Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Belinda Abhyanti
"Dalam The Blind Side (2009), representasi new racism atau rasisme baru digambarkan dalam film persahabatan antar-ras yang menggambarkan hubungan dekat antara orang kulit hitam dan kulit putih. Penelitian ini mencari tahu bagaimana representasi orang kulit hitam dan putih berhubungan ke isu ras lainnya, yaitu aversive racism, dominasi kulit putih, dan acting white. Menggunakan metode kualitatif dalam analisis visual dan transkrip, hasil penelitian menunjukkan meskipun The Blind Side adalah film persahabatan yang menekankan kesetaraan perlakukan terhadap orang kulit hitam dan putih, representasinya menunjukkan bahwa orang kulit hitam masih di bawah orang kulit putih karena orang kulit hitam tidak mendapat kesempatan untuk membuat keputusan mereka sendiri. Representasi ini digambarkan melalui karakterisasi dan interaksi antara orang kulit hitam dan kulit putih dalam film ini.

In The Blind Side (2009), the representation of new racism is depicted in the interracial buddy movie which portrays the close relationship between black and white people. This study seeks to find how the representation of black and white relates to other racial issues, which are aversive racism, white domination, and acting white. Using the qualitative method of visual and transcript analysis, the research results show that although The Blind Side is a buddy movie that emphasizes the equal treatment between black and white people, the representation shows that black people are still below white people because black people do not get opportunity to make their own decision. This representation is depicted by their characterization and interaction between black and white people.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Nurmaya Oktarina
"ABSTRAK
Dongeng putri yang diproduksi oleh Disney telah menjadi salah satu jenis cerita yang membuat perusahaan Disney sangat terkenal. Stereotip putri-putri yang diproduksi oleh Disney pada awalnya berkulit putih. Seiringnya waktu, Disney mulai memfilmkan sebuah film animasi dengan putri yang lebih berwarna. Pada tahun 2009, Disney mengeluarkan putri ras Afrika-Amerika bernama Tiana melalui film The Princess and the Frog (2009). Namun ada ambiguitas yang tercermin dalam penggambaran karakter black dalam film ini. Untuk membantu menganalisis film ini, teori semiotikanya Barthes akan digunakan. Dengan teori tersebut penulis akan melihat bahwa di satu sisi Disney ingin menunjukan Amerika sudah “buta warna”. Film ini terlihat seperti sebuah cerminan yang dipercaya Disney benar dan ideal tentang masyarakat Amerika. Disisi lain, dalam cerminan masyarakat yang ideal ini, black masih tergambarkan dalam strata sosial bawah. Dari sini kita dapat melihat bahwa gagasan “semua manusia diciptakan sederajat” yang tertuliskan dalam deklarasi kemerdekaan Amerika, tidak sepenuhnya diterapkan dalam masyarakatnya.

ABSTRACT
Disney princess fairytales have been one of the genres that made the Disney company so famous. At first, Disney princesses were stereotyped as white skinned. As time goes by, Disney started filming animated movies with more colored princesses. In 2009, Disney released a movie based on an African-American princess named Tiana through the movie „The Princess and the Frog‟ (2009). Ambiguities that tends to be racist are still deplicted in the film. To help analyzing this movie, Barthes‟ semiotics theory will be used. By using that theory, the writer will see that in one hand Disney is trying to convey that America has become “color blind”. This movie tends to picturize a reflection what Disney believe is true and ideal about the American society. On the other hand, inside that ideal society, blacks are still pictured as lower class. Here we see that the notion “all men are created equal” which is written in the declaration of Independence, is not fully implemented in the American society."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Tinezia Hanny
"Get Out 2017 adalah film Hollywood yang mengungkap elemen-elemen dari rasisme kulit putih white racism di dalam kisah mengenai Chris, seorang tokoh Afrika-Amerika, ketika ia pertama kali datang mengunjungi keluarga kekasih kulit putihnya. Get Out menempatkan fokus utamanya pada objektifikasi orang kulit hitam blackness mdash;dengan mengambil pendekatan yang berbeda dari film-film bertema rasisme lainnya melalui sebuah cerita horor. Dengan melakukan analisis tekstual dan menggabungkan beberapa kerangka teori, studi ini bertujuan untuk mencapai sasaran utama, yaitu menyelidiki bentuk-bentuk rasisme yang terjadi di film ini melalui sudut pandang seorang pemeran utama Afrika-Amerika.

