Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183191 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edward Setiadi
"Latar belakang: Peran Interleukin-4 dengan derajat keparahan periodontitis kronis dan kebiasaan merokok belum dipahami.
Tujuan: Menganalisis kadar Interleukin-4 pada perokok penderita periodontitis kronis.
Bahan dan Metoda: Penelitian cross-sectional periodontitis kronis pada 104 subjek, 33-78 tahun di RSKGM FKG-UI. Pengumpulan data klinis periodontal, status merokok serta sampel cairan krevikular gingiva. Pemilihan sampel secara consecutive sampling dan deteksi kadar Interleukin-4 dengan uji ELISA.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara kadar Interleukin-4 pada perokok dan bukan perokok (p=0,000), tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar Interleukin-4 pada penderita periodontitis ringan-sedang dengan berat (p=0,092).
Kesimpulan: Terdapat keterkaitan antara kadar Interleukin-4 dengan derajat keparahan periodontitis kronis perokok.

Background: The role of Interleukin-4 in smoker periodontitis is unclear.
Purpose: To analyze Interleukin-4 levels in smoker with chronic periodontitis.
Material and method: Cross-sectional study of 104 subjects chronic periodontitis, 33-78 years old in RSKGM FKG-UI. The data was collected by periodontal clinical examination, smoking status, and gingival crevicular fluid. Samples detected by ELISA test.
Result: There is significant differences found in Interleukin-4 level between smoker and non smoker (p=0,000). There is no significant differences found in Interleukin-4 level between mild-moderate and severe chronic periodontitis.
Conclusion: There is a correlation of Interleukin-4 level with chronic periodontitis degree of severity in smoker.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurul Aziziah
"Latar belakang: Periodontitis kronis merupakan jenis penyakit periodontal yang umum ditemukan pada orang dewasa, dengan prevalensi mencapai angka 74,1% di Indonesia menurut Riskesdas 2018. Tantangan utama pada perawatan periodontitis adalah waktu dan ketepatan dari diagnosis. Periodontitis kronis tidak menyebabkan timbulnya rasa sakit, sehingga pasien sering tidak mencari perawatan untuk penyakit tersebut. Menurut penelitian Grover et al. (2013), keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang datang untuk perawatan gigi dan mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, berkaitan dengan estetik, serta berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut. Melalui penelusuran berbagai penelitian, ditemukan berbagai macam keluhan utama pada pasien dengan periodontitis kronis dengan proporsi yang berbeda-beda, dan belum pernah dilakukan studi serupa di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deksriptif untuk distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang didapat dari data sekunder berupa 588 rekam medis RSKGM FKG UI dalam rentang tahun kunjungan 2016 - 2018. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat menggunakan SPSS untuk menggambarkan distribusi.
Hasil: Secara umum, keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang paling sering ditemukan adalah keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (39,8%), diikuti dengan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik (39,1%), dan keluhan utama yang berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut (0,9%). Ditemukan kelompok keluhan utama lainnya sebesar 20,2% yang sebagian besar meliputi rujukan (6,8%) dan sakit gigi (5,6%). Pada jenis kelamin laki-laki, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (20,2%), sedangkan pada jenis kelamin perempuan adalah keluhan yang berkaitan dengan estetik (21,6%). Pada kelompok usia remaja awal, lansia awal, dan lansia akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, dan pada kelompok usia remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik.
Kesimpulan: Terdapat gambaran distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Keluhan berkaitan dengan gejala penyakit periodontal paling sering ditemukan pada laki-laki, serta pada kelompok usia remaja awal dan lansia, sedangkan keluhan berkaitan dengan estetik paling sering ditemukan pada perempuan, serta pada kelompok usia remaja akhir dan dewasa. Keluhan berkaitan dengan kegawatdaruratan ditemukan di beberapa kelompok usia dan kedua jenis kelamin.

Background: Chronic periodontitis is one of the common periodontal diseases found on adults. The prevalence of chronic periodontitis in Indonesia is 74,1% according to Indonesian Health Survey 2018. The main challenge on treating chronic periodontitis is a proper time of diagnosis. Chronic periodontitis is a painless disease and is often undiagnosed until it has reached moderate to advanced stage, and many patients rarely seek care. A research by Grover et al. describes the common chief complaint in chronic periodontitis patients based on three major groups; periodontitis symptoms related, esthetic related, and dental emergency related. Other researches describe different distribution on patients’ chief complaints, and currently there are no similar research in Indonesia.
