Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171957 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angky Budianti
"Latar belakang: Infeksi virus dengue masih menjadi masalah di negara tropis seperti Indonesia. Infeksi virus dengue menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Belum ada obat ataupun vaksin yang telah disetujui penggunaannya dan tersedia di dunia untuk penyakit infeksi dengue. Pencegahan infeksi dengue masih terbatas pada pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe virus dengue beredar di Indonesia. Dua genotipe dari virus dengue tipe 1 (DENV-1) yaitu genotipe I dan IV lebih dominan bersirkulasi di Indonesia. Pada tahun 2012, kami mengembangkan kandidat vaksin DNA DENV-1 pUMVC RDS 59/09. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 yang dihasilkan mencit ddY setelah imunisasi sebanyak tiga kali dengan pUMVC RDS 59/09 dan untuk mengetahui kemampuan antibodi tersebut dalam menetralkan beberapa genotipe DENV-1 yang diisolasi di Indonesia.
Metode: Penelitian eksperimental ini dimulai dari perbanyakan pUMVC RDS 59/09 di sel E.coli untuk mendapatkan konsentrasi yang tinggi. Imunisasi dilakukan pada 12 mencit strain ddY dengan pUMVC RDS 59/09 25 µg/100 µl menggunakan needle-free injector, sebanyak tiga kali dengan interval waktu 3 minggu. Sebanyak 12 mencit disediakan sebagai kontrol yang tidak diimunisasi. Antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 pada masing-masing serum mencit diperiksa dengan ELISA dan dibaca pada panjang gelombang 450 nm. Berikutnya, pooled serum mencit pasca imunisasi ke 3, digunakan untuk netralisasi 13 isolat DENV-1 dengan metode focus reduction neutralization test (FRNT). Fokus yang didapatkan dari FRNT diwarnai dengan tehnik imunoperoksidase dan dihitung secara manual.
Hasil: Rerata nilai OD ELISA antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari serum mencit kelompok imunisasi yang diambil sebelum imunisasi, pasca imunisasi 1, pasca imunisasi 2 dan pasca imunisasi 3 adalah 0,329;0,843;1,524 dan 1,598, secara berurutan. Terdapat peningkatan nilai OD ELISA antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit kelompok imunisasi pasca imunisasi pertama, kedua dan ketiga dibandingkan dengan baseline. Titer FRNT antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit pasca imunisasi 3 dan pooled serum mencit kontrol terhadap strain DV-1 RDS 59/09 adalah 1/320 dan < 1/10. Titer FRNT 13 isolat DENV-1 oleh antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit pasca imunisasi 3 berkisar dari 1/320 sampai lebih dari 1/1280.
Kesimpulan: Variasi genotipe DENV-1 tidak menyebabkan perbedaan titer antibodi netralisasi yang bermakna (p = 0,222), sehingga dapat diuraikan bahwa antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dapat menetralkan 13 isolat DENV-1 Indonesia yang diuji.

Introduction: Dengue virus infection is still a burden in tropical country such as Indonesia. Dengue virus infection causes high mortality and morbidity. No drugs or vaccines are approved and available in the world for this disease. Dengue prevention is still limited to vector control. Four dengue serotypes are circulated in Indonesia. Two genotypes of Dengue virus type 1 (DENV-1), namely genotypes I and IV are found predominantly in Indonesia. Previously in 2012, we constructed pUMVC RDS 59/09, the DENV-1 DNA vaccine candidate. The objective of this study is to assess antibody level produced in ddY strain mice after three times immunization with pUMVC RDS 59/09 and to assess the antibody ability to neutralize genotypes of DENV-1 isolated in Indonesia.
Methods: This experimental study was started with propagation of pUMVC RDS 59/09 in E. coli cells to produce high concentration of the DNA. Immunization was carried out with 25 µg/ 100 µl pUMVC RDS 59/09 by needle-free injector, three times in 3 weeks interval. Twelve mice were provided for control without immunization. Anti-DENV-1 membrane and envelope antibody of individual sera were examined by ELISA and absorbance value was measured by ELISA reader in 450 nm wave length. Further, pooled sera of 3rd immunization were used to neutralize 13 DENV-1 isolates by focus reduction neutralization test (FRNT) method. The focus obtained in FRNT was stained by immune-peroxides technique and counted manually.
