Ditemukan 177455 dokumen yang sesuai dengan query
"Tulisan ini menempatkan masalah moralitas publik dan pembelaan terhadap rakyat kecil dalam bingkai demokrasi sosial menurut teori Bung Hatta agar dijadikan sebagai haluan utama politik Negara. Selain itu juga akan dibicarakan mengenai masalah kelemahan mentalitas manusia Indonesia yang menjadi rintangan utama untuk tampil sebagai bangsa besar yang bermoral, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Di mata Bung Hatta, keadilan social yang belum terwujud itu berarti bahwa manusia belum merdeka sehingga cita-cita luhur kemerdekaan yang sejati masih jauh dari harapan. Tulisan ini mencoba mengurai keterkaitan antara cita-cita demokrasi sosial, moralitas publik, dan kewajiban membela rakyat kecil. Langkah ke depan adalah bagaimana agar cita-cita mulia dan besar dapat menjadi kenyataan sehingga keadilan menjadi tegak sempurna dan kemiskinan meninggalkan bangsa ini. "
MAARIF 9:1 (2014)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Soemitro
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1997
320.595 98 SOE p
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Brouwer, Martinus Antonius Wesselinus, 1923-
Depok: Gramedia, 2007
321.8 BRO p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Andi Mappetahang Fatwa, 1939-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001
321.8 AND d
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Yogyakarta: AIPI, 2007
338.9 MEM
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Ahmad Sahide
Yogyakarta: The Phinisi Press, 2020
321.8 AHM d
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Simangunsong, Bonar
Jakarta: [publisher not identified], 2003
321.809 598 SIM n
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Joeniarto
Jakarta: Rineka Cipta, 1990
321.8 JOE d
Buku Teks Universitas Indonesia Library
"Perkembangan transisi demokrasi di Indonesia berjalan sangat pesat pasca dilakukannya amandemen UUD 1945. Salah satu perkembangan dalam bingkai politik ketatanegaraan ditandai dengan rumusan konstitusi yang memberikan kerangka dasar bernegara bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Atas dasar rumusan tersebut maka suksesi kepemimpinan dalam cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif dilaksanakan secara langsung sebagaimana mandat Pasal 22 E ayat (2). Namun demikian dalam praktek ketatanegaraan pengaturan di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemlihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menunjukkan hal yang inkonsisten dengan rumusan di dalam konstitusi. Sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 3 ayat (5) menyebutkan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pada akhirnya Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa model pemilihan dimaksud inkonstitusional. Atas dasar itulah penilaian konstitusionalitas norma pemilihan serentak didasarkan pada metode tafsir konstitusi baik dari sisi original intent maupun tafsir sejarah. Desain konstitusional pemilihan umum serentak sebagaimana dimaksud lahir sebagai upaya untuk menggeser arah transisi demokrasi menuju pada penguatan sistem konsolidasi demokrasi agar praktek buram demokrasi langsung yang cenderung transaksional, koruptif, manipulatif, berbiaya tinggi dan melanggengkan kekuasaan dapat diminimalisasi dalam praktek ketatanegaraan yang berdimensikan pada paham demokrasi dan kedaulatan rakyat."
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library