Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105655 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Latar Belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) mempunyai kekerapan sebesar 1% kelahiran per tahun. Dua atau tiga dari proporsi ini diperkirakan memerlukan kateterisasi jantung atau pembedahan jantung, yang memerlukan pembiusan. Kecemasan pra-anestesia dapat menimbulkan masalah saat induksi anestesia dan memberikan dampak negatif pascapembedahan. Hal ini dapat disebabkan frekuensi perawatan dan tindakan invasif anak dengan PJB yang berulang dan memanjang. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek premedikasi midazolam dan kehadiran ibu selama induksi anestesia terhadap tingkat kecemasan pra-anestesia anak dengan PJB. Metode: Uji klinis acak pada anak dengan PJB berusia 2-5 tahun yang akan menjalani tindakan invasif jantung di PJT RSCM pada bulan April sampai September 2014. Anak dibagi menjadi kelompok premedikasi midazolam (P) dan kelompok pendampingan ibu (I) menurut randomisasi blok. Tiap-tiap kelompok dinilai status mental dengan MINI KID dan tingkat kecemasan dengan MYPAS oleh dua observer yang telah dilatih sebelumnya. Tingkat kecemasan dinilai saat awal, masuk ruang tindakan dan saat induksi anestesia. Kedua kelompok diinduksi dengan anestetika inhalasi sevofluran. Hasil: Dari 45 subjek penelitian, 23 subjek di kelompok P dan 22 subjek di kelompok I. Tidak didapatkan perbedaan bermakna skor MYPAS di antara kedua kelompok pada saat awal, masuk ruang tindakan dan saat induksi anestesia (p >0,05) dan termasuk dalam kategori tidak cemas (median skor MYPAS 23,4). Didapatkan skor MYPAS yang meningkat dengan skor tertinggi saat induksi anestesia pada kedua kelompok, akan tetapi secara keseluruhan tetap dalam kategori tidak cemas (median 23,4). Uji kesesuaian antara kedua observer MYPAS, baik tingkat kecemasan awal, saat masuk ruang tindakan maupun saat induksi anestesia didapatkan baik (≡>0,5). Simpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna skor kecemasan MYPAS antara premedikasi midazolam dan kehadiran ibu selama induksi anestesia., Background: Congenital heart disease (CHD) has a prevalance rate at about 1% birth per year. 2 or 3 of this children are estimated to require cardiac catheterization and surgery, that need an anesthesia procedure. Repetitive frequencies and prolonged days of treatment and invasive procedure in children with CHD can cause preoperative anxiety. Pre-anesthetic anxiety can cause problems at induction of anesthesia and give negative postoperative effects. The aims of this study were to compare pre-anesthetic anxiety level in children with CHD between midazolam premedication and maternal presence during induction of anesthesia. Methods: This is a randomized controlled trial in 2-5 years children with CHD who underwent cardiac invasive procedure at PJT RSCM from April until September 2014. Patients were divided into P group (received midazolam premedication) and I group (with maternal presence) based on block randomization. In each group, mental status was assessed using Mini-International Neuropsychiatric Interview-Kid (MINI KID) and the anxiety score was using Modified Yale Pre-anxiety Scale (MYPAS) by 2 trained observer. The anxiety levels were assessed at baseline, on the time patient entered the procedure room and during induction of anesthesia. Both group received sevoflurane as agent. Result: A total of 45 subjects enrolled in this study, with 23 subjects in P group and 22 subjects in I group. There were no significant difference of MYPAS scores between the two groups in baseline measurement time, on the time patients entered the procedure room and during induction of anesthesia (p>0.05). The MYPAS score throughout the procedure was categorized “non-anxious” (median score 23.4). The MYPAS score reached the highest score at induction of anesthesia, but the overall score remained non-anxious (median score 23.4). Inter-rater agreement test between 2 observers was good (κ >0.5). Conclusion: There was no significant difference between the effect of maternal presence during induction of anesthesia and midazolam premedication on pre-anesthetic anxiety level in children with CHD.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendy Armanda Zaintama