Results: ELISA OD value mean of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody in individual ddY mice sera of immunized group before immunization, post first immunization, after second immunization and post third immunization were 0.329; 0.843; 1.524 and 1.598, respectively. An increase in ELISA OD value of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody in ddY mice pooled sera of immunized group after first, second and third immunization compared to baseline was observed. FRNT titre of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody from third immunization pooled sera compared to control mice pooled sera in RDS 59/09 isolate neutralization was 1/320 compared to < 1/10. Neutralization titre of 13 DENV-1 isolates by anti-DENV-1 membrane and envelope antibody from third immunization pooled sera ranged from 1/320 to more than 1/1280.
Conclussions: DENV-1 genotype variation did not lead to significant neutralization antibody titre difference (p = 0,222), so it can be explained that anti-DENV-1 membrane and envelope antibody was able to neutralize 13 strains of Indonesia DENV-1 isolates examined.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Angky Budianti
"Latar belakang: Infeksi virus dengue masih menjadi masalah di negara tropis seperti Indonesia. Infeksi virus dengue menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Belum ada obat ataupun vaksin yang telah disetujui penggunaannya dan tersedia di dunia untuk penyakit infeksi dengue. Pencegahan infeksi dengue masih terbatas pada pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe virus dengue beredar di Indonesia. Dua genotipe dari virus dengue tipe 1 (DENV-1) yaitu genotipe I dan IV lebih dominan bersirkulasi di Indonesia. Pada tahun 2012, kami mengembangkan kandidat vaksin DNA DENV-1 pUMVC RDS 59/09. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 yang dihasilkan mencit ddY setelah imunisasi sebanyak tiga kali dengan pUMVC RDS 59/09 dan untuk mengetahui kemampuan antibodi tersebut dalam menetralkan beberapa genotipe DENV-1 yang diisolasi di Indonesia.
Metode: Penelitian eksperimental ini dimulai dari perbanyakan pUMVC RDS 59/09 di sel E.coli untuk mendapatkan konsentrasi yang tinggi. Imunisasi dilakukan pada 12 mencit strain ddY dengan pUMVC RDS 59/09 25 μg/100 μl menggunakan needle-free injector, sebanyak tiga kali dengan interval waktu 3 minggu. Sebanyak 12 mencit disediakan sebagai kontrol yang tidak diimunisasi. Antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 pada masing-masing serum mencit diperiksa dengan ELISA dan dibaca pada panjang gelombang 450 nm. Berikutnya, pooled serum mencit pasca imunisasi ke 3, digunakan untuk netralisasi 13 isolat DENV-1 dengan metode focus reduction neutralization test (FRNT). Fokus yang didapatkan dari FRNT diwarnai dengan tehnik imunoperoksidase dan dihitung secara manual.
Hasil: Rerata nilai OD ELISA antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari serum mencit kelompok imunisasi yang diambil sebelum imunisasi, pasca imunisasi 1, pasca imunisasi 2 dan pasca imunisasi 3 adalah 0,329;0,843;1,524 dan 1,598, secara berurutan. Terdapat peningkatan nilai OD ELISA antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit kelompok imunisasi pasca imunisasi pertama, kedua dan ketiga dibandingkan dengan baseline. Titer FRNT antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit pasca imunisasi 3 dan pooled serum mencit kontrol terhadap strain DV-1 RDS 59/09 adalah 1/320 dan < 1/10. Titer FRNT 13 isolat DENV-1 oleh antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit pasca imunisasi 3 berkisar dari 1/320 sampai lebih dari 1/1280.
Kesimpulan: Variasi genotipe DENV-1 tidak menyebabkan perbedaan titer antibodi netralisasi yang bermakna (p = 0,222), sehingga dapat diuraikan bahwa antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dapat menetralkan 13 isolat DENV-1 Indonesia yang diuji.

