Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian ini mengungkap bagaimana pandangan atau persepsi abdi dalem terhadap raja dan hasil karya raja berupa bangunan, benda pusaka dan upacara di Kraton. Pandangan atau persepsi inilah yang mendorong seseorang menjadi abdi dalem di kraton. Secara umum tujuan utama mereka adalah untuk mencari berkah raja (ngalap berkah), itu sebabnya meskipun imbalan finansial dan materi yang didapat sangat minim namun mereka tetap ingin menjadi abdi dalem. Mendapat berkah raja sangat didambakan bagi masyarakat Jawa terutama yang tinggal di pedesaan, imbalan dari sikap penghambaannya itu bukanlah pada fasilitas jasmani melainkan rohani. Walau penghasilan yang mereka peroleh diluar kedudukannya sebagai abdi dalem raja Iebih besar, tetapi mereka merasa senang dan mantap menjadi abdi dalem."
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Widayati
"Pada awal formasi karaton, yakni zaman kota kerajaan Jawa yang memiliki wilayah kekuasaan di luar benteng kota (manca negara), permukiman karaton dapat berfungsi sebagai "ruang-antara" dan "ruang-pertahanan", selain itu merupakan salah satu komponen dari struktur pemerintahan dan kekuasaan karaton pada saat itu (abdi dalem dan sentana dalem). Setelah Indonesia Merdeka tahun 1945 "Kota-Kerajaan" berubah status politiknya menjadi bagian dari kota demokratis yang dikelola berdasarkan ketentuan perundangan sesuai klasifikasinya. Perubahan tersebut berdampak pada keradaan permukiman di sekitar karaton, dari sistem Magersari menjadi RT dan RW dan Kalurahan.
Metoda yang dipakai strategy grounded theory research atau riset yang memberikan basis kuat suatu teori. Penelitian difokuskan pada aktor-aktor secara aktif atau pasif yang relevan terlibat dalam proses perubahan permukiman karaton. Data yang dikumpulkan "Fokus Investigasi" diarahkan pada para aktor yang mempengaruhi perubahan tersebut baik internal maupun eksternal. Basis melakukan investigasi adalah data itu sendiri tanpa tuntunan suatu perangkat teori tertentu.
Temuan investigasi, non fisik yang mengarah kepada perubahan komuniti dianalisis dengan teorinya Giddens tentang; Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat (2010), yang penekanan kajiannya pada; praktik sosial yang tengah berlangsung, sebagaimana adanya. Dengan mengulas aktor, agen yang berperan dalam perubahan. Hasilnya disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang heterotropia, didapat hasil secara makro mengalami heterotopia.
Temuan investigasi, fisik dibagi menjadi 3 yaitu; 1). Tatanan makro terdiri dari benteng yang mengelilingi, tidak berubah karena benteng tetap berdiri tegak sebagaimana adanya, dapat dimaknai sebagai heterotopia. Hal tersebut dikarenakan kondisi arsitektural sampai sekarang tidak mengalami perubahan (sama), secara ujud tetap ada tetapi kehidupannya telah mengalami perubahan, yang pada awalnya mempunyai pola pikir "mengabdi kepada raja" sekarang ini menjadi masyarakat yang merdeka dengan pola pikir "hidup untuk mencari uang supaya dapat hidup layak". 2). Tatanan meso mengalami perubahan dari toponimi nama masing-masing permukiman menjadi tatanan Rukun Tetangga, dan Rukun Warga sesuai dengan Tatanan Struktur Pemerintah Kota Surakarta. disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang Heterotropia, didapat hasil secara mezzo mengalami heterotopia. 3). Tatanan mikro yaitu spatial permukiman mengalami perubahan antara lain; Tamtaman, Kampung Baluwerti, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, satu-satunya ruang terbuka untuk berlatih naik kuda para putra dalem dan pangeran. Perubahan mikro tersebut apabila disandingkan dengan teorinya Foucault tentang heterotopia dan tropotopia serta Harjoko tentang tropotopia, hasilnya permukiman karaton mengalami tropotopia.
