Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80553 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The development of the Shari'ah financial services sector in Indonesia is growing rapidly, this phenomenon innovating the importancee of the protection of consumers against the Shari'ah financial services which is offered by the provider; whether they are Shari'ah banks, insurances or the capital market form. The purpose of this protection is none other as a part of the maqashid shari'ah realization compliance. The protection of consumers in financial services is divided into two aspects: regulation and oversight. Both aspects are the authority and also the duty of the Financial Services Authority of Shari'ah since the adoption of Law Number 21 of 201 on the Financial Services Authority, relating to: the supervision of the institution does not have the role to be the supervisor in relation to Shari'ah financial services, because it is not regulated in detail and there is only one article which sets it. However, this condition is inversely proportional with the regulation and the supervision of the conventional financial services which are regulated in detail in this Act. The arising problem because of the regulation, which is not detailed, directs the Shari'ah financial service costumers to be not protected from the transactions that are prohibited by Isalm, so the aim of the establishment of the OJK is not fulfilled. This paper attempts to examine the protection of the Shari'ah financial service consumers through the supervision mechanism by the financial services authority. Financial services authority known as the OJK, has the function of regulating and supervising the financial services either conventional or Shari'ah. Specifically for the function as the supervisory institution has the role the protect the consumers from the behavior of the financial service provider. This protection is not only for the conventional financial services consumers but also for the Shari'ah financial service consumers. The role of OJK in protecting the Shari'ah financial service consumers is done together with the DSN-MUI as the external supervisor."
ILMUHUKUM 6:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Kusbianto
"Tesis ini membahas secara komprehensif aspek yang bersifat esensial yaitu independensi, yang dimiliki suatu otoritas yang berwenang penuh atas pengaturan dan pengawasan sektor finansial di Indonesia, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Alasan pentingnya independensi tersebut adalah agar OJK dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam melakukan pengawasan di sektor jasa keuangan secara optimal dan efektif. Independensi diperlukan agar OJK dapat melindungi diri khususnya dari intervensi industri jasa keuangan yang diawasinya maupun dari campur tangan politik. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap regulasi dan pengawasan yang dilakukan OJK benar-benar bersifat objektif, tanpa dipengaruhi intervensi dari pihak manapun dan untuk mencegah potensi benturan kepentingan antara para pelaku yang saling berinteraksi di sektor jasa finansial. Sifat independen tersebut harus diwujudkan karena concern dan tujuan utama pembentukan OJK sebagai lembaga/otoritas pengatur dan pengawas adalah menyangkut kepercayaan masyarakat bagi sektor finansial dan pencapaian tujuan stabilitas keuangan.

This thesis addresses comprehensively an essential aspect, independence, of a fully competent authority overseeing the regulation and supervision of the financial sector in Indonesia, namely the Financial Services Authority (otoritas jasa keuangan / OJK). The underlying reason of the importance of OJK's independence is for OJK to perform their duties and functions in supervising the financial services sector in Indonesia in the best possible and most effective manner. This element of independence is imperative for OJK to shield itself from third party intervention operating in the financial services industry to which it supervises, as well as from political interference. It is intended that every regulation issued and supervision carried out by OJK are truly objective, independent of intervention from any third party, and to prevent potential conflicts of interest between the actors that interact in the financial services sector. Such element of independence must be maintained to address the main concern and objective of OJK?s establishment, as the regulatory and supervisory authority, which revolves around the public confidence in the financial sector and the achievement of financial stability.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Pitono
"Berlakunya Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UUOJK) telah mengubah kelembagaan pengawasan dan pengaturan sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia dan Departemen Keuangan pada satu lembaga bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu UUOJK telah memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan langkah dan upaya terkait dengan perlindungan konsumen jasa keuangan. Produk dan jasa keuangan dan kegiatan usaha jasa keuangan merupakan bidang/sektor yang sangat pesat mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemasaran produk dan jasa keuangan oleh lembaga jasa keuangan kepada masyarakat sangat beragam dan masif. Disisi lain, pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai sektor jasa keuangan sangat terbatas. Konsumen jasa keuangan terbagi dalam 2 segmentasi yaitu konsumen korporasi dan konsumen individual dengan perbedaan tingkat pendidikan. Hal ini disebabkan karena pendidikan yang rendah dan akses informasi yang benar dan transparan mengenai produk dan jasa serta lembaga jasa keuangan relatif terbatas.
