of view of a character in depth. With a female main character, this novel is suitable to show the subjectivity of that female character, in accordance with the fourth wave feminism movement that focuses on empowering women. This article discusses the issue of gender discrimination that occurs in female characters in Mathieu Menegaux's novel, Un Fils Parfait, and their battle to achieve justice. Daphné, a mother and a career woman, fights to free her two daughters from her husband, Maxime, who is known to have sexually assaulted them, even without any protection or fair defense from the police and the French law. This study aims to describe the forms of resistance carried out by Daphné to obtain gender justice both for herself and her two daughters. With a qualitative method, this research will use Roland Barthes's theory of narrative structure to analyse the structure of the text and the theory of resistance by James C. Scott, as well as the existential feminism theory of Simone de Beauvoir (1949) to understand Daphné's resistance to achieve equality, so that she is not trapped in social determination. The results of the analysis show that the form of resistance that occurs in Daphné's character is open and semi-open resistance which is used to fight gender discrimination in the modern era."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia as a member of United Nations has received the convention on abolishment of all kinds discrimination toward women. On the 24th of July 1984 Indonesia ratified that convention by enacting no. 7/1984 Law on Legalization of the convention on abolishment of all kinds of discrimination toward women. Article 2 letter (f) of the convention states that all participant nations should make an effort to form exact regulations, including forming laws to revise and abolish discriminative laws, regulation, tradition, and practices toward women. But in reality, making a change of cultural tradition that has existed for a long time shoshuld undergo strict cultural selection."
2004
340 JEPX 24:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vien Arina Ridwan
"Latar Belakang: Identifikasi jenis kelamin merupakan langkah awal yang penting dan akan memengaruhi analisis forensik selanjutnya. Pada kasus tertentu, identifikasi jenis kelamin terbatas pada tulang jenazah. Mastoid merupakan bagian tulang yang potensial, didukung dengan dimorfisme seksual tinggi, keutuhan dan simetrisitasnya. Tinggi mastoid konsisten menunjukkan nilai akurasi diskriminasi jenis kelamin yang cukup tinggi. Kombinasinya dengan parameter osteometrik lainnya meningkatkan akurasi hingga 85%. Di Indonesia, penelitian radiologis mengenai estimasi jenis kelamin berdasarkan parameter mastoid masih terbatas, sehingga diperlukan penelitian awal yang dapat mendukung penelitian pada cakupan yang lebih mendalam. Tujuan: Menilai perbandingan rerata pengukuran parameter osteometrik mastoid antara jenis kelamin, serta menentukan akurasi dan model prediksi estimasi jenis kelamin. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan potong lintang, menggunakan data sekunder antemortem parameter osteometrik mastoid dari CT scan multiplanar. Tinggi mastoid sejati dan konvensional, diameter oblik dan sagital, serta volume mastoid diukur pada mastoid kanan dan kiri subjek. Jumlah subjek sebanyak masing-masing 105 perempuan dan laki-laki. Analisis komparatif dan penentuan titik potong dengan kurva ROC untuk menentukan akurasi (batas kemaknaan statistik alpha 5%). Model prediksi diperoleh dengan analisis regresi logistik. Hasil: Didapatkan perbedaan bermakna pada seluruh parameter mastoid antara laki-laki dan perempuan (p 0,000). Nilai AUC pada seluruh parameter mastoid berkisar antara 91,1%-96,5% dengan akurasi dalam estimasi jenis kelamin laki-laki berkisar antara 87%-93%. Estimasi jenis kelamin laki-laki menggunakaan kombinasi tinggi mastoid sejati dan konvensional, serta volume mastoid tertinggi dapat mencapai probabilitas sebesar 97%. Kesimpulan: Parameter osteometrik mastoid antara jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang signifikan dan akurasi yang tinggi untuk estimasi jenis kelamin.

