Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Candida merupakan salah satu genus jamur yang dapat menyebabkan vaginitis dengan menimbulkan keluhan keputihan (fluor albus). Karena banyaknya wanita yang menderita vaginitis oleh Candida, dan salah satu sumber infeksi diduga adalah air yang dipakai untuk membersihkan diri, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah air kamar mandi yang mengandung Candida dapat menjadi sumber infeksi. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian terhadap 40 sampel sekret vagina dan 40 sampel air mandi rumah penderita keputihan yang diperiksa di bagian Parasitologi FK UI, Jakarta. Hasil yang diperoleh dari 40 wanita dengan keluhan vaginitis yang diperiksa, 28 (70%) positif Candida. Air kamar mandi dari 40 yang diperiksa, sebanyak 22 (55%) positif Candida. Pada 20 wanita dengan kandidiasis vagina ditemukan air kamar mandinya juga mengandung Candida. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air kamar mandi dari rumah penderita keputihan yang tercemar oleh Candida, dapat menjadi sumber infeksi bagi bagi penderita kandidiasis vagina tersebut. "
MPARIN 7 (1-2) 1994
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu spesies jamur yang banyak dilaporkan terdapat di dalam air adalah Candida. Air yang telah tercemar Candida dapat menjadi sumber infeksi kandidiasi misalnya kandidiasis vagina. Infeksi ini diduga akan mudah berpindah jika airnya digunakan oleh umum, mislanya air kamar mandi umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi Candida pada kamar mandi umum di beberapa pasar di Jakarta yang meliputi pasar Inpres dan pasar swalayan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 53,3% dari 60 pasar yang diteliti airnya mengandung Candida. "
MPARIN 6 (1-2) 1993
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyebab penyakit kandidiasis vagina terbanyak adalah Candida albicans (85%). kandidiasis sering menimbulkan masalah karena terjadinya relaps/reinfeksi, disebut sebagai kandidiasis vagina rekurens. Saluran pencernaan merupakan reservoar C.albicans. Di samping itu transmisi melalui hubungan seksual, faktor imunologi, faktor hormonal juga berperan terjadinya kandidiasis vagina rekurens. Walaupun upaya pengobatan sudah dilakukan, frekuensi kandidiasis masih terus meningkat dan kandidiasis vagina rekurens juga masih merupakan masalah.
"
MPARIN 7 (1-2) 1994
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Liem, Raissa
"Pendahuluan: Obstetric Anal Sphincter Injuries (OASIS) merupakan salah satu komplikasi luaran partus pervaginam yang cukup sering ditemukan, mencapai 4,53% dari total persalinan pervaginam. Kejadian OASIS juga dikaitkan dengan peningkatan risiko inkontinensia fekal (IF) yang berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Pada penelitian ini akan dijabarkan karakteristik dari pasien yang mengalami OASIS di RS Tersier di Jakarta pada tahun 2014-2016 dan luaran inkontinensia fekal pada populasi tersebut.
Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif karakteristik pasien pasca reparasi OASIS di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, dan RS Fatmawati tahun 2014- 2016. Dari total 234 pasien, 58 pasien berhasil dihubungi dan diwawancara dengan kuesioner RFIS untuk mengetahui luaran inkontinensia fekal. Dari 58 pasien, 16 pasien datang untuk USG tranperineal untuk penilaian otot sfingter ani pasca reparasi. Data dianalisis menggunakan SPSS 20.
Hasil Penelitian: Dari total 234 sampel, rerata usia pasien adalah 26,64 tahun, dengan rerata IMT 23,4 kg/m2. Sebagian besar pasien (67,5%) adalah primipara, dengan rerata durasi partus kala II selama 45,1 menit. Tindakan episiotomi dilakukan pada 40,6% pasien, persalinan spontan pada 153 (65,4%) pasien, dengan rerata berat lahir 3217 gram. Dari 58 pasien yang bisa dihubungi, keluhan inkontinensia fekal didapatkan pada 3 orang (5,2%) pasca OASIS dengan berbagai tingkat keparahan (ringan, sedang, dan berat). Dari 16 pasien yang datang untuk USG, ditemukan defek pada EAS pada 3 pasien, dan IAS pada 2 pasien. Kelima pasien tersebut tidak memiliki keluhan IF.