Introduction: Dengue virus infection is still a burden in tropical country such as Indonesia. Dengue virus infection causes high mortality and morbidity. No drugs or vaccines are approved and available in the world for this disease. Dengue prevention is still limited to vector control. Four dengue serotypes are circulated in Indonesia. Two genotypes of Dengue virus type 1 (DENV-1), namely genotypes I and IV are found predominantly in Indonesia. Previously in 2012, we constructed pUMVC RDS 59/09, the DENV-1 DNA vaccine candidate. The objective of this study is to assess antibody level produced in ddY strain mice after three times immunization with pUMVC RDS 59/09 and to assess the antibody ability to neutralize genotypes of DENV-1 isolated in Indonesia.
Methods: This experimental study was started with propagation of pUMVC RDS 59/09 in E. coli cells to produce high concentration of the DNA. Immunization was carried out with 25 μg/ 100 μl pUMVC RDS 59/09 by needle-free injector, three times in 3 weeks interval. Twelve mice were provided for control without immunization. Anti-DENV-1 membrane and envelope antibody of individual sera were examined by ELISA and absorbance value was measured by ELISA reader in 450 nm wave length. Further, pooled sera of 3rd immunization were used to neutralize 13 DENV-1 isolates by focus reduction neutralization test (FRNT) method. The focus obtained in FRNT was stained by immune-peroxides technique and counted manually.
Results: ELISA OD value mean of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody in individual ddY mice sera of immunized group before immunization, post first immunization, after second immunization and post third immunization were 0.329; 0.843; 1.524 and 1.598, respectively. An increase in ELISA OD value of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody in ddY mice pooled sera of immunized group after first, second and third immunization compared to baseline was observed. FRNT titre of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody from third immunization pooled sera compared to control mice pooled sera in RDS 59/09 isolate neutralization was 1/320 compared to < 1/10. Neutralization titre of 13 DENV-1 isolates by anti-DENV-1 membrane and envelope antibody from third immunization pooled sera ranged from 1/320 to more than 1/1280.
Conclussions: DENV-1 genotype variation did not lead to significant neutralization antibody titre difference (p = 0,222), so it can be explained that anti-DENV-1 membrane and envelope antibody was able to neutralize 13 strains of Indonesia DENV-1 isolates examined.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Oktaviani Naulita
"Virus Dengue (DENV) dan virus Chikungunya (CHIKV) merupakan arbovirus yang menyebabkan infeksi di negara tropis dan subtropis. Penularan kedua virus ini diperantarai oleh vektor yang sama yaitu nyamuk Aedes aegypti. Baik infeksi DENV maupun CHIKV, akan memunculkan respon imun spesifik yang disebabkan oleh sekresi sitokin, kemokin, dan faktor pertumbuhan sebagai mediator inflamasi. Respon imun ini menimbulkan gejala klinis yang mirip hingga sulit dibedakan antara infeksi kedua virus ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil ekspresi sitokin antara infeksi DENV dan CHIKV dengan sistem galur sel A549 dan HepG2. Untuk mencapai tujuan tersebut, metode yang dilakukan yaitu dengan metode Fluorescence-Activated Cell Sorting (FACS) untuk menentukan tingkat infeksi tertinggi pada masing-masing galur sel dan Enzyme Linked Immunosorbent (ELISA) untuk analisis sitokin/kemokin. Hasil FACS menunjukkan tropisme DENV terhadap galur sel A549 dan CHIKV terhadap galur sel HepG2. Dari keempat sitokin dan kemokin yang diuji yakni IL-8, IL-4, IL-13, dan MCP-3, hasil signifikan ditunjukkan ekspresi IL-8 dan MCP-3. Profil ekspresi kemokin IL-8 lebih tinggi pada galur sel A549 dibandingkan HepG2 sedangkan profil ekspresi kemokin MCP-3 lebih tinggi pada galur sel HepG2 dibandingkan A549. Perbandingan profil ekspresi keduanya, lebih tinggi pada galur sel yang terinfeksi DENV (DENV-4) dibandingkan CHIKV. Penelitian ini membuktikan adanya perbedaan ekspresi sitokin/ kemokin pada galur sel A549 dan HepG2 terhadap infeksi DENV dan CHIKV.