Get Out 2017 is a Hollywood film that discloses the elements of white racism within the story about Chris, the African-American protagonist, when he comes to visit the family of his white American girlfriend for the first time. Get Out presumes to put its main focus on the objectification of blackness mdash;while it goes in the opposite direction from most racism-themed films by using a horror genre to complement its storytelling. By conducting a textual analysis and incorporating several theoretical frameworks, this study focuses on its mark, that is, the aim of achieving a key objective to delve into how the acts of white racism are told through the viewpoint of the African-American lead in the movie.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nisya Putri Shaliha
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji subtitle bahasa Indonesia film Zootopia 2016 dan pengaruhnya pada referensi-referensi yang membahas rasisme serta paradigma konstruktivis dalam film tersebut. Tujuannya adalah untuk melihat perubahan arti yang terjadi selama proses penerjemahan. Penelitian ini mencoba menjawab apakah terjemahan yang salah menyebabkan hilangnya referensi-referensi rasisme dan mengubah makna konstruktivis yang ada. Terdapat tiga referensi yang dibahas menggunakan teori metode penerjemahan oleh Peter Newmark 1988 , dan hasil yang didapat selanjutnya dievaluasi menggunakan teori konstruktivisme oleh Vladimir Tatlin 1913 . Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam subtitle bahasa Indonesia film tersebut, referensi-referensinya diterjemahkan dengan metode harfiah, sehingga pemahaman rasismenya hilang. Sebagai konsekuensinya, paradigma konstruktivis filmnya berubah dari diskriminasi terhadap ras menjadi diskriminasi yang dapat terjadi pada siapa saja. Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mengonfirmasi bahwa terjemahan-terjemahan yang salah di Zootopia 2016 menghilangkan pemahaman dari referensi-referensi yang membahas rasisme dan mengubah paradigma konstruktivismenya menjadi diskriminasi yang umum.

ABSTRACT
This research examines the Indonesian subtitle of Zootopia 2016 and its impact towards the racism references and the constructivist paradigm. It aims to see the change of meaning that occurs during the translation process. This research tries to answer the question whether mistranslations cause the removal of racism references in Zootopia and if they also change the constructivist purpose. Three references are studied using methods of translation theory by Peter Newmark 1988 , and the findings are further evaluated using constructivism theory by Vladimir Tatlin 1913 . The method used in analyzing them is qualitative. The results show that in the Indonesian subtitle, the references are translated using literal translation method, which eliminates the understanding of racism. As a consequence, the constructivist paradigm of the movie changes from racial discrimination to discrimination that can happen to anyone. It can be concluded that this research confirms that the mistranslations in Zootopia 2016 eliminate the meaning of the racism references and change the constructivist paradigm to mere discrimination."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Mariska
"Makalah ini bertujuan untuk melihat bagaimana film This Is England mendekonstruksi stereotipe-stereotipe yang sejak lama dipercaya ada pada para anggota skinhead dari gelombang kedua. Ketika sebagian besar orang masih percaya terhadap beberapa stereotipe mengenai skinhead gelombang kedua, film ini menawarkan perspektif yang berbeda mengenai subkultur ini. Analisis tekstual digunakan dalam penelitian ini guna mengobservasi perilaku, dialog, dan hubungan antar-karakter dan menghubungkannya dengan konteks historis berdasarkan latar waktu dan tempat dari film ini. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa stereotipe-stereotipe yang ada mengenai skinhead gelombang kedua tidak terdapat di semua grup skinhead karena film ini menunjukkan bahwa beberapa grup skinhead, bahkan yang berasal dari gelombang yang sama, memiliki tingkah laku yang berbeda.