Diskusi: Penelitian ini merupakan studi deskriptif terhadap karakteristik pasien dengan OASIS, dan juga sebagai studi awal terhadap kejadian inkontinensia fekal pada populasi OASIS. Didapatkan 3 dari 58 pasien pasca reparasi primer OASIS mengalami inkontinensia fekal. Angka ini cukup rendah dibandingkan studi lain. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan populasi penelitian. Pasien dengan keluhan IF yang memiliki sfingter ani yang intak pada penelitian ini menunjukkan bahwa kontinensia tidak hanya dipengaruhi oleh sfingter ani, namun juga faktor lain seperti otot dasar panggul dan persarafan disekitarnya.
Kesimpulan: Luaran dari reparasi primer OASIS ditemukan beragam dari penelitian ke penelitian. Karakteristik pasien memiliki peran yang penting dalam menentukan angka kejadian OASIS dan juga luaran pasca reparasi. Untuk mengetahui hal tersebut, diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sample yang lebih besar.

Introduction: Obstetric Anal Sphincter Injuries (OASIS) is a quite common complication of vaginal delivery. It reaches 4,53% from total vaginal delivery. OASIS is associated with an increased risk of fecal incontinence, which affect one's quality of life. The incidence of OASIS and fecal incontinence differs from one study to the others. In this study, characteristics of patients with OASIS in tertiary hospital in Jakarta year 2014-2016 and fecal incontinence outcome among those patients will be described.
Methodology: This study is a descriptive study for characteristics of OASIS patients after primary repair in Cipto Mangungkusumo Hospital, Persahabatan Hospital and Fatmawati Hospital from year 2014-2016. From total 234 patients, only 58 patients could be contacted, and interviewed using Revised Fecal Incontinence Score (RFIS) questionnaires. From total 58 patients, only 16 patients came for further transperineal utlrasound. Data were analized using SPSS 20.
Results: From total 234 patients, mean patient's age is 26.6 years old, with mean BMI 24.8 kgs/m2. Most of the patients are nulliparous (67,5%), with median duration of second stage of labor 45 minutes. Episiotomy was not performed on most patients (59.4%), and most of them underwent spontaneous vaginal delivery (65,4%), with mean baby birthweight 3217 grams. From 58 patients that could be contacted, 3 patients had fecal incontinence complaint (5,2%). From those 58, 16 came for transperineal ultrasound examination, and anal sphincter defects were found in 5 patients, 3 with EAS, and 2 with IAS. All 5 patients did not have any fecal incontinence symptoms.
Discussion: This study is a descriptive study of OASIS patient's characteristics and also as a preliminary study for the incidence of fecal incontinence among OASIS population in Jakarta. The number of fecal incontinence in this study can be considered low (3 out of 58), compared to others. This could be due to differences in study population. Patient with fecal incontinence who has intact anal sphincter in this study shows that incontinence is influenced not only by anal sphincter, but also by other factor such as pelvic floor muscle and surrounding nerve innervation.
Conclusion: The outcomes of primary reparation of OASIS are varied within studies. Patient's characteristics might play an important role in influencing the incidence of OASIS as well as the outcome after reparation. A further study with a bigger sample is necessary."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian terhadap spesies Candida yang berasal dari sekret vagina maupun dari tinja pada 44 penderita kandidosis vagina. Hal ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Candida yang ditemukan sebagai saprofit pada saluran cerna dengan Candida sebagai penyebab kandidosis vagina. Identifikasi dilakukan dengan melihat gambaran morfologi Candida yang diinokulasi pada agar tajin + tween 80, pada agar eosin metilen biru, dan uji germ tube pada serum. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara C.albicans yang terdapat pada tinja dengan C.albicans yang terdapat pada sekret vagina. Hal ini menguatkan dugaan bahwa tinja agaknya merupakan sumber infeksi kandidosis vagina selain fluor albusnya diobati, sebaiknya saluran pencernaannya juga dibersihkan dari jamur ini agar tidak terjadi infeksi ulang.
