Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85678 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Rosdiana
"Latar Belakang: Infeksi merupakan penyebab kematian yang penting pada thalassemia. Peningkatan risiko infeksi disebabkan oleh banyak faktor antara lain karena kelebihan besi dan splenektomi. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan fungsi fagositosis monosit pada pasien thalassemia mayor pasca splenektomi dan non splenektomi serta mengetahui hubungan fungsi fagositosis monosit dengan kadar feritin serum.
Metode: Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSCM, Jakarta pada September 2013 ? Februari 2014. Desain penelitian potong lintang, dengan subjek penelitian pasien thalassemia mayor, terdiri dari 58 subjek pasca splenektomi dan 58 subjek non splenektomi yang telah dilakukan macthing umur dan jenis kelamin. Dilakukan pemeriksaan fagositosis monosit menggunakan E.coli yang telah diopsonisasi dan dilabel FITC sebagai target, (PhagotestTM) dan diperiksa dengan flow cytometry BD FACSCalibur. Kadar feritin serum diperiksa dengan Cobas e 601.
Hasil: Median fagositosis monosit pada 58 subjek pasca splenektomi 5,03 (0,17 ? 22,79) %, dan pada 58 subjek non splenektomi 7,09 (0,11 ? 27,24) %, dan nilai p > 0.05. Kadar feritin serum pada subjek pasca splenektomi 6.724 (644,60 ? 21.835) ng/mL dan subjek non splenektomi 4.702,50 (1.381 ? 14.554) ng/mL, dan nilai p < 0.05. Hasil uji korelasi fungsi fagositosis monosit dengan kadar feritin didapatkan r = 0.13 (nilai p = 1.00).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara fungsi fagositosis monosit pada pasien thalassemia mayor pasca splenektomi dan non splenektomi. Kadar feritin serum pada pasien thalassemia mayor pasca splenektomi lebih tinggi secara bermakna dibandingkan non splenektomi. Tidak didapatkan hubungan antara fagositosis monosit dengan kadar feritin serum.

Background: Infection is an important cause of death in thalassemia. Increase of risk of infection could be due to iron overload and post-splenectomy. The study aimed to determine the difference of phagocytosis function of monocyte between post-splenectomized and non- splenectomized patients with thalassemia major, and the correlation of phagocytosis function of monocyte and serum ferritin level.
Methods: The study was conducted in Department of Clinical Pathology Cipto Mangunkusumo hospital, Jakarta, in September 2013 ? Februari 2014. It was a cross sectional study. The study subjects consisted of 58 post-splenectomized patients and 58 non-splenectomized patients with age and sex matching. Phagocytosis function of monocyte was determined using E.coli opsonized and labelled with FITC as target, (Phagotest TM) and was measured by flow cytometry BD FACSCalibur. Serum ferritin level was measured using Cobas e 601.
Result: Median phagocytosis of monocyte was 5,03 (0,17 ? 22,79) %, in 58 post- splenectomized subjects and 7,09 (0,11 ? 27,24) % in non-splenectomized subjects; p value > 0.05. Serum ferritin level was 6.274 (644,60 ? 21.835) ng/mL in post-splenectomized subjects and 4.702,50 (1.381 - 14.554) ng/mL in non-splenectomy subjects; p value < 0.05. The correlation between phagocytosis function of monocyte and serum ferritin level was r = 0.13 ( p value = 1.00).
Conclusion: There was no statistical difference of phagocytosis function of monocyte between post-splenectomized subjects and non-splenectomized subjects. Serum ferritin level in post- splenectomized was higher than non-splenectomized subjects. There was no correlation between phagocytosis function of monocyte and serum ferritin level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Ichsan Wiguna
"Transfusi darah berulang pada subjek thalassemia mayor berpotensi menyebabkan transmisi virus hepatitis B dan / atau C. Infeksi dapat menyebabkan perubahan kadar feritin serum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi varian virus hepatitis dan hubungannya dengan kadar feritin serum. Penelitian potong-lintang dilakukan dengan membandingkan kadar feritin serum antar kelompok subjek terinfeksi varian virus hepatitis pada subjek thalassemia mayor di RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta antara tahun 2006-2015. Hasil penelitian menyebutkan bahwa prevalensi infeksi hepatitis keseluruhan sebesar 10,06 subjek dan didapatkan nilai p < 0,050 dari uji komparasi antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis. Pevalensi infeksi hepatitis keseluruhan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lain dan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis.