Dengan demikian, adalah penting untuk mengkaji bagaimana peranan OJK dalam upaya meningkatkan pemahaman dan pengetahuan konsumen individual mengenai sektor jasa keuangan. Edukasi keuangan kepada konsumen individual merupakan upaya yang sangat penting agar konsumen dapat memilah dan memilih serta menentukan produk dan jasa keuangan apa serta lembaga jasa keuangan mana yang akan digunakan. Segmen konsumen individual sangat rentan terhadap kegiatan usaha jasa keuangan yang menyimpang karena jumlah konsumen individual sangat banyak dan beragam. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan kepanikan pasar keuangan dalam hal terjadi praktek-praktek jasa keuangan yang merugikan konsumen. Potensi kerugian tidak hanya disebabkan karena yang rendah pendidikan dan akses informasi yang benar dan transparan tetapi juga kegagalan lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan dan sengketa konsumen.
Dengan mendasarkan pada teori sistem hukum Lawrence M. Friedman, penelitian ini menggunakan metode pendekatan diskriptif kualitatif berupa penelitian kepustakaan dengan analisis yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan edukasi untuk mencapai literasi keuangan oleh OJK sangat diperlukan dan menjadi langkah terpenting untuk melindungi konsumen jasa keuangan. Edukasi keuangan kepada masyarakat dan konsumen akan meningkatkan keyakinan konsumen terhadap sistem keuangan yang akan berdampak pada meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan dan menjaga stabilitas keuangan. Selain itu juga penanganan pengaduan dan keluhan konsumen secara pasti melalui mekanisme internal dispute resolution (IDR) dan mediasi merupakan upaya yang sangat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan.

Applicability of Act No. 21 of 2011 on the Financial Services Authority (hereinafter referred to UUOJK) has changed the institutional supervision and regulation of the financial services sector from Bank Indonesia and the Ministry of Finance on a body called the Financial Services Authority (FSA). Additionally, UUOJK has given authority to the FSA to undertake measures and efforts related to the protection of consumers of financial services. Financial products and services and business activities of financial services is an area / sector has developed very rapidly in line with the development of science and technology. Marketing of financial products and services by financial services institutions to the community is very diverse and massive. On the other hand, knowledge and understanding of the financial services sector is very limited. Consumer financial services is divided into two segments are corporate customers and individual consumers with different levels of education. This is due to poor education and access to proper and transparent information regarding products and services as well as financial services institutions are relatively limited.
Thus, it is important to examine how the role of FSA in an effort to increase understanding and knowledge of the individual consumer financial services sector. Consumer financial education efforts of the individual is very important so that consumers can pick and choose and determine what financial products and services as well as financial services institution which will be used. Individual consumer segments are particularly vulnerable to the financial services business activities which deviate due to the number of individual consumers are many and varied. This is potentially causing panic in the event of financial market practices that harm consumers of financial services. Potential losses are not only due to low education and access to information that is correct and transparent but also the failure of financial institutions to resolve consumer complaints and disputes.
With a legal system based on the theory of Lawrence M. Friedman, this study used a qualitative descriptive approach library research with normative analysis.
The results showed education to achieve financial literacy by the FSA becomes very necessary and important step to protect consumers of financial services. Financial education to the public and consumers will increase consumer confidence in the financial system that will result in increased community participation in development finance and maintain financial stability. In addition, the handling of complaints and consumer complaints with certainty through the internal dispute resolution mechanisms (CAD) and mediation is an attempt which help increase public trust in financial services institutions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afika Yumya Syahmi
"Bank Indonesia (BI) dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai bank sentral memiliki peran sebagai penjaga stabilitas moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan sebagai pengatur dan pengawas perbankan. Namun fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap bank yang dimiliki BI akan berpindah kepada sebuah lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2010 sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI. Lembaga ini nantinya bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Tugas dan wewenang OJK dalam hal pengawasan perbankan hanya berkaitan dengan aspek micro prudential seperti kelembagaan, kegiatan usaha, dan penilaian tingkat kesehatan. Sedangkan aspek macro prudential berkaitan dengan kebijakan moneter dan sistem pembayaran seperti ketentuan tentang Giro Wajib Minimum (GWM), ketentuan devisa, Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan laporan-laporan serta pemeriksaan yang terkait dengan pelaksanaan tugas di bidang moneter dan sistem pembayaran merupakan kewenangan dari otoritas moneter BI. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK perlu melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga seperti BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta Menteri Keuangan bahkan Presiden agar nanti kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan OJK dapat efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan di sektor keuangan.