"Sekitar 1% anak terlahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Sebagian akan memerlukan kateterisasi jantung baik diagnosis maupun terapeutik. Prosedur ini memerlukan kooperasi pasien dan imobilisasi sehingga dibutuhkan anestesia yang mungkin berulang. Penelitian ini bertujuan melihat efek anestesia umum terhadap fungsi kontraktilitas jantung anak dengan PJB. Kontraktilitas jantung dilihat dari fraksi ejeksi dan TAPSE yang diukur dengan ekokardiografi. Pengukuran dilakukan sebelum anestesia umum, 5 menit pascaintubasi dan akhir tindakan kateterisasi. Metode penelitian kohort observasional dengan consecutive sampling telah dilakukan. Analisis dilakukan terhadap 42 anak berusia 6 bulan hingga 18 tahun dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung dalam anestesia umum pada periode Juni – Agustus 2018. Uji T-test berpasangan dilakukan untuk analisis perubahan fraksi ejeksi dan TAPSE dan analisis multivariat untuk melihat pengaruh usia, jenis PJB, lama dan jenis tindakan kardiologi terhadap perubahan kontraksi. Perubahan fraksi ejeksi turun bermakna pada 5 menit pascaintubasi dan akhir tindakan kardiologi dan TAPSE turun bermakna hanya pada 5 menit pascaintubasi. Pengaruh usia, jenis PJB, lama dan jenis tindakan kardiologi tidak bermakna terhadap perubahan fraksi ejeksi dan TAPSE. Dengan demikian diharapkan kewaspadaan dalam penanganan pasien PJB, termasuk ketika memberikan informasi sebelum persetujuan tindakan medis (informed consent), dan jika memungkinkan menghindari tindakan anestesia umum yang berulang.

Approximately 1% of children borned with congenital heart disease (CHD). Some will require cardiac catheterization which repeated anesthesia may be needed. This study aims to see the effect of general anesthesia on the cardiac contractility in children with CHD. Cardiac contractility seen from ejection fraction and TAPSE as measured by echocardiography. Measurements were taken before general anesthesia, 5 minutes post-intubation and at the end of the catheterization. An observational cohort with consecutive sampling was conducted. Analysis was carried out on 42 children aged 6 months to 18 years with CHD who underwent cardiac catheterization under general anesthesia in the period June - August 2018. Paired T-test was performed to analyze changes in ejection fraction and TAPSE and multivariate analysis to analyze the effect of age, type of CHD, duration and type of cardiology intervention. Ejection fraction decreased significantly at 5 minutes post-intubation and at the end of cardiology intervention and TAPSE decreased significantly only at 5 minutes post-intubation. Changes of contratility was not significant affected by age, type of CHD, duration and type of cardiology intervention. Therefore, alertness in handling patients with CHD is expected, including when providing information prior to informed consent, and if possible avoid repeated general anesthesia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verrel Wibisono Surjatin
"Latar Belakang Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik atau terapeutik yang penting bagi pasien penyakit jantung bawaan (PJB). Meskipun prosedur ini efektif, prosedur ini mempunyai risiko komplikasi dengan minimnya informasi yang dipublikasikan dari negara-negara berpendapatan menengah ke bawah di Asia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian komplikasi mayor saat kateterisasi jantung pada pasien PJB di pusat rujukan nasional di Indonesia. Metode Data cross-sectional pasien anak PJB yang menjalani kateterisasi jantung dengan anestesi umum pada bulan Januari 2020 hingga Februari 2022 di Pelayanan Jantung Terpadu, rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dikumpulkan melalui rekam medis. Data yang dikumpulkan meliputi demografi pasien, jenis PJB, laporan prosedur, dan komplikasi. Kami meninjau dan menjelaskan data kateterisasi jantung anak untuk PJB selama periode 14 bulan. Hasil Tercatat sebanyak 179 prosedur kateterisasi jantung, dengan total 13 komplikasi yang terjadi pada 9 (5,0%) kasus. Dari jumlah tersebut, 7 merupakan komplikasi mayor, yang terjadi pada 5 (2,79%) prosedur. Komplikasi mayor meliputi bradikardia, desaturasi dan hipotensi yang menyebabkan upaya resusitasi atau pemindahan ke unit perawatan intensif jantung (CICU), serta aritmia, dan hipoksemia berat. Komplikasi minor terjadi pada 4 tindakan (2,23%). Komplikasi mayor lebih sering terjadi pada penyakit jantung bawaan yang kompleks dan memiliki median usia dan berat badan yang lebih rendah dibandingkan prosedur tanpa komplikasi. Kesimpulan Insiden prosedur dengan komplikasi mayor selama kateterisasi jantung untuk PJB dengan anestesi umum dalam penelitian ini adalah 2,79%, hal ini konsisten dengan studi lain. Komplikasi mayor masih dapat terjadi dalam prosedur diagnostik, hal ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam penempatan staf, persiapan, dan pemantauan peri-prosedural, terutama pada pasien berisiko tinggi dan penyakit jantung bawaan kompleks.