Background: Gender identification is an initial and essential step for further forensic analysis. In certain cases, gender identification is often restricted to skeletal remains. Mastoid process is potential skeletal remains for gender estimation, considering its sexual dimorphism, strength, and symmetry. Mastoid height demonstrates consistent high accuracy in gender discrimination. Combinated with other mastoid parameters enhances its accuracy for up to 85%. In Indonesia, radiological research on gender estimation using these parameters is limited, requiring initial study to support deeper research scope. Objective: To compare mastoid osteometric parameter measurements between gender, to assess its accuracy and prediction model for gender estimation. Methods: This study was a cross-sectional comparative study using secondary antemortem measurements of mastoid osteometric parameters from multiplanar CT scan, which included bilateral true and conventional mastoid height, oblique and sagittal diameter, and mastoid volume measurements. Measurement datas from 105 male and female subject were analyzed. Comparative analysis and cut-off point were determined using ROC curve analysis to obtain accuracy. Statistical significance threshold used was alpha 5%. Prediction model was obtained from logistic regression analysis. Results: All mastoid osteometric parameters showed significant differences between gender (p 0,000). AUC value from all parameters ranged from 91,1% to 96,5%, with accuracy for male gender estimastion ranged from 87% to 93%. Combination of true and conventional mastoid height, and mastoid volume offered probability of male estimation for up to 97%. Conclusion: Mastoid osteometric parameters in each gender group demonstrated statistically significant differences and highly accurate for gender estimation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa Puspita Sary
"Konseptualisasi gender menyoroti proses konstruksi sosial mengenai kelaki-lakian dan keperempuanan sebagai kategori-kategori yang berlawanan dengan nilai-nilai sosial yang timpang. Adapun yang menjadi tekanan kuat pada teori-teori gender dalam hal ini adalah kekuasaan sosial, konstruksi persamaan dan perbedaan serta isu-isu dominasi Dominasi ini dibentuk, dirembeskan, dan dipertahankan melalui berbagai institusi dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Media massa merupakan salah satu institusi yang secara sadar atau tidak turut andil dalam mengukuhkan keyakinan gender yang sudah tertanam di alam bawah sadar perempuan dari seluruh dunia bahwa mereka 'dikodratkan' menjadi ibu rumah tangga, dalam konteks yang lebih luas menjadi obyek yang inferior di hadapan subyek lad-lad yang superior. Melalui media massa, perspektif gender dapat secara efektif diperkenalkan kepada masyarakat mengingat media massa merupakan pembentuk opini publik yang potensial sehingga diharapkan memiliki peran yang besar dalam menyebarluaskan perspektif gender.
Perspektif gender di media massa khususnya di dunia jurnalistik dapat menimbulkan kepekaan gender (gender sensitivity), sehinggga tercipta suatu kesadaran bahwa fakta yang ada pada dasarnya merupakan hasil dari ketidaksetaraan dan keadilan gender yang berkaitan dengan dominasi kekuatan ekonomi-politik dan sosial budaya yang ada dalam masyarakat. Dengan adanya perspektif gender, media massa juga diharapkan dapat menjadi alat yang bermanfaat menjadi sarana untuk membebaskan dan memberdayakan kelompok-kelompok yang marjinal (khususnya perempuan). Berdasarkan permasalahan tersebut, permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah : " Bagaimanakah frame jumalisme berperspektif gender terhadap pemberitaan isu-isu gender di Kompas dan Sinar Harapan sepanjang tahun 2003" Metode penelitian yang digunakan dalah metode analisis kualitatif, sedangkan perspektif metodologi penelitian ini adalah perspektif konstruktivisme. Sementara itu, metode analisisnya ialah analisis bingkai model Gamson dan Modigliani.
Subyek yang diteliti ialah berita-berita yang menampilkan isu-isu gender di Kompas dan Sinar Harapan sepanjang tahun 2003.Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah ; teori konstruksi atas realitas dari Berger dan Luckmann, teori Hierarcy of Influence dari Shoemaker dan Reese dan teori feminis yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep jurnalisme berperspektif gender merupakan pendekatan yang muncul dari kesadaran bahwa perempuan menjadi warga kelas dua yang dalam segala aspek kehidupan tersubordinat. Pendekatan jurnalisme berperspektif gender merupakan pendekatan yang berdasarkan pandangan kritis. Dalam menganalisis teks berita isu-isu gender di Kompas & Sinar Harapan, penulis menggunakan paradigma konstruktivisme dalam rangka mengamati muatan jurnalisme berperspektif gender yang terdapat dalam teks pemberitaan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Secara garis besar pemberitaan terhadap isu-isu gender yang ditampilkan Sinar Harapan menunjukkan bahwa untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di berbagai bidang tidak hanya diperlukan intervensi dari aparat hukum dan pemerintah retapi juga penanganan yang serius terhadap pennasalahan yang menimpa kaum perempuan yang menyebabkan dirinya tertindas dan tersubordinasi.