Dengue Virus (DENV) and Chikungunya virus (CHIKV) are arboviruses infect human living in tropical and subtropical countries. These two viruses are transmitted by the same vector, Aedes aegypti mosquito. DENV and CHIKV infection induce unique immune response characterized by the secretion of cytokines, chemokines, and growth factors as inflammatory mediators. This immune response produces similar clinical symptoms, therefore it is difficult to distinguish between DENV and CHIKV infection. This study was aimed to compare the expression profiles of cytokine/chemokine expression in A549 and HepG2 cell lines infected with DENV and CHIKV. The study used Fluorescence Activated Cell Sorter (FACS) method to determine the infection rate in cell line and Enzyme Linked Immunosorbent (ELISA) for cytokine/chemokine analyses. The FACS results showed the tropism DENV in A549 cells and CHIKV in HepG2 cells. Among four cytokines and chemokines examined, i.e. IL-8, IL-4, IL-13, and MCP-3, significant different in expression was observed for IL-8 and MCP-3. The IL-8 expression was higher in A549 than HepG2 cells, whereas the profile of MCP-3 expression was higher in HepG2 than that in A549 cells. The IL-8 and MCP-3 expression was higher in cell lines infected with DENV (DENV-4) than CHIKV. This study demonstrated the differences of cytokine/chemokine expression in A549 and HepG2 cell lines infected with DENV and CHIKV.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyakit dengue masih merupakan masalah kesehatan penting di sebagian besar Negara tropis dan subtropis. Dalam dua dekade terakhir terjadi lonjakan drastis baik jumlah kasus maupun daerah endemik di samping peningkatan keparahan penyakit (DHF/DSS). Meski telah dipelajari secara intensif, belum dipahami benar bagaimana mekanisme infeksi dengue berkembang menjadi DHF/DSS. Sejauh ini diketahui baik faktor inang maupun virulensi virus terlibat dalam menentukan keparahan penyakit. Studi-studi terbaru melaporkan perbedaan struktural genom di antara virus dengue yang memberikan manifestasi klinis berbeda. Perbedaan ini kemungkinan berhubungan dengan patogenesis penyakit. (Med J Indones 2004; 13: 190-4)

Dengue disease are reemerging disease and major health concern in tropical and subtropical regions because of the increasing number of patients, expanding endemic areas and increased occurrence of severe clinical manifestation (DHF/DSS) in the last two decades. Despite extensive studies, it is not fully elucidated mechanism by which dengue infection progress to DHF/DSS. Information obtained so far indicates that both host-related factor and virus virulence are involved. Recent studies have shown several structural differences of dengue virus genome between those associated with DF only and those with the potential to cause DHF. That genome differences might be correlated with pathogenesis. (Med J Indones 2004; 13: 190-4)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (3) Juli September 2004: 190-194, 2004
MJIN-13-3-JulSep2004-190
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saur Maruli Evan Johannes
"Penyakit akibat virus dengue (DENV) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hingga saat ini belum ada terapi definitif untuk infeksi DENV. Berbagai penelitian dilakukan untuk mencari antiviral terhadap DENV. Salah satu jenis tumbuhan yang memiliki potensi antiviral adalah Calophyllum macrophyllum (C.macrophyllum). Penelitian ini akan melihat efek antiviral yang dimiliki oleh ekstrak kulit batang C.macrophyllum terhadap DENV. Efeknya sebagai antiviral akan dilihat dari nilai IC50 (kemampuan inhibisi replikasi) dan CC50 (tingkat sitotoksisitas). Perbandingan antara nilai CC50 terhadap IC50 akan menghasilkan nilai indeks selektivitas (SI). Penelitian ini akan dilakukan secara in vitro menggunakan sel Huh7it-1 yang diinfeksikan DENV. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 10, 20, 40, 80, 160, dan 320 μg/mL. Metode Focus Assay digunakan untuk mendapatkan nilai IC50 dan MTT Assay untuk mencari nilai CC50. Nilai IC50 yang didapat sebesar 49,75 μg/ml dan CC50 dari sel tanpa infeksi DENV sebesar >320 μg/ml. Nilai SI yang didapat sebesar >6,43. Analisis statistik menunjukkan perbedaan pada semua konsentrasi. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit batang C.macrophyllum memiliki efek inhibisi terhadap replikasi DENV in vitro dan efek sitotoksik yang kecil, sehingga memiliki potensi sebagai antiviral DENV.

