Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50937 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pembuatan serat poliester kekuatan tinggi dengan cara modifikasi struktur supermolekuler telah diteliti dengan perlakuan pemanasan, penarikan, dan pendinginan mendadak. Serat yang diperoleh dengan cara pemanasan menggunakan variasi suhu, penarikan dengan variasi rasio penarikan (draw ratio), dan pendinginan mendadak untuk mendapatkan kristalinitas dan orientasi yang berbeda. Gabungan perlakuan pemanasan, penarikan dan pendinginan mendadak yang dilakukan secara berulang pada suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan kristalinitas yang semakin tinggi. Makin tinggi kristalinitas, makin tinggi kekuatan dan kestabilan dimensinya, tetapi persen mulur cenderung berkurang. Kristalinitas dan orientasi serat poliester juga banyak berpengaruh terhadap titik leleh, entalpi pelelehan, dan sifat termomekanika."
MPI 2:1 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sianny Tirta
"Seiring dengan semaldn meningkatnya pemlintaan akan material dengan karakteristik unik yang tidak dimiliki logam, material komposit mulai diminati karena kekuatan terhadap berat yang tinggi. Salah satu jenis komposit tersebut adalah komposit poliester berpenguat serat E-glass. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih jauh mengenai matenal tersebut dalam lingkungan keija yang aneka ragam Salah satu jenis lingkungan yang dapat ditemui oleh serat gelas/poliester adalah lingkungan dimana terdapat kombinasi antara kelembaban dan temperatur tinggi (higrotermal) yang dapat menyebabkan degradasi pada matriks serta ikatan antara serat-matriks. Penelirian ini bertujuan unluk melihat pengaruh perlakuan higrotermal terhadap kekuatan lentur komposit serat gelas/poliesten Sampel untuk penelitian dibuat dari matriks poliester yang diperkuat dengan dua jenis serat, yaitu CSM (Chopped Strand Mat) dan WR (Woven Roving). Susunan lapisan adalah 3 CSM/ IWR/3 CSM/1 WR/2 CSM dan dibuat dengan metode laminasi basah. Sebelum diberi perlakuan sampel ditimbang terlebih dahulu. Perlakuan yang diberikan adalah perendaman dalam media air ledeng pada temperatur 26°C, 60° C dan 90°C selama 504 jam, Setelah perendaman, dilakukan penimbangan sampel. Kemudian dilakukan pengujian lentur sesuai dengan standar ASTM D790-81. Pada sampel, baik yang diuji lentur maupun tidak dilakukan pengamatan makro. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa berat sampel meningkat dengan semakin tingginya temperatur perendaman.Peningkatan berat sampel dan ternperatur perendaman diikuti dengan penurunan nilai kekuatan dan modulus lentur. Turunnya kedua nilai ini terjadi karena perendaman menyebabkan difusi air ke dalam matriks sehingga merusak matriks serta ikatan serat-matriks. Sedangkan pengarnatan foto makro memperlihatkan bahwa mode perpatahan yang dominan adalah mode perpatahan interlaminar terutama pada serat WR Bentuk perpatahan lain yang teramati adalah retak matriks, perpatahan Serat serta fiber pull-out."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Aria Putra
"Penggunaan komposit sebagai material baru telah mencakup pada bidang yang amat luas seperti pada bidang automotif, kelautan, luar angkasa dan lain sebagainya. Pada penerapannya kekuatan mekanis material komposit sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungannya, khususnya setelah temperatur melewati temperatur transisi gelas (Tg).
