Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The right of people to self-determination has been a contentious issue in international law. Debates on this right concern with the different interpretations of 'people' or of what the rights entail. Do they refer to the population of a state. Colony or groups of individuals, ethnic, race linked by a common language? Such vague criteria enable a wide variety of groups within sovereign state to claim the right to self-determination. Consequently, they do not only generate instability within the state but can also threaten international peace and security. In the case of West Papua, the question is more about the process of self-determination held by Government of Indonesia under the assistance of UN based on the New York agreement of 1962 in the framework of the Act of Free Choice 1969 ….
"
IKI 5:28 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rezti Muthia
"Penelitian ini memaparkan tentang pemaknaan self-determination yang awalnya dipahami sebagai hak untuk merdeka dan memisahkan diri melalui Declaration on the Granting of Independence to Colonial Peoples, menjadi hak untuk menentukan nasib sendiri dalam konteks HAM bagi indigenous peoples. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif interpretif, penelitian ini mengeksplorasi perdebatan pada proses penyusunan teks deklarasi indigenous rights di PBB yang dimulai pada tahun 1984-2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, walaupun pemaknaan pada akhirnya diterima secara resmi sebagai self-determination yang dibatasi, masih terdapat unsur-unsur ldquo;kolonialisme berlanjut rdquo; advanced colonialism yang masih berlanjut yang menyebabkan masih sulitnya negara menerima pemaknaan self-determination yang bersifat internal. Selain itu, dipaparkan pula mengenai kondisi pengakuan masyarakat adat di Indonesia sebagai refleksi atas permasalahan terhadap pemaknaan self-determination.

This study elaborates the meaning of self determination which was originally conceived as the right to independence and secession by Declaration on the Granting of Independence to Colonial Peoples, becomes the rights to self determination in the context of rights for indigenous peoples. By using qualitative interpretive approach, this study explores the debate on the process of preparing the text of the UN Declaration on Indigenous Rights from 1984 2007. The result shows that,even though the meaning is accepted formally in form of restricted self determination, there are elements of advanced colonialism that led to the difficulty for states to accept the context of internal meaning of self determination. This study also presents the condition on recognition of ldquo masyarakat adat rdquo in Indonesia as a reflection on the problems on the meaning of self determination."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66416
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
""When can a group legitimately form its own state? Under international law, some groups can but others cannot. But the standard is unclear, and traditional legal analysis has failed to elucidate it. In The Theory of Self-Determination, leading scholars chart new territory in our theoretical conception of self-determination. Drawing from diverse scholarship in international law, philosophy, and political science, they attempt to move beyond the prevailing nationalist conceptions of group definition. At issue are such universal questions as, when does a group qualify as a 'people'? Does history matter? Or is it a question of ethnic status? Are these matters properly solved by popular vote? Anchored in modern analytical political philosophy but with implications for a wide range of scholarship, this volume will prove essential for scholars and practitioners of international law, global justice, and international relations"--"
Cambridge, United Kingdom: Cambrigde University Press , 2016
341.26 THE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arivia Tri Dara Yuliestiana
"Tesis ini menganalisis tentang studi kasus aneksasi Timor Timur dan jejaring advokasi transnasional, the East Timor and Indonesia Action Network (ETAN dengan menggunakan konsep pola bumerang (Keck dan Sikkink, 1998) dan siklus hidup norma (Finnemore dan Sikkink, 1998). Tesis ini menyimpulkan bahwa norma yang diinternalisasi tidak dapat berjalan dikarenakan adanya benturan antara norma internasional dan struktur domestik. Benturan ini terjadi ketika norma internasional yang menghendaki hak untuk menentukan nasib sendiri ditantang pada kepentingan negara untuk menjaga kedaulatan. Oleh sebab itu, aktor transnasional membutuhkan kemampuan non-material yakni, kekuatan diskursus untuk melawan nilai dan norma yang dianggap tidak sejalan dengan kesepakatan internasional. Selain itu, juga dibutuhkan satu mekanisme yang simultan antara aktor domestik dan transnasional untuk menekan dan mempengaruhi kebijakan maupun perilaku negara.