Disease caused by dengue virus (DENV) is still a major health problem in Indonesia. There is no definitive therapy for DENV infection. Many researches have been done to search for DENV antivirus. One of plants with potential antiviral effect is Calophyllum macrophyllum (C.macrophyllum). This research was done to evaluate antiviral effect of Calophyllum macrophyllum bark extract on DENV. Antiviral effect was evaluated by IC50 (replication inhibition property) value and CC50 (Cytotoxic level) value. The selectivity index (SI) was the ratio between CC50 and IC50. This research was done by in vitro method with Huh7it cells that were infected by DENV. Extract concentrations used in this research were 10, 20, 40, 80, 160, and 320 μg/mL. Focus assay technique was used to determine IC50 value and MTT assay technique for CC50 value. The value of IC50 was 49.75 μg/ml and CC50 from uninfected cells was >320 μg/ml. The value of SI was >6.43. Statistical analysis showed significant difference in all concentrations. It could be concluded that bark extract of C.macrophyllum had inhibition property on DENV replication in vitro with minimum cytotoxic effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Saraswati
"Indonesia merupakan negara pertama ditemukannya penyakit demam berdarah, yaitu pada tahun 1968. Hingga pada tahun 2004, beberapa studi menemukan bahwa virus dengue serotipe 3 (DENV-3) merupakan penyebab demam berdarah paling dominan dan menyebabkan gejala yang paling berat.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui genotype dari DENV-3 di Jakarta yang berguna untuk diagnosis awal dan pengembangan vaksin. Ditambah lagi, primer yang di rancang di penelitian ini berguna untuk penelitian demam berdarah berikutnya. Riset ini diambil dari 100 pasien demam berdarah rawat inap di RSCM dan pengumpulan setiap data dibantu oleh lembaga Eijkman. Sampel diambil dengan consecutive sampling dan dianalisis menggunakan Genetyx v5.1.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas virus dengue serotipe 3 yang ditemukan di Indonesia termasuk dalam genotipe I yang hampir identik dengan dengue virus serotipe 3 dari Thailand. Selain itu, ditemukan bahwa tingkat pasien demam berdarah pada anak-anak lebih tinggi disbanding pasien dewasa. Namun berdasarkan uji chi-square, ditemukan bahwa kategori jenis kelamin, umur dan daerah Jakarta tidak terdapat hubungan signifikan dengan terjadinya demam berdarah.
Para peneliti diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lenjut untuk melakukan sequencing lebih banyak lagi dan tidak hanya dilakukan di Jakarta saja tetapi di daerah lain, karena tingkat pasien demam berdarah yang tinggi di Indonesia.

Indonesia was the first country where dengue hemorrhagic fever (DHF) was found in 1968. Ever since, the increasing cases were reported every year, and this became a major concern of health problem worldwide. In addition, dengue virus (DENV) serotype 3, which cause the most severe clinical manifestation among other dengue virus strands, was found as the most predominant DENV in Indonesia.
This study aimed to find the genotype of the dengue virus in Jakarta to become the base in the development of vaccine and molecular diagnostic. Moreover, this study designed the primer of DENV for future laboratories research. This study was participated by 100 suspected dengue patients in RSCM and data collection was conducted by Eijkman, the research institute. Samples were taken by consecutive sampling and analysed by Genetyx v5.1.