"
MPARIN 8 (1-2) 1995
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Ester Sinta Uli
"Latar belakang. Keputihan adalah masalah kesehatan reproduksi yang umum terjadi pada remaja putri, yang dapat memengaruhi kualitas hidup dan aktivitas belajar mereka. Pengetahuan dan perilaku perawatan organ genitalia wanita berperan penting dalam mencegah keputihan abnormal. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan perilaku perawatan organ genitalia terhadap kejadian keputihan pada siswi remaja putri di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong, Jawa Barat. Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data melalui kuesioner yang diisi oleh 375 siswi. Analisis statistik dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan, perilaku perawatan, dan kejadian keputihan. Hasil. Prevalensi kejadian keputihan pada remaja putri di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong adalah 69,87%, dengan 76% diantaranya tidak terpapar informasi terkait merawat organ reproduksi, 86,49% memiliki pengetahuan kurang terkait keputihan, serta 80,33% memiliki perilaku genital hygiene kurang. Rata-rata usia responden adalah 13 tahun, dengan usia terendah adalah 10 tahun (1,33%) dan usia tertinggi yaitu 16 tahun (3,73%). Mayoritas responden remaja putri pertama kali mengalami menstruasi pada usia 11 tahun. Sumber informasi utama responden berasal dari orangtua (17,33%), dan guru (16%). Remaja putri dengan pengetahuan keputihan yang kurang memiliki risiko 1,38 lebih besar (PR= 1,38; 95% CI 1,0599-1,7966) untuk mengalami kejadian keputihan dibandingkan dengan remaja putri dengan pengetahuan cukup dan baik. Pengetahuan merupakan variabel yang paling berhubungan terhadap kejadian keputihan di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong, Jawa Barat. Kesimpulan. Pengetahuan yang baik dan perilaku perawatan organ genitalia yang benar dapat mengurangi kejadian keputihan abnormal pada remaja putri. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan reproduksi perlu ditingkatkan di kalangan remaja.
Background. Leucorrhea is a common reproductive health issue among adolescent girls that can affect their quality of life and learning activities. Knowledge and behavior regarding the care of female genitalia play a crucial role in preventing abnormal leucorrhea. Objective. This study aims to analyze the correlation between knowledge and behavior regarding genital care on the incidence of leucorrhea among female adolescents at Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong, West Java. Methods. This research employs a cross-sectional design, collecting data through questionnaires filled out by 375students. Statistical analysis was conducted to identify the relationship between knowledge, care behaviors, and the occurrence of leucorrhea. Results. The prevalence of vaginal discharge in adolescent girls at Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong was 69.87%, with 76% of them not exposed to information related to caring for reproductive organs, 86.49% had poor knowledge about vaginal discharge, and 80.33% had poor genital hygiene behavior. The average age of respondents was 13 years, with the lowest age being 10 years (1.33%) and the highest age being 16 years (3.73%). The majority of adolescent girls experienced their first menstruation at the age of 11. The main source of information for respondents came from parents (17.33%), and teachers (16%). Adolescent girls with poor knowledge of vaginal discharge had a 1.38 greater risk (PR= 1.38; 95% CI 1.0599-1.7966) of experiencing vaginal discharge compared to adolescent girls with sufficient and good knowledge. Knowledge is the variable most related to the incidence