This paper aims to see how the movie This Is England deconstructs the long-held stereotypes of skinheads coming from the second wave. While most people still believe some stereotypes about the second-wave skinhead, this movie offers a different perspective about the subculture. Textual analysis is used in the research to observe behaviors, dialogues, and relationships between characters in the movie and to look at the historical context of the year in which the movie is set in. This research results in the conclusion that the stereotypes of second-wave skinhead cannot be applied to all skinhead groups, as this movie shows that groups of skinheads, even from the same wave, act differently"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fatahillah Dudayev
"This Is England 2006 adalah sebuah film inggris yang mengungkapkan permasalahan terhadap apayang dipercayai orang banyak mengenai cabang kebudayaan skinhead. Film ini sendiri berceritamengenai anak berumur 12 tahun bernama Shaun yang bergabung ke beberapa kelompok skinhead.Tidak seperti film bertema rasis kebanyakan, This Is England 2006 tidak hanya menampilkan satutipe kelompok. Film ini mempermasalahkan kepercayaan tentang seperti apa skinhead itu denganmerepresentasikan dua kelompok yang berbeda dalam cabang kebudayaan tersebut. Dengan melakukananalisis tekstual dan menggunakan beragam kerangka konsep, makalah penelitian ini bertujuan untukmenjawab pertanyaan terhadap apakah identitas cabang kebudayaan skinhead bersifat tunggal, danbagaimana film tersebut merepresentasikan hal ini. Temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa tidaksemua anggota skinhead berbagi identitas tunggal yang sama, dimana identitas ini biasanya mendapatpengasosiasian dengan stereotip penampilan fisik, tendensi rasis mereka, dan pandangan merekamengenai politik.

This Is England 2006 is a British film that discloses the problematization of what many believe theskinhead subculture is. The film itself tells the story of 12-year-old Shaun who joins several skinheadgroups. Unlike most racism-themed films, This Is England 2006 does not only shows one kind ofgroup. The film problematizes the belief of what skinhead is by representing two different kinds ofgroups within the subculture. By doing textual analysis, and using various conceptual frameworks, thisresearch paper aims to achieve the answer on whether skinhead subculture rsquo;s identity is singular, andhow the movie represents this. The findings of this research show that not all skinhead members sharethe same singular identity, in which identity commonly associated with stereotypical physicalappearances, their racist tendencies, and their views on politics."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Deaz Putri
"Blind Side merupakan salah satu film tersukses dan juga film dengan penonton terbanyak pada tahun 2009. Film ini menceritakan tentang kisah hidup seorang anak remaja miskin berkulit hitam yang hidupnya berubah seutuhnya setelah sepasang suami istri kaya raya beragama Kristen memutuskan untuk menjadi wali resminya. Film ini menarik banyak perhatian para penontonnya karena di dalamnya berisikan tentang masalah tertentu seperti ideologi feminis, nilai-nilai agama Kristen, dan juga aspek-aspek rasisme. Di dalam film ini, perbuatan dan tindakan yang dilakukan para orang berkulit putih untuk membantu hidup anak tersebut menjadi lebih baik menunjukkan tanggung jawab dan beban „tidak terlihat‟ orang berkulit putih sebagai ras yang lebih superior. Karena itu, penting dilakukan analisis dalam masalah ini karena ternyata dibalik cerita klise film ini, terdapat ideologi White Man’s Burden. Artikel ini meneliti ideologi White Man’s Burden yang digambarkan di film ini dengan menganalisis hubungan di antara anak remaja berkulit hitam tersebut dengan orang-orang berkulit putih, adegan tertentu, dialog dan gerakan yang ada di dalam film. Artikel ini menunjukkan bahwa Blind Side merupakan film yang di dalamnya terdapat implikasi dari ideologi White Man’s Burden karena di dalamnya tergambarkan sejumlah ciri dari civilizing mission dalam segi agama, pendidikan dan kebudayaan.