Setelah OJK terbentuk Pengawasan perbankan akan menjadi kewenangan OJK. BI sebagai bank sentral meskipun telah terbentuk lembaga pengawasan tersebut, perannya tidak bisa dikesampingkan dalam pengawasan bank karena lembaga tersebut (OJK) tetap harus mempunyai hubungan koordinasi yang baik dengan BI, diantaranya menyangkut keterangan dan data makro perbankan yang ada. Setelah OJK terbentuk, BI akan fokus kepada kewenangan dalam hal kebijaksan moneter yaitu kebijakan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga.

BI for the agenda of implementing the function as central bank has role as monetary stability custodian, arranges and takes care of disbursement system fluency, and as regulator and banking supervisor. In Indonesia itself, it is likely the function of regulation and supervision to bank owned by BI will make a move to an observation institute of independent finance service sector which so called Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in the year 2010 in accordance with provision in Article 34 Law Number 3 Year of 2004 regarding Amendment of Law Number 23 Year of 1999 regarding Bank of Indonesia (BI). Later the institution (OJK) undertakes the supervision of banking industry, insurance, pension fund, capital market, risk capital, and defrayal company, and other bodies carrying out fund management of public.
OJK's duty and authorize in the case banking supervision only related to the micro prudential aspect such as institutional, business activities, and assessment of health level. While macro prudential aspect which related to monetary policy and paying system, like in the rule about Statutory Reserve Requirement (Giro Wajib Minimum or GWM), state?s income regulation, Open Market Operation (Operasi Pasar Terbuka or OPT), and reports with the inspection that related to the duty implementation in monetary area along with the paying system, is the authority of BI as a monetary institution. The OJK supervising board which will be formed by law at the latest in 2010, must be proactive in managing cooperation with BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan the minister of finance.
After OJK is formed, therefore the supervision authority is no longer belong to BI. The Banking supervision will be come the authority of OJK. And BI will be focus on the authority in of monetary policy which is the policy to reach and maintain rupiah?s value stability done by inter alia through controlling the money circulation and/or interest rate.If the OJK is formed by the end of year 2010, therefore we will have fiscal authority, that is The Minister of Finance, monetary authority, that is BI, and finance service supervisor authority, that is OJK. Bapepam will enter OJK, thus it will no longer under The Minister of Finance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, 2008
S24822
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alfi Sofyan
"Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pemberian kewenangan pengawasan perbankan kepada Otoritas Jasa Keuangan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan bentuk koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan lembaga yang terkait pengawasan perbankan. Hal yang menjadi pembahasan adalah bagaimana bentuk pemberian kewenangan pengawasan perbankan kepada Otoritas jasa keuangan dan bagaimanakah bentuk koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga yang terkait pengawasan perbankan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan studi kepustakaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa belum ada suatu mekanisme yang menjadi kriteria pelaksanaan pengawasan perbankan. Oleh karena itu diperlukan suatu kriteria yang dituangkan dalam suatu Undang-Undang yang mengatur mengenai pelaksanaan teknis koordinasi di bidang pengawasan perbankan.

This thesis explain and analyze the delegation of authority for banking supervision to the Indonesia Financial Services Authority ("OJK") in accordance to Law No. 21 of 2011 on Indonesia Financial Services Authority and the form of coordination between Indonesia Financial Services Authority and relevant banking supervision institutions. The question arising are what form of delegation of authority for banking supervision is given to Indonesia Financial Service Authority and what form of coordination is carried out between Indonesia Financial Services Authority and relevant banking supervision institutions.
This research use a normative-juridical method with literature studies. The conclusion that can be found based on the research, there hasn't been a mechanism that sets a criteria for the implementation of banking supervision. Therefore, there are needs to a set forth criteria in a regulation on technical implementation of coordination in banking supervision."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43207
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Betaubun, Yudisaputra
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia. Penataan kembali struktur pengorganisasian yang lebih terintegrasi diperlukan terhadap lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan pada industri perbankan maupun industri keuangan bukan bank sehingga dapat tercapai mekanisme koordinasi yang efektif dan dengan demikian dapat tercapai stabilitas sistem keuangan. Lembaga yang terintegrasi ini oleh pemerintah dilahirkan dalam bentuk Otoritas Jasa Keuangan. Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kedudukan dan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga Pengatur dan Pengawas Perbankan di Indonesia serta mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia dalam hal pengaturan dan pengawasan bank. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen dan menggunakan metode analisis data secara kualitatif.
