Ditemukan 160436 dokumen yang sesuai dengan query
"Pencucian uang atau money laundering secara sederhana diartikan sebagai suatu proses menjadikan hasil kejahatan (proceed of crime) atau disebut uang kotor (dirty money) misalnya hasil dari obat bius, korupsi, pengelakan pajak, judi, penyelundupan dan lain-lain. ...."
IKI 2:11 (2006)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Halif
"
ABSTRAKDalam surat dakwaan Putusan Nomor 57/PID.SUS/2014/PN.SLR, penuntut umum mendakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang tanpa bersamaan dengan pasal tindak pidana asal, sebagaimana diatur secara limitatif dalam Pasal 2 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal yang demikian berdampak kepada hakim dalam membuktikan unsur tindak pidana pencucian uang yang diketahui atau patut diduga hasil dari tindak pidana asal. Permasalahan yang menarik untuk dianalisis adalah 1) mengapa penentuan bentuk dakwaan menjadi penting dalam tindak pidana pencucian uang?; dan 2) bagaimanakah hakim membuktikan unsur tindak pidana pencucian uang jika tindak pidana asal tidak didakwakan? Untuk menganalisis permasalahan tersebut digunakanlah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penentuan bentuk dakwaan dalam tindak pidana pencucian uang menjadi dasar bagi hakim untuk menentukan sistem pembuktian dalam membuktikan unsur. Dengan pembuktian yang tepat hakim dapat membuktikan unsur tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu, penyusunan surat dakwaan yang tepat dalam tindak pidana pencucian uang menjadi hal yang sangat penting."
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Utami Triwidayati
"Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) dibentuk dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia. Lembaga yang dibentuk dalam praktik internasional di bidang pencucian uang yang sejenis dengan PPATK disebut dengan nama generic Financial Intelligence Unit (FIU). FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang. Pencucian uang dipergunakan sebagai istilah yang menggambarkan investasi uang atau transaksi uang secara lain, yang berasal dari kegiatan kejahatan terorganisir, transaksi tidak sah di bidang narkotika, dan sumber-sumber tidak sah lainnya, dengan tujuan investasi atau transaksi agar uang tersebut melalui saluran-saluran sah, sehingga sumber asli (asal) tidak dapat dilacak kembali (penghapusan jejak untuk menelusuri sumber asal uang tidak sah). Tindak pidana dan kejahatan banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang semakin canggih dan harganya yang terjangkau seringkali dipergunakan sebagai alat bantu melakukan kejahatan. Modus operandi kejahatan seperti ini, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai status sosial menengah ke atas dalam masyarakat, bersikap tenang, simpatik serta terpelajar. Dengan mempergunakan kemampuan, kecerdasan, kedudukan serta kekuasaannya, seorang pelaku tindak pidana dapat meraup dana yang sangat besar untuk keperluan pribadi atau kelompoknya saja. Modus kejahatan inilah yang dikenal dengan kejahatan kerah putih atau white collar crime. Praktik pencucian uang merupakan tindak pidana yang amat sulit dibuktikan. Hal ini dikarenakan kegiatannya yang amat kompleks dan beragam, akan tetapi para pakar telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang ini ke dalam tiga tahap yang masing-masing berdiri sendiri tetapi seringkali juga dilakukan secara bersama-sama yaitu, placement, layering, dan integration.
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC) was established with the authority to implement a policy of prevention and eradication of money laundering at a time to build anti-money laundering regime in Indonesia. Institutions established in international practice in the field of money laundering that are similar to the PPATK called by the generic name of the Financial Intelligence Unit (FIU). FIU is a permanent institution to handle the special problem of money laundering. Money laundering is used as a term that describes the investment of money or other money transactions, which originated from organized crime activities, the transaction is not valid in the field of drug, and resources are not legitimate other, with the purpose of investment or transaction that the money through legal channels , So the original source (origin) can not be tracked back (to browse the elimination of trace source of the money is not valid). Criminal acts and crimes are influenced by the development of more advanced technology and affordable prices, which are often used as a tool to do evil. The modus operandi of crime such as this, can only be done by people who have social status in the middle of the community, easygoing, sympathetic and erudite. With practice skills, intelligence, position and power, the perpetrator of a criminal acts meraup funds that can be very large for personal or group only. Mode of crime is known as the white-collar crime or white collar Crime. Practice of money laundering is a criminal offense that is very difficult to prove. This is because the activities are extremely complex and varied, but experts have successfully characterize the process of money laundering is in three phases, each standing alone but also often done together, namely, placement, layering, and Integration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22526
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Haryo Kusumobroto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip kerahasian bank di Indonesia dan pelaksanaan prinsip ini dalam kaitanya dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.dan bentuk pengecualian ketika terdapat indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan bank serta fungsi PPATK sebagai salah lembaga yang berfungsi untuk mencegah terjadinya praktik Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia.
Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif. Dengan pendekatan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, penelitian ini juga menggunakan bahan hukum sekunder yang terdiri dari berbagai macam bahan bacaan yang terkait dengan judul penelitian seperti buku-buku mengenai tindak pidana pencucian uang, artikel - artikel, jurnal - jurnal, literatur lain sebagai pendukung dan peneliti melakukan wawancara dengan kepada pihak yang dianggap kompeten memberikan keterangan mengenai objek yang diteliti.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Keberhasilan penerapan Customer Due Diligence (CDD) dan pemenuhan kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya pada dasarnya merupakan penentu awal dari keberhasilan penanganan tindak pidana money laundering. PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan sangat membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh aparat yang berwenang melalui analisis laporan-laporan yang diterima PPATK.
The purpose of this research is to understand the implementation of confidentiality principle in Indonesian banks and its implementation with respect to money laundering activities and its exception and the function of Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK) as a governmental body that enforces prevention of money laundering practice in Indonesia. The nature of this thesis research is normative-judicial while utilizing an analytical-descriptive approach. The primary data collection method is from bibliographical sources, whilst also utilizing data from secondary sources that include books on money laundering subject, articles, journals other supporting literatures and interviews with sources of sufficient competency on the subject. Analysis conducted by the author concludes that the successfulness of Customer Due Diligence (CDD) and implementation and fulfilment of suspicious financial transaction reporting by banks and other financial institutions basically functions as a preliminary indicator for the successfulness in tackling money laundering activities. PPATK, as a financial intelligent body is nothing short of being helpful in preventing and combating money laundering activities carried out by the authority officials through report analysis received by PPATK."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ichsan Syaidiqi
"Tesis ini membahas tentang penanganan kejahatan perdagangan satwa liar melalui pendekatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Pidana Pencucian Uang. Kejahatan perdagangan satwa liar saat ini dalam penanganannya masih menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penggunaan cara konvensional tersebut dinilai tidak lagi relevan dalam menangani kejahatan perdagangan satwa liar yang sangat kompleks dewasa ini. Pendekatan menggunakan rezim anti pencucian uang digadang-gadang sebagai salah satu alternatif baru dalam penanganan kejahatan perdagangan satwa liar. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif baik dengan penggunaan pendekatan undang-undang dan kasus. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa rezim anti money laundering di Indonesia sebenarya secara normatif sudah memadai untuk menindak kejahatan perdagangan satwa liar dan penindakan terhadap kejahatan perdagangan satwa liar dapat dilaksanakan. Akan tetapi dalam tatanan pelaksanaannya pendekatan ini masih belum terlalu diprioritaskan, kemudian juga perlu diperhatikan pengaturan tentang predicate crime yang dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 seharusnya harus segera direvisi menimbang agar dapat mencakup kejahatan perdagangan satwa liar sebagai financial motivated crime.
This thesis discusses the handling of wildlife trade crime through the approach of Act No. 8 of 2010 concerning the Eradication and Prevention of Money Laundering Crimes. Crimes against wildlife trafficking are currently still being dealt with using Act Number 5 of 1990 concerning Conservation of Living Natural Resources and Ecosystems. The use of conventional methods is considered no longer relevant in dealing with wildlife crime that is very complex today. The approach of using an anti-money laundering regime is predicted as a new alternative in handling wildlife trade crime. In this research using normative juridical legal research methods both with the use of a law and case approach. Based on the findings in this study, it can be concluded that the anti-money laundering regime in Indonesia is normatively sufficient to take action on wildlife trade crimes and the enforcement of wildlife trade crimes can be carried out. However, in the order of its implementation, this approach is still not prioritized, then it is also necessary to pay attention to the regulation of predicate crime which in this case is regulated in ActNumber 5 of 1990 should be immediately revised considering that it can cover wildlife trade crime as financially motivated crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siahaan, Nommy H.T.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005
345.023 SIA p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Dastie Kanya
"Pencucian uang merupakan fenomena yang aktual di industri perbankan hingga saat ini. Tindakan yang tidak pernah terlepas dari tindak pidana asalnya ini pun telah dikriminalisasi di Indonesia. Dengan begitu berarti masyarakat mulai menyadari akan bahaya dan kerugian yang diakibatkan dari tindakan ini. Guna mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, Indonesia telah membentuk suatu lembaga independen yang bernama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau yang dikenal dengan PPATK.
