Ditemukan 172807 dokumen yang sesuai dengan query
"The article 52 verse (3) the teacher and lecturer's act number 14 year 2005, says that a lecturer who works in a private institution is given a payment based on the work agreement or collective labor agreement. It shows that the private lecturer's payment will be regulated basically on the two party's agreement, the lecturer and the private institution. Although there are some provisions that regulate about the payment details from the act, some questions will come up in the legal protection to the private lecturer in getting good payment, for example “ how is the payment regulation based on the work agreement?”, “ how is the protection to the private lecturer's payment?”."
JHUII 13:1 (2006)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jakarta : Depdiknas, 2006
344.078 IND u
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Wiratni Ahmadi
Bandung: Refika Aditama, 2006
336.2 WIR p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Jakarta : CV. Eka Jaya, 2006,
R 344.078 Und
Buku Referensi Universitas Indonesia Library
Yvonne Kezia D. Nafi
Universitas Indonesia, 2010
S24766
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Martinis Yamin
Jakarta: Gaung Persada Press, 2006
344.078 MAR s
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Tina Sarah Herawaty
Universitas Indonesia, 2010
S24924
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Siahaan, Kevin Fridolin
"Perkembangan teknologi komunikasi dan Informasi yang begitu pesat dan dengan segala fasilitas penunjangnya telah membawa manusia masuk kedalam era digital. Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Di Indonesia pemanfaatan teknologi ini dipayungi oleh UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagai dasar hukumnya. Dengan adanya pengaturan ini maka diharapkan penggunaan teknologi informasi dapat dimaksimalkan. Ironis, pengaturan ini yang kemudian digunakan untuk menjerat seorang konsumen yang hanya menjalankan haknya untuk menyampaikan keluhannya. Hal ini kemudian yang menimbulkan pertentangan, bagaimana mungkin hak seorang konsumen untuk menyampaikan kritik atau keluhan terhadap pelaku usaha disimpangi undang-undang lain dan dianggap sebagai pencemaran nama baik. Hal ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan, sebenarnya bagaimanakah hubungan antara konsumen dan pelaku usaha selama ini? Apakah sudah sesuai dengan cita-cita Undang-Undang Perlindungan Konsumen yakni memperjuangkan konsumen dan menyeimbangkan posisi kedua belah pihak. Apakah penerapan pasal pencemaran nama baik tersebut tepat apabila dilihat dari kacamata hukum perlindungan konsumen? Hak-hak konsumen sebenarnya sudah jelas diatur dalam UUPK begitupula dengan kewajiban pelaku usaha, namun hal ini tampaknya kurang dipahami sehingga pelaku usaha lebih memilih melakukan penuntutan terhadap konsumennya daripada harus menanggapi keluhannya.
The rapid growth of communication and information technology and every supporting facility has brought people into the era of digital. The utilization of information technology, media and communication has altered the behavior of both human society and civilization globally. Information Technology is currently regarded as a two-edged sword inasmuch as aside from the contributions to increase prosperity, development, and civilization, it is also used as an effective media to conduct tort. In Indonesia, the usage of this technology is covered under Law No. 11 of 2008 as a legal basis. Alongside with the existence of this regulation, the use of information technology is in expectation to be maximized. Ironically, such regulation is thereafter used to ensnare consumers who are only carrying out their rights to complain. This matter then resulted in the occurrence of conflict as to how can a consumer's right to convey criticism or complaints against entrepreneurs be over-ruled by other regulations and thus considered as a libel (or defamation). This issue leads to the question of how exactly is the relationship between consumers and entrepreneurs hitherto? Has it been in accordance with the ideals of the Consumers? Protection Act, which is to fight for consumers? rights and to balance the position of both parties? Is the implementation of the article on defamation valid when observed from the perspective of consumers? protection laws? Consumer rights has been clearly stipulated in the Consumer?s Protection Act as well as the obligations of entrepreneurs, but this seems to be less understood by the entrepreneurs to the point that they prefer to conduct prosecution against their customers instead of having to respond to their complaints."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1319
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Sri Suhartinah
"Keterbukaan Indonesia dalam aktifitas dan pergaulan internasional menjadi marak ya arus llu lintas manusia · antar negara, hal ini membawa dampak pada hubungan manusia dibidang ke keluarga khususnya perkawinan campuran internasional. Perkawinan campuran menurut Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974, membatasi perkawinan antara dua orang yang berlainan kewarganegaraannya dan salah satu pihak warganegara Indonesia. Penelitian Perkawinan Campuran menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Perkawinan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat, WNI yang menikah di luar negeri. syarat, materilnya menurut hukum Indonesia dan s yarat formilnya menurut ketentuan hukum setempat. WNA yang menikah di Indonesia syarat materilnya selain ditentukan Pasal 6 sampai Pasal 11 UU No. 1 Tahun 1974 juga harus ada surat keterangan berupa certificate of Non Impedients to Marriege atau Certificate of Ability to Marry dan syarat. formilnya menurut ketentuan PP No. 9 Tahun 1975 (Pasal 3, 8, 10, 11). Perkawinan campuran mempunyai akibat hukum selain terhadap suami isteri harta benda dan anak, juga terhadap status warganegara suami isteri dan status warganegara anak. Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan putusan pengadilan. Perceraian yang diajukan kepengadilan harus cukup alasan. Akibat hukum putusnya perkawinan adalah, hubungan biologis antara suami isteri tidak boleh lagi suami atau isteri dapat memperoleh kembali kewarganegaraan asalnya. Akibat hukum terhadap harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing (hukum agama; hukum adat dan hukum lainnya. Akibat hukum terhadap anak hak penguasaan orang tua berakhir Bak pengasuhan anak-anak diputus oleh. Pengadilan dan hanya semata-mata demi kepentingan anak pemeliharaan anak menurut ketentuan Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21084
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
M.M. Iskandar Z.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24782
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library