Objectives: To describe the distribution of chief complaints in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI.
Methods: A descriptive study using secondary data from 588 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI throughout 2016 - 2018.
Result: The highest distribution of chief complaint found in patients with chronic periodontitis is periodontitis symptoms related (39,8%), followed by esthetic related (39,1%), and dental emergency (0,9%). Patients with other chief complaints (20,2%) found mainly came through referral (6,8%) and pain (5,6%). In male, the common chief complaint found is periodontitis symptoms related (20,2%), while in female is esthetic related (21,6%). According to age, periodontitis symptoms related complaints were mainly found in early adolescents and elderly, while esthetic related complaints were mainly found in late adolescents and adults.
Conclusion: There are different distributions of chief complaint in patients with chronic periodontitis according to gender and age. Periodontitis symptoms related complaints were mainly found in males, and found in early adolescents or elderly. Esthetic related complaints were mainly found in females, and found in late adolescents and adult. Dental emergency related complaints were found in various age group and both genders equally.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Sulandari Arymami
"Latar belakang: Suatu biomarker imunologis diperlukan untuk kasus yang berbatasan antara periodontitis kronis dan periodontitis agresif. Matrix Metalloproteinase-8 (MMP-8) merupakan suatu biomarker penentu risiko dan derajat keparahan penyakit periodonal serta evaluasi hasil perawatan periodontal.
Tujuan: Menganalisis kadar MMP-8 pada cairan krevikular gingiva penderita periodontitis kronis dan periodontitis agresif.
Metode: Penelitian ini mencakup 12 pasien periodontitis agresif, 17 pasien periodontitis kronis dan 6 subjek sehat. Kadar MMP-8 diukur dengan teknik ELISA.
Hasil: Kadar MMP-8 pada periodonitits kronis tidak berbeda bermakna dengan periodontitis agresif (p>0,05).
Kesimpulan: MMP-8 tidak dapat digunakan sebagai acuan diagnosis.

Background: An immunologic biomarker is needed to distinguish between borderline cases between chronic periodontitis and agressive periodontitis. Matrix Metalloproteinase-8 (MMP-8) can be a risk profile of periodontal disease, disease progression and evaluation of periodontal treatment.
Aim: Analyze MMP-8 levels in gingival crevicular fluid of chronic and aggressive periodontitis patients.
Method: Sampel was collected from 6 healthy subjects, 12 subjects aggressive periodontitis and 17 chronic periodontitis subjects. MMP-8 levels were measured with ELISA.
Result:MMP-8 levels in chronic periodontitis did not show any difference to the MMP-8levels in aggressive periodonitits (p>0,05).
Conclusion: MMP-8 can not serve as a diagnostic parameter.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Althea Pranggapati Alexander
"Latar Belakang: Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang dialami setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa) dan penyakit gigi dengan prevalensi terbesar di Indonesia. Insidensi karies mencapai pulpa juga selalu meningkat setiap tahunnya. Perawatan saluran akar merupakan tindakan kuratif yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Menurut studi di berbagai negara, tingkat kegagalan PSA dapat mencapai 30% dengan melibatkan banyak faktor. Saat terjadi kegagalan, tindakan yang paling diutamakan untuk dilakukan adalah perawatan saluran akar ulang untuk mempertahankan gigi asli dari pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab kegagalan PSA dan faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi di masa yang akan datang. Tujuan: Mengetahui prevalensi perawatan saluran akar ulang di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2019-2021. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif dan analitik komparatif yang bersifat retrospektif menggunakan data sekunder rekam medis pasien konservasi di RSKGM FKG UI. Hasil: Dari 3503 pasien PSA di RSKGM FKG UI periode Januari 2019-Juli 2021, 181 pasien dengan kegagalan PSA memilih untuk PSA ulang dan 20 pasien lainnya dilakukan ekstraksi. Melalui analisis komparatif, terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan status penyakit periapeks pada pasien, tidak ditemukan perbedaan antara sosiodemografi, elemen gigi dan diagnosis periapeks pasien pada perawatan PSA ulang dan ekstraksi, dan terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan perawatan yang dipilih (PSA ulang dan ekstraksi). Kesimpulan: Prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI adalah 5,1%. Penyebab kegagalan PSA yang paling banyak ditemukan adalah pengisian saluran akar yang kurang. Diagnosis penyakit periapeks pasca PSA, paling banyak ditemukan adalah abses periapikal. Berdasarkan sosiodemografis, pasien paling banyak didominasi oleh jenis kelamin perempuan dan kelompok usia yang paling banyak ditemukan adalah kelompok usia 50-59 tahun. PSA ulang paling banyak terjadi pada gigi molar mandibula. PSA yang inadekuat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyakit periapeks, proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan PSA ulang adalah PSA inadekuat dan proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan ekstraksi adalah restorasi inadekuat