Regular blood transfusion in major thalassemia subjects potentially mediates infection of hepatitis B and or C virus. Infection can change serum ferritin level. This research intends to know the prevalence of hepatitis virus variant infection and its association with serum ferritin level. This research used cross sectional method to compare serum ferritin level within each hepatitis virus variant infection subject's groups on major thalassemia subjects in RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta within 2006 2015. Results showed that prevalence of hepatitis in total was 10.06 subjects and p value from comparison test of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis is p 0,050. Prevalence of hepatitis in total was lower than prevalence value in the other studies and there were significant association of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeffry Beta Tenggara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Muatan besi berlebih adalah kondisi yang akan terjadi pada penderita thalassemia yang bergantung transfusi. Muatan besi berlebih yang terjadi progresif akan menimbulkan kerusakan organ akibat toksisitas besi. Banyak ditemukan kelainan tulang pada penderita thalassemia seperti perawakan pendek, facies cooley atau fraktur spontan, tetapi sampai saat ini hanya sedikit penelitian yang secara khusus mencari efek toksisitas besi di tulang pada penderita thalassemia dewasa.Tujuan: Mengetahui peran toksisitas besi pada penurunan densitas tulang penderita thalassemia dewasa yang bergantung transfusiMetode: Studi potong lintang dilakukan terhadap penderita thalassemia mayor dan intermedia dewasa yang mendapat transfusi rutin di RSUPNCM Jakarta dari Agustus sampai Oktober 2016. Dilakukan pemeriksaan kadar besi yaitu saturasi transferrin ST dan ferritin serum, pemeriksaan Dual X-ray Absorbtiometry DXA untuk menilai densitas masa tulang BMD dan rontgen pelvis untuk menilai indeks femoral Singh. Analisis dilakukan untuk mengetahui korelasi antara ST atau ferritin dengan nilai BMD, korelasi antara indeks femoral Singh dengan BMD dan pencarian titik potong ST atau ferritin untuk membedakan densitas tulang rendah dan normal pada penderita thalassemia mayor dan intermedia dewasa dengan menggunakan receiver operating curve ROC .Hasil: Sebanyak 60 penderita usia 18-68 tahun, 32 adalah penderita thalassemia mayor dan 68 adalah penderita intermedia dewasa yang mendapat transfusi minimal sekali tiap bulan dengan rerata Hb pre-transfusi sebesar 8.08mg/dL. Sebanyak 68 penderita memiliki densitas tulang rendah. Didapatkan nilai median ST 86 20-112 , median dari rerata nilai ferritin setahun yaitu 3881 ng/mL 645-15437ng/mL , median nilai BMD terendah -1.1 -5.7- -2.6 . Didapatkan korelasi negatif secara bermakna antara ST dengan nilai BMD r=-0.329, nilai p=0.01 , namun tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara ferritin dengan nilai BMD r=-0.088, nilai p=0.504 serta tidak ditemukan korelasi yang bermakna antara indeks femoral Singh dengan BMD r=0.273, nilai p= 0.038 . Kurva ROC, nilai ST didapatkan area dibawah kurva AUC 0.727 dengan titik potong ST 89.5 untuk membedakan densitas tulang rendah dan normal Kesimpulan: Kejadian densitas tulang rendah pada penderita thalassemia adalah sebesar 68 . Terdapat korelasi terbalik yang signifikan antara ST dan nilai BMD dengan nilai titik potong ST 89.5 untuk membedakan densitas tulang rendah dan normal pada thalassemia dewasa
"
"
"ABSTRACT
"Background Iron overload is a complication experienced by transfusion dependent thalassemia TDT patients. Progressive iron accumulation results in tissue damage referred as iron toxicity. Bone deformities complication such as short stature, cooley rsquo s face and fracture are also commonly found among TDT patients but only few studies has been conducted to evaluate the effect of direct iron toxicity in bone among such population.Objective To determine the role of iron toxicity in low bone mass density among transfusion dependent thalassemia patients.Methods Cross sectional study conducted among major and intermedia thalassemia patients whom regularly received blood transfusion in CiptoMangunkusumo Central Hospital Jakarta between August to October 2016. Level of transferrin saturation TS and ferritin were measured as indicator of body iron level while dual x ray absorptiometry were measured to evaluate bone mass density BMD and pelvic X ray to evaluate Singh femoral index. Statistical analysis were conducted to evaluate correlation between TS or ferritin to BMD, correlation between Singh index and BMD and to determine the best cutoff value of TS or ferritin to differentiate between normal to low bone mass density among TDT patients using receiver operating curve ROC Results Total of 60 patients between 18 68 years old, 32 were thalassemia major patients, 68 were transfusion dependent thalassemia intermedia patients. Mean pre transfusion HB were 8.08mg dL, and as much as 68 subjects had low bone density. Median value of TS was 86 20 112 , median value of ferritin was 3881ng mL 645 15437ng mL , median value of the lowest BMD score was 1.1 5.7 2.6 . Significant reverse correlation between BMD score and TS was found r 0.329 p value 0.01 but no correlation with ferritin r 0.088, p value 0.504 nor correlation to Singh femoral index r 0.273, p value 0.038 . ROC curve analysis showed with area under the curve AUC 0,727, the best cutoff TS to differentiate normal to low bone density was 89.5 Conclusion Low bone mass density is a common complication of thalassemia major and transfusion dependent thalassemia intermedia. Reverse correlation between BMD score and TS with cutoff value of TS 89.5 to to differentiate normal to low bone density"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betti Danil
"Latar belakang. Kelebihan zat besi akibat transfusi rutin pada penderita thalassemia mayor menyebabkan timbunan zat besi yang akan membuat kerusakan signifikan pada banyak organ, seperti hati dan kelenjar paratiroid, sehingga dapat mengganggu metabolisme vitamin D dan kalsium.