Tulisan ini membahas mengenai peran dan fungsi dari PPATK dalam melakukan penegakan hukum atas adanya tindak pidana pencucian uang dengan mengambil contoh kasus pencucian uang yang diduga dilakukan oleh oknum pegawai Citibank Indonesia. Pokok permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang meliputi studi kepustakaan dan wawancara dan kemudian menghasilkan kesimpulan bahwa peran dan fungsi PPATK dalam kasus ini lebih mengarah kepada peran yang bersifat represif yakni penanganan atas tindak pidana pencucian uang itu sendiri. Peran dari PPATK ini juga membantu aparat penegak hukum untuk membuktikan bahwa memang benar oknum pegawai Citibank tersebut dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Money laundering is recently an actual phenomenon in banking industry. The action that has never been apart from the predicate crime has been criminalized in Indonesia. Therefore, the society begins to recognize the danger and losses caused by this action. To prevent and expel the money laundering, Indonesia has established an independent agency called The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center known as INTRAC. This paper discusses the role and function of INTRAC in enforcing the law of money laundering by taking samples of suspected cases, carried out by individual employees of Citibank Indonesia. The principal problem is answered by using normative juridical research method, which includes literature studies and interviews. It leads to the conclusion that the role and function of INTRAC in this case is more directed to the repressive role of the handling on money laundering itself. The role of INTRAC has also helped law enforcement officials to prove that the individual employees of Citibank might be entangled with Article 3 of Law Number 8 Year 2010 concerning The Prevention and Eradication of The Crime of Money Laundering."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S555
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Ni Komang Wiska Ati Sukariyani
"PPATK dalam konstruksi UU TPPU ditempatkan sebagai focal point, yang memiliki fungsi utama dalam menyediakan dan memberikan informasi intelijen keuangan kepada aparat penegak hukum tentang dugaan tindak pidana pencucian uang atau dugaan tindak pidana asal. Informasi inteljien dimaksud merupakan hasil analisis PPATK yang diperoleh dari berbagai sumber termasuk Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) yang diberikan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Laporan pembawaan uang tunai yang dilaporkan oleh Bea dan Cukai serta informasi dari Financial Inteljen Unit negara lain. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang meliputi studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan: Bagaimanakah proses hasil analisis PPATK terhadap laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang diterima oleh PPATK' Bagaimanakah peranan hasil analisis PPATK dalam rangka pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang' Apakah kendala yang dihadapi PPATK dalam membuat hasil analisis secara optimal' PPATK melakukan analisis dari laporan yang dikirimkan oleh Penyedia Jasa Keuangan dan informasi atas suatu transaksi keuangan mencurigakan dari berbagai sumber. Hasil analisis tersebut dituangkan dalam dokumen hasil analisis berupa Laporan Hasil Analisis. Atas hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang maka PPATK akan menyampaikan Laporan Hasil Analisis tersebut kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Secara umum hasil analisis memiliki peranan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dalam pelaksanaannya, PPATK mengalami kendala baik secara internal ataupun eksternal dalam menghasilkan laporan hasil analisis yang optimal. Kerjasama dan koordinasi semua pihak sangat diperlukan dalam membangun rezim anti pencucian uang.