The results gave information that a majority of virus dengue serotype 3 in Indonesia was consisted of genotype I, which is identical with dengue virus serotype 3 in Thailand. Furthermore, we found that the incidence of pediatric dengue patients is higher than adults. However, in accordance with the chi square test, there is no significant relationship between different patient’s categories (gender, age, region).
It is expected that, DNA sequencing for other DENV-3 should be inspected further in Jakarta and this research should also be done in other areas in Indonesia as this country is one of the countries with high yield of dengue evidence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fitriah
"Virus dengue merupakan virus kelas Flaviviridae yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue. Diagnostik dini dilakukan dalam upaya menekan penyebaran virus ini agar pasien yang terinfeksi bisa ditangani lebih cepat. NS1 merupakan protein yang terdapat pada virus dengue dapat ditemukan di darah pasien satu hari setelah gejala infeksi primer maupun sekunder. Hal ini menjadikan NS1 penanda biologis serta target nanobodi yang tepat dalam diagnosis infeksi virus dengue. Nanobodi yang mengenali antigen NS1 pada DENV menjadi potensi alat uji diagnostik dengue karena sifatnya yang lebih unggul daripada antibodi konvensional. Penelitian ini berfokus pada pembuatan prototipe tes diagnostik cepat berbasis uji aliran lateral untuk mendeteksi NS1 pada virus dengue menggunakan nanobodi anti-NS1. Pada penelitian ini, nanobodi anti-NS1 klon DD7 dan DD5 diekspresikan pada E. coli BL21(DE3). Dalam pembuatan prototipe, dilakukan optimasi formulasi konjugasi antara nanopartkel emas dengan nanobodi anti-NS1. Sebanyak tiga optimasi dilakukan dalam mendapatkan konjugasi nanopartikel emas dengan nanobodi yang optimal, yaitu optimasi pH buffer, konsentrasi nanobodi, dan diameter nanopartikel emas. pH buffer optimal untuk klon DD5 dan DD7 adalah buffer borat pH 9, konsentrasi nanobodi optimal untuk klon DD5 dan DD7 adalah 10 ng, dan diameter optimal nanopartikel emas untuk klon DD5 dan DD7 adalah 40 nm. Pada pembuatan prototipe, konjugasi antara nanopartikel emas dan nanobodi klon DD5 belum berhasil mendeteksi antigen yaitu berupa virus dengue pada bagian test line prototipe dan untuk konjugasi antara nanopartikel emas untuk klon DD7 menghasilkan reaksi false positive pada prototipe.

Dengue virus is a class of Flaviviridae virus transmitted through the bite of Aedes aegypti mosquitoes that have previously been infected by the dengue virus. Early diagnostics are carried out in an effort to suppress the spread of this virus so that infected patients can be treated faster. NS1 is a protein found in the dengue virus that can be found in the patient's blood one day after symptoms of primary or secondary infection.This makes NS1 a biosensor as well as a precise target for nanobodies in the diagnosis of dengue virus infection. Nanobodies that recognize NS1 antigens in DENV are potential dengue diagnostic test kits because they are superior to conventional antibodies. This research focuses on making rapid diagnostic tests based on lateral flow assay to detect NS1 in dengue viruses using anti-NS1 nanobodies as an alternative diagnostic test on dengue virus. In this study, anti-NS1 nanobodies of DD7 and DD5 clones were expressed in E. coli BL21(DE3). In making prototypes, optimization of conjugate formulations between gold nanoparticles and anti-NS1 nanobodies was carried out. A total of three optimizations were carried out in obtaining the conjugation of gold nanoparticles with optimal nanobodies, namely optimization of buffer pH, nanobody concentration, and diameter of gold nanoparticles. The optimal buffer pH for DD5 and DD7 clones is pH 9 borate buffer, the optimal nanobody concentration for DD5 and DD7 clones is 10 ng, and the optimal diameter of gold nanoparticles for DD5 and DD7 clones is 40 nm. In making the prototype, the conjugation between gold nanoparticles and DD5 clone nanobodies has not succeeded in detecting antigens in the form of dengue virus in the prototype test line and for conjugation between gold nanoparticles for DD7 clones resulting in false positive reactions in the prototype."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ronggo Wimag Bian
"Penyakit demam berdarah dengue yang disebabkan virus dengue
merupakan penyakit yang menjadi risiko pada negara-negara di daerah tropis
dan subtropis, dengan kejadian tiap tahunnya mencapai 100 juta kasus.