Dalam penelitian ini akan diamati pengaruh temperatur terhadap kekuatan mekanis material komposit. Material komposit yang digunakan adalah komposit serat gelas/poliester dengan metode pembuatan laminasi basah manual. Sera gelas yang digunakan yaitu kombinasi serat gelas tipe E jenis Chopped Strand Mat (CSM) dan Woven Roving (WR), dengan susunan 3CSM-WR-3CSM-WR-2CSM, sedangkan matriks yang digunakan yaitu resin poliester. Terhadap material dilakukan pemanasan selama 120 menit dengan variasi temperatur 60C, 80C, dan 100C kemudian didinginkan di udara terbuka. Sebagai pembanding beberapa komposit tidak dipanaskan. Kemudian dilakukan pengujian tarik (ASTM D 638), pengujian tekan (ASTM D 695), dan pengujian lentur (ASTM D 790). Pengujian tersebut dilakukan pada temperatur ruang. Mekanisme perpatahan yang terjadi akibat pembebanan diamati dengan menggunakan mikroskop optik.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan naiknya temperatur pemanasan maka kekuatan tarik dan kekuatan lentur komposit serat gelas/poliester mengalami penurunan. Kekuatan tekan komposit serat gelas/poliester lebih rendah dibanding kekuatan tariknya untuk setiap temperatur pemanasan. Perpatahan yan terjadi akibat pembebanan tarik cenderung bersifat getas dengan terjadinya pelepasan ikatan antara matriks dengan serat, dan patahnya matriks dengan serat yang tertarik ke luar. Dengan naiknya temperatur pemanasan mode perpatahan yang terjadi akibat pembebanan tekan pada arah longitudinal cenderung menunjukkan perpatahan ekstensional. Perpatahan yang terjadi akibat pembebanan lentur dimulai pada lapisan terluar yang berlawanan dengan titik pembebanan yang kemudian diikuti oleh lapisan yang berdekatan, dengan kerusakan berupa hancurnya matriks, patahnya serat dan delaminasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Donald
"Penggunaan material komposit serat gelas-poliester dewasa ini sangat banyak dijumpai pada aplikasi perairan disebabkan sifatnya yang menguntungkan yaitu ringan. rasio kekuatan tinggi terhadap berat, pembuatan bentuk yang tidak terbatas dan harga bahan baku yang rendah serta kemudahan memperoleh bahan bakunya. Namun adanya lingkungan pemakaian seperti perendaman dan temperatur tinggi. komposit serat gelas-poliester memiliki keterbatasan seperti menurunnya sifat mekanis komposit serat gelas-poliester. Pada penelitian ini akan dievaluasi pengaruh perendaman dan temperatur terhadap kekuatan komposit serat gelas poliester. Dalam penelitian ini spesimen komposit merupakan kombinasi dari serat gelas jenis E-glass dan resin poliester jenis GP (general purpose). Serat gelas yang digunakan berbentuk CSM (chopped strand mar) dan WR (woven roving) dengan susunan: 3CSM- I WR - 3CSM - 1 WR - 2CSM Sebagian spesimen tidak direndam (pada temperatur ruang) dan sebagian lagi mengalami perendaman pada temperatur 25'C, 60'C dan 90'C selama 23 hari (552 jam). Setelah itu dilakukan uji tarik arah longitudinal terhadap salah satu serat WR Standar uji tarik yang digunakan adalah ASTM D-638M Pengamatan struktur makro dan mikro selanjutnya dilakukan terhadap bentuk kerusakan yang terjadi pada setiap kondisi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada perendaman di bawah temperatur gelas (73' C) kadar air yang terserap meningkat dengan naiknya temperatur perendaman, sedangkan di alas temperatur gelas, kadar air yang terserap justru mengalami penurunan. Kekuatan tarik spesimen mengalami penurunan dengan naiknya temperatur perendaman. Warna spesimen juga mengalami perubahan dari hijau bening menjadi putih kekuningan dan tekstur permukaan spesimen semakin kasar dengan naiknya temperatus perendaman. Bentuk perpatahan yang terbentuk pada komposit serat gelas-poliester meliputi patah intralaminer, interlaminar dan translaminer."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Rendy Audy
"Limbah pertanian di negara agraris seperti Indonesia sangatlah potensial. Pengolahan limbah pertanian seperti jerami padi akan memberikan nilai tambah ekonomis bagi para petani di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan pembuatan biokomposit perupa papan serat jerami dan serat gelas dengan polimer PVAc. Papan serat ini berpotensi menjadi material struktur yang murah dan mudah di dapat dikarenakan jumlahnya yang melimpah dan murah. Untuk meningkatkan kekuatan jerami dalam pembuatan papan serat dilakukan proses awal berupa perendaman jerami dalam cairan NaOH. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanis jerami. Untuk mendapatkan komposisi yang terbaik maka dibuat beberapa komposisi serat papan jerami mulai dari 20% berat serat hingga 70% berat serat.
