Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104415 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Salah satu penyebab sulitnya pemberantasan korupsi adalah sulitnya pembuktian, karena di samping para pelaku tindak pidana ini melakukan kejahatannya dengan sangat rapi mereka juga pintar untuk menyembunyikan bukti-bukti kejahatannya.Untuk memecahkan masalah tersebut, salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pengaturan pembuktian terbalik (Reversal burden of proof) terhadap perkara-perkara korupsi. Dalam praktik, penerapan pembuktian terbalik ini secara murni banyak mendapat tantangan baik dari segi teoritis maupun praktis. Salah satunya adalah bertentangan dengan asas presumption of innocent atau praduga tak bersalah yang telah diakui secara internasional dan diatur pula dalam KUHAP dan ketidaksesuaian dengan sistem pembuktian yang dianut di Indonesia. Namun demi tegaknya hukum di Indonesia dan sesuai dengan tujuan hukum untuk mencapai kebahagiaan bagi masyarakat banyak, maka hal tersebut diterapkan terhadap perkara tindak pidana korupsi secara proporsional dengan menerapkan beban pembuktian secara seimbang (Balanced probability of principles)."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Politik hukum kebijakan legislasi terhadap delik korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditujukan terhadap kesalahan pelaku maupun terhadap harta benda pelaku yang diduga berasal dari korupsi. Pemakaian jalur kepidanaan dan keperdataan secara bersama-sama terhadap kepemilikan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi dengan melalui mekanisme pembalikan beban pembuktian pada hakikatnya diperkenankan dan telah ada justifikasi teorinya yaitu dalam Pasal 31 ayat (8) dan Pasal (35) huruf b Konvensi Anti Korupsi UNCAC 2003. Penggunaan mekanisme pengembalian beban pembuktian dalam kasus kepemilikan harta kekayaan seseorang yang diduga kuat berasal dari tindak pidana korupsi atau pencucian uang dimaksudkan untuk menempatkan seseorang dalam keadaan semula sebelum yang bersangkutan memiliki harta kekayaan dimaksud. Untuk itu yang bersangkutan harus dapat membuktikan asal usul harta kekayaan yang diperolehnya."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Beban pembuktian adalah bagian dalam sistem hukum pembuktian. Hukum pembuktian tindak pidana
korupsi mengenal system beban pembuktian terbalik. Pertama, mengenai pembuktian tindak pidananya.
Namun terbatas pada tindak pidana menerima suap gratifikasi yang nilainya Rp 10 miliar atau lebih
[Pasal 12B (1a)]. Kedua, mengenai harta benda terdakwa yang belum didakwakan (Pasal 38B). Tidak
banyak manfaatnya untuk membuktikan tindak pidana selain kedua objek tersebut. Untuk membuktikan
tindak pidana korupsi selain yang disebutlkan pertama, menggunakan sistem biasa ialah dibebankan
pada jaksa. Dalam praktik dapat menimbulkan persoalan, yakni pertentangan antara hasil pembuktian
beban pembuktian terbalik antara objek yang pertama dan yang kedua. "
340 ARENA 6:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akil Mochtar
Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2009
345.023 AKI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ridwan Kafara
Jember: Nanopedia, 2022
345.023 MUH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Sumaryanto
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009
345.023 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Martiman Prodjohamidjojo
Bandung: Mandar Maju, 2009
364.132 3 MAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
JK 9:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sasangka
Bandung: Mandar Maju, 2005
347.01 HAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiandriatmoko
"Alat bukti elektronik telah diatur dalam Pasal 86 Undang-Undang Narkotika. Alat bukti elektronik tersebut selalu diandalkan pada setiap tingkatan peradilan, baik pada tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan. Kekuatan pembuktian alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 1094/Pid.Sus/2015 PN.JKT.BRT, 13 Nopember 2015 yang memvonis terdakwa Wong Chi Ping dengan hukuman mati dan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 307/PID/2015/PT.DKI, 18 Januari 2016  juga telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tersebut. Alat bukti elektronik yang dijadikan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara tersebut berasal dari berkas dakwaan Jaksa dan Jaksa mendapatkan dari berkas perkara penyidikan yang diajukan oleh Penyidik BNN. Legalitas penyidik BNN melakukan penyadapan untuk mendapatkan alat bukti elektronik diatur pada Pasal 75 huruf i Undang-Undang Narkotika.


Electronic evidence is provided in Article 86 of the Narcotics Act. Such electronic evidence is always relied upon at every level of the judiciary, whether at the level of investigation, prosecution or trial in court. The strength of proof of electronic evidence as a valid evidence can be seen in the Decision of West Jakarta District Court number 1094/Pid.Sus/2015/PN.JKT.BRT, 13 November 2015 which sentenced the defendant Wong Chi Ping to death sentence and appeal decision of DKI High Court Jakarta number 307/PID/2015/PT.DKI, January 18, 2016 has also strengthened the decision of West Jakarta District Court. Electronic evidence which the Judge takes into consideration in deciding the case comes from the indictment file of the Prosecutor and the Prosecutor obtained from the file of the investigation case filed by the BNN Investigator. Legality investigator BNN intercepts to obtain electronic evidence is set in Article 75 letter i Narcotics Ac

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>