Sampai saat ini belum ditemukan adanya vaksin yang dapat mencegah
terjadinya infeksi Olen karena itu diperlukan suatu upaya untuk menemukan
obat berupa innibitor yang dapat menghambat enzim-enzim yang berperan
pada replikasi virus dengue, salah satunya enzim RNA-dependent RNA
polymerase (RdRp), yang berperan dalam penggandaan RNA virus dengue.
Peptida dipilin menjadi innibitor yang potensial karena memiliki spesifitas dan
aktivitas yang tinggi. Untuk meningkatkan kestabilan, peptida dirancang siklik
dengan adanya jembatan disulfida. Peptida yang dirancang menggunakan
kombinasi aspartat dan glutamat. Berdasar nasil docking diketahui banwa
peptida siklik dengan kombinasi residu CDEEC mempunyai nilai energi ikat
yang terendan, yaitu sekitar -10,04 kkal/mol dan nilai Ki sebesar 43,44 nM
yang mengindikasikan konformasi terstabil Iigan-enzim, serta memiliki kontak
dengan residu enzim dengan jumlan terbanyak yaitu 13 residu.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
14-24-48930552
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elyana Karimah
"Demam berdarah merupakan penyakit yang telan menjadi pandemik di
daeran tropis dan subtropis dan ningga saat ini tidak ada vaksin yang dapat
digunakan untuk mengobati infeksi akibat virus dengue. Upaya Iain untuk
dapat mengnambat infeksi akibat virus ini, yaitu pengembangan antiviral.
Salan satu target antiviral yang potensial acialan enzim RNA-dependent RNA
polymerase (RdRp), yang berperan dalam proses replikasi RNA virus dengue
dan sel manusia tidak memilikinya Peptida dipilin menjadi innibitor yang
potensial karena memiliki spesifitas dan aktivitas yang tinggi. Untuk
meningkatkan kestabilan, peptida dirancang siklik dengan adanya jembatan
ciisulficia Pepticia yang dirancang menggunakan kombinasi aspartat,
glutamat, glisin, serin, arginin, dan lisin. Kandidat Iigan dianalisis berdasarkan
nasil docking dan drugsca/7. Ligan dengan energi bebas ikat terendah dan
sesuai dengan kriteria obat kemudian dilakukan analisis terhadap
interaksinya ciengan enzim. Ligan siklik CSGDC yang memenuhi kriteria obat
ternyata dapat berikatan dengan sisi aktif enzim yaitu aspartat 533 dan
aspartat 633, serta memiliki energi bebas ikat sekitar -29.6122 Kkal/mol.
Pengamatan simulasi dinamika molekul pada tanap inisialisasi dilakukan
untuk melihat perubahan interaksi Iigan ternadap enzim. Hasil pengamatan
ternyata memperlihatkan banwa Iigan CSGDC masih berinteraksi dengan
asam amino aspartat 663."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30508
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Seto Prasetyo
"Latar Belakang: Infeksi Dengue virus (DENV) masih menjadi masalah besar di Indonesia. Manifestasi infeksi DENV yang berat umumnya ditemukan pada infeksi sekunder. Modalitas diagnosis yang cepat dan akurat dibutuhkan dalam tata laksana infeksi DENV. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan pada tingkat komunitas adalah pemeriksaan serologi menggunakan rapid immunochromatographic test. Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan antara Bioline SD Dengue Duo yang diperiksa serial selama 7 hari dengan uji hemagglutination inhibition (HI) dalam hal penentuan jenis infeksi dengue.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara Bioline SD Dengue Duo dengan HI. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengetahui apakah pada pemeriksaan Bioline SD Dengue Duo secara serial terdapat konsistensi hasil dari hari ke hari.