Komposisi optimal papan serat jerami padi berada pada 30% berat serat dengan kekuatan tarik sebesar 4.5 MPa. Variasi subtitusi serat gelas pada komposisi optimal papan jerami padi menghasilkan kekuatan optimal pada komposisi 50% jerami padi, 50% serat gelas dan 70% PVAc yaitu sebesar 4.26 MPa. Rata- rata kadar air 10% atau dibawah 13% menunjukkan papan serat ini sesuai dengan SNI 01-4449-2006.

Agricultural waste in an agricultural country like Indonesia is very potential . Processing of agricultural wastes such as rice straw provides economic value for farmers in Indonesia. One way of agricultural processing is to manufacture biocomposites such as rice straw fiber and glass fiber hybrid boards with PVAc polymer. This fiberboard material could potentially as structural materials and can an inexpensive because the fiber source is abundant and cheap. To increase the strength of the fiberboard made an initial process of soaking hay in an NaOH solution was conducted.
From this research it was found that the optimal composition of the rice straw board was at 30 % by weight of rice straw with a tensile strength of 4.5 Mpa, increased BLA % compared to tensile strength of the pristine PVAc. Moreover, the optimal composition of the hybrid board was 50 % rice straw, 50 % glass fiber and 70 % PVAC and this composition resulted a tensile strength of 4:26 MPa . The tensile strength of the hybrid board was smaller than that of the straw board becuase of the presence of big voids in between the straw and the glass fibers. Average moisture content of 10 % met the SNI 01-4449-2006 criteria , which was below 13 %.
"
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Kusumastuti Roosadiono
"Isolasi α-selulosa dari jerami padi telah berhasil dilakukan, menghasilkan rendemen sebesar 26,95%, indeks kristalinitas 74,28% dan berat molekul relatif 28.517 g/mol. Selulosa kemudian dimodifikasi, dengan tujuan untuk menghasilkan serat penukar ion, dengan mencangkokkan monomer asam akrilat pada selulosa menggunakan teknik kopolimerisasi cangkok pra-iradiasi. Kondisi optimum reaksi pencangkokan diperoleh pada dosis radiasi 30 kGy, konsentrasi monomer 10% volum, suhu 60oC dan waktu reaksi 120 menit, dengan persen pencangkokan rata-rata sebesar 84,12 % dan berat molekul sebesar 45.295 g/mol. Kapasitas pertukaran ion selulosa-g-AA yang dihasilkan dari pencangkokan sebesar 3,54 mek/g. Selanjutnya, untuk meningkatkan ketahanan kimia dan termal dari selulosa-g-AA, dilakukan pengikatan silang menggunakan agen pengikat silang N,N?-metilenbisakrilamida (MBA).
Kondisi optimum pengikatan silang terdapat pada dosis radiasi 15 kGy dan konsentrasi MBA 5%, dengan fraksi terikat silang yang diperoleh sebesar 68,27%, swelling dalam air sebesar 346,42% dan kapasitas pertukaran ion sebesar 2,99 mek/g. Pengikatan silang dapat meningkatkan ketahanan terhadap asam sebesar 3%, indeks kristalinitas sebesar 2,12%, suhu transisi gelas sebesar 20,43oC, dan suhu dekomposisi akhir sebesar 12,14oC. Selulosa terikat silang dapat digunakan sebagai penyerap ion logam Cu2+, dengan kapasitas adsorpsi sebesar 16,5 mg/g (konsentrasi awal Cu2+ 100 mg/L), yang diperoleh dengan dosis pengikatan silang 10 kGy dan konsentrasi MBA 3%.

Isolation of α-cellulose from rice straw has been successfully carried out having 26.95% yield, with 74.28% crystallinity index and relative viscosity average molecular weight 28,517 g/mol. The α-cellulose is then chemically modified to be a fiber ion exchanger, by grafting acrylic acid monomer onto cellulose using pre-irradiation graft copolymerization technique. The optimum condition for grafting is obtained at 30 kGy radiation dose, 10% monomer concentration, 60°C grafting temperature and 120 minutes reaction time, with 84.12% grafting average and relative viscosity average molecular weight 45,295 g/mol. The ion exchange capacity of cellulose-g-AA obtained from grafting is 3,54 meq/g. Furthermore, to improve thermal and chemical resistance of cellulose-g-AA, the sampel is crosslinked using N,N?-methylenebisacrylamide (MBA) crosslinking agent.