of vaginal discharge in Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong, West Java. Conclusion. Good knowledge and proper care behaviors regarding genitalia can reduce the incidence of abnormal leucorrhea in adolescent girls. Therefore, reproductive health education needs to be enhanced among adolescents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini bertujuan untuk meninjau hasil studi terhadap jenis-jenis cendawan yang dapat diisolasi dari sampel organ tubuh dan produk unggas, pakan, komponen pakan dan sampel lain yang diperiksa di Laboratorium Mikologi balai Penelitian Veteriner Bogor selama periode 1992 – 1996. Studi dilakukan dengan cara memilah-milah dan mengelompokkan jenis sampel yang diperiksa, kemudia dievaluasi. Sampel itu sendiri sebelumnya telah mengalami pemeriksaan secara mikologik. Hasil studi menunjukkan bahwa banyaknya sampel dari tahun ke tahun selama periode pengamatan berfluktuasi. Dari sebanyak 114 sampel yang diperiksa, terdapat 35,97% organ tubuh dan produk unggas, serta 64,03% pakan, komponen pakan dan sampel lain. Sampel-sampel tersebut didiagnosis 70,18% positif mikosis atau tercemar kapang dan 29,82% negatif, sedangkan dalam pembiakan dapat diisolasi cendawan, yakti 93,16% kapang dan 6,84% khamir. Karena cendawan lebih banyak ditemukan pada pakan dan komponennya dibandingkan dengan pada organ tubuh unggas, dapat disimpulkan bahwa perhatian terhadap masalah kontaminasi kapang dan produk toksiknya pada pakan lebih tinggi dibandingkan dengan pada masalah penyakit (mikosis).
"
MPARIN 12 (1-2) 1999
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan uji ELISA tak langsung (indirect ELISA) terhadap 423 serum sapi dan kerbau dari berbagai umur. Serum diambil dari Bank Serum milik Balivet Bogor dan berasal dari daerah Surade, Karawang, Kulonprogo, Blora, dan Tuban. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa T.evansi telah tersebar secara prevalen pada sapi dan kerbau di kelima daerah tersebut. Angka kejadian anti-bodi pada anak sapi sebesar 18%, pada sapi dewasa 51%, dan pada sapi tua 67%, sedangkan pada kerbau, kerbau dewasa dan kerbau tua masing-masing sebesar 24%, 65%, dan 56%. Angka kejadian antibodi dan titer ELISA berkecenderungan meningkat dengan bertambahnya umur hewan. "
MPARIN 6 (1-2) 1993
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Kudis yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei adalah salah satu di antara beberapa penyakit yang masih mengganggu ternak dan dapat menggelisahkan masyarakat, khususnya pemelihara hewan sakit (zoonosis). Telah banyak obat yang dianjurkan untuk digunakan dalam mengobati kudis, tetap nampaknya jarang dipakai karena harganya belum terjangkau, masih sulit didapatkan dan cara pengobatannya tidak gampang dilakukan oleh petani peternak. Untuk itu, dipilih obat kombinasi antara belerang 2,5% dalam vaselin dan campuran sabun-belerang dalam air (belerang 1,5% , sabun detergen 0,75%), yang dicobakan pada 9 ekor kambing yang menderita kudis (oleh S.scebiei), dengan tingkat keparahan ringan hingga sedang. Kambing tersebut dibagi menjadi 3 kelompok, yang masing-masing terdiri dari 3 ekor. Kelompok 1 diobati dengan cara permukaan kulit yang klinis menderita kudis diolesi dengan belerang 2,5% dalam vaselin, permukaan kulit lainnya dibasahi dengan larutan sabun-belerang masing-masing pada hari 0, 7, 14, dan 21. Kelompok 2 diobati seperti cara kelompok 1 pada hari 0, 10, dan 20. kelompok 3 diobati seperti di atas pada hari 0, 10, 20 dan 30. Ada indikasi bahwa hasil terbaik adalah kelompok 2, karena S.scabiei hilang dan kulit yang terserang kudis sembuh mulai hari 40. "
MPARIN 7 (1-2) 1994
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>