INTRAC has the position as focal point on money laundering's law. INTRAC has main responsibility to provide financial intelligence analysis to the law enforcement agencies about indication of criminal action in money laundering and its predicate crime. The intelligence information produced by INTRAC comes from various sources of information, including Suspicious Transaction Report, Cash Transaction Report that are provided by the provider of financial services and Cross-Border Cash carrying Information provided by Directorate General of Customs and Excise, and also information given by Financial Intelligence Unit from other countries. This research is utilizing a legal normative research method by literature research on books, regulations, manuals, and interviewing several sources. This research is aimed to answer these questions: How is the process of analysis in INTRAC for the received Suspicious Transaction Report' What is the role of INTRAC's analysis in order to prevent and eradicate money laundering cases' What is the obstacle to produce INTRAC's analysis optimally' INTRAC conducting analysis based on report provided by the provider of financial services and other relevant information from various sources. The analysis result summarized on one document called Report of Analysis Result. If analysis result indicated there is potential criminal action on money laundering, INTRAC has to submit the report to law enforcement agencies to set up legal action. In general, analysis result has an important role to prevent and eradicate criminal action in money laundering. But in order to produce an optimal analysis result, INTRAC facing internal and external constraints. Coordination and collaboration among related agencies in charge in money laundering cases are very important to develop good money laundering regimes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27436
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Carolina
"Penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ternyata belum dapat membatasi ruang gerak peredaran uang haram melalui perbankan yang beroperasi di Indonesia. Semua pihak masih pesimis apakah undang-undang ini akan mampu mengurangi praktik pencucian uang di Indonesia, sebab penegakan hukum di negara ini masih sangat lemah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apa pengertian dari pencucian uang dan transaksi keuangan mencurigakan, peranan perbankan dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU dan peranan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengembangkan wawasan studi hukum tentang kegiatan pencucian uang (money laundering) dan menyebarluaskan pengetahuan tentang pencucian uang dan penanggulangannya kepada masyarakat luas.
Penulisan ini dilakukan dengan metode penelitian yang bertitik tolak pada penulisan secara deskriptif analitis. Data yang diperoleh meliputi berhagai macam literatur hukum, pendapat ahli hukum yang ditulis dalam buku ataupun majalah serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah ini, khususnya Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan peraturanperaturan mengenai prinsip mengenal nasabah. Selain itu data juga diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pejabat yang berwenang dan ahli di bidangnya di Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profit dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dan nasabah yang bersangkutan, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17038
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Martin Binar Ebenezer
"Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kewenangan penyidik dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri aset korporasi terkait tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Pencucian uang adalah kejahatan serius yang merusak stabilitas ekonomi dan integritas sistem keuangan. Dalam upaya pemberantasannya, peran penyidik dan PPATK sangat penting. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif untuk menganalisis regulasi mengenai kewenangan penyidik dan PPATK serta penerapannya dalam praktik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyidik dan PPATK memiliki kewenangan luas dalam menelusuri dan menganalisis aset korporasi yang diduga terlibat dalam pencucian uang. Penyidik berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, penyitaan aset, dan pemblokiran rekening. Di sisi lain, PPATK bertugas mengumpulkan, menganalisis, dan menyebarluaskan informasi keuangan yang mencurigakan. Kolaborasi antara keduanya sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum. Penelitian ini juga mengidentifikasi kendala dalam penelusuran aset korporasi, seperti keterbatasan akses informasi dan kerjasama internasional. Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa optimalisasi kewenangan penyidik dan PPATK serta peningkatan koordinasi antar lembaga terkait dapat memperkuat upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang. Rekomendasi yang diajukan meliputi peningkatan kapasitas penyidik dan PPATK, pembaruan regulasi yang mendukung kerjasama internasional, dan penguatan mekanisme pemantauan serta evaluasi pelaksanaan tugas penyidik dan PPATK.
This paper aims to examine the authority of investigators and the Financial Transaction Reports and Analysis Center (PPATK) in tracing corporate assets related to money laundering in Indonesia. Money laundering is a serious crime that damages economic stability and the integrity of the financial system. In the effort to eradicate it, the role of investigators and PPATK is very important. This research uses a normative juridical method with a descriptive approach to analyze regulations regarding the authority of investigators and PPATK and their application in practice. The results show that investigators and PPATK have broad authority in tracing and analyzing corporate assets suspected of being involved in money laundering. Investigators are authorized to conduct investigations, investigations, asset seizures, and account blocking. On the other hand, PPATK is tasked with collecting, analyzing, and disseminating suspicious financial information. Collaboration between the two is necessary to improve the effectiveness of law enforcement. This research also identifies obstacles in tracing corporate assets, such as limited access to information and international cooperation. The conclusion of this study states that optimizing the authority of investigators and PPATK and increasing coordination between related institutions can strengthen law enforcement efforts against money laundering crimes. Recommendations include increasing the capacity of investigators and PPATK, updating regulations that support international cooperation, and strengthening monitoring and evaluation mechanisms for the implementation of the duties of investigators and PPATK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library