Background: Dental caries is a serious health problem experienced by half of the world’s population (3.58 billion people) and an oral disease with the highest prevalence in Indonesia. The incidence of pulpitis is also increasing every year. Root canal treatment is taken to cure the disease. According to studies in various countries, endodontic treatment failure rate can reach to 30% involving many factors. When endodontic treatment failure occurs, the most applied action to be taken is endodontic retreatment to preserve patient’s teeth. Therefore, it is necessary to conduct a research on the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI by discovering the causes of the failure and other factors that contributed to the failure to prevent it from happening in the future. Objectives: This study aims to determine the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI for the period of 2019-2021. Methods: Retrospective descriptive and comparative analytical study is done using secondary data found in patient’s medical record. Results: There were 3503 endodontic patients at RSKGM FKG UI for the period of January 2019-July 2021, 181 patients with endodontic failure chose to be treated with endodontic retreatment and another 20 patients underwent extraction. Through comparative analysis, there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and periapical disease. No differences found between the sociodemographic and the tooth, periapical diagnoses of patients with the choices of treatment between endodontic retreatment and extraction, and there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and the choice of treatment. Conclusion: The prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI is 5.1%. The most common etiology of endodontic failure is underobturation. Periapical abscess is the most found diagnosis of post endodontic treatment. Based on sociodemographics, most patients are female and the age group that commonly found was 50-59 years old age group. Endodontic retreatment mostly treated on mandibular molars. the biggest proportion of etiology of failure on endodontic retreatment treatment choice is an inadequate endodontic treatment while the highest proportion of etiology of failure on extraction is inadequate restoration"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Novita Mulya
"Karies merupakan salah satu komplikasi yang umumnya terjadi pada gigi impaksi. Penelitian yang membahas mengenai distribusi frekuensi karies pada gigi impaksi sudah banyak dilakukan di berbagai negara, namun di Indonesia masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai distribusi frekuensi karies pada gigi molar tiga kelas IA di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif yang bersifat retrospektif dengan sampel penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari kartu status pasien RSKGM FKGUI periode Januari 2010-Juli 2013.
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa prevalensi impaksi molar tiga bawah kelas IA sebesar 42,5% dari 496 kasus impaksi molar tiga bawah. Rasio laki-laki : perempuan yang mengalami impaksi molar tiga kelas IA adalah 1:1,7. Mayoritas pasien berusia 17-35 tahun dan kebanyakan berasal dari suku Jawa (44,1%). Sebanyak 23,2% pasien mengalami karies pada gigi impaksinya dan umumnya terjadi pada impaksi mesioangular (17,2%). Permukaan oklusal merupakan daerah yang paling rentan terhadap terjadinya karies baik pada impaksi mesioangular, vertikal, horizontal, maupun transverse, yaitu sebanyak 59,6%.

Caries is one of the complications commonly arise in impacted teeth. Studies concerning frequency distribution of caries in impacted third molar are widely available in several countries, but not in Indonesia. This study aims to get information regarding frequency distribution of caries in class IA impacted third molar among patients of Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Research was done using retrospective descriptive study through observation of patient’s status cards at RSKGM FKGUI from January 2010 to July 2013.