The optimum condition is obtained at 15 kGy radiation dose and 5% MBA concentration producing 68.27% crosslinked fraction, 346,42% swelling in water and 2,99 meq/g ion exchange capacity. The crosslinking process increases acids resistance by 3%, crystallinity index by 2.12%, glass transition temperature by 20.43°C, and final decomposition temperature by 12.14oC. Crosslinked cellulose-g-AA can be used as Cu2+ adsorbent having adsorption capacity of 16.5 mg/g (initial concentration of Cu2+ 100 mg/L). This capacity is achieved with crosslinking dose of 10 kGy and MBA concentration of 3%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T34799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Handayani
"Poliester sukrosa merupakan senyawa ester karbohidrat yang memiliki berbagai fungsi, dari surfaktan hingga produk makanan rendah kalori.
Esterasam lemak sukrosa dengan derajat substitusi 1-3 dapat digunakan sebagai emulsifier pada makanan dan kosmetik. Sintesis poliester sukrosa secara enzimatik dilakukan dalam pelarut organik dan dalam keadaan terdapat sedikit air. Pada penelitian ini, ester sukrosa disintesis melalui reaksi esterifikasi antara sukrosa dengan asam lemak dari minyak kelapa dan kelapa sawit menggunakan lipase
Candida rugosa dalam n-heksana. Optimasi reaksi esterifikasi
dilakukan terhadap waktu inkubasi, temperatur, dan rasio substrat. Hasil optimasi menunjukkan bahwa waktu inkubasi optimum adalah 18 jam untuk minyak kelapa dan 12 jam untuk minyak kepala sawit, temperatur optimum pada 30 derajat celcius untuk minyak kelapa dan kelapa sawit, dan rasio mol asam lemak terhadap sukrosa optimum adalah 40:1 untuk minyak kelapa dan 64:1 untuk minyak kelapa sawit. Produk hasil esterifikasi dikarakterisasi menggunakan FT-IR. Spektrum
FT-IR menunjukkan telah terbentuknya ikatan ester, yang ditunjukkan dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1739,79/cm. Produk esterifikasi memiliki derajat esterifikasi 2.

Abstract
Sucrose polyester (SPE) is a carbohydrate ester compound that has diverse functions, from surfactant to low-calorie
food products. Sucrose fatty acid ester with the degree of
substitution 1-3 can be used as emulsifier in foods and
cosmetics. The enzymatic synthesis of sucrose polyesters can be carried out using lipase in organic solvent and contain
small amount of water. In these studies sucrose esters were
synthesized by esterification reaction between sucrose with
fatty acids from coconut and palm oil using Candida rugosa
lipase in n-hexane. Optimization esterification reaction
carried out for parameters of incubation time, temperature, and the ratio of the substrate. The optimum incubation time is at 18 hours for coconut oil and 12 hours palm oil, the optimum temperature is 30 C for coconut and palm oil, and the mole ratio of fatty acid to sucrose is 40:1 for coconut oil and 64:1 for palm oil. Esterification products were
characterized by FT-IR. The FT-IR spectrum showed the ester bond was formed as indicated by the wave number 1739.79/cm. Esterification products have 2 substitution degrees."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2012
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Nur Amalia
"Dalam penelitian ini, menggunakan serbuk limbah termoset poliester dari industri powder coating sebagai filler untuk memproduksi komposit berbasis matriks polivinil klorida (PVC) dengan tujuan untuk mendaur ulang sumber daya dengan cara yang lebih menguntungkan dan peduli lingkungan. Serbuk limbah termoset poliester yang memiliki gugus fungsi reaktif dicampur dengan PVC dan heat stabilizer divariasikan komposisi filler yang ditambahkan 30, 40, 50 dan 60 phr dan temperatur hot melt mixing pada suhu 170°C, 175°C, 180°C dan 185°C menggunakan alat two roll mill sebagai variabel dengan pengujian yang dilaksanakan adalah pengukuran tegangan permukaan dengan metode sessile drop dan Fourier Transform Infrared Spectroscopy FTIR untuk menguji interaksi antar campuran, Scanning Electron Microscopy SEM untuk melihat kompatibilitas serta keberhasilan dispersi dan distribusinya, dan Thermo Gravimetric Analysis TGA-Differential Thermal Analysis (DTA) untuk analisis termal. Pada penelitian ini diketahui bahwa penambahan filler pada hingga 50 phr dan suhu hot melt mixing pada 175°C dapat meningkatan kompatibilitas secara fisik dan kimiawi serta sifat campuran dengan indikasi peningkatan intensitas ikatan hidrogen serta distribusi dan dispersi campuran dengan pendekatan pengamatan SEM yang diolah menggunakan software ImageJ dengan plugin Near Neighbor Distance NND. Berdasarkan analisis TGA/DTA penambahan serbuk limbah termoset poliester mampu meningkatkan ketahanan termal komposit.

