Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57446 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The planning in Indonesia have a model changed, from top down model to bottom up model. It's caused by economic crisis and recently situation. The asset in every region so important to be noticed with the program in order to success. Planning model in desentralization era make resource compatible with citizen participation who have similarity with DLA model to decide region developmnet executor. Participation of citizen position as user development in region for welfare and sustainable development."
JIPUR 12:21 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Upaya untuk menyelenggarakan administrasi kependudukan sesungguhnya telah dilakukan jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun demikian hasilnya dalam aspek pendaftaran kejadian vital sampai dengan penerbitan akte-akte termasuk penyediaan data dan informasi penduduk yang dapat dimanfaatkan dalam perencanaan pembangunan masih belum sesuai dengan harapan. Berdasarkan laporan tahunan yang dikeluarkan oleh PBB pada tahun 1998 administrasi kependudukan di Indonesia masih digolongkan dalam kategori III dengan tingkat cakupan sekitar 50%-60%. Kondisi ini sama dengan negara-negara yang terbelakang di benua Afrika. Sementara itu negara tetangga seperti Singapura, Malaysia tingkat pelaksanaan administrasi kependudukan telah berada pada kategori I, karena cakupannya telah lebih dari 90%. Cakupan pendaftaran dan pencatatan kejadian vital yang sangat rendah menyebabkan data dan informasi kependudukan di Indonesia belum bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya."
JSI 5 (2001)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
L. Sumartini
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2001
352 SUM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H.A.W. Widjaja,1940-
Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 2007
352.14 WID p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Santoso
"Sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik, lemahnya pengawasan, ketidaktanggapan dalam mengubah pendekatan dan strategi pembangunan, serta ketidakselarasan antara kebijakan dan pelaksanaan pada berbagai bidang pembangunan dan terjadinya krisis ekonomi telah menyebabkan melemahnya kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas secara otonom, tidak terdesentralisasi kegiatan pelayanan publik, ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antar daerah dan ketidakberdayaan masyarakat dalam proses perubahan sosial bagi peningkatan kesejahteraan diberbagai bidang.
Pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan pembangunan selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan sektoral dan cenderung terpusat menyebabkan Pemerintah Daerah kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik secara optimal. Di samping itu, pembangunan sektoral yang terpusat cenderung kurang memperhatikan keragaman kondisi sosial ekonomi daerah mengakibatkan ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, lemahnya pertanggungjawaban kinerja Pemerintah Daerah kepada masyarakat dalam meningkatkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Dari konteks tersebut, dilakukan penelitian yang berjudul `Analisis Kebrjakan Otonomi Daerah dengan Kinerja Pembangunan Daerah "yang bertu juan untuk mengkaji secara kuantitatif dan kualitatif mengenai hubungan antara otonomi daerah dengan kinerja pembangunan daerah dan untuk mengetahui kesiapan daerah dalam mengaktualisasikan pelaksanaan otonomi daerah agar pelaksanaanya dapat lebih efektif dan efisien. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi kajian lebih lanjut untuk memberdayakan daerah dalam pelaksanaan pembangunan.
Dari segi otonomi, penelitian ini mencakup variabel otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, sehingga yang dikaji adalah aspek-aspek yang membentuk pemerintahan daerah yaitu; aspek urusan yang merupakan dasar kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tanggannya sendiri; aspek kelembagaan yang merupakan wadah dari kewenangan yang diserahkan pada daerah; aspek manajemen SDM aparat yang bertugas menjalankan urusan otonomi, aspek keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah; dan aspek perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil rakyat yang mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan variabel kinerja pembangunan pendekatannya menggunakan pendekatan kebutuhan dasar masyarakat.
Hasil kaitan secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara aspek-aspek otonomi dengan kinerja pembangunan daerah, semakin baik pelaksanaan otonomi, maka kinerja pembangunan daerah juga akan semakin baik Hubungan yang positif dan signifikan ini baik secara parsial maupun bersama-sama,
Kemudian, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang betul-betul memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat, harus terus dilakukan penataan secara sistematis dan menyeluruh terhadap aspek-aspek otonomi daerah. Tujuannya agar Pemerintah Daerah mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T7183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Yudoyono
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
351.1 BAM o (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Susanto
"ABSTRAK
Perkembangan tentang pemerintah daerah memberikan gambaran betapa sulitnya mengurus negara Republik Indonesia ini. Hal ini bukan saja dilatarbelakangi oleh keragaman suku (etnik) dan berbagai tingkah laku tertentu, tetapi juga tekad yang terus berubah dari pemerintah berkedaulatan rakyat ke pemerintahan demokratis, dilanjutkan dengan pelimpahan otonomi yang seluas-luasnya berakhir dengan rumusan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dalam dua puluh tahun terakhir ini.
Di samping perubahan dalam rumusan-rumusan umum itu, praktek pelaksanaan pemerintah daerah juga menunjukkan irama naik-turunnya pemberian kekuasaan vertikal pada pemerintah daerah. Apalagi jika hal tersebut dikaitkan dengan masalah keuangan yang menampilkan masalah beralasan kemampuan daerah dalam mengolah hasil kekayaan daerah dan dimana pula bagian untuk pemerintah pusat.
Kelihatannya naik turun tekad dan praktek pelaksanaan pemerintah daerah amat dipengaruhi oleh seberapa jauh pemahaman tentang distribusi kekuasaan dalam pemerintah dan masyarakat. Pengetahuan ini menumbuh kembangkan kemampuan mandiri dalam batas-batas wajar yang dapat dipertanggung jawabkan di kemudian hari."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Josef Riwu Kaho
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995
354.598 JOS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tjip Ismail
"Sejalan dengan perkembangan ekonorni saat ini, peran penerimaan dalam negeri bagi APBN dalam rangka pembiayaan kegiatan pemerintah maupun kaitannya dangan pelaksanaan kebijakan fiskal semakin penting. Sementara itu, sumber utama penerimaan dalam negri masih didominasi oleh penerimaan perpajakan yang dari tahun ke tahun peranannya menunjukkan kenaikan.