Blind Side is one of the most successful and most viewed movie in 2009 which tells about a poor black teenager whose life is totally changed after having a wealthy devoted Christian parents as his legal guardians. The movie has attracted many attention from the audiences for it contains particular issues, such as progressive feminist ideology, Christian values, and also racism aspects. The actions taken by the Whites in the movie to help the boy to get a better life reveal the “unseen” responsibilities and burdens that the Whites always have as the superiors to civilize the colored races. Therefore, it is significant to conduct an analysis on this particular subject since below the surface, the storyline of the movie is not only about a cliché heart-warming movie but it subtly contains White Man‟s Burden Ideology. This article examines the White Man‟s Burden ideology that is depicted in the movie by analyzing the relationship between the black teenager and the Whites, and also focusing in some particular scenes, gestures, and dialogues. This article suggests that Blind Side can be seen as a movie which has the implication of White Man‟s Burden Ideology since it portrays several significant civilizing missions that are being undertaken by the Whites in terms of religion, education, and culture or the whites‟ lifestyle."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Avie Rajanti Puteri
"Di dalam kebudayaan terdahulu, wanita selalu dianggap sebagai pihak yang minoritas. Kaum pria lah yang menjadi prioritas pertama, pemimpin dan pengambil keputusan. Kaum wanita tidak bisa bebas mengembangkan diri mereka, karena mereka juga dapat disebut juga sebagai kaum yang marjinal. Namun, pada abad ke-21, mereka mempunyai banyak kesempatan untuk mengutarakan pendapat mereka dan menjadi lebih punya kuasa. Perubahan peran gender dalam kehidapan berkeluarga dan bermasyarakat berhasil membawa dampak lahirnya emansipasi bagi kaum wanita. Makalah ini bertujuan untuk menunjukan bagaimana karakter wanita utama dalam film Blind Side mendobrak stereotip peran wanita dalam kedua ruang privat dan publik. Ada dua hal utama yang akan dirujuk oleh makalah ini. Pertama, wanita dalam ruang privat mempunyai kuasa untuk membuat keluarganya lebih baik dari sebelumnya tanpa melupakan perannya sebagai seorang ibu. Kedua, wanita dalam ruang publik mempunyai hak untuk menyuarakan pendapatnya dan mendapatkan posisi di tempat mereka bekerja.

In the traditional culture, women were always considered as the second sex. The first priority, the leader and the decision maker were always men. Women could not be free to explore themselves as a marginalized community. However, in the 21st century, they have more chances to point out their opinion and to be more powerful. The changing of gender role in the family and society leads the emancipation for them. This paper attempts to show how the main female character in film Blind Side breaks the stereotype of women’s role in both private and public spaces. There are two major points that this paper attempts to make. First, women in private space have the power to make the family better in their own way without forgetting the role as mothers. Second, women in public space have their rights to speak out and get the position at the office where they work.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Illahi Ramadhan
"Max Havelaar: of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij (1976) merupakan film hasil karya sutradara asal Belanda, Fons Rademakers, sekaligus film hasil adaptasi novel karya Multatuli dengan judul serupa yang terbit pada tahun 1860. Pada awalnya peluncuran film ini sempat menimbulkan kontroversi dari kalangan masyarakat Indonesia karena kesan yang muncul saat menonton bukanlah seperti menonton film anti-kolonialisme, melainkan sekadar kisah tentang seorang pejabat pemerintah Belanda yang baik dan konfliknya dengan Belanda. Seakan-akan hanya memperlihatkan orang Belanda yang digambarkan sebagai orang baik dan orang Indonesia sebagai penjahat. Kontroversi ini menimbulkan permasalahan bagaimana sebenarnya kolonialisme serta rasisme direpresentasikan pada film Max Havelaar. Penelitian ini ditujukan agar dapat mengetahui adanya nilai-nilai rasisme dalam film Max Havelaar yang merepresentasikan budaya kolonialisme pada masa Hindia Belanda. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik dokumentasi-observasi, dengan teori semiotika oleh Roland Barthes untuk menganalisis pemaknaan tanda rasisme melalui sistem pemaknaan denotatif (denotation), konotatif (connotation) dan meta-bahasa (metalanguage) atau mitos. Hasil dari penelitian ini berupa tiga fakta rasisme dalam film Max Havelaar yaitu; (1) perbudakan serta eksploitasi terhadap bangsa pribumi, (2) prasangka buruk antar bangsa Belanda dan pribumi, dan (3) diskriminasi terhadap bangsa pribumi.

