Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63615 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Prinsip kebebasan hakim merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya negara hukum RI, sebagaimana yang dikehendaki pasal 24 UUD 1945. Prinsip kebebasan hakim dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, maka dapat memberikan pengertian bahwa hakim dalam menjalankan tugas kekuasaan kehakiman tidak boleh terikat dengan apapun dan atau tertekan oleh siapapun, tetapi leluasa untuk berbuat apa pun. Prinsip kebebasan hakim merupakan suatu kemandirian atau kemerdekaan yang dimiliki oleh lembaga peradilan demi terciptanya suatu putusan yang obyektif dan imparsial. Para hakim di Indonesia memahami dan mengimplementasikan makna kebebasan hakim sebagai suatu kebebasan yang bertanggung jawab, kebebasan dalam koridor ketertiban peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman sesuai hukum acara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa dipengaruhi oleh pemerintah, kepentingan, kelompok penekan, media cetak, elektronik, dan individu yang berpengaruh."
JK 12:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Hanifah
"Peran hakim dalam pengaplikasian hukum di masyarakat sangatlah berpengaruh. Hakim sebagai penegak hukum diharapkan dapat membawa hukum kedalam ranah yang lebih efektif dan efisien melalui putusannya. Peran hakim dalam pengaplikasian hukum di masyarakat sangatlah berpengaruh. Hakim sebagai penegak hukum diharapkan dapat membawa hukum kedalam ranah yang lebih efektif dan efisien melalui putusannya. Serta hakim harus dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan guna untuk menciptakan kondisi yang stabil. Akan tetapi, jika kedudukan hakim dalam pengadilan tidak memiliki kebebasan dan kemandirian dalam menginterpretasikan atau menafsirkan kasus hukum maka yang terjadi adalah hukum akan berjalan kurang efisien dan efektif. Oleh sebab itu, diperlukannya suatu pemikiran baru mengenai kedudukan hakim dalam pengadilan untuk menjadi lebih bebas dan mandiri, sebagai suatu solusi atas lambatnya perkembangan peraturan perundang-undangan yang berakibat pada keefisienan dan keefektifan hukum. Sehingga penelitian ini menawarkan pemikiran aliran realisme hukum sebagai bentuk respon atas keterlambatan perkembangan peraturan perundang-undangan, dan ketidakefesienan dan keefektifan hukum. Metode yang digunakan adalah analisis kritis konseptual sebagai metode utamanya dengan pembacaan buku-buku atau teks-teks yang berkaitan dengan aliran realisme hukum. Melalui pembacaan teks-teks tersebut, aliran realisme hukum akan dikaji dan dikritisi kembali dan dapat disimpulkan bahwa kedudukan hakim memang miliki pengaruh besar terhadap perkembangan hukum, keefektifan dan keefesienan serta nilai putusan yang terbuka dan adil

The role of the judge in the application of law in the community is very influential. Judges as law enforcers are expected to bring the law into a more effective and efficient domain through their decisions. The role of the judge in the application of law in the community is very influential. Judges as law enforcers are expected to bring the law into a more effective and efficient domain through their decisions. And judges must be able to maintain public trust in the court in order to create stable conditions. However, if the judge 39 s position in the court does not have freedom in interpreting legal cases, what happens is that the law will run less efficiently and effectively. Therefore, a new thought is needed about the position of judges in the courts to become more free and independent, as a solution to the slow development of legislation that results in the efficiency and effectiveness of the law. So that this research offers the thought of the legal realism as a form of response to delays in the development of laws and regulations, and inefficiencies and ineffectiveness of the law. The method used is conceptual critical analysis as the main method with reading books or texts relating to the legal realism. Through reading these texts, the legal realism will be reviewed and criticized again and it can be concluded that the position of judges does have a major influence on the development of the law, effectiveness and efficiency and the value of decisions that are open and fair. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjia, Siauw Jan
"Penelitian ini membahas mengenai mengenai Kebijakan Dualisme Pembinaan Pengadilan Pajak Terhadap Kebebasan Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Sengketa Pajak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah Undang Undang Pengadilan Pajak tidak sesuai dengan Undang Undang Kekuasaan Kehakiman, oleh karena itu perlu diadakannya perubahan Undang Undang Pengadilan Pajak agar sesuai dengan Undang Undang Kekuasaan Kehakiman sedangkan kebijakan dualisme pembinaan pengadilan pajak tidak berimplikasi pada kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak serta kepastian hukum dan keadilan bagi Wajib Pajak.

