Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12924 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Sejak era reformasi, dunia media massa Indonesia mengalami perubahan mandasar. Perubahan tersebut dengan sendirinya mengubah mediascape Indonesia menjadi masyarakat yang sesak media. Yang menentukan berbobot atau tidaknya suatu berita adalah wartawan. Sebaliknya permasalahan yang menyangku dunia kewartawanan masih banyak, diantaranya naris tidak beretika dan keluar dari koridor moral. Lantas timbul pertanyaan bagaimana pandangan wartawan terhadap profesionalisme? Untuk menjawabnya, penulis membedah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui wawancara mendalam dan pengamatan terhadap 30 wartawan yang bertugas di Kota Bandung yang sekaligus dijadikan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme dikategorikan dalam empat varian yaitu otonomi, komitmen, keahlian dan tanggung jawab dimana saat menjalankan aspek tersebut terganjal oleh aspek yang turut serta mewarnai saat wartawan bertugas."
MIMBAR 28:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Armada Sukardi
Jakarta: Dewan Pers, 2007
070.4 WIN c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Keeble, Richard
USA: Routledge , 2009
174.9 KEE e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiah Abidin
"Latar Belakang: Media penylaran termasuk ke dalam kelas pengatur. Sesuai premis teori Marx tentang posisi media dalam sistem kapitalisme modern, media massa - khususnya penyiaran - diyakini bukan sekadar bisa berfungsi sebagai medium lalu Iintas pesan antar unsur-unsur sosial dalam masyarakat, melainkan juga beifungsi sebagai alat penundukan dan pemaksaan. ltu sebabnya beragam kelompok kepentingan berusaha memasukkan media penyiaran ke dalam hegemoni kekuasaannya. Jika diidentifikasi, tiga kubu yang bermain bisa dikategorikan ke dalam kubu negara (direpresentasikan pemerintah), pasar (pemodal, pemilik, dan praktisi penyiaran berorientasi kapital), dan masyarakat Madani (aktivis LSM, akademisi, dan publik aktif). Seiring dengan berhembusnya angin demokrasi, esensi ruang media penyiaran yang bermain di ranah publik menimbulkan kesadaran bahwa perlu ada pembaharuan dalam sistem penyiaran, khususnya berkenaan dengan badan regulator yang berwenang menetapkan aturan main dan batasan terhadap penyiaran guna mengembalikan ranah pubiik kepada publik. Setelah sebelumnya didominasi oleh negara, timbul pemikiran untuk membentuk badan regulator nonstruktural yang pada gilirannya melahirkan KPI.
Tujuan: Menyadari terdapatnya benturan-benturan kepentingan berhubungan dengan eksistensi KPI sebagai pengejawaniahan upaya demokratisasi ranah publik, pokok pennasaiahan yang diangkat adalah Iatar beiakang hadlrnya persoalan-persoalan yang dihadapi KPI sebagai badan regulator penyiaran dalam mengukuhkan eisistensinya di sistem formal legal Indonesia, dilihat dari perjalanan historis pembentukan sampai lmplementasinya, Sehingga diperoleh gambaran mengenai apa yang melatari kondisi KPI saat ini dan prediksi kondisinya ke depan.
Metodologi: Tipe penelitian yang dilakukan merupakan tipe penelitian kualitatif dengan unit analisis kelompok berdasarkan paradigma kritis yang mengasumsikan bahwa realitas sosiai bergantung pada kejadian-kejadian dalam sejarah yang diproduksi dan direproduksi oleh kelompok-kelompok kepentingan. Untuk memahami konteks sejarah eksistensi KPI, maka dimanfaatkan desain penelitian multiple case analysis yang secara prinsipil menampilkan replikasi tindakan dan kejadian dalam ruang lingkup pembentukan badan-badan regulator penyiaran sebelum dan selama kehadiran KPI.
Hasil: Gagasan untuk membuat badan regulator penyiaran nonstruktural pada mulanya bersumber pada pemikiran bahwa pemerintah memerlukan bantuan dari sebuah badan komplementer untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Pada perkembangannya, pemikiran ini bergeser pada isu urgensi demokratisasi ranah publik yang terlepas dari dominasi negara maupun pasar yang sama-sama kurang mengindahkan ranah publik sebagai milik publik. Atas dasar itu, KPI ditetapkan independen dan didukung masyarakat madani, tapi mendapat banyak tantangan dari negara dan pasar, khususnya media penyiaran laelevisi nasional.
Pembahasan: Keterkaitan negara, pasar, dan masyarakat madani dalam tatanan dunia penyiaran berdiri pada landasan yang Iabil. Hal ini disebabkan masing-masing kubu memiliki kepentingannya sendiri. Pertentangan yang mengemuka sehubungan dengan eksistensi KPI dari sudut negara adalah penyempitan kekuasaan formal; dan sudut pasar adalah minimalisasi akumulasi profit; masyarakat madani mendukung, tapi perlu diakselerasi partisipasi dan dukungannya terhadap KPI.