Metode: Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi penelitian sebelumnya berjudul "International Study on Biomarkers and Gene Expression Patterns in Patients with Dengue Virus Infection (The Indonesian Study Center, Jakarta)" oleh dr.Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI. Serum pasien yang didiagnosis infeksi dengue dengan hasil NS1 positif ditentukan jenis infeksi menurut HI. Hasil NS1, IgM, IgG, serotipe virus, dan gambaran klinis pasien didapatkan sebagai data sekunder dari penelitian sebelumnya. Pada analisis, perbandingan antara Bioline SD Dengue Duo dengan HI, variabel hasil dari kedua pemeriksaan tersebut diklasifikasikan menjadi "Sekunder" dan "Nonsekunder".
Hasil: Terdapat 25 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Infeksi primer dan sekunder menurut Bioline SD Dengue Duo adalah 44% dan 56%. Menurut HI, terdapat 8% infeksi primer dan 92% infeksi sekunder. Kesesuaian Bioline SD Dengue Duo dengan HI tertinggi (68%) dalam 7 hari pemeriksaan dicapai pada hari demam ketujuh. Ketidaksesuaian hasil antara Bioline SD Dengue Duo dengan HI adalah 36%. Hampir seluruh sampel (98%) mengalami perubahan interpretasi hasil bila Bioline SD Dengue Duo diinterpretasikan secara harian. Perubahan interpretasi hasil tersebut terutama ditemukan pada demam hari kelima.
Kesimpulan: Hasil Bioline SD Dengue Duo cukup sesuai dengan HI bila dilakukan pemeriksaan pada hari demam ketujuh dan dapat menggantikan HI untuk menentukan jenis infeksi dengue karena hasilnya lebih cepat. Namun penggunaannya perlu mempertimbangkan klinis pasien karena adanya fenomena perubahan interpretasi hasil. Penentuan jenis infeksi terbaik dilakukan pada hari demam ketujuh, namun paling dini dapat dilakukan pada hari demam ketiga.

Background: Dengue virus (DENV) infection is still a burden in Indonesia. Severe DENV manifestations commonly occur in secondary infections. A rapid and accurate diagnostic tool is needed in patient management. DENV serology assay using rapid immunochromatographic test is one of DENV diagnostic modalities that is applicable in community setting. In this research, serial rapid immunochromatographic test Bioline SD Dengue Duo was compared with hemagglutination inhibition (HI) in determining type of DENV infection.
Objective: This research was conducted to observe agreement between Bioline SD Dengue Duo and HI in determining type of DENV infection. Beside that, this research was also performed to observe the consistency of serial Bioline SD Dengue Duo when interpreted daily.
Methods: This study was done to complete the previous study entitled "International Study on Biomarkers and Gene Expression Patterns in Patients with Dengue Virus Infection (The Indonesian Study Center, Jakarta)" by dr.Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI. All paired stored sera from dengue patient with positive NS1 result were subjected to HI assay, according to Igarashi. Serial NS1, IgM, IgG, clinical features, and virus serotype result from previous study were taken as secondary data and would be compared with HI assay. For RDT vs HI analysis, RDT and HI results were classifed as "Secondary" and "Nonsecondary".
Results: A total of 25 samples fulfilled the inclusion criteria. The proportion of primary and secondary infection according to Bioline SD Dengue Duo was 44% and 56%, respectively. In the other side, 92% classified as secondary infection by mean of HI assay; the rest was primary infection. The highest agreement rate between serial Bioline SD Dengue Duo and HI was 68%, which achieved in 7th day of fever. Almost all samples experienced changing of result interpretation when Bioline SD Dengue Duo was interpreted daily. This was mainly observed in 5th day of fever.
Conclusion: The result of Bioline SD Dengue Duo was in accordance with HI if it was examined in 7th day of fever and can replace HI for determining type of infection because of the rapid result. But its use should consider patient’s clinical condition due to the changing of result interpretation phenomenon. Type of infection is best determined on 7th day of fever, but it can also be done as early as on 3th day of fever.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>