Introduction Cardiac catheterisation is an essential diagnostic and therapeutic tool in patients with congenital heart disease (CHD). While it is effective, the procedure carries a risk of complications, with little information published from low-middle income countries in Asia. This study aimed to investigate the incidence of major complications during cardiac catheterisation in patients with CHD at a national referral centre in Indonesia. Method Cross sectional data for paediatric patients with CHD who underwent cardiac catheterisation under general anaesthesia from January 2020 to February 2022 at Pelayanan Jantung Terpadu, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, were collected via medical records. Data on patient demographics, types of CHD, procedural details, and complications were collected. We review and describe the data on paediatric cardiac catheterisations for CHD over a period of 14 months. Results A total of 179 cardiac catheterisation procedures were recorded, with a total of 13 complications which occurred in 9 (5.0%) cases. Of these, 7 were major complications, which occurred in 5 (2.79%) procedures. Major complications included bradycardia, desaturation and hypotension leading to resuscitation efforts or transfer to cardiac intensive care unit, as well as arrhythmias, and severe hypoxemia. Minor complications occurred in 4 procedures (2.23%). Major complications occurred more often in complex congenital heart disease cases and had a lower median age and weight relative to procedures without complications. Conclusion The incidence of procedures with major complications during cardiac catheterisation for CHD under general anaesthesia in this study was 2.79%, which is consistent with other studies. Major complications can still occur in diagnostic procedures, highlighting the importance of careful staffing, preparation and peri-procedural monitoring, especially in higher risk patients and complex congenital heart disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi Prasetyo
"Latar Belakang: Pengetahuan seseorang yang tidak memadai terhadap risiko suatu tindakan medis berpotensi menimbulkan kecemasan dan tuntutan sehingga diperlukan upaya komunikasi dan pemberian edukasi dengan baik. Pembedahan penyakit jantung bawaan (PJB) anak berisiko tinggi terjadi morbiditas hingga mortalitas. Terdapat kesan pemahaman ibu yang tidak optimal terhadap pembedahan PJB anak mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengetahuan ibu terhadap pembedahan PJB.
Metode: Penelitian ini menggunakan uji eksperimen tidak murni (kuasi eksperimen) untuk mengetahui perubahan pengetahuan dan uji potong lintang untuk mengetahui proporsi pengetahuan yang rendah sebelum diberikan edukasi pada ibu anak yang akan menjalani pembedahan jantung pada bulan Mei hingga Juli 2014 di Instalasi Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSUPNCM. Pengetahuan ibu dinilai menggunakan kuesioner dan edukasi menggunakan media edukasi mini flipchart. Kuesioner dan media edukasi dikembangkan sendiri oleh peneliti. Pengetahuan akan dinilai saat praedukasi dan pascaedukasi.