"Max Havelaar: of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij" (1976) is a film by Dutch director, Fons Rademakers, as well as a film adaptation of Multatuli's novel with the same title which was published in 1860. At first the release of this film caused controversy among Indonesian people because the impression that emerged when watching it was not like watching an anti-colonialism film, but simply a story about a good Dutch government official and his conflict with the Dutch. It's as if it only shows Dutch people as good people and Indonesians as criminals. This controversy raises the problem of how colonialism and racism are actually represented in Max Havelaar film. This research is aimed at finding out the existence of racist values in the Max Havelaar film which represents the culture of colonialism during the Dutch East Indies. The research method used is qualitative with documentation-observation techniques, with semiotic theory by Roland Barthes to analyze the meaning of signs of racism through denotative, connotative and metalanguage or myth systems. The results of this research are three facts about racism in the Max Havelaar film, namely; (1) slavery and exploitation of native peoples, (2) prejudice between Dutch and native peoples, and (3) discrimination against native peoples."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa Aprillia Setiawan
"Rasisme sudah menjadi permasalahan umum di masyarakat khususnya bagi kelompok kulit hitam hingga saat ini. Di Jerman sendiri ujaran rasisme sudah diutarakan oleh Hitler sejak tahun 1933 yang pada saat itu menganggap bangsa Arya di atas segalanya, sehingga bangsa Yahudi dinilai tidak pantas untuk berada di Jerman. Peristiwa tersebut masih berdampak hingga saat ini, yaitu terdapat ujaran dan tindakan rasisme terhadap kelompok minoritas. Film Berlin Alexanderplatz (2020) yang menjadi korpus data dalam penelitian ini menampilkan bagaimana kehidupan imigran kulit hitam bertahan hidup dan mencapai kehidupan yang layak, sehingga penelitian ini berfokus pada bagaimana rasisme ditampilkan dan kelompok minoritas direpresentasikan dalam film Berlin Alexanderplatz (2020). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kajian pustaka serta teori sinematografi Joseph V. Mascelli dan teori representasi Stuart Hall untuk mencari makna dari percakapan dan adegan dalam film. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan rasisme dan representasi kelompok minoritas ditampilkan melalui tiga tahapan kehidupan yang dialami oleh Franz, yaitu ketika dirinya belum memiliki apa- apa, ketika dirinya telah berhasil mencapai kehidupan yang layak, dan ketika dirinya kembali ke tahap kehidupan awal yang tidak memiliki apa-apa. Pemaparan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok minoritas masih diperlakukan secara semena-mena dan keberadaannya dianggap remeh.

Racism has been a common society issue, especially for black people. In Germany racism had been uttered by Hitler since 1933, which the Aryans were on the top amongst the other. Therefore, the Jewish were not considered fit to live in Germany. The event still has an impact until now, namely there are racism actions and speech against the minorities. The film Berlin Alexanderplatz (2020) which is the corpus of this research shows how the lives of black immigrants survive and achieve a decent life, so this research focuses on how racism is showed and minority groups are represented in the film Berlin Alexanderplatz (2020). Theory of cinematography by Joseph V. Mascelli, theory of representation by Stuart Hall, qualitative methods and literature review are used to find the meaning of conversation and scenes in the film. The results show that act of racism and the representation of minorities showed through three Franz’s life stages, namely when he has nothing, when he has succeeded in achieving a decent life, and when he returns to his empty life. This research also shows that the minorities are still treated arbitrarily and their existence is underestimated. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>