Kesimpulannya permukiman karaton (Baluwerti) ditinjau dari tatanan makro, meso, dan mikro telah mengalami perubahan non fisik, yang berakibat terhadap fisik [spasial] yang tak terkendali dan dapat dipahami sebagai perubahan "tempat" (topos) yang mengalami dua "nilai" makna-hetero dan tropo-topia, hal ini akan menjadi "asing" bagi mereka yang pernah mengenal dalam konteks lingkung arsitektur "asli/awal", tetapi juga berubah di sana-sini menjadikannya tempat dengan bentuk arsitektur "aneka gaya"

In the beginning of karaton formation, namely era of Javanese kingdom towns had power area outside of town fort (foreign countries), karaton settlement can function as "space-inbetween" and "defense space", besides it was one component of government structures and karaton power at that time. After Indonesia was Independent in 1945 "Kingdom towns" changed in its political status into part of democratic city managed based on constitution stipulation commensurate with its classification. That change affects existence of settlement nearby karaton, from Magersari system to RT and RW and Kalurahan (village administration).
Method used is strategy of grounded theory research or research providing a strong base of a theory. Research focuses on actors actively and passively to get involved relevantly in process of settlement alteration. Data accumulated as in "Fokus Investigasi" oriented on actors taking influence on changes, either internal or external. The base that does investigation is data by itslef without guidance of a set of certain theory.
A finding of investigation, the non-physic is spotlighted on community alteration analyzed with theory of Giddens; Theory of Structuration: Basics of Societal Social Structure Establishment (2010), in which the research is on; social practice that is on-going, as it is natural. By reviewing actors, agent taking roles in changes. The result is coupled with viewpoint of Foucault (1967) about heterotropia, the result in macro undergoes heterotopia.
Finding of investigation, the physics is divided into three points namely; 1). Macro order consists of fort/citadel that surrounds, does not change since it stands still as natural, signified as heterotopias, due to architectural condition up to present it does not undergo change, as being or entity it still exists but its life has changed. In the beginning, there is mindset of "dedication to the king" presently it is society independent with mindset of "life must seek money for better living". 2). Order of mezzo undergoes the alteration; toponymy of name on each settlement becomes order of Rukun Tetangga (RT), and Rukun Warga (RW or citizen unit administration of village administration) [Structure Order of Surakarta City Administration], coupled with viewpoint of Foucault (1967) about Heterotropia, it takes a result in mezzo to undergoes heterotopia. 3). Micro order namely spatial settlement undergoes alteration such as; Tamtaman, Baluwerti Village, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, the only one space from open spaces to get on horse for training of prices or putra dalem. Micro alteration is coupled with theory of Foucault as in heterotopia and tropotopia and theory of Harjoko about tropotopia, the result in micro undergoes tropotopia.
A finding reviewed from order of the macro, mezzo, and micro it has undergone alteration in non physics result to physics [spatial] uncontrollable and comprehensible as a change of "place" (topos) undergoing two "values" namely hetero-meaning and tropo-topia-meaning, these are "foreign" for those ever familiar in context of "origin/early" architectural environment, but also changes elsewhere making the place with "various styled" architectural forms."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2152
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isbodroini Suyanto
"ABSTRAK
Tujuan disertasi ini adalah pertama untuk melihat sampai sejauh mana para elit kraton Surakarta dan Yogyakarta masih menghayati faham kekuasaan Jawa. Apakah mereka melihatnya semata hanya sebagai tradisi, mereka rnempercayainya, ataukah mereka hanya mengetahui mengenai hat tersebut. Kedua adalah bagaimana mereka menilai para pemimpin politik masa kini. Karena faham kekuasaan Jawa bersifat adikodrati, maka kekuasaan tersebut bertumpu pada sumber-sumber yang bersifat transcendental yaitu bersifat spiritual dan adiduniawi yang tan kastl mata
Sumber-sumber bagi faham kekuasaan Jawa disusun secara konstruksi teoritis dengan memakai berbagai karya ilmiah para ilmuwan dalam berbagai bidang dalam budaya Jawa. Disamping itu sumber juga berasal dari beberapa Babad, Piwulang, Pewayangan, Mythos dan Legenda.
Penulisan disertasi ini bertumpu pads hasil wawancara mendalam dan pada konstruksi teoritis mengenai faham kekuasaan Jawa tersebut. Semua alit, para informan utama dan pendukung, mendapatkan pendidikan formal. Sebagian besar dari para subjek penelitian berlatar belakang pendidikan sarjana.