This research discuss regarding The Duality of Development Policy And Effect on The Independence of Tax Court Judge Due To Review And Make Final Decision On Tax Dispute Settlement. This research is a qualitative descriptive research type of analysis.
The Results of this study is Tax Court?s Constitution is not rely on Judicial Power Constitution , it is suggested to make amandment of Tax Court Constitution therefore the duality of development Policy do not affect to independence of tax court judge, law enforcement and justice to tax payer due to dispute settlement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30291
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan
"Kemerdekaan hakim, menjadi harapan semua orang, untuk diimplementasikan dalam sistem peradilan Indonesia, dalam rangka mencapai peradilan yang imparsial. Peranan hakim dalam interaksi hukum dengan masyarakat perlu mendapatkan kemerdekaan, dengan kemerdekaan, vonis-vonis hakim ada jaminan obyektif dan accountable, yang pada akhirnya dapat melahirkan keadilan di masyarakat, khususnya keadilan bagi setiap pencari keadilan. Profesi Hakim adalah profesi yang mulia atau Officium nobille, kondisi ini menempatkan status hakim di masyarakat juga tinggi. Perlu dimengerti, di tangan hakim, hukum menjadi awal terciptanya keadilan, dan ditangan hakim juga, hukum dapat menjadi awal ketidakadilan.
Dengan kemerdekaan yang dimiliki, hakim wajib menimbang secara benar setiap sengketa hukum, agar hukum berjalan sesuai harapan masyarakat. Kemerdekaan hakim dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia UUD 1945, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman UU No 4 Tahun 2004, dan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) UU No 8 Tahun 1981. Lalu, apakah yang dimaksud dengan kemerdekaan hakim, khususnya dalam perkara pidana, dan apakah kemerdekaan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara pidana itu bersifat mutlak? Jawabannya akan diulas dalam skripsi ini.

Independence of judge, becoming everybody expectation, to isn't it in Indonesia system of judicatures, for the agenda of reaching jurisdiction which is impartial. Role of judge in interaction punish with society require to get independence, with independence, adjudge judge there [is] objective guarantee and accountable, what in the end can bear justice [in] society, specially justice for every searcher of justice. Profession Judge are Excellency profession or of Officium nobille, condition of this place judge status [in] high society also. Require to understand, on-hand judge, law become early justice creation, and on hand judge also, law can become early fairness.
With independence had, judge [is] obliged to consider correctly each every law dispute, [so that/ to be] law walk it to society. Independence of judge guaranteed by Constitution State Republic Of Indonesia of UUD 1945, [Code/Law] Judicial Power of UU No 4 Year 2004, and [Code/Law] Procedure Of Criminal (KUHAP) UU No 8 Year 1981. Last, what is such with independence of judge, specially in criminal, and whether independence of judge in checking and judging that criminal have the character of absolutely? Answer of will be commented in this handing out."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pudia Hwai Willy Wibowo
"Mahkamah Pelayaran merupakan lembaga quasi yudisial yang melaksanakan fungsi yudisial (mengadili) dalam hal terjadinya kecelakaan kapal, walaupun tidak termasuk peradilan yang secara limitatif diatur dalam Undang- Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. Permasalahan muncul saat pihak yang diperiksa dan dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Pelayaran ternyata diproses kembali secara pidana dan kemudian dalam penjatuhan sanksi pidananya, hakim juga menggunakan putusan Mahkamah Pelayaran sebagai bahan pertimbangannya dalam menjatuhkan putusan. Walaupun begitu ternyata dua kali pemrosesan tidak melanggar asas Ne Bis In Idem dengan tidak terpenuhi dua syarat keberlakuannya, serta penggunaan putusan Mahkamah Pelayaran tidak akan melanggar asas Non-Self Incrimination tergantung dari cara penggunaannya.

Voyage Court is a quasi-judicial institution which perform judicial functions (try) in the event of ship accident, although not included in the limitative regulated court in the Law of Judicial Power. Problems arise when party are examined and sanction by the Voyage Court turned out to be processed again in a Criminal Court and at the imposition of criminal sanctions, the judge also uses Voyage Court decision as a consideration material for its decision. Although the twice processing itself does not violate the principle of Ne Bis In Idem with some of the unmet requirements and the use of Voyage Court decision would not violate the principle of Non-Self-Incrimination depending on how to use it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22602
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Robbi Irfani Maqoma
"Skripsi membahas aturan kriminalisasi hakim agung dalam memutus perkara yang tertuang dalam Pasal 98 juncto Pasal 97 huruf a, b dan c Rancangan Undang Undang tentang Mahkamah Agung (RUU MA) dikaitkan dengan kriteria kriminalisasi yang dinyatakan sejumlah pakar hukum pidana dan asas lex certa. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang berbentuk yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan aturan kriminalisasi hakim agung tidak sesuai dengan kriteria kriminalisasi. Hasil penelitian menunjukan dalam doktrin klasik, aturan kriminalisasi hakim agung tidak memenuhi asas lex certa. Jika menurut doktrin modern,aturan kriminalisasi tersebut memenuhi asas lex certa selama peran pemenuhannya juga menjadi tanggung jawab penegak hukum.