This study, the waste polyester thermoset polyester powder from powder coating industry was reused to produce poly(vinyl chloride) composites with the aim to recycle resources in a more profitable and environmental concern way. The waste polyester thermoset powder with functional groups on the surface was reactive to polar resins such as PVC, then mixed with additional heat stabilizer powder. The FT-IR spectrum and critical surface tension using sessile drop method were used to test the compatibility, Scanning Electron Microscopy (SEM) were used to test the compatibility, dispersive and distributive mixing, Thermo Gravimetric Analysis (TGA)-Differential Thermal Analysis (DTA) were used to analyze thermal properties. The samples were tested to study the effect of adding content of filler from 30 phr, 40 phr, 50 phr, 60 phr and also hot melt mixing parameter at temperature 170°C, 175°C, 180°C, and 185°C using two roll mill. From the study, the optimum adding content waste polyester thermoset polyester powder was up to 50 phr and temperature of hot melt mixing at 175°C can increase the compatibility physically, mechanically and also mixing characteristics (dispersive and distributive mixing) with the indication of increasing hydrogen bond. The TGA and DTA test showed that the presence of waste polyester thermoset polyester powder improved the thermal properties."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Dewanto
"Perkembangan industri yang pesat dan persaingan yang semakin sengit dan berubah dengan sangat cepat mcnyebabkan, banyak perusahaan ntanufaktur berkerja keras untuk tetap berusaha dalam meningkatkan produksi yang lebih efektif dan efisien. Keadaan ini akan menimbulkan usaha-usaha untuk menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan namun tetap dapat menghasilkan suatu produk yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan. Salah satu cara untuk menekan biaya produksi tersebut adalah usaha untuk mengurangi produk cacat atau produk yang keluar dari spesifikasi pelanggan. Dengan kata lain, kualitas yang baik menjadi suatu kunci sukses untuk tetap bertahan dalam persaingan bisnis. Demikian juga bagi PT Branta Mulia Teijin Indonesia sebagai produsen dan pemasok benang poliester atauu bahan baku pembuatan ban membutuhkan suatu strategi operasi dalam peningkatan kualitas agar tetap dapat bertahan di persaingan dunia bisnis yang semakin kompetitif.
Permasalahannya sekarang adalah PT Branta Mulia Teijin Indonesia masih menernukan terjadinya abnormalitas pada produk yang dihasilkan yaitu benang cacat secara fisik dan kualitas benang yang keluar dari spesifikasinya. Berlatar belakang permasalahan tersebut maka Penulis ingin menyampaikan suatu paparan penelitian tentang pengendalian kualitas dengan Metodologi Six Sigma untuk dapat diterapkan di PT Branta Mulia Teijin Indonesia sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapi.
Six Sigma adalah salah satu strategi operasi yang menitikberatkan pada fokus kegiatan atau proses usaha pada penciptaan produk yang mendekati sempurna. Penekanan utama dalam implementasi Six Sigma adalah mutlaknya pengukuran karena tanpa adanya pengukuran terhadap kualitas maka program Six Sigma akan menjadi sia-sia dan akan tenggelam menjadi sebuah slogan manajemen biasa.