Kompas lebih menekankan adanya problema kesetaraan gender dalam berbagai bentuk bentuk ketidakadilan perlakuan dan kesempatan terhadap perempuan adalah masalah yang kompleks (complicated). Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran perempuan sendiri akan hak-haknya, kondisi sosio cultural yang mengedepankan budaya patriarkis, kebiasaan atau adat dalam keluarga, masyarakat dan sistem pendidikan kita yang masih menerapkan pola asuh yang bias gender dan mendikotomikan ruang publik - ruang domestik, serta negara yang turut berperan seperti yang diharapkan.
Secara umum sensifitas gender telah terlihat pada pemberitaan Isu-Isu gender yang terdapat pada Sinar Harapan dan Kompas. Pemberitaan Isu-isu Gender yang ditampilkan Sinar Harapan dan Kompas terlihat sebagai bentuk idealisme dan kesadaran media terhadap fungsinya sebagai media massa, yaitu sebagai fungsi transmisi media yang strategis, karena menunjukkan kekuatan media massa dalam mempengaruhi masyarakat luas. Melalui fungsi ini media dapat menyampaikan ideologi maupun idealismenya, yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan pelrilaku masyarakat untuk memiliki kesadaran terhadap pentingnya keadilan dan kesetaraan gender.
Kecenderungan ideologi gender yang dominan mewarnai pemberitaan isu-isu gender di Sinar Harapan dan Kompas untuk isu perempuan di pentas politik ialah ideologi feminisme, untuk isu kekerasan terhadap perempuan adalah feminisme radikal, sedangkan untuk isu perempuan dan pendidikan adalah feminisme liberal. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa pendekatan jurnalisme berperspektif gender dapat dijadikan acuan bagi para akademisi dan praktisi media untuk mendeteksi sensifitas gender media dalam memberitakan isu-isu gender."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14105
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Wahid Wartabone
"Norma merupakan salah satu konsep kunci dalam Ilmu Hubungan Internasional yang secara umum didefinisikan sebagai standar perilaku yang memengaruhi aktor politik sesuai dengan identitas dan posisinya dalam sistem sosial dan internasional. Salah satu norma global adalah The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) yang secara khusus menyoroti diskriminasi dan kekerasan berbasis gender utamanya terhadap perempuan serta menetapkan agenda-agenda nasional untuk mencapai kesetaraan gender. Sejak CEDAW diadopsi oleh PBB pada tahun 1979, kesetaraan gender kian mengemuka dan menjadi agenda politik yang krusial untuk dibahas, baik secara akademis maupun praksis. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya memetakan dan meninjau pembahasan mengenai norma kesetaraan gender dalam konteks politik global. Dengan menggunakan metode taksonomi, tulisan ini meninjau 23 literatur akademik dan menghasilkan tiga temuan utama. Pertama, makna norma kesetaraan gender bersifat dinamis dan kontekstual. Kedua, norma kesetaraan gender disebarkan oleh berbagai aktor politik dengan mekanisme dan strategi yang beragam serta tidak terjadi dalam proses satu arah global-ke-lokal saja, melainkan dengan berbagai dinamika di level domestik—dinamika inilah yang masih jarang dikaji dalam literatur-literatur yang ada. Ketiga, sebagian besar literatur hanya menyoroti peran aktor transnasional sehingga peran aktor lokal dan kelompok akar rumput cenderung terpinggirkan. Adapun hasil refleksi penulis terhadap literatur-literatur yang dikaji adalah bahwa kajian mengenai norma kesetaraan gender masih didominasi oleh akademisi dari Barat. Selain itu, pembahasan norma kesetaraan gender turut memiliki irisan dengan perspektif dari bidang ilmu lainnya. Pada bagian akhir tinjauan literatur ini, penulis merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk mengkaji dinamika dan proses yang terjadi di level domestik serta peran aktor lokal dalam difusi norma kesetaraan gender.