Hasil dari wawancara mendalam tersebut menunjukkan bahwa, mereka mempunyai cara pandang yang sama mengenai budaya Jawa dalam kaitannya dengan faham kekuasaan Jawa.
Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah bahwa mereka masih kuat dalam menghayati budaya mereka. Hal tersebut bukan semata-mata hanya tradisi bagi mereka tetapi mereka menghayatinya. Begitu pula terhadap para pemimpin politik masa kini, mereka menilainya dengan memakai kacamata Jawa yang bersumber dari piwulang dari leluhur mereka.
Tradisi, simbol-simbol dan berbagai ritual kraton tetap dipertahankan untuk menjaga kepatuhan tradisional dari masyarakat di Surakarta dan Yogyakarta. Ritual-ritual tersebut masih sangat berarti terutama bagi DIY dengan Sri Sultan 1-113 X sebagai Gubernur dan KGPAA Pakualam IX sebagai Wakil Gubernur"
2002
D361
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afif Alhad
"ABSTRAK
Kebahagiaan atau subjective well-being adalah motivasi utama manusia dalam
kehidupan. Kepribadian dianggap sebagai faktor yang sangat penting mempengaruhi
subjective well-being karena kepribadian menetap pada individu. Five-factor model of
personality adalah salah satu pendekatan dalam teori kepribadian yang terdiri dari
lima trait yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan
conscientiousness. Penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa extraversion
dan neuroticism merupakan trait yang sangat mempengaruhi subjective well-being.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara five-factor model of
personality dengan subjective well-being pada abdi dalem Keraton Kasunanan
Surakarta dan untuk melihat trait yang paling besar pengaruhnya terhadap subjective
well-being. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa five-factor
model of personality memberi kontribusi cukup besar terhadap subjective well-being
yaitu 47.3%. Trait yang secara signifikan mempengaruhi subjective well-being abdi
dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah agreeableness, extraversion,
dan openness to experience

ABSTRACT
Happiness or subjective well-being is considered the most crucial motivation
for individuals in their life. Personality, regarding its stability in individuals, has been
identified as essential factor in investigating subjective well-being. Five-factor model
of personality is one of the approaches in personality theory comprising neuroticism,
extraversion, openness to experience, agreeableness, and conscientiousness. Previous
studies suggest that extraversion and neuroticism are strong predictors for subjective
well-being. This study aims to assess the association between five-factor model of
personality and subjective well-being on abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat, and to identify the most influential trait toward subjective well-being.
The result from multiple regression analysis indicated that 47.3% of subjective wellbeing
was predicted by five-factor model of personality. Agreeableness, extraversion,
and openness to experience appeared to be significantly influential for subjective
well-being on abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat"
2016
T46416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. T. Arungbinang
"Teks berisi daftar gamelan milik Kraton Surakarta, yang menjadi tanggung jawab para abdi dalem dari beberapa golongan tertentu. Naskah ini merupakan alih aksara ketik yang dibuat staf Pigeaud (?) tahun 1935 di Panti Boedaja, menyalin naskah asli koleksi Radyapustaka no. 213-carikan. Untuk deskripsi naskah tersebut lihat SMP/Rp.90. Naskah asli tersebut dibuat R. T. Arungbinang sebagai lampiran dari sebuah Serat Dhawuh Nagari tertanggal 11 Juni 1900, yang dikeluarkan oleh Patih Sasradiningrat IV, mengenai inventarisasi gamelan dan perangkatnya, serta kewajiban para abdi dalem yang melakukan tugas caos untuk setiap diadakannya timbang terima. Disertakan pula beberapa catatan hasil inventarisasi R. T. Arung Binang, tertanggal 29 Juli 1900 (h.46-49), tentang gamelan atau perangkat lainnya yang telah berganti pemiliknya, hilang maupun rusak. Pengetikan naskah dibuat rangkap empat. Dari empat salinan itu, satu dikirim kepada J. S. Brandst Buys, seorang peneliti terkenal di bidang karawitan, dua dipegan terus oleh Pigeaud dan kini menjadi koleksi FSUI (SS.1-2), dan satu lagi diserahlkan kepada Panti Boedaja di Yogyakarta (MSB/M.6). Naskah MSB/M.6 itu telah dimikrofilm (lihat mikrofilm MSB, reel 158.07), oleh karena itu naskah koleksi FSUI ini tidak dimikrofilm"
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SS.1-G 88
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
R.T. Arungbinang
"Tembusan karbon dari naskah FSUI/SS.1 ; untuk informasi selanjutnya lihat deskripsi naskah tersebut"
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SS.2-B 56.11
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Isbodroini Suyanto
"During the Javanese historical development since the First Mataram Empire until today, Javanese cultural concepts as cultural syncretism of early Hindu-Buddhism, latter Hindu-Buddhism and Islam tends to be preserved. In its contact with later concepts from the west, such as formal education, modern politics and the entrance of various ideologies such as nationalism, capitalism, socialism, democracy and so on, has not negated those Javanese cultures. The main problem posed in this article is as follow: to what extent Javanese value of political power has been embraced by elites from Surakarta and Yogyakarta palaces. Whether their values are still strong or has it been diminished. Results reached in this research are: (1) Dominant perception of the elite, shows that their understanding of Javanese political power is still strong. They still strongly embraced the palace tradition and fully involved in all palace's rituals; (2) Western cultural penetration has not able to negate the strong rooted Javanese culture from these palace's elites. Their spirits are still bound to the Javanese culture which surrounded their palace; (3) Javanese sense of political power will play important role when it is positioned as spiritual power to those "njawani" rulers."