Penelitian yang dilakukan di dalam Karya Akhir ini adalah mencoba menerapkan Metodologi Six Sigma melalui pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improvement, Control). Pendekatan tersebut sangat berguna dilakukan bagi perusahaan karena secara runtun dan sistematis diuraikan mengenai pendefinisian masalah, pengukuran kualitas yang sudah dicapai, mcnganalisa pennasalahan dan memperbaiki masalah kemudian melakukan kontrol terhadap hasil yang sudah dicapai. Dari analisa yang dilakukan didapat suatu informasi yang sangat berguna bagi perusahaan mengenai pemecahan masalah abnormalitas benang poliester yang sedang terjadi melalui pendekatan DMAIC. Pada fase pendefinisian ditemukan masalah benang cacat pada kualitas properti benang dan fisik benang. Dari hasil identifikasi ditemukan bahwa masalah kualitas properti benang yang menjadi vital few adalah kualitas tenacity, oil pick up dan shrinkage dengan faktor penyebab yaitu kondisi proses yang tidak sesuai dengan target kualitas yang diharapkan dan abnormalitas pada mesin. Identifikasi juga dilakukan terhadap masalah kualitas fisik benang dan yang menjadi vital few adalah spreaded yarn (benang penah), clipped (benang terjepit) dan sloughed (benang kusut). Adapaun faktor penyebab masalah tersebut adalah high yarn tension dan kondisi mesin winder yang kurang baik. Dengan demikian diperlukan perbaikan terhadap masalah tersebut yaitu perbaikan langsung terhadap mesin dan parameter kondisi operasi. Dengan kondisi sekarang ini, level sigma kualitas benang poliester yang dicapai masih berkisar 3 sigma artinya masih terdapat kurang lebih 66.807 kesalahan per satu juta kesempatan dan pengukuran terhadap indek Cpk juga masih dirasa kurang baik karena ada beberapa kualitas properti benang poliester yang masih mempunyai nilai indek Cpk dibawah 1,33. Dan hasil pengukuran kualitas yang dicapai pada kondisi sekarang ini maka sudah saatnya perusahaan berusaha meningkatkan kualitas yang lebih baik lagi dengan mencoba menerapkan Metodologi Six Sigma seperti yang diusulkan Penulis pada Karya akhir ini.
Penerapan Metodologi Six Sigma ini akan lebih baik lagi jika didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak perusahaan karena menyadari penlingnya pelaksanaan slrategi Six Sigma yang berdampak positif bagi kelangsungan hidup perusahaan dan karyawan. Di samping itu pula diperlukan komitmen dari pimpinan puncak karena implementasi Six Sigma pada lase awalnya lebih berat secara aspek perilaku dari pada operasionalnya sendiri. Kebanyakan perusahaan tidak terbiasa mengukur defect atau kesalahan misalnya pelanggan yang kecewa terhadap bentuk kemasan dan masih banyak hal lain yang kelihatannya sepele tetapi mempunyai dampak yang besar bagi kepuasan pelanggan.

Rapid industrial progress and increasingly keen competition, along with extremely fast changes in the business environment, have caused many manufacturing companies to work hard in maintaining a more effective and efficient production. This condition will cause more efforts to decrease production costs but it still can produce a good quality product and fulfills the customer's desires and expectations. In other words, good quality is the key to success iii business competitions.
PT Branta Mulia Teijin Indonesia as a producer and supplier of polyester threads, which are one of raw material for making tires, still finds abnormalities in its products, i.e. physically defective threads and threads which deviate from their specifications. Based on those facts, the Author would like to present the research about quality control with the Six Sigma Methodology, to be implemented at PT Branta Mulia Teijin Indonesia as a viable solution to the problem at hand.
Six Sigma is one of the operation strategy which emphasizes a focus on activities or processes to create a near-perfect product. The main emphasis on Six Sigma implementation is the exactness of measurement, because without the measurement of quality the Six Sigma program will be of no use and will degenerate into an empty management slogan.
The research that was done in this Final Thesis pertains to attempt the Six Sigma Methodology implementation through the DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improvement, Control) Approach. This approach is very useful for the company because it sequentially and systematically explains the definition of the problem, measures the quality that has been achieved, analyzes and rectifies the problems, and then controls the results achieved. The analysis will yield information that will be very useful to the company, in terms of finding a solution to the problem of polyester thread abnormality through the DMAIC approach. The result of define phase are problems of physically defective threads and threads which deviate from their specification. From the define phase found the vital few of the problem such as the quality of tenacity, oil pick up and shrinkage. The cause factors of those problems are unsuitable process conditions that are not match with the expected target and also machines abnormalities. Identification phase had also been done on physical yarn quality resulting the vital few of the problems such as spreaded yarn, clipped and sloughed. The cause factors of those problems are high yarn tension and worst winder machines conditions. Thus are needed the improvements to solve the problem such as direct improvements to solve machines problems and parameter conditions in the field. Another improvement is using FMEA implementation to solve the problem. The result of FMEA analysis are the equipments such as godet roller, traverse cam, Mo nozzles and gear pump polymer need to be improved and controlled more frequently.