Kesimpulan: Sistem ketatanegaraan Indonesia belum dapat mengadopsi dengan baik pembaharuan kelembagaan dalam dunia penyiaran yang direpresentasikan KPI. Persoalannya terletak pada karakteristlk lahiriah dan masing-masing kelompok kepentingan yang belum menemukan jalan tengah untuk menyeimbangkan posisi. Akibatnya, pertentangan menjadi sesuatu yang tak terhindarkan dan terus bersinggungan satu sama Iain dengan mengedepankan tujuan-tujuan kelompok yang ingin diraih. Pada gilirannya, untuk mempertahankan eksistensi KPI, badan terkait perlu meningkatkan kesadaran dan gerakan masyarakat madani tanpa mengabaikan urgensi untuk tetap menjalankan kegialan lobi dan negosiasi damai dengan unsur negara dan pasar.

Background: Broadcasting belongs to the regulating class. In accordance with Marx?s theory on the position of media in the modern system of capitalism, mass media - particularly broadcasting - has been acknowledged not only as a medium of message transfer between social components in the society, but also considered as a tool of domination. This is why various vested interest are attached to it and are trying tio put broadcasting under their hegemonic reign. In concrete, there are three different major groups that can be identilied: The state (mainly represented by the government), market (capital oriented investors, owners, and broadcasting practitioners) and the civil society (NGO activists, scholars, and active public members). Along with the wind of democracy, the essence of the public sphere as the place where broadcasting runs becomes realized that it needs to be reformed, particularly on the subject of regulatory body who is in charge of formulating regulations toward broadcasting. After been dominated by the State, accured ideas on building an auxiliary state agency outside the govermmental structure which in tum gave birth to KPI.
Objective: Aware of the interest disputes in connection with ti'|e existence of KPI as a form of democratization of the public sphere, the main problem that wants to be discussed is the problems faced by KPI as a regulating body in proclaiming and legitimating its existence in the Indonesian formal legal system, seen from its historical background, in order to understand the conditions of KPI today and predict its condition in the feature.
Metodology : The type of study used in this thesis is qualitative, subjected at group units based on the critical paradigm which assumes that social reality depends on historical events produced and reproduced by interest groups. To understand the historical context of KPI's existence, the writer implements a multiple case analysis that shows replications of attitudes and events in the frame of building broadcasting regulatory body before and while the existence of KPI.
Historical Results: Thoughts on creating a nonstructural broadcasting regulatory body at lirst was based on the idea to ease the heavy work- of the govemment. Along the way, the idea was more driven by the isue of democratizing the public sphere in order to release it from state and market domination which has proved themselves for less caring in the public interest. This is why KPI is than formed as an independent institution which is supported by the civil society. At practice, KPI faces various challenges from the State and Market, especially from the national television institutions.
Discussion: The relation between the state, market, and civil society stands on a labil ground. This is used by different interests that each group holds. The main dispute related with the existence of KPI from the eyes of the State is about its limitation on reigning broadcasting; from the Markets perspective it is all about profit acummulation; and while the Civil Society support KPI, they have to deal with the other groups.
Conclusion: The Indonesian public administration has not yet been able to adopt the institutional reformation held in the broadcasting world which is represented by KPI. The problem lies In the natural characteristic of each interest group that haven't found a middle way to balance their positions. As a result, disputes became unavoidable and keeps conflicting while holding upon targets of the group. In turn, to maintain the existence of KPI, the body itself must actively accelerate the awareness and movement of the civil society without neglecting the importance to continue lobying and peacefully negotiating with the state and the market.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suroso
Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan, 2001
323.445 SUR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oey-Gardiner, Mayling
"Profesionalisme datam penetitian ditandai oleh penelitian yang bertujuan menjawab pertanyaan untuk mengetahui keadaan tingkungan realita empiris, baik fisik maupun sosial. Dalam hal ini yang dimaksud dengan penelitian adaiah jenis penelitian ilmiah, karenanya harus mengikuti kaedah-kaedah ilmiah, termasuk sumber informasi yang dipilih secara ilmiah dan dianalisa secara ilmiah kemudian hasitnya dipertanggung jawabkan kepada pubtik meialui publikasi. Pentingnya publikasi adatah kemungkinan adanya tantangan reptikasi oteh pihak tain, syarat muttak dari penetitian ilmiah yang profesional."
2006
EBAR-II-April2006-87
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Nyak Inseun Faradena
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S6410
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Erissa
"Para difabel (different ability) sering tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan layaknya individu lainnya akibat adanya stigma negatif, keterbatasan sarana, dan kelemahan penerapan kebijakan. Skripsi ini membahas mengenai keterbatasan fisik akibat Cerebral Palsy yang tidak menjadi penghalang mencapai cita-cita pada diri difabel. Melalui metode autoetnografi, penelitian ini menganalis pengalaman personal saat menjalani pendidikan, serta pengalaman berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sosial dalam perjalanan meraih cita-cita. Faktor penting untuk mencapai cita-cita adalah rasa percaya diri, serta dukungan pengelola pendidikan dalam menyiapkan sarana dalam proses pembelajaran. Terdapat beberapa penerapan kebijakan yang tidak mendukung kelancaran aktivitas para difabel.