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
S. Margana
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
959.826 MAR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Priyatmoko
"ABSTRAK
This paper discusses the establishment of a kampong named Kemlayan which becomes the home of Abdi Dalem artists community of Surakarta palace during XVIII-XX century. The discussion is triggered by two major reasons. First, only few academic discourses present topics on the history of cultural village in Java since dynasties period to the establishment of Republic of Indonesia. Second, the existence of the kampong has not been written in the discussion of Islamic Mataram history. This paper discusses three problems, i.e. the establishment of kampong Kemlayan in which most of the residents are Abdi Dalem karawitan artists, the kampongs position in the power relation with the palace, and the societys attitude towards the kampong. In discussing those problems, this paper employs critical history method involving both primary and secondary sources. Kemlayan was established during the reign of Paku Buwana IV (1788-1821). The main motives of the establishment are the kings interests in karawitan and arts, and it became the political excuse to provide loyal groups of karawitan artists some territories to live in. Kemalyan was the only kampong whose residents were artists in Islamic Mataram era. It was not established and developed based on ethnicity, religion, or economic ambitions. It was based on Javanese tradition of karawitan. Further, the constant and consistent cultural activities by the residents of kampong Kemlayan chracterize their living spaces. In social contexts, Kemlayan is well known as the kampong of priyayi. Having the skills of playing gamelan instruments, priyayi artists often performed in prominent events. Positively, this brings a consequence that Kemlayan has been always acknowledged in Javanese traditional arts for more than a century."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian kualitatif ini mengkaji tentang kebermaknaan hidup, konsep diri dan motivasi abdi dalem yang bekerja di Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Terdapat lima orang abdi dalem sebagai subjek penelitian yang berusia minimal 40 tahun, laki-laki dan sudah menjadi abdi dalem minimal 15 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menemukan berbagai fenomena menarik tentang abdi dalem antara lain seperti (1) kebermaknaan hidup yang dimiliki oleh abdi dalem tidak tersirat dalam bentuk hidup bersenang-senang dan bahagia secara jasmani, melainkan kehidupan yang sehat, sederhana, dan menerima kondisi diri apa adanya termasuk dalam keadaan penderitaan, kesusahan, suram dan penuh dengan sedih dan rasa sakit. (2) konsep diri yang positif lebih banyak dipengaruhi perasaan kekaguman pada pribadi Sultan sebagai orang yang diabdi, memungkinkan individu untuk mengadopsi perilaku tertentu dari Sultan menjadi bentuk perilaku hidupnya setiap hari, dan (3) motivasi utama seorang abdi dalem adalah cita-cita dan ketertarikan (kecintaan, kekaguman, kebanggaan, kepatuhan) terhadap Sultan. Selain itu adanya pandangan bahwa dengan cara menjalani hidup sebagai abdi dalem, individu berharap dapat mencapai kebahagiaan hidup, ketentraman batin, ketenangan jiwa, serta memperoleh berkah berlimbah dan rejeki bagi diri dan keluarganya."
JIPSIUG 5:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>