Sistem pemerintahan di Indonesia berubah sejak diundangkannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang efektif berlaku pada tanggal 1 Januari 2001 yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. Perubahan yang mendasar adalah bahwa segala urusan pamerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama menjadi kewenangan daerah. UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan tonggak sejarah beralihnya sistem pemerintahan dari sentralistik ke desantralistik, sesuai dengan kehendak founding fathers Indonesia dan Konstitusi UUD 1945.
Esensi otonomi adalah kemandirian, yaitu kebebasan untuk berinisiatif dan bertanggungjawab sendiri dalam mengatur dan menyusun pemerintahan yang menjadi urusan rumah tangganya yang selama ini merupakan urusan pmerintah pusat, termasuk pelayanan kepada warga masyarakat. Idealnya otonomi tersebut harus dibiayai dari sumber-sumber pendapatan dari daerah itu sendiri (PAD), khususnya dari pajak daerah, karena peranan pajak daerah terhadap PAD masih dominan, yaitu 83,09% di Provinsi dan 37,72% untuk Kabupaten Kota.
Berkenaan dengan hal tersebut, banyak daerah mengambil jalan pintas dengan mengoptimalkan pajak daerah sebagai satu-satunya sumber pembiayaan daerah. Apabila tidak diimbangi dengan palayanan kepada sektor pajak barsangkutan, pungutan pajak daerah akan manjadi kontraproduktif karena hanya akan dirasakan sabagai beban. Hal itu tidak sejalan dengan otonorni daarah yang bertujuan untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Perkembangan demokrasi saat ini menghendaki adanya wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Masyarakat kian kritis dalarn menyikapi setiap kebijakan pemerintah, apalagi berkenaan dengan suatu pungutan, khususnya pajak daerah. Rasio kenaikan penerimaan ratribusi daerah lebih tinggi dari pada pajak daerah, menunjukkan bahwa terdapat tuntutan masyarakat yang menginginkan adanya kontraprestasi (pelayanan) dari suatu pungutan. Disamping itu dari hasil penelitian daerah di Indonesia menunjukkan bahwa pada kenyataannya daerah-daerah telah berinisiatif melakukan pergeseran paradigma pajak daerah dengan memprioritaskan peruntukkan penerimaan pajak daerah untuk pelayanan kepada pajak yang bersangkutan. Sedangkan penelitian di nagara lain pun menunjukkan bahwa penerimaan pajak daerah, dioptimalkan pemanfaatannya untuk pelayanan kepada sektor pajak yang bersangkutan.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa paradigma pajak daarah yang semula merupakan iuran yang dapat dipaksakan tanpa adanya imbalan kontraprestasi harus diubah, dengan penegasan mangenai adanya imbalan kontraprestasi yang diprioritaskan untuk membiayai pelayanan terhadap sektor pajak daerah yang bersangkutan.

In line with current economic development, the role of domestic revenue in State Budget in relation to the financing of govemment activities and fiscal policy implementation has grown more important. Meanwhile, a larger part of domestic revenue comes from tax revenue which has been increasing over the years.
The governmental system of Indonesia has changed since the stipulation of Law Number 22 Year 1999 and Law Number 25 Year 1999 that came into implementation on January 1?, 2001 which was later on amended by Law Number 32 Year 2004 and Law Number 33 Year 2004 respectively. One of the fundamental changes is the delegation of authority from central government to local government in all areas except for those in foreign policy, defense, national security, justice, national monetary and fiscal matters, and religious affairs. Law Number 22 Year 1999 on Regional Governance and Law Number 25 Year 1999 on Fiscal Balance between Central and Local Govemment have become a historical milestone in terms of the shift from centralized government to a more decentralized one as warranted by lndonesia's founding fathers and constitution.
The fundamental nature of autonomy in unitary country is discretionary, which in this case refers to discretion to have initiative and self responsibility in managing their region?s governmental affairs which prior to the stipulation of Law Number 22 Year 1999 were the domain of central government, including public service. Ideally, regional autonomy should be financed by the region?s own revenue sources (Pendapatan Asli Daerah, PAD), especially by local taxes because they make up a significant portion of PAD, i.e. 83,09% in Provincial level and 37,72% in District/Municipal level.
It is because of the above reason that many local governments resort to optimizing local taxes as the only source of regional financing. lf such measure is taken without giving something in return, e.g. improvement of services, to sectors taxed, regional taxes will not yield the desired result because they will only be viewed as additional burden, which of course is against the spirit of regional autonomy whose purpose is to bring services closer to public.
The development of democracy demands a clearer manifestation of government's services to public as they grow more knowledgeable about government's policies, particularly when it comes to levies, especially local taxes. The fact that local charges shows more significant increase rate compared those of local taxes reflects public?s demand for some sort of compensation for every kind of tax/charges levied. In addition, the results of researches conducted in Indonesia indicate the shifting of local tax paradigm. Currently, local governments tend to allocate tax revenue obtained from a certain sector to measures designed to improve services in that sector. Meanwhile, similar research conducted in other countries also shows similar result.
In conclusion, it can be stated that the earlier paradigm that consider local tax as something that can be coerced by government without compensation should be changed by giving more emphasis on fonns of compensation that can be used to finance services in the sector being taxed."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D695
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>