The results indicate that prevalence of class IA impacted third molar is 42.5% out of 496 cases of all impacted mandibular third molar. Gender ratio of male to female is 1: 1.7, whereas the majority of the patients are aged 17-35 years old and of Javanese origins (44.1%). Some patients have caries in their impacted third molar (23.2%), especially in mesioangular impaction (17.2%). Occlusal surface accounts for the most susceptible site to caries in class IA impacted third molar (59.6%) in all mesioangular, vertical, horizontal and transversal impaction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jocelin Tania Kusnadi
"Periodontitis merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang umum diderita penduduk dunia. Klasifikasi penyakit periodontitis direvisi pada tahun 2017, menggabungkan periodontitis kronis dan periodontitis agresif menjadi periodontitis yang memiliki tiga dimensi untuk menjelaskan periodontitis. Data epidemiologi penyakit periodontitis menggunakan klasifikasi terbaru dapat digunakan sebagai informasi dalam menyusun rencana pencegahan dan penanganan penyakit periodontitis. Data tersebut masih belum ada di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui distribusi penyakit periodontitis menggunakan klasifikasi penyakit periodontal tahun 2017 di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Periode 2014-2017.
Metode: Penelitian deskriptif data sekunder dengan subjek 392 rekam medik.
Hasil: Penyakit periodontitis terbanyak menurut pembagian staging adalah stage 3 (52,2%) dan stage 4 (35,8%), menurut pembagian grading adalah grade A (60,4%), dan menurut distribusi dan perluasan adalah generalis (82,6%).
Kesimpulan: Klasifikasi terbaru periodontitis tahun 2017 memberikan detil yang lebih baik dalam menggambarkan kondisi rongga mulut pasien. Penyakit periodontitis terbanyak menurut klasifikasi tahun 2017 adalah stage 3 grade A generalis.

Periodontitis is one of the most common oral disease infected world citizen. Periodontitis classification was revised in 2017, which merge chronic periodontitis and aggressive periodontitis into periodontitis with three dimensions as descriptor. Epidemiology information of periodontitis can be used as information for prevention and treatment plan of periodontitis. In Indonesia, there is no data about the new classification.
Objective: Discover the distribution of periodontitis at Periodontal Clinic RSKGM FKG UI 2014-2017.
Methods: Descriptive study using 392 medical records as subjects.
Results: The most common periodontitis based on staging is stage 3 (52,2%) and stage 4 (35,8%), grade A (60,4) based on grading, and generalized (82,6%) based on distribution and extent.
Conclusion: The new periodontitis classification in 2017 gives better detail in describing patient oral cavitiy condition. The most common periodontitis based on 2017 classification is stage 3 grade A generalized.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Banyak penelitian yang telah dilakukan menemukan hubungan keparahan periodontitis dengan meningkatnya bakteri anaerob negatif Gram, namun peran faktor lokal yang mampu merubah ekologi dan pola populasi bakteri belum pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh faktor lokal dapat mempengaruhi ekologi dalam poket, sehingga merubah pola populasi bakteri di dalamnya. Dari penelititan ini, hanya distribusi dari A.Actinomycetemcomitansyang akan dilihat berdasarkan kedalaman poket. Metode yang digunakan adalah PCR Real Time untuk menghitung frekuensi dan distribusi A.actinomycetemcomitans pada berbagai kedalaman poket disebabkan faktor lokal yang memperberat. Hasil dari penelitian ini tidak ada perbedaan bermakna dengan jenis periodontitis, kedalaman poket dengan faktor lokal yang memperberat. Kesimpulan yang didapat frekuensi A.Actinomycetemcomitans terlalu rendah sehingga perbedaan frekuensi dan distribusi tidak signifikan
, Many past studies have found the association between Gram-negative anaerobes with increased severity of periodontitis.However, none have researched the effect of local factors on the the overall population pattern and bacterial ecology. This aim of this study is to examine the distribution of A.Actinomycetemcomitans in line with the severity of periodontitis by local factors. In this experiment, we measurethe frequency and distribution of A.actinomycetemcomitansusing PCR Real Time. The results of this study were no significant difference in the types of periodontitis, pocket depth with local predisposing factors. The conclusion is the frequency ofA.Actinomycetemcomitansis tooinsignificantto determine the difference in frequency and distribution from various pocket depths.
