Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudhisman Imran
"[Latar Belakang. Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab stroke iskemik yang diawali dengan terjadinya disfungsi endotel akibat dari peningkatan stress oksidatif oleh reactive oxygen species (ROS). Proses ini mengakibatkan penebalan komplek intima media (KIM) pada pembuluh darah karotis. Vitamin C (antioksidan) berperan dalam proteksi terhadap stress oksidatif dengan mencegah oksidasi LDL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar dan asupan vitamin C dengan ketebalan komplek intima-media, sehingga konsumsi makanan yang tinggi vitamin C diharapkan dapat menghambat perjalanan aterosklerosis.
Metode. Desain penelitian adalah potong lintang untuk mengetahui gambaran kadar dan asupan vitamin C dengan komplek intima media penderita stroke iskemik onset sampai dengan 2 minggu. Subjek penelitian sejumlah 40 orang didapatkan di ruang rawat inap, poli neurologi dan IGD RSCM. Dilakukan wawancara pola maka melalui metode food recall, pemeriksaan laboraturium kadar vitamin C plasma dan USG carotis doppler.
Hasil. Didapatkan kadar rerata vitamin C plasma sebesar 0,13 ± 0,11mg/dl dan rerata asupan vitamin C yang dikonsumsi pasien perhari dalam 1 minggu terakhir SMRS adalah 102 ±74mg. Rerata ketebalan komplek intima media pada subyek penelitian adalah 0,98 ± 0,23mm. Tidak terdapat hubungan antara rerata kadar Vitamin C plasma dengan ketebalan komplek intima media dan asupan vitamin C. Terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan ketebalan komplek intima media (p = 0,05).
Simpulan. Kadar rerata vitamin C plasma pada penderita stroke iskemik lebih rendah dari nilai normal. Rerata ketebalan komplek intima media pada pasien stroke lebih tinggi dibandingkan nilai normal. Asupan vitamin C yang tinggi memiliki kemungkinan ketebalan kompleks intima media yang tidak menjadi semakin tebal.;Background. Atherosclerosis is one of the cause of ischemic stroke that is initiated by endothelial dysfuncion caused by increased oxidative stress from reactive oxygen species (ROS). This process leads to the thickening of intima media complex within the carotid arteries. Vitamin C, an antioxidant, plays a protective role against oxidative stress by preventing LDL oxidation. This research is aimed to study the level and intake of vitamin C in relation to intima media complex thickness so that high vitamin C intake is expected to decelerate the atherosclerotic process.
Method. This research is a cross-sectional study to know the level and intake of vitamin C in relation to the thickness of intima media complex in ischemic stroke patients at the time of onset until 2 weeks after the onset. This study recruited 40 patients from the inpatient, outpatient, and emergency deparments of Cipto Mangunkusumo hospital. Daily food consumption was assessed using food recall interview method. The serum vitamin C level was measured in the laboratorium and the intima media thickness was assessed using carotid doppler sonogram.
Result. The mean serum vitamin C level was 0.13 ± 0.11mg/dL and the mean daily vitamin C intake within the last week before hospital admission was 102 ±74mg. The mean intima media thickness was 0.98 ± 0.23mm. There was no relation between the mean serum vitamin C level with the thickness of intima media complex and vitamin C intake. There was a significant relation between vitamin C intake and the intima media thickness (p = 0.05).
Conclusion. The mean serum vitamin C level in ischemic stroke patient was lower than normal level. The mean inima media complex thickness in stroke patients was higher than normal thickness. High vitamin C intake may have a preventive relation in intima media complex thickening., Background. Atherosclerosis is one of the cause of ischemic stroke that is initiated by endothelial dysfuncion caused by increased oxidative stress from reactive oxygen species (ROS). This process leads to the thickening of intima media complex within the carotid arteries. Vitamin C, an antioxidant, plays a protective role against oxidative stress by preventing LDL oxidation. This research is aimed to study the level and intake of vitamin C in relation to intima media complex thickness so that high vitamin C intake is expected to decelerate the atherosclerotic process.
Method. This research is a cross-sectional study to know the level and intake of vitamin C in relation to the thickness of intima media complex in ischemic stroke patients at the time of onset until 2 weeks after the onset. This study recruited 40 patients from the inpatient, outpatient, and emergency deparments of Cipto Mangunkusumo hospital. Daily food consumption was assessed using food recall interview method. The serum vitamin C level was measured in the laboratorium and the intima media thickness was assessed using carotid doppler sonogram.
Result. The mean serum vitamin C level was 0.13 ± 0.11mg/dL and the mean daily vitamin C intake within the last week before hospital admission was 102 ±74mg. The mean intima media thickness was 0.98 ± 0.23mm. There was no relation between the mean serum vitamin C level with the thickness of intima media complex and vitamin C intake. There was a significant relation between vitamin C intake and the intima media thickness (p = 0.05).
Conclusion. The mean serum vitamin C level in ischemic stroke patient was lower than normal level. The mean inima media complex thickness in stroke patients was higher than normal thickness. High vitamin C intake may have a preventive relation in intima media complex thickening.]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mala Hayati
"Latar Belakang: Anti dsDNA merupakan salah satu faktor risiko aterosklerosis yang berasal dari LES dan belum ada penelitian yang melihat hubungan antara kadar anti dsDNA dengan ketebalan tunika intima-media arteri karotis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara anti dsDNA dengan ketebalan tunik intima-media arteri karotis.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang, melibatkan 84 pasien LES dengan kriteria inklusi adalah pasie LES yang memenuhi kriteria diagnosis sesuai dengan ACR 1997 atau SLICC 2012, dan kriteria eksklusi adalah bila terdapat variasi anatomi pembuluh darah yang tidak dapat dilakukan pengukuran. Anti dsDNA diperiksa dengan menggunakan ELISA dan USG Doppler dilakukan pada pasien untuk mengukur ketebalan maksimal tunika intima media arteri karotis (max-IMT). Analisa statistik dilakukan dengan uji parametrik Pearson dan bila tidak memenuhi syarat dilakukan uji non parametrik Spearman.
Hasil: Delapan empat responden (82 perempuan dan 2 laki-laki) dilakukan analisa. Rerata usia pasien 35,5±8,9 tahun dengan 64,3% berusia di bawah 40 tahun, median anti dsDNA 38,9 IU/L(0,9 ? 750 IU/L) dan Median max-IMT adalah 581 μm (385-1800 μm). Terdapat 43 (51,2 %) pasien dengan ketebalan pada tunika intima-media arteri karotis, 36 (42,9%) pasien dengan ketebalan saja, 6 (7,1%) pasien dengan ketebalan pada tunika intimamedia dan plak dan 1 (1,2%) pasien dengan plak di near wall bulbus kiri tanpa disertai dengan ketebalan pada tunika intima-media. Plak terutama ditemukan pada bulbus karotis kanan dan kiri. Berdasarkan uji korelasi speraman's tidak terdapat korelasi antara ati dsDNA dengan ketebalan maksimal tunika intima media arteri karotis. (r = 0,073, p= 0,520).
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara anti dsDNA dengan ketebalan tunika intima-media arteri karotis pada pasien LES.

Background: Anti dsDNA is considered as one of SLE-related risk factors for atherosclerosis. The evaluation of Carotid intimal-media thickness has recently became one of the surrogate markers for atherosclerosis. Until now, there hasn't been any study relate the level of anti dsDNA antibody with Carotid intimal-media thickness. This study is conducted to determine the correlation between anti dsDNA and Carotid intima-Media Thickness.
Methods: This is a cross sectional study, 84 SLE patients were included. Patients diagnosed as SLE according to ACR 1997 or SLICC 2012 criteria were included in the study, while SLE patients with anatomical variation which difficult to measured were excluded from this study. Doppler ultrasound was carried out for patients and max-IMT was measured. Anti dsDNA was measured with ELISA.
Study results: Eighty four subjects (82 female, 2 male) were included. Mean age was 35,5 ±8,9 years old, 64,3 % between 18-39 years old, median anti dsDNA level 38,9 IU/L (0,9 - 750 IU), and median max-IMT value was 581 μm. There were 43 (51,2 %) patients Carotid intima-media thickness, 36 (42,9%) patients with increased IMT only, 6 (7,1%) patients with increase IMT and Plaque, and 1 (1,2%) patient with plaque in near wall left bulbus without increased IMT. Based on spearman's correlation test there are no correlation between anti dsDNA and max-IMT (r=-0,073, p= 0,520).
Conclusion: There are no correlation between anti dsDNA level and Carotid intimal-media thickness this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayok Witarto
"Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok
Tempat : PT. NATIONAL GOBEL - Cimanggis - Jawa Barat.
Metodologi : Studi korelasi, pada 108 orang laki-laki berusia 20 - 55 tahun, perokok dan bukan perokok, yang terpilih secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data umnm, kebiasaan mcrokok, konsumsi suplemen vitamin C, asupan makanan serta kadar vitamin C plasma dan MDA plasma.
Hasil : Kebiasaan merokok terdapat pada 45.4% subyek penelitian. Berdasarkan Indeks Brinkman, 37,1% termasuk perokok ringan, 8,3% perokok sedang dan tidak didapatkan perokok berat. Nilai median kadar vitamin C plasma 0.51( ,04 - 1.36 ) mg/dl dan nilai median kadar MDA plasma 0,63 ( 0,22 - 4,74 ) nmol/ml. Didapatkan hubungan bermakna antara asupan energi, protein, serat, merokok dan konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar vitamin C plasma serta hubungan bermakna antara konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar MDA plasma. Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma pada bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang namun korelasi tersebut tidak bermakna ( r-0,014; p=0,916; r--0,170; p=0,295; 1=a-0,317; Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C (r=-0,943; p = 0,005 ).
Kesimpulan : Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok, namun korelasi tersebut tidak bermakna. Walaupun tidak bermakna, ada kecenderungan korelasi semakin menguat sesuai peningkatan gradasi merokok. Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C.

Objective: To identify the correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation.
Place : PT. National Gabel - Cimanggis - Bogor.
Methods : The simple random sampling was used for correlation study of 108 subjects, smokers and non smokers, age between 20 - 55 years. Data collections including: general data, smoking habit, consumption of vitamin C supplement, food intake and plasma level of vitamin C and MDA.
Result : The smokers found a total of 45.4% of the subjects. Using Brinkman's index, the gradation of light smokers were 37.1%, moderate smokers were 82% and there was no heavy smoker. Median value of vitamin C level in plasma was 0.51(0.04 - 1.36) mg/dl and for MDA level in plasma was 0.63 (0.22 -- 4,74) nmol/ml. Significant relationship was found between energy intake, protein, fiber, smoking habit and consumption of vitamin C supplement with plasma level of vitamin C. Significant relationship was found between consumption of vitamin C supplement with plasma level of MDA. Negative correlation was found between plasma level of vitamin C with plasma level of MDA of non smokers, light smokers and moderate smokers but not significant ( r -0.014, p=0.15; r=-0.170, p:'J.295; r=-0.317,p=0406). Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of' MDA( r = - 0.943, p = 0.005 ).
Conclusion : Negative correlation was found between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation, but not significant. Although not significant, there was a tendency of stronger correlation if smoking gradation increase. Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Zuainah Saswati
"Serat asbes yang terinhalasi masuk ke dalam alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan produksi reactive oxigen spesies (ROS) yang dapat memicu terjadinya reaksi inflamasi. Interleukin 6 merupakan penanda reaksi inflamasi akibat pajanan serat asbes. Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang bekerja sebagai scavenger ROS. Vitamin C juga dapat menghambat aktivitas faktor transkripsi NFқB. Vitamin E selain dapat menghambat aktivitas faktor transkripsi JAK/STAT3 dan NFқB, juga dapat menghambat aktivitas COX2 dan LOX5.
Penelitian potong lintang di sekretariat serikat buruh pabrik asbes X Kabupaten Karawang bulan Oktober 2014 dilakukan untuk menilai korelasi asupan vitamin C, E dengan kadar interleukin 6 pada pekerja pabrik asbes. Lima puluh dua pekerja pabrik asbes berhasil menyelesaikan protokol penelitian. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat korelasi bermakna (p >0,05) antara asupan vitamin C dengan kadar IL-6 dan antara asupan vitamin E dengan kadar IL-6. Terdapat korelasi positif antara kadar vitamin C dengan kadar IL-6 (r = 0,31) dengan p <0,05, namun tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin E dengan kadar IL-6.

Asbestos fibers that are inhaled into the alveoli cause increased production of reactive oxygen species (ROS) which may trigger inflammation reaction. Interleukin 6 (IL-6) is a marker of inflammation reaction caused by asbestos fibers exposure. Vitamin C and vitamin E are antioxidants acting as ROS scavengers. Vitamin C can also inhibit the activity of transcription factor NFқB. Vitamin E can inhibit the activities of transcription factors JAK/STAT3 and NFқB as well as the activities of COX2 and LOX5.
A cross-sectional sudy at a labor union secretariat in Karawang Regency in October 2014 was conducted to evaluate the correlations between intakes and levels of vitamin C and vitamin E and level of IL-6 in asbestos factory workers. Fifty two asbestos factory workers finished the study. The result showed no significant correlation between vitamin C intake and IL-6 level or between vitamin E intake and IL-6 level. There was a moderate positive correlation between vitamin C level and IL-6 level (r = 0.31, p <0.05), but there was no correlation between vitamin E level and IL-6 level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Eka Andayani
"Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA dan monosit pada penderita DM tips 2
Tempat : Poliklinik Metabolik dan Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipta Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Metodologi : Penelitian potong lintang pada 52 orang pasien DM tipe 2. Data yang diambil meliputi data umum dan demografi, lama menderita DM, status gizi, komplikasi, asupan vitamin C dan pemeriksaan laboratorium meliputi kadar vitamin C, MDA plasma, jmlah monosit dan kadar HbAic. Uji korelasi dilakukan dengan mcnggunakan uji Pearson dan Spearman-Rank
Hasil : Subyek terdiri dari 37 prang perempuan dan 15 orang pria, dengan rerata usia 49,88 ± 5,87 tahun. Sebanyak 46,2% subyek berpendidikan rendah, 75% berada di bawah Upah Minimum Propinsi (UMP), median lama menderita DM 48 (1- 228) bulan dan 78,8% telah mengalami komplikasi. Rerata IMT 26,11 + 4,85 kg/m2 dan 69,3% tcrmasnk kategori BB lebih. Sebanyak 40,4% tergolong dalam kelompok dengan asupan vitamin C kurang. Median kadar-vitamin C plasma 21,14 (1,89 - 0,86) pmo11L dan 52% tergolong ke dalam kelompok dengan kadar vitamin C rendah dan defisiensi. Median kadar MDA plasma 0,37 (0,03 - 0,86) [anon dart 90,4% subyek tergolong dalam kelompok dengan MDA normaL Rerata jutnlah monosit 7,13 ± 1,78% dan 75% mempunyai kadar monosit normal. Terdapat korelasi bermakna (p=0,02) antara asupan vitamin C dengan kadar vitamin C plasma, dan antara kadar HbA,c dcngan kadar MDA plasma (p=0,02). Variabel lain yang diteliti tidak mempcrlihatkan korelasi yang bermakna
Kesimpulan: Antara kadar vitamin C dengan kadar MDA plasma dan jumlah monosit tidak didapatkan korelasi yang bermakna. Didapatkan korelasi bermakna antara asupan vitamin C dengan kadar vitamin C plasma dan antara kadar HbA1c dengan kadar MDA plasma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfida Fadhia
"Skripsi ini membahas hubungan pengetahuan gizi dan faktor lainnya dengan asupan vitamin C. Penelitian menggunakan desain studi cross-sectional dengan total sampel 290. Penelitian ini dilakukan di Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia dengan sasaran mahasiswa RIK UI angkatan 2013 pada tahun 2014. Analisis hubungan menggunakan chi square, uji t independen, dan regresi logistik ganda. Hasil yang didapat adalah sebanyak 62,4 % mahasiswa tidak mencukupi kebutuhan vitamin C perhari dan faktor yang berhubungan secara bermakna adalah konsumsi buah dan sayur, uang saku, dan konsumsi suplemen vitamin C. Tetapi tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, jenis kelamin, perilaku diet, ketersediaan buah dan sayur, dan durasi menonton televisi. Faktor dominan pada penelitian ini adalah konsumsi suplemen vitamin C.

This paper discusses about the relationship of nutrition knowledge and other factors with vitamin C intake. This study used a cross-sectional design with 290 of total sample and was conducted in Science Health of Universitas Indonesia and the target is college student batch 2013, Science Health of UI in 2014. Analyse used chi square, independent t-test, and multiple logistic regression. The result were 62,8 % of college student do not meet their recommended daily intake of vitamin C and the factors that significantly associated are fruit and vegetable consumption, pocket money, and consumption of vitamin C supplement. No significant relationship with nutrition knowledge, breakfast habits, gender, dieting, fruit and vegetable availability, and duration of television viewing. The dominant factor in this study was consumption of vitamin C supplement."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54900
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
"ABSTRAK
Tujuan
Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan E 400 mg oral selama empat hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma. sebagai penanda stres oksidatif pada penderita luka bakar sedang berat.
Penelitian ini merupakan one group pre post tes yang memberikan suplementasi vitamin C t 000 mg i.v dan vitamin E 400 mg oral yang pada 13 subyek penelitian yaitu penderita luka bakar kategorl sedang berat dengan luas luka bakar kurang dari 60%, yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data diperoleh melalui wawancara, rekam medik, pengukuran antropometri analisis asupan menggunakan metode food record, dan pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan kadar vitamin C, E serum dan MDA plasma pada sebelum dan setelah suplementasi. Analisis data untuk data berpasangan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon, sedangkan untuk dua kelompok tidak berpasangan menggunakan uji Mann Whitney. Batas kemaknaan pada penelitian ini ada1ah 5o/a.
Sebanyak 13 orang subyek penelitian, terdiri dari perempuan 53.85o/o, dengan median usia 32 (18 55) subyek memiliki status gizi normal (61.54%), Median luas Juka bakar adalah 22 (5-57)%, dengan kasus terbanyak adalah luka bakar berat (61.50%), dan penyebab terbanyak adalah api (76.9%). Kadar vitamin C pasca suplementasi menga!ami sedikit peningkatan yang tidak bermakna. Kadar vitamin E subyek penelitian meningkat bermakna (p=0,016) pasca suplementasi, walaupun masih dalam kategori rendah. Kadar MDA pasca supiementasi mengalami penurunan bermakna(p=O,Ol9).
"
2009
T31989
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Sadeli
"ABSTRAK
In order to maintain issued of environmental safe and clean, Indonesian government has been tried very hard to reduce toxicity, especially in water cooling systems by prohibiting chromate to be used.
A part from inhibitor chromate, the industries still use some inhibitors such as zinc phosphate, polyphosphonat etc, but the dangers of these inhibitors still unsolved. To anticipated of this condition, in this time has been made an advances of development of unpoisonous inhibitor called Ascorbic Acid (vitamin C).
The investigation started with behaviour of Ascorbic Acid in near neutral aqueous solution regarding corrosion of stainless steel. The experiment result indicated that inhibition of Ascorbic Acid gave effectiveness of 75 - 83 %. with intervals of 60 - 100 ppm. This effectiveness values can be said that Ascorbic Acid very promising to be used for inhibitor corrosion. Furthermore research must take place to get more information about inhibition of Ascorbic Acid, so that Ascorbic Acid can be used commercially in industries."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Kelompok usia risiko tinggi infeksi malaria di Kulonprogo adalah 2-14 thn. Anemia merupakan kondisi umum yang terjadi akibat infeksi kronis malaria. Anemia akan makin berat bila penderita menderita kekurangan gizi dan protein. Pnelitian ini bertujuan untuk mengungkap hubungan antara asupan makanan anak terutama protein, vitamin C, zat besi terhadap kejadian anemia pada usia 7-15 tahun di daerah endemik malaria. Penelitian menggunakan rancangan cross sectional - retrospectif pada sampel terpilih. Subyek penelitian sebanyak 61 anak (kelas 4-6 sekolah dasar) berasal dari 6 dusun. Anak sehat tidak memiliki riwayat penyakit menahun selain malaria atau penyakit kongenital. Anak mengisi daftar asupan makanan selam 7 hari, setelah itu diukur berat dan tinggi badan, darah diperiksa kada Hbnya dengan metoda Sahli. Asupan makanan dianalisis dengan Food processor I, umtuk mengetahui persen asupan makanan perhari. Analisis hubungan asupan protein, vitain C, zat besi terhadap kedar hemoglobin digunakan uji korelasi perason. Hasil penelitian menujukkan rerata asupan protein, zat besi dan vitamin C berturut-turut adalah sebesar 25,064 - 10,055 gram (38,9% RDA(recommended daily alowance), 6,253 - 2,635 mg (56,33% RDA), dan 68,5% RDA. Rerata kadar hemoglobin sebesar 10,3 - 1,2 gram/dl. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungsn linear antara asupan vitamin C dengan aupan zat besi (r-0,765) rendah berhubungan dengan kejadian anemia."
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>