Penelitian menunjukan bahwa didasarkan pada Pasal 1 ayat (1) UU OJK yang menyebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan serta memiliki kedudukan diluar pemerintah. Koordinasi antara OJK dengan BI telah diatur dalam Pasal 39 UU OJK, yaitu dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan meliputi: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya dan penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank serta data lain yang dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan.

This thesis discusses the position of the Otoritas Jasa Keuangan pursuant to Act No. 21 of 2011 on the Otoritas Jasa Keuangan in terms of regulation and supervision of banking in Indonesia. Restructuring required a more integrated organization of institutions that perform the function of oversight in the banking industry as well as non-bank financial industry so as to achieve effective coordination mechanism and thus can achieve the stability of the financial system. This integrated institution born by the government in the form of the Otoritas Jasa Keuangan. The main problems discussed in this study is the status and whereabouts of the Otoritas Jasa Keuangan as a Regulatory and Supervisory Institute of Banking in Indonesia as well as the coordination mechanism between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia in terms of regulation and supervision of banks. This research is a form of normative documents and by conducting studies using qualitative methods of data analysis.
Research shows that based on Article 1 paragraph (1) of the Otoritas Jasa Keuangan Act which states that the Otoritas Jasa Keuangan is an independent body and free from interference by other parties, which have the functions, duties, and powers of regulation, supervision, inspection, and investigation and have a position outside the government. Coordination between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia has been provided for in Article 39 of Otoritas Jasa Keuangan Act, namely in making banking supervision regulations include: minimum capital obligations of banks, banking information system that is unified, policy receipt of funds from abroad, receipt of foreign currency funds and external commercial borrowing country, banking products, derivative transactions, banking activities and the determination of other banking institutions are categorized as systemically important banks as well as other data are excluded from the provisions of the confidentiality of the information.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Adler Haymans, 1961-
Jakarta: Adler Manurung Press, 2013
332.678 MAN o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muhammad Ikhsan
"Skripsi ini membahas kewenangan pengaturan yang dimiliki oleh OJK di bidang pasar modal. Selain itu, mambahas mengenai fungsi dan tugas OJK dalam mengatur bidang Pasar Modal dan relevansinya dengan kewenangan pengaturan yang dimiliki oleh OJK. Hasil penelitian menyatakan bahwa fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan OJK di bidang Pasar Modal merupakan penggabungan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan yang sebelumnya dimiliki oleh Bapepam-LK, Menteri Keuangan dalam hal kebijaksanaan umum di bidang Pasar Modal, dan fungsi, tugas dan kewenangan pengaturan OJK menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.

This thesis concerning about the authorities setting that is owned by OJK in Capital Market. In addition, discuss about the function and duties of OJK in regulating the Capital Market authority and relevance to the setting OJK in the field of Capital Market merges the function, duties, and authorities of setting Capital Market which was previously owned by Bapepam, Ministry of Finance in terms of public policy in the Capital Market, and the authorities setting OJK according to Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Verawati
"Permasalahan gagal bayar sering dialami debitur, salah satunya menimpa perusahaan pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (“PT SNP”). Laporan keuangan yang menjadi acuan pemberian kredit serta penerbitan dan pemeringkatan Medium Term Notes (“MTN”) tidak menunjukkan kondisi keuangan sebenarnya, sehingga menjadi faktor utama terjadinya kasus gagal bayar PT SNP. Peran Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) sebagai pengawas sangat diperlukan untuk dapat memberikan perlindungan juga keterbukaan informasi kepada setiap konsumen lembaga pembiayaan. Permasalahan tersebut yaitu terkait tugas dan wewenang OJK dalam penerbitan dan pemeringkatan MTN, serta peran OJK dalam perlindungan konsumen terhadap pemegang MTN PT SNP yang telah dinyatakan pailit. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data tersebut disusun kualitatif, melalui uraian teks dan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan kritis. Kesimpulan pertama, tugas dan wewenang OJK dalam proses penerbitan dan pemeringkatan MTN dapat ditinjau dari sebelum dan sesudah diterbitkannya POJK No. 35 tahun 2018 dan POJK No. 30 Tahun 2019, OJK tidak memiliki wewenang secara langsung dalam setiap produk MTN yang diterbitkan PT SNP, namun OJK dapat mengungkapkan setiap informasi, kondisi ataupun sanksi yang sedang dijalankan oleh suatu lembaga pembiayaan. Namun hal inilah yang belum terlihat dalam pelaksanaannya. Sehingga, untuk mendorong peran aktif dari OJK dalam memberikan perlindungan kepada setiap konsumen jasa keuangan perlu adanya jaminan bahwa peraturan terkait penerbitan efek bersifat utang yang salah satu instrumennya adalah MTN terlaksanakan dengan baik agar dapat memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap setiap investor/kreditur. Selanjutnya, pemegang MTN diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan serta evaluasi melalui pelaporan keuangan berkala. Selain itu, terhadap pelaporan keuangan yang dilakukan secara rutin tiap bulannya, perlu adanya parameter untuk penjatuhan sanksi kepada perusahaan jasa keuangan non bank yang terbukti melakukan tindakan curang, sehingga tidak hanya sebatas sanksi administratif.