]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Darmawan
"ABSTRAK
Latar Belakang
Persalinan preterm bukan hanya merupakan masalah kesehatan dengan kejadian yang tinggi (11,1%) tetapi juga penyebab tertinggi (30%) kematian bayi di Indonesia. Faktor risikonya antara lain periodontitis dan kemungkinan karies dentis. Hal ini menunjukkan pentingnya kesehatan gigi dan mulut pada saat kehamilan. Namun, perilaku ibu hamil untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulut masih buruk.
Tujuan
Mengetahui perbandingan prevalensi periodontitis dan karies dentis serta pengetahuan, sikap, perilaku kesehatan gigi mulut antara ibu dengan persalinan preterm dengan persalinan spontan.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan pendekatan pengambilan sampel seperti kasus kontrol. Kelompok kasus adalah ibu hamil yang mengalami persalinan preterm dan kelompok kontrol adalah ibu hamil yang yang bersalin spontan. Diagnosis periodontitis berdasarkan kriteria Community Periodontal Index (CPI). Diagnosis karies berdasarkan adanya karies pulpa. Penilaian pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan gigi dan mulut dengan kuisioner. Karakteristik demografik dan variabel perancu dikontrol dengan analisis multivariat.
Hasil
Didapatkan 182 subjek penelitian yang terdiri dari 83 subjek kasus dan 79 pasien kontrol. Prevalensi periodontitis lebih tinggi pada kelompok persalinan preterm namun tidak bermakna sebagai faktor risiko persalinan preterm (55,4 % vs 54,4 %, p 0,089). Prevalensi karies dentis lebih tinggi pada persalinan preterm namun juga tidak bermakna sebagai faktor risiko persalinan preterm (62.7 % vs 59,5 %, p 0,680.). Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku mengenai kesehatan gigi mulut pada ibu hamil kedua kelompok.
Kesimpulan
Prevalensi periodontitis dan karies dentis pada populasi ini cenderung tinggi. Prevalensi tersebut lebih tinggi pada persalinan preterm namun bukan merupakan faktor risiko persalinan preterm pada populasi ini. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan gigi mulut antara pada ibu hamil yang mengalami persalinan preterm dibandingkan kontrol.

ABSTRACT
Backgrounds
Preterm labor is not only one of health problems with high incidence (11.1%), but also the most cause of perinatal death (30%) in Indonesia. The risk factors are periodontitis and dental caries which assumed. This condition emerges the importance of oral health during pregnancy. However, the behavior of pregnant women for routine oral health evaluation is poor.
Objectives
To compare the prevalence of periodontitis and dental caries, knowledge, attitudes, and behaviors about oral health between women with preterm labor and spontaneous labor.
Methods
This study was a cross sectional study with case-control sampling approach. Case group were pregnant women who experience preterm labor and the control group were women with spontaneous labor. Diagnosis of periodontitis was according to Community Periodontal Index (CPI) criteria. Diagnosis of caries was based on the presence of caries pulp. Assessment of knowledge, attitudes, and behaviors of oral health were using questionnaires. Demographic characteristics and confounding variables were controlled using multivariate analysis.
Results
One hundred and eighty two subjects were obtained, consisted of 83 cases subjects and 79 control subjects. The prevalence of periodontitis was higher but not significant as risk factor for preterm labor (55.4% vs. 54.4%, p 0.089). The prevalence of caries was not significantly different (62.7% vs. 59.5%, p 0.680.). There were no significant differences between knowledge, attitudes and behaviors of oral health in two groups of pregnant women.