The current conditions of EMTI's sigma level of the polyester thread's quality is still at approximately 3 sigma, which means that there is a probability of 66.807 defects per million opportunities, and the measurement of the Cpk index is also deemed inadequate due to the fact that there are several qualities of the polyester thread which still have Cpk index scores below 1.33. The result of the measurement of quality during present conditions shows that the company has reached a point at which it should endeavor to improve the quality of its products, by attempting to implement the Six Sigma Methodology as suggested by the Author in this Final Thesis.
The Six Sigma Methodology will be better implemented if it is fully supported by the top management of the company, due to the management's realization of the importance of implementing the Six Sigma strategy that will have a positive impact on the survival of both the company and its employees. Furthermore, a commitment from top management is needed because at initial stages the Six Sigma implementation is more difficult in its behavioral aspects than in its operational ones. Most companies are simply not accustomed to measuring defects or errors such as the customer's dissatisfaction at the shape of the product's packaging, ,ind other seemingly trivial details that may have a tremendous impact on the customer's satisfaction.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuha Dhia Fajri
"Penggunaan serat alam dapat menjadi alternatif penguat pada material komposit. Serat bambu merupakan salah satu serat alam yang dapat dijadikan penguat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan tarik dan lengkung dari komposit Polyester/ Serat Bambu Haur Hejo yang memenuhi syarat SNI 01-4449-2006 untuk papan serat. Proses alkalisasi menggunakan larutan NaOH dilakukan pada bambu Haur Hejo. Fabrikasi komposit dilakukan dengan metode laminasi basah dengan variasi fraksi berat bambu Haur Hejo sbesar 10 wt%, 20 wt%, dan 30 wt%. Uji tarik, uji lengkung, dan densitas dilakukan pada papan komposit, serta dilakukan pengamatan pada permukaan papan komposit sebelum dan sesudah pengujian.
Komposit Polyester/Serat Bambu Haur Hejo 20 wt% memiliki nilai modulus tarik tertinggi yaitu (377,9 ± 38,7) MPa, nilai ini 66,05% lebih tinggi dari nilai modulus tarik Polyester. Nilai modulus lengkung tertinggi terdapat pada komposit Polyester/Serat Bambu Haur Hejo 30 wt% sebesar (3128,9 ± 341,5) MPa. Semua Komposit yang dihasilkan termasuk dalam kategori Papan Serat Kerapatan Tinggi mengacu pada standar SNI 01-4449-2006 dengan densitas komposit > 0,84 g/cm3. Hasil pengamatan morfologi komposit memperlihatkan adanya void, yang mungkin menyebabkan penurunan modulus dan kuat tarik untuk komposit dengan fraksi berat lebih dari 10 wt%.

The use of natural fibers can be an alternative reinforcement in composite materials. Bamboo fiber is one of the natural fibers that can be used as reinforcement. This study aims to determine the tensile and flexural strength of Haur Hejo bamboo fiber/polyester that meets the requirements of SNI 01-4449-2006 for fiberboard. The alkalization process using NaOH solution was carried out on Haur Hejo bamboo. Composite fabrication was carried out by wet lamination method with a variation of Haur Hejo bamboo weight fraction of 10 wt%, 20 wt%, and 30 wt%. Tensile test, bending test, and density were carried out on composite, and observations were made on the composite surface before and after testing.
Haur Hejo Bamboo Fiber / Polyester Composite 20 wt% has the highest modulus of tensile value (377.9 ± 38.7) MPa, this value is 66.05% higher than Polyester tensile modulus. The highest flexural modulus is found in Haur Hejo Bamboo Fiber/Polyester Composite 30% wt% composite at (3128.9 ± 341.5) MPa. All Composites produced are included in the category of High Density Fiber Board referring to SNI 01-4449-2006 standard with composite density> 0.84 g/cm3. Composite morphology observations show voids, which might cause a decrease in modulus and tensile strength for composites with a weight fraction of more than 10 wt%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>