Tujuan. Mengetahui hubungan antara kadar feritin serum dengan kadar 25 (OH)D dan kalsium ion pada anak thalassemia mayor.
Metode. Penelitian ini adalah studi potong lintang yang dilakukan pada 64 anak thalassemia mayor usia 7-12 tahun dari bulan November hingga Desember 2020 di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Feritin serum dan kalsium ion diperiksa di laboratorium patologi klinik RSCM. Pemeriksaan kadar vitamin D 25 (OH)D dengan metode Enzyme-Linked Fluorescent Assay (ELFA) dilakukan di Laboratorium Kalgen Innolab Jakarta.
Hasil. Dari 64 subjek, rerata feritin serum (SB) 5537.85 (2976.17) ng/mL, rerata serum vitamin D 25 (OH)D (SB) 15,556 (5,825) ng/mL dan rerata kalsium ion (SB) 1,144 (0,079) nmol/L. Sebanyak 6,3% subjek mengalami hipokalsemia. Defisiensi vitamin D ditemukan pada 34,4% subyek dan insufisiensi pada 45,3% subyek. Koefisien korelasi Pearson antara feritin serum dan vitamin D (r = -0,020, p = 0,873), dan untuk kalsium ion (r = 0,01, p = 0,938).
Kesimpulan. Hubungan antara feritin serum terhadap vitamin D dan kalsium ion tidak menunjukkan korelasi. Tingginya prevalens defisiensi vitamin D pada anak thalassemia mayor membutuhkan penanganan lebih komprehensif untuk meningkatkan kesehatan tulang, mencegah patah tulang dan potensi komplikasi terkait lainnya.
.....Background. Iron overload due to routine transfusions in thalassemia major children causes iron deposits that will make significant damage to many organs, such as the liver and parathyroid glands, so that can disrupting the vitamin D and calcium metabolism.
Objective. To determine the correlation between serum ferritin levels with 25
(OH)D levels and ionized calcium in thalassemia major children.
Methods. This study was a cross sectional study was conducted on 64 children with thalassemia major, aged 7-12 years, from November to December 2020 at Dr. Cipto Mangunkusumo (CMH). Serum ferritin and ionized calcium patients were examined in the laboratory of Dr. Cipto Mangunkusumo. Serum 25 (OH)D examination using the Enzyme-Linked Fluorescent Assay (ELFA) method was carried out at the Kalgen Innolab Jakarta Laboratory.
Results. From 64 subjects, mean serum ferritin (SD) 5537.85 (2976.17) ng/mL, mean serum vitamin D 25 (OH)D (SD) 15.556 (5.825) ng/mL and mean ionized calcium (SD) 1.144 (0.079) nmol/L. A total of 6.3% of subjects experienced hypocalcemia. Vitamin D deficiency was present in 34.4% of subjects and insufficiency in 45.3% of subjects. Pearson’s correlation coefficient between serum ferritin and vitamin D (r = -0.020, p = 0.873), and for ionized calcium (r = 0.01, p = 0.938).
Conclusions. The association between serum ferritin and vitamin D and calcium ions showed no correlation. The high prevalence of 25 (OH)D deficiency in thalassemia major children requires further management to improve bone health, prevent fracture and other related potential complications."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Anna Mira
"ABSTRAK
Latar Belakang: Muatan besi berlebih akibat transfusi darah dan peningkatan serapan besi di saluran cerna, masih merupakan isu penting pada Thalasemia Intermedia TI , dan dikaitkan dengan berbagai komplikasi yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Pemeriksaan MRI T2 hati sebagai pemeriksaaan yang tervalidasi dalam menilai Liver Iron Concentration LIC , merupakan pemeriksaan yang mahal dan tidak tersedia secara merata di Indonesia.Tujuan: Mengetahui gambaran muatan besi berlebih darah dan hati pada pasien thalasemia intermedia dewasa dan korelasi antara saturasi transferin, feritin serum, MRI T2 hati, dan LIC yang dinilai dengan pemeriksaan MRI T2 hati dengan nilai elastografi hati.Metode: Penelitian potong lintang pada pasien thalasemia intermedia dewasa dengan transfusi darah dan dengan atau tanpa kelasi besi di RSUPNCM dr. Cipto Mangunkusumo mulai dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016, dengan total subyek penelitian sebanyak 45 orang. Dilakukan pemeriksaan saturasi transferin, feritin serum, elastografi hati, dan MRI T2 hati. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman.Hasil: Sebanyak 64,4 subyek penelitian adalah Thalasemia ?-Hb E, dengan median RIK umur 33 22 tahun. Sebanyak 84,4 subyek penelitian mendapatkan transfusi darah secara reguler. Seluruh subyek penelitian mengalami komplikasi hemosiderosis hati melalui pemeriksaan MRI T2 hati. Sebanyak 48,9 mengalami hemosiderosis hati berat, dengan nilai median MRI T2 hati 1,6