Thesis discusses criminalization of supreme judge rule on deciding case under Article 98 juncto Article 97 a, b and c Law on the Supreme Court Act (Draft) associated with criminalization criteria stated by law experts and the principle of lex certa. This is a normative research described form of literature studies. Results showed criminalization rule (Draft) of Supreme Judge didnt match with criteria of criminalization. According to classical doctrine, criminalization rule (draft) of supreme judge didnt meet lex certa principle. But according to modern doctrine, criminalization rules did match with lex certa principle within responsibility of judge to fulfill it."
Universitas Indonesia, 2014
S53476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haykal
"Bahwa syarat-syarat sah perjanjian di Indonesia yang sebagaimana diatur dalam KUHPerdata belumlah cukup memberikan keadilan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian. Oleh karena itu, muncul ajaran penyalahgunaan keadaan sebagai “batasan” baru dalam memberikan keadilan bagi para pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, khususnya bagi pihak yang lebih lemah. Meskipun dalam praktiknya ajaran ini telah digunakan oleh hakim-hakim di Indonesia, akan tetapi sebenarnya ajaran penyalahgunaan keadaan di Indonesia belum diatur dengan suatu peraturan perundang-undangan. Berbeda halnya dengan di negara Belanda dan Jerman yang dimana ajaran penyalahgunaan keadaannya telah diatur dalam suatu ketentuan tertulis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pendekatan hakim di Indonesia dalam memutus perkara penyalahgunaan keadaan di pengadilan dan kemudian mengaitkannya dengan pendekatan hakim dalam memutus perkara penyalahgunaan keadaan di negara Belanda dan Jerman. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normatif dimana yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, termasuk sumber hukum primer dan sekunder. Bahwa dari penelitian ini, diperoleh kesimpulan yaitu ternyata terdapat perbedaan diantara hakim-hakim di Indonesia dalam menilai ada atau tidaknya penyalahgunaan keadaan dalam memutus suatu perkara di pengadilan. Beberapa diantaranya ada yang menggunakan pendekatan yang digunakan di Belanda, namun ada juga yang menggunakan pendekatan yang digunakan di Jerman. Oleh karena itu, ajaran penyalahgunaan keadaan di Indonesia seharusnya diatur dalam suatu pengaturan sehingga penilaian hakim-hakim di Indonesia dalam memutus perkara penyalahgunaan menjadi seragam.

The conditions for agreement to be valid in Indonesia as state in Indonesia code civil are not enough to give fairness for the parties who make a contract. Therefore, undue influence doctrine has been emerged as a new “barrier” to give fairness for the parties who make a contract, especially for the weaker parties. Although in practice, this doctrine has been used by judges in Indonesia, however undue influence in Indonesia has not put on any regulation yet. It is different with Netherland and Germany which undue influence doctrine has been put on their written provisions already. The purpose of this research is to see how the Indonesian judge’s approach in deciding undue influence cases in court and then relating with the judge’s approach when deciding undue influence cases in Netherland and Germany. This research is a normative juridical research where only library materials or secondary data are researched. From this research, it can be concluded that there are differences among Indonesia’s judges in assessing whether there is or isn’t undue influence when deciding a case in court. Some of them are using the approach that used in Netherland, but some are using the approach that is used in Germany. Therefore, undue influence doctrine in Indonesia should be regulated in a regulation so that judge’s judgment in Indonesia when deciding undue influence cases become uniform."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibuea, Yan Maranata
"Salah satu alat bukti dalam hukum acara perdata berdasarkan pada pasal 164 HIR adalah persangkaan Persangkaan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah khusus mengenai persangkaan hakim Dalam praktek peradilan perdata di Indonesia alat bukti persangkaan hakim ditarik dengan menyusun peristiwa peristiwa yang telah terbukti untuk membuktikan peristiwa yang belum terbukti dengan penuh kewaspadaan Skripsi ini akan membahas mengenai peraturan yang mengatur mengenai persangkaan dan pendapat para ahli hukum untuk mendapatkan pemahaman mengenai persangkaan yang relevan sebagai alat bukti Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif Skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan dipadu dengan wawancara narasumber Kesimpulan yang penulis dapatkan antara lain yang menjadi batasan batasan penggunaan persangkaan hakim agar relevan sebagai alat bukti adalah persangkaan hakim harus didasarkan pada alat bukti lain didasarkan pada peristiwa yang telah terbukti peristiwanya tidak bertentangan dan digunakan ketika tidak ada alat bukti langsung.

One of the evidences in The Civil Procedural Law based on article 164 HIR is Presumption The presumption that will be elaborated in this thesis is specialy about Presumption of Fact In the Civil Court practices in Indonesia Presumption of Fact is concluded by constructing the events that have been proven to proof the event that has not been proven yet with caution This thesis will elaborate the regulations governing The Presumption of Fact and the opinion of legal experts about it so that we can get the concept about presumption of fact that relevant as an evidence The writing method used in this thesis is literature study that using the normative juridicial approach This thesis using literature research method and combined with sources interviews The conclusion of this thesis is to use the persumption of fact that relevant as an evidence are the presumption of fact must based on the other evidences based on the fact that have been proofen the relation of the facts and used when there is no exact evidence "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Karina Puspitawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S22062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>