This thesis analyzes the study case of East Timor annexation and transnational advocacy network, the East Timor and Indonesia Action Network (ETAN) by using the concept of boomerang pattern (Keck and Sikkink, 1998) and norm lifecycle (Finnemore and Sikkink, 1998). This thesis concluded that internalized or cascading norms may eventually fail to reach because of the clash between international and domestic structure. These norms clash occur when the right of self-determination is challenged by the norm of state sovereignty. Hence, transnational actors need the immaterial capability as power in discourse to counter the existing logic of appropriatness and also by creating a simultaneous mechanism between domestic and transnational actors to pressure and influence on policy change and state behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T49048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronen, Dov, editor
New Haven: Yale University Press, 1979
341.26 RON q
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Angginta Amalia
"Penelitian ini membahas perubahan yang terjadi di wilayah barat Papua sebelum dan sesudah Pemberontakan Obano (Obano Opstand) pada 1956. Pembahasan mengenai perubahan dimulai dari perubahan yang dirasakan oleh penduduk di wilayah Obano dan meluas ke seluruh wilayah barat Papua. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan berdasarkan sumber primer berupa surat kabar nasional dan regional Belanda serta surat kabar berbahasa Belanda yang terbit di Papua edisi 1956-1961. Selain itu digunakan laporan Kementerian Luar Negeri Indonesia dan film dokumenter ‘De Obano-opstand’ yang dipublikasikan Anderetijden.nl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan di wilayah barat Papua sebelum pemberontakan yang berasal dari upaya Belanda adalah masuknya peradaban Barat, ilmu agama, serta fasilitas yang menunjang kemajuan kehidupan penduduk asli. Sementara perubahan yang terjadi setelah pemberontakan adalah kerusakan berupa terbakarnya Obano Pemberontakan ini juga membuat pemerintah Belanda mengubah kebijakan untuk masa depan wilayah barat Papua berdasarkan keluhan yang menjadi penyebab terjadinya pemberontakan.

This paper discusses the changes that occurred in the western region of Papua before and after the Obano Rebellion in 1956. The discussion about the changes will begin with the changes felt by residents in the Obano area and extend to the entire western region of Papua. This research used historical method and based on Dutch national and regional newspapers, as well as those published in the western region of Papua as the primary source. In addition, this research also used the report by Ministry of Foreign Affairs Republic of Indonesia and a documentary film 'De Obano-opstand’ that published by Anderetijden.nl. The results of this paper indicate that the changes in the western region of Papua before the rebellion that came from the Dutch efforts were the entry of Western civilization, religious knowledge, as well as facilities that supported the progress of the lives of the natives. While the changes that occurred after the rebellion was the burning of Obano and it could be seen from the facilities that were burned down. This rebellion also made the Dutch government change its policy for the future of the western region of Papua based on complaints by native inhabitants."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Emerson, Rupert
Cambridge, UK: Mass Center for International Affairs Harvard University , 1964
325.3 EME s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Karena buku ini berkategori umum maka siapa saja dapat membacanya. Namun biasanya buku ini banyak dicari dan dibaca oleh kalangan remaja hingga orang dewasa.
Orang Asli Papua (OAP) menurut Undang-Undang Otonomi khusus Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari berbagai suku-suku asli di Pulau Papua dan/atau yang diterima serta diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat hukum adat Papua. Sebutan Orang Asli Papua melekat dengan istilah Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang menggambarkan jati diri orang asli Papua itu sendiri termasuk dalam kontestasi pengelolaan sumber daya alam yang ada di tanah Papua. Dalam hal ini, termasuk dua provinsi di Indonesia yakni provinsi Papua dan Papua Barat.
Sinopsis
Buku ini menyajikan data dan informasi tentang kondisi dan perubahan sosial demografi OAP di Provinsi Papua Barat. Sebagai lokasi kajian yang lebih mendalam adalah dua kabupaten, yaitu:
(1) di Kabupaten Sorong yang merupakan daerah tujuan migrasi sehingga proporsi OAP kecil,
(2) Kabupaten Tambrauw yang penduduknya didominasi oleh OAP. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2019
995.4 ORG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Hudson
"Tesis ini membahas tentang legal standing masyarakat adat yang belum atau tidak ditetapkan sebagai kesatuan masyarakat hukum melalui peraturan daerah (perda) karena menjadi masalah tentang bagaimana dapat membuktikan kedudukan hukumnya di hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara ketika memperjuangkan tanah ulayat. Sebagaimana yang penulis teliti pada putusan kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 584 tahun 2022 yang pada pokoknya menegaskan bahwa legal standing Masyarakat Hukum Adat (MHA) harus dibuktikan secara hukum melalui Perda yang merujuk pada ketentuan Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan metode deskriptif analitis dimana teori teori hukum digunakan sebagai pisau analisis dalam membedah putusan hakim. Sebagai simpulan terdapat perbedaan pendapat antara penetapan ketua pengadilan TUN yang harusnya jadi pintu masuk masyarakat adat lolos dismissal sebagai kesatuan MHA dengan majelis hakim yang mengadili perkara sengketa yang berkesimpulan masyarakat adat harus terlebih dahulu mendapatkan pengakuan Perda. Kemudian bagi masyarakat adat yang belum mendapatkan pengakuan Perda dapat menggunakan pasal 6 ayat 2 Perma No 2 tahun 2016 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum pada Peradilan Tata Usaha Negara Sebagai dasar pelaksana “self determination” (menentukan nasib sendiri) untuk pembuktian legal standing sebagai kesatuan MHA. Masyarakat Adat harus menyusun bukti bukti dalam gugatan tentang unsur unsur syarat kesatuan MHA sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 2 Perma No 2 Tahun 2016 untuk selanjutnya dibuktikan dan diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara, jadi tidak perlu harus ada Perda.