Conclusions
Prevalence of periodontitis and dental caries were relatively high. Both prevalences were higher among preterm group, but were not significant risk factors in this population. There were no significant differences between knowledge, attitudes, and behaviors of oral health among preterm group and control."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Anneta Artha Lidwina Malau
"Latar Belakang: Kista periapikal atau dapat disebut juga dengan kista radikular atau kista periodontal apikal merupakan lesi yang umum ditemui pada praktik kedokteran gigi. Kista periapikal merupakan kista odontogenik yang terjadi akibat adanya inflamasi, dengan dinding lesi yang berasal dari residu epitel odontogenik rests of Malassez pada ligamen periodontal. Tingginya prevalensi kista periapikal dibandingkan dengan kista odontogenik lainnya dan belum adanya penelitian terbaru mengenai distribusi dan frekuensi kista periapikal berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi, posisi, kondisi gigi, dan perawatannya di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia melatar belakangi penelitian ini. Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi kista periapikal di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2018 – Desember 2019. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif restrospektif menggunakan data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 4.163 rekam medik pasien bedah mulut di RSKGM FKG UI periode 2018-2019, terdapat 23 pasien dengan kista periapikal. Kesimpulan: Frekuensi distribusi kista periapikal terbanyak adalah pada kelompok usia 21-30 tahun (39,1%), lebih banyak ditemukan pada pasien perempuan (69,6%), gigi insisif lateral rahang atas adalah gigi terlibat dengan frekuensi distribusi terbanyak (33,3%), lokasi paling banyak adalah pada apikal gigi terlibat (77,8%), kondisi gigi terlibat yang paling sering ditemukan adalah nekrosis pulpa (63,0%), dan perawatan saluran akar adalah perawatan yang paling sering dilakukan (22,2%).

Background: Periapical cyst or often known as radicular cyst or apical periodontal cyst is a lesion often found in dental practice. Periapical cyst is an odontogenic cyst of inflammatory origin with an epithelial wall originating from the epithelial rests of Malassez found in the periodontal ligament. Its high prevalence compared to other types of odontogenic cyst and the absence of recent study of its distribution and frecuency based on age, gender, tooth element, position, condition of involved teeth, and treatment of choice render the need of further study about it. Objective: This study aims to determine the distribution and frecuency of periapical cyst in Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Faculty of Dentistry University of Indonesia 2018-2019 period. Methods: Retrospective descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: 23 patients with periapical cysts were found from the total of 4,163 medical records of patients receiving treatments at the Oral and Maxillofacial Surgery Department at RSKGM FKG UI in 2018-2019 period. Conclusion: The frequency and distribution of periapical cyst is mostly found in the third decade of life (39,1%), found more in female patients (69,6%), more often involved maxillary lateral incisive (33,3%), position of the cysts are mostly found at the apical of involved teeth (77,8%), the involved teeth condition are more often pulp necrosis (63,0%), and endodontic treatment is the more chosen treatment (22,2%)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Sabrina
"ABSTRAK
Latar Belakang : Lesi periapikal adalah lesi yang melibatkan area apikal gigi. Lesi periapikal merupakan proses tingkat lanjut dari karies yang bervariasi pada kelompok rahang, elemen gigi, dan ukuran lesi. Selain itu, faktor sosiodemografi seperti jenis kelamin juga dapat mempengaruhi proses terjadinya lesi periapikal Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan distribusi lesi periapikal di RSGM Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014 Metode : Penelitian ini berjenis observasi deskriptif dan merupakan studi retrospektif menggunakan data sekunder berupa gambaran radiografis yang terkomputerisasi dengan baik pada RSGMP Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014. Hasil : Didapatkan 425 kasus lesi periapikal. Frekuensi dan distribusi dipaparkan melalui tabel dan diagram. Kesimpulan : Frekuensi dan Distribusi lesi periapikal paling sering melibatkan gigi 4.6, lokasi terjadinya lesi periapikal paling sering terjadi pada rahang bawah posterior, kelompok ukuran lesi yang paling sering terjadi adalah lesi periapikal dengan ukuran 6-10 mm (49.18%), dan berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih sering terlibat dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 1:1:32.

ABSTRACT
Background : Periapical lesion is a lesion which involving the apical area of the tooth. Periapical lesion is an advanced process of caries which various in the group of the jaw, tooth element, and the size of the lesion. In addition, sex may also affect the occurrence of periapical lesion. Objective : This research aimed to determine the frequency and distribution of lesion in RSGM Paviliun Khusus FKG UI period of January 2007 - September 2014. Methods : The type of this study is descriptive observation, and a retrospective study by using secondary data from the computerized radiographic picture in RSGM Paviliun Khusus FKG UI period of January 2007 - September 2014. Result : There are 425 cases of periapical lesion. Frequency and distribution presented through tables and diagrams. Conclusion : Frequency and distribution of periapical lesion is most commonly involve tooth 4.6, the location of periapical lesion is most commonly happen on the posterior mandible region, the group of the lesion size which commonly happen is 6-10 mm, and based on sex, women are more frequently that involved with the comparison between men and women 1: 1.32.
"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>