Hasil: Sebanyak 57 subyek diikutsertakan dalam penelitian dan tidak ada subyek yang dikeluarkan saat penelitian. Analisis menggunakan stratifikasi untuk tiap diagnosis dan jenjang pendidikan. Total 47 subyek yang dapat dianalisis. Didapatkan 49% subyek memiliki pengetahuan rendah praedukasi dan seluruh subyek (100%) mengalami peningkatan pengetahuan pascaedukasi.
Simpulan: Pemberian edukasi mampu meningkatkan pengetahuan ibu anak dengan PJB yang akan menjalani pembedahan jantung.

Background : Inadequate knowledge about risk of upcoming medical intervention may raise anxiety and demands. Therefore good communication and education are required. Congenital Heart Disease (CHD) children surgery has high risk of morbidity and mortality. There is an impression that the mother has lack understanding of their children?s surgery. This study aimed to assess the mother?s knowledge of CHD surgery.
Method : This study used quasi-experimental design to determine changes in maternal knowledge and cross-sectional tests to assess the proportion of low knowledge prior the provision of education on the mothers whose children underwent heart surgery in May to July 2014 in RSUPNCM. Knowledge of mothers was assessed using questionnaires before and after the education. Education was provided using ?mini flipchart? media. Questionnaires and educational media were developed by the researchers.
Result : A total of 57 subjects were included in the study and no subjects were excluded during the research. Analysis was done by using stratification for each diagnosis. A total of 47 subjects can be analyzed. We found that 49% of the subjects had low knowledge prior the provision of education and all subjects (100%) had increasing knowledge after education.
Conclusion : The provision of education is able to increase the knowledge of mothers whose children will undergo congenital heart disease surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habibah Nur Alawiah
"Penyakit Jantung Bawaan (PJB) sering dikaitkan dengan malnutrisi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, penatalaksana yang tepat dapat menurunkan infeksi, lama rawat, bahkan kematian. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak dengan PJB. Penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan rancangan case control.  Sampel penelitian berjumlah 114 anak PJB di Rumah Sakit Jantung Jakarta periode Juli 2020 hingga Juni 2023. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, riwayat BBLR, pemberian ASI eksklusif, jenis PJB dan penyakit penyerta terhadap status gizi kurang pada anak PJB, terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan status gizi kurang pada anak PJB (p value <0,05). Simpulan: dari penelitian ini yaitu faktor nutrisi dan organik tidak berhubungan dengan status gizi kurang anak PJB. Oleh karena itu pelayanan perlu memberikan perhatian terkait status nutrisi dan imunisasi disamping masalah jantung.

Congenital Heart Disease (CHD) is often associated with malnutrition which is influenced by various factors resulting in increased morbidity and mortality, appropriate management can reduce infection, length of stay, and even death. This research was conducted to identify factors associated with malnutrition status in children with CHD. This study used an analytical observational with a case control design. The research sample consisted of 114 CHD children at the Jakarta Heart Hospital for the period July 2020 to June 2023. The result of this study showed that there was no relationship between age, gender, history of LBW, exclusive breastfeeding, type of CHD and comorbidities on malnutrition status in CHD children, there is a relationship between complete immunization and malnutrition status in CHD children (p value <0.05). Conclusion from this research, nutritional and organic factors are not related to the malnutrition status of CHD children. Therefore, services need to pay attention to nutritional status and immunization in addition to heart problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas, Richard
Brisbane: Element, 1994
R 616.12 THO n
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Srisadono Fauzi Adiprabowo
"Mortalitas pneumonia anak masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia hingga saat ini. Bayi dengan penyakit jantung bawaan pirau kiri kanan (PJB L-R) berisiko menderita pneumonia. Data mortalitas pneumonia pada PJB L-R dan faktor-faktor yang memengaruhi belum banyak diketahui. Penelitian kohort retrospektif ini membandingkan mortalitas pneumonia dengan PJB L-R dengan tanpa PJB. Sebanyak 129 subyek dengan rentang usia 1 bulan - 7 tahun dengan diagnosis primer pneumonia, 54 subyek dengan PJB L-R dan 75 subyek tanpa PJB. Proporsi mortalitas pneumonia dengan PJB L-R lebih banyak (57,1%) dan risiko mortalitas lebih besar (OR 2,35; IK 95% 1,06 sampai 5,18) dibandingkan pneumonia tanpa PJB. Status gizi kurang/buruk, pneumonia rekuren, dan pneumonia terkait rumah sakit (HAP) lebih banyak secara signifikan pada pneumonia dengan PJB L-R. Sedangkan, tingkat keparahan dan anemia tidak berbeda bermakna di kedua kelompok. Pneumonia dengan tingkat keparahan berat memengaruhi mortalitas secara bermakna (OR 3,24; IK95% 1,16 sampai 9,08). Pneumonia rekuren, status gizi kurang/buruk, status imunisasi tidak lengkap, anemia, dan HAP tidak terbukti berhubungan dengan mortalitas pneumonia dengan PJB L-R.