Norm is one of the key concepts in International Relations which is generally defined as a standard of behavior that influences political actors according to their identities and positions in the social and international system. One of the global norms is The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) which specifically highlights gender-based discrimination and violence primarily against women and establishes national agendas to achieve gender equality. Since its adoption by the United Nations in 1979, gender equality has increasingly come to the fore and has become a crucial political agenda to be discussed, both academically and practically. Therefore, this paper seeks to map out and review discussions on gender equality norms in the context of global politics. Using the taxonomic method, this paper reviews 23 academic literatures and produces three main findings. First, the meaning of gender equality norms is dynamic and contextual. Second, gender equality norms are diffused by a constellation of political actors with various mechanisms and strategies and do not occur in a one-way process, global-to-local, but with various dynamics at the domestic level—these dynamics are rarely studied in the existing literatures. Third, most of the literatures only focus on the role of transnational actors so that the role played by the local actors and grassroots groups tends to be marginalized. As for the author's reflection on the existing literatures, studies on gender equality norms are still dominated by scholars from the West. In addition, the discussion on gender equality norms also has intersections with perspectives from other fields of science. Finally, at the end of this literature review, the authors recommend further research to explore the dynamics and processes that occur at the domestic level and the role of local actors in the diffusion of gender equality norms."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Using Eurostat data for 2007, 2010 and 2012, the authors examine the effects of the 2008 crisis on the situation of male and female workers in Italy, Ireland and Portugal, with particular attention to changing labour market dynamics, (intra-household) employment patterns, and incomes. The gender gaps in employment, unemployment and precarious employment are narrowing, but this trend cannot be interpreted as progress toward gender equality: it is driven by men's increasingly vulnerable position resulting from the generalized deterioration of labour market conditions, including the growth of precarious and/or low-paid employment, unemployment and poverty to the detriment of household living standards."
ILR 154:4 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhria Nesa
"Tesis ini membahas subjektivitas tokoh utama dalam novel Hanauzumi karya Watanabe Junichi 1970 dengan penjabaran penokohan. Analisis penokohan dilakukan dengan menggunakan unsur naratif yang dikemukakan oleh Luc Herman dan Bart Vervaeck 2001, kemudian pemaparan subjektivitas dilakukan dengan pendekatan subjektifitas Woodward 1999. Narasi memperlihatkan bahwa tokoh utama hadir sebagai perempuan mandiri, namun melalui penjabaran subjektivitas, tokoh utama dihadirkan sebagai perempuan yang tidak dapat mempertahankan perannya di ranah publik dan kembali menempatkan dirinya di ranah domestik. Novel ini menegaskan bahwa perempuan akan tetap berada di bawah laki-laki dan tidak dapat keluar dari kekuasaan patriarki.

This thesis discusses the subjectivity of the main character in the novel Hanauzumi written by Watanabe Junichi 1970 by observing the characterization. The characterization then will be analyzed using narrative element proposed by Luc Herman and Bart Vervaeck 2001 , while the subjectivity of the main character will be analyzed through a concept by Woodward 1999. The story presents the main character as an independent woman, however, through the subjectivity analysis, it is shown that the main character could not sustain her role in the public sphere, after which she returns and reestablishes herself in the domestic realm instead. This novel reaffirms that women will always be inferior to men and could not escape patriarchy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T47484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie Sophia Yulianti
"ABSTRAK
Novel Birds of Passage dan Homebase adalah novel karya penulis Keturunan etnis Cina dengan visi menggugat pandangan etnosentris dan rasis kaum penguasa/dominan dalam masyarakat Australia dan Amerika, yang didominasi oleh keturunan Anglo-Keltik dan Anglo-Sakson. Dalam menyuarakan visinya kedua novelis, Brian Castro dan Shawn Wong, menggulirkan tema rasialisme yang dipadukan dengan isu identitas bangsa dan budaya ditinjau dari perspektif kelompok minoritas etnis Cina.
Dalam kedua novel tersebut, kelompok etnis Cina tidak ditempatkan sebagai objek yang dibicarakan seperti yang dilakukan kebanyakan para pengarang Anglo-Australia maupun Anglo-Amerika. Sebaliknya, mereka adalah subjek yang menuturkan kisahnya sendiri.