This thesis discusses the legal position of indigenous peoples who have not been or have not been established as a legal community unit through regional regulations (perda) because it becomes a problem of how to maintain their legal standing before the State Administrative Court when fighting for communal land. As the author examines the cassation decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 584 of 2022 which in essence emphasizes that the legal position of Indigenous Peoples (MHA) must be legally proven through a Regional Regulation which refers to the provisions of Article 67 paragraph (1) and (2) of the Forestry Law Number 41 of 1999. The form of research used is normative legal research with descriptive analytical methods where legal theories are used as an analytical knife in dissecting judge's decisions. For example, there is a difference of opinion between submitting the head of the TUN court which should be so that the entrance of indigenous peoples passes dismissal as an MHA Association and the panel of judges adjudicating lawsuits that conclude that indigenous peoples must first obtain recognition from a regional regulation. Then for indigenous peoples who have not received regional regulation recognition, they can use article 6 paragraph 2 of Perma No. 2 of 2016 concerning Guidelines for Proceeding in Disputes on Determining Development Locations for the Public Interest in the State Administrative Court as the basis for implementing "self-determination" to prove legal standing as a unit MHA. Indigenous peoples must compile evidence in a lawsuit regarding the elements of the MHA unitary requirements as stipulated in Article 6 2 Perma No 2 of 2016 to be further proven and tested at the State Administrative Court, so there is no need for a regional regulation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Putri Zulkarnain
"Tesis ini membahas isu hak Self-determination yang digaungkan oleh Organisasi Papua Merdeka (atau yang dikenal sebagai OPM) dengan mengatasnamakan rakyat Papua Barat. Isu tersebut kembali menjadi sorotan pada Desember 2018, di mana OPM menembak para karyawan PT. Istaka Karya. Kehadiran hak selfdetermination dalam hukum internasional merupakan sebuah kesempatan bagi negara-negara yang terjajah untuk menjadi memperoleh kemerdekaan. Namun, pada perkembangannya, pelaksanaan hak self-determination tidak lagi dalam konteks dekolonisasi. Pergeseran makna dan tujuan ini sebabkan adanya perkembangan hukum internasional yang dipengaruhi oleh kasus internasional. OPM sejak kemunculannya di tahun 1965, terus gencar menyampaikan tuntutan tuntutan tersebut melalui teror dan hadir dalam forum internasional untuk meraih simpati internasional.

This thesis calls for the issue of the right of self-determination which echoed by Free Papua Movement (also known as OPM) on behalf of the West Papua people. The issue re-highlighted on December 2018, where the OPM shot the employees of PT. Istaka Karya. The presence of the right of self-determination in international law is an opportunity for colonized people to obtain its independence. However, the exercise of the right of self-determination is no longer in the context of decolonization. This shift in meaning and purpose is due to the development of international law that influenced by international cases. OPM since its emergence in 1965, continues to aggressively conveyed their demand through terror and present in international forums in order to gain the international sympathy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>