Difabel (people with different ability) often have no opportunity to do activities like other people due to negative stigmas, limited facilities, and the weakness of policies framework. This scription discusses on the physical limitations due to Cerebral Palsy which is not hindering the achievement of difabel’s future. Through auto-etnography method, this research analyses the personal experiences in educational environment and other social environments. The important factors which contribute to achieving goals future self-confidence as well as support from education managers in setting up facilities. There are some policies that do not favor the fluency of difabel’s activities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhianya Nuasnigi Zen
"Majalah mode adalah aspek penting yang membuat pengaruh mode di dunia amat besar. Dalam proses produksi majalah mode glossy, editor membuat konten berharga dari berita mode dan iklan mode. Setelah sepenuhnya terkonsepkan, proses pembuatan majalah mode dilanjutkan ke tahap percetakan dan penerbitan. Keunggulan kompetitif masing-masing judul majalah kemudian diraih melalui jumlah pembaca yang terakumulasikan di industri majalah mode setelah masing-masing majalah diterbitkan. Menurut resource-based view, penerbit dan editor bisa menjadi sumber daya manusia keunggulan kompetitif bagi majalah mode apabila memenuhi kriteria tertentu. Selanjutnya, dengan memanipulasi sumber daya lainnya dan menjadikannya value-creating strategies untuk menghasilkan keunggulan kompetitif, sumber daya manusia majalah mode juga menampilkan dynamic capability dalam proses pembuatan majalah mode. Industri majalah mode memiliki ciri khas ‘multiple audience’, yang berarti pembaca bukanlah satu-satunya konsumen dari majalah mode tersebut. Condé Nast, penerbit majalah mode Vogue, adalah yang pertama untuk menyadari dan memanfaatkan hal ini. Pada awal abad ke-20, ia menyebrangi laut Atlantik dari Amerika ke Eropa dan mendirikan British Vogue dan Vogue Paris sambil mendirikan hubungan dengan sebuah sosok konsumen baru. Keberhasilan Vogue memelopori penerapan model bisnis baru di industry majalah mode. Pesaing dekat Nast, William Randolph Hearst, pun meniru terapan model bisnis tersebut dengan majalah modenya sendiri Harper’s Bazaar. Dengan jumlah pembaca lebih dari 24 juta di seluruh dunia di tahun 2019, Vogue masih menjadi pemimpin industry sementara Harper’s Bazaar berada di urutan kedua. Tesis ini menemuan bagaimana partisipasi konsumen memengaruhi proses produksi majalah mode glossy dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Dengan demikian, tesis ini akan berkembang dari pertayaan:
bagaimana partisipasi konsumen memengaruhi proses produksi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif di industri majalah mode?
Hasil tesis ini menunjukkan bahwa partisipasi konsumen dalam proses produksi majalah mode memang menghasilkan konten yang berharga dan menyukseskan proses percetakan dan penerbitan, sehingga menghasilkan jumlah pembaca yang tinggi dan setia. Akhirnya, keunggulan kompetitif akan tercapai saat editor dan penerbit majalah menjalankan peran mereka sebagai sumber daya manusia utama majalah mode.

Fashion magazines are a salient tool of the influence that fashion embodies in the world. In the production process of glossy fashion magazines, editors create valuable content from fashion news and fashion advertisements. After fully concepted, the magazines go into printing and publication. Competitive advantage is then achieved with the number of readership in the industry, after the magazines are published. According to the resource-based view, publishers and editors can be the source of competitive advantage to fashion magazines if they fulfill certain criteria. Furthermore, by manipulating resources into value-creating strategies to produce competitive advantage, dynamic capability is also displayed by the key resources of the magazines. The fashion magazine industry is characterized by its ‘multiple audience’ property, meaning that the readers are not the only consumers of the magazines. Condé Nast, the publisher of Vogue magazine, was the first to realize and capitalize off the new consumer. In the early 20th century, he crossed the Atlantic from America to Europe and established British Vogue and Vogue Paris while befriending the new consumer. The success of Vogue pioneered the implementation of a new business model in the industry, as Nast’s close competitor William Randolph Hearst followed with his title Harper’s Bazaar. With a readership of over 24 million in 2019, Vogue still leads the industry while Harper’s Bazaar follows in second. This paper finds how consumer participation influences the production process of glossy fashion magazines in creating competitive advantage. In doing so, this paper will expand from the research question:
how does consumer participation influence the production process to gain competitive advantage in the fashion magazine industry?
The results show that involving consumers in the production process does result in valuable content and successful printing and publication, hence yielding a strong readership. Ultimately, competitive advantage will be achieved as editors and publishers execute their role as key resources for the magazines.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>