Kedua novel menyajikan tema rasialisme dengan dimensi dan wujud yang berbeda. Birds of Passage menampilkan kelompok etnis Cina sebagai korban rasialisme fisik dalam masyarakat Australia. Isu rasialisme dalam wujud yang subtil seperti pengotak-kotakan kebangsaan berdasarkan etnisitas seseorang juga ditampilkan dalam novel tersebut. Homebase -sementara itu- membahas rasialisme dalam wuud yang lebih subtil: represi atas perjuangan dan kontribusi kelompok etnis minoritas Cina dalam membangun Amerika. Prestasi dan kontribusi kelompok etnis Cina dalam membangun lintasan rel kereta api transkontinental Central Pacific kerapkali terlupakan dalam sejarah Amerika yang ditulis berdasarkan perspektif kaum Anglo-Sakson.
Tesis ini membahas masalah rasialisme dalam masing-masing novel dan juga strategi sang pengarang untuk menepisnya. Latar belakang sosiohistoris dan budaya kelompok etnis Cina dalam sejarah Australia dan Amerika juga dibahas untuk lebih dapat memahami akar permasalahannya.

ABSTRACT
Written by the so-called ethnic minority writers of Chinese descent, Birds of Passage and Homebase try to depict the practice of ethnocentrism and racialism in Australia and the United States of America, countries dominated by Anglo-Celtic and Anglo-Saxon descendants. The two writers, Brian Castro and Shawn Wong, present the issue of racialism in the light of the cultural identity seen from the perspective of Chinese ethnic minority groups.
Written from the perspective of Chinese ethnic minority groups , the two novels offer the aspiration of the Chinese as the speaking subjects.They are not the spoken objects of the majority anymore. On the contrary, as the speaking subjects, they are the actors who narrate their own stories and have their voices heard.
Birds of Passage and Homebase portray the notion of racialism in different forms. Birds of Passage depicts the Chinese as the victim of physical racialism in Australia. It also presents racialism in a subtle way : the notion of nationality based on one's ethnicity. Homebase, however, portrays racialism in a more subtle way : repression of the contribution of the Chinese ethnic minority group in the history of the United States of America. Their achievement and contribution in building America's railroad network are hardly mentioned in American history books written in Anglo Saxon perspective. The Chinese are neglected actors in the history of America.
This thesis discusses not only the notion of racialism in each novel but also the writers' strategies to counter it. The analysis of socio cultural and historical background of the Chinese ethnic minority group in Australia and the United States of America is also presented in order to have a better understanding of the two novels.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuan, Zhang Ji
"Tema budaya Tionghoa menjadi salah satu hal menarik dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Marginalisasi dan gambaran penderitaan kaum peranakan Tionghoa menjadi bukti bahwa masih terdapat intoleransi dan ketimpangan dalam masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan sosiologi sastra dengan melihat gagasan diskriminatif yang disampaikan melalui tokoh dan penokohan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa bentuk diskriminasi sosial yang dialami oleh peranakan Tionghoa pada tiga cerpen dalam kumpulan cerpen Kelurga Tan mengacu kepada diskriminasi gender, fisik, dan status sosial. Faktor diskriminasi sosial pada tiga cerpen dalam kumpulan cerpen Kelurga Tan dipengaruhi oleh aspek politik, pergaulan, dan stereotipe lingkungan sekitar. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi segala pihak yang tertarik pada isu diskriminasi dalam karya sastra, khususnya pada tokoh peranakan Tionghoa.

The theme of Chinese culture is one of the interesting things in Indonesian literature. The marginalization and depiction of the suffering of Chinese-Indonesian descendants is proof that there is still intolerance and inequality in Indonesian society. This research uses descriptive qualitative methods with data collection techniques in the form of literature study. In addition, this study also uses a sociology of literature approach by looking at discriminatory ideas conveyed through characters and characterizations. In this research, it was found that the form of social discrimination experienced by Chinese-breeders in the three short stories in the collection of Tan Family short stories refers to gender, physical and social status discrimination. The factor of social discrimination in the three short stories in the collection of Tan Family short stories is influenced by political aspects, association, and stereotypes of the surrounding environment. This research is expected to be useful for all parties who are interested in the issue of discrimination in literary works, especially the figures of Chinese descent.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>