Debtors often experience default problems, one of which is the financing company PT Sunprima Nusantara Pemfundan (“PT SNP”). The financial statements that serve as the reference for granting credit as well as the issuance and rating of Medium Term Notes (“MTN”) do not show the actual financial condition, thus becoming the main factor in the PT SNP default case. The role of the Financial Services Authority (“OJK”) as a supervisor is very necessary to be able to provide protection as well as information disclosure to every consumer of a financial institution. These problems are related to the duties and authorities of OJK in issuing and rating MTN, as well as the role of OJK in consumer protection for PT SNP MTN holders who have been declared bankrupt. The research was conducted using secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The data was compiled qualitatively, through text descriptions and analyzed using descriptive and critical analysis techniques. The first conclusion is that the OJK's duties and authorities in the process of issuing and rating MTN can be reviewed before and after the issuance of OJK Regulations related to the Implementation of Financing Companies and POJK No. 30 of 2019, OJK does not have direct authority in every MTN product issued by PT SNP, but OJK can disclose any information, conditions or sanctions that are being carried out by a financing institution. However, this has not been seen in its implementation. Thus, to encourage the active role of the OJK in providing protection to every consumer of financial services, it is necessary to guarantee that regulations regarding the issuance of debt securities, one of which is MTN, are implemented properly in order to provide a sense of security and protection to every investor/creditor. Furthermore, MTN holders are expected to play a more active role in conducting supervision, inspection and evaluation through periodic financial reporting. In addition, for financial reporting that is carried out routinely every month, the parameters are needed for imposing sanctions on non-bank financial services companies that are proven to have committed fraudulent actions, so that they are not only limited to administrative sanction"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Junaidi Cerdas
"Dalam rangka melakukan pengawasan dan pengaturan terintegrasi terhadap seluruh sektor jasa keuangan di Indonesia, pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah membentuk Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dengan terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan ini diharapkan tujuan penguatan sektor jasa keuangan di Indonesia dapat tercapai dengan adanya satu institusi pengawas dan pengatur di sektor jasa keuangan. Sejak terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan telah disusun dan diterbitkan ratusan kebijakan di sektor jasa keuangan dan secara khusus terdapat beberapa ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan di bidang Pasar Modal. Namun demikian, kebijakan dan pengaturan yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan tersebut belum memberikan dampak signifikan secara khusus kepada Perusahaan Efek, karena belum memperhatikan postur industri, inklusi Pasar Modal yang masih sangat kurang, dan beberapa kebijakan yang dirasa menjadi beban tambahan bagi Perusahaan Efek.

In order to do integrated supervision and regulation of financial services sector in Indonesia, the government and the House of Representatives of Indonesia established Otoritas Jasa Keuangan Indonesia Financial Services Authority based on Law Number 21 of 2011 concerning Otoritas Jasa Keuangan. Through Otoritas Jasa Keuangan, it is expected that the strengthening of financial services sector in Indonesia can be achieved under one supervisory and regulatory institution. Since its establishment, Otoritas Jasa Keuangan issued many regulations and policies in financial services sector, specifically in the Capital Market sector. However, the regulations and policies issued by Otoritas Jasa Keuangan have not had any significant impact to Securities Companies, because the policies and regulations have not taken into account the structure of Indonesia Capital Market industry, insufficient Capital Market inclusion, and many of that policies and regulations are deemed to be additional cost by the Securities Companies."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>