Childhood pneumonia is still a worldwide problem with high mortality. Infants with left to right shunt congenital heart disease (L-R CHD) are at risk of developing pneumonia. Pneumonias mortality in L-R CHD and its influencing factors are not well known. This retrospective cohort study analyzed mortality of pneumonia with L-R CHD with and without CHD. There were 129 subjects (age range of 1 month up to 7 years 11 months) with pneumonia as the primary diagnosis, consisting of 54 subjects with L-R CHD and 75 subjects without CHD. Mortality rate in children with L-R CHD was higher than those without CHD group (57.1%). The risk of mortality was greater (OR 2.35; 95% CI 1.06 to 5.18) compared to pneumonia without CHD. Moderate to severe malnutrition, recurrent pneumonia, and hospital acquired pneumonia (HAP) are significantly higher in L-R CHD group. Meanwhile, pneumonia severity and anemia were not significantly different in both groups. Severe pneumonia significantly affected mortality (OR 3.24; 95% CI 1.16 to 9.08). Recurrent pneumonia, moderate-to-severe malnutrition, incomplete immunization status, anemia, and HAP have not been proven to be associated with pneumonia mortality with L-R CHD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, David Soeliongan
"Latar Belakang: Infeksi menjadi masalah pada anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB),
terutama pneumonia. Faktor risiko yang mendasari perjalanan pneumonia pada anak adalah:
usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI, berat lahir rendah, status imunisasi,
pendidikan orangtua, status sosioekonomi, penggunaan fasilitas kesehatan. Insidens
pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
Tujuan: Mengetahui insidens pneumonia anak dengan PJB pirau kiri ke kanan dan faktor
risiko yang terkait.
Metode: Penelitian ini adalah studi analitik dengan rancangan cohort retrospective
berdasarkan penelusuran rekam medis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun 2015 -
2019, Jakarta. Diagnosis PJB pirau kiri ke kanan berdasarkan echocardiography. Dari hasil
yang ada, dilakukan analisis multivariat dan dilaporkan sebagai odds ratio (OR).
Hasil: Dari 333 subyek dengan PJB pirau kiri ke kanan, 167 subyek mengalami pneumonia
(50,2%). Proporsi jenis PJB pirau kiri ke kanan terbanyak yang menyebabkan pneumonia
adalah defek septum ventrikel (VSD), yaitu 41,9%. Defek ukuran besar berhubungan dengan
angka kejadian pneumonia (p=0,001). Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia
pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan antara lain: status gizi buruk [OR 5,152 (95% CI
2,363-11,234)], status imunisasi tidak lengkap [OR 9,689 (95% CI 4,322-21,721)], status
sosioekonomi rendah [OR 4,724 (95% CI 2,003-11,138)], dan ukuran defek yang besar [OR
5,463 (95% CI 1,949-15,307)].
Simpulan: Insidens pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan sebesar 50,2 %.
Tipe PJB dengan insidens pneumonia terbanyak adalah VSD. Status gizi, imunisasi, status
sosioekonomi dan ukuran besar defek mempengaruhi angka kejadian pneumonia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Kekurangan gizi merupakan penyebab umum morbiditas pada anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Data dari negara berkembang memperlihatkan prevalensi malnutrisi penderita dengan PJB sebelum dioperasi mencapai 45%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil anhropometrik dan prevalensi kekurangan gizi pada anak dengan PJB dengan melakukan pengukuran anthropometrik.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancang bangun cross sectional pada anak berusia 0-2 tahun dengan PJB di RSCM. Pengukuran antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar kepala) dilakukan pada seluruh pasien. Kekurangan gizi, failure to thrive/FTT, perawakan pendek, mikrosefali dinilai dengan menggunakan rekomendasi WHO tahun 2006, berupa perhitungan z-skor BB/PB, BB/U di 2 titik, PB/U dan LK/U < -2 SD.
Hasil: Total subyek dalam penelitian ini berjumlah 95 orang, 73 orang dengan asianotik dan 22 orang dengan PJB sianotik. Prevalensi kekurangan gizi sebesar 51,1% dengan 22,3% diantaranya adalah gizi buruk. FTT terdapat pada 64,9%, perawakan pendek pada 49,5% dan mikrosefali pada 37% pasien. FTT ditemukan lebih banyak pada pasien dengan lesi asianotik (72,2%) dibandingkan dengan lesi sianotik (42,9). Pada lesi asianotik, berat badan lebih dipengaruhi daripada panjang badan (72,2% dengan 49,3%). Pasien dengan lesi sianotik, berat dan panjang badan akan dipengaruhi secara seimbang (42,9% dengan 54.5%). Konsultasi diet diberikan kepada pasien dengan kekurangan gizi. Terapi obat-obatan, intervensi transkateter atau bedah diindikasikan pada pasien tertentu.
Kesimpulan: Prevalensi FTT lebih tinggi dibandingkan dengan kekurangan gizi pada anak dengan kelainan jantung kongenital. FTT ditemukan lebih banyak pada pasien dengan lesi asianotik. Pada lesi asianotik, berat badan lebih dipengaruhi daripada panjang badan. Pada lesi asianotik, berat badan lebih dipengaruhi daripada panjang badan.

Abstract
Background: Undernutrition is a common cause of morbidity in children with CHD. Previous data from developing country showed prevalence of preoperative undernutrition in children with CHD was up to 45%. The aim of this study are to determine the anthropometric profi les and prevalence of undernutrition in children with CHD by using the anthropometric measurement.
Methods: A cross-sectional study was carried out in children aged 0-2 years old with CHD in Cipto Mangunkusumo hospital. All patients underwent an anthropometric evaluation (weight, length and head circumference) at presentation. Undernutrition, failure to thrive /FTT, short stature and microcephaly were determined according to WHO, weight-forlength, weight-for-age at 2 points, length-for-age, head circumference-for-age z-score < -2SD accordingly.
Results: We had total of 95 patients, 73 patients with acyanotic and 22 patients with cyanotic lesions. Prevalence of undernutrition in CHD was 51.1%, with 22.3% severe undernutrition. FTT was found in 64.9%, short stature in 49.5% and microcephaly in 37% patients. FTT was found higher in acyanotic (72.2%) compared to cyanotic lesions (42.9%). In acyanotic, weight was affected more than length (72.2% vs 49.3%). In cyanotic, weight and length affected equally (42.9% vs 54.5%). Diet counseling were done in patients with undernutrition. Medicines, transcatheter or surgery intervention were indicated in selected patients.
Conclusions: Prevalence of FTT was higher than undernutrition in children with CHD. FTT was found higher in acyanotic lesions. In acyanotic, weight was affected more than length. In cyanotic, weight and length affected equally. "
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The major cause of mortalities in Indonesia shifs to Non Communicable risk faktors that related to physiological factors (intermediate risk factors) i.e. hypertension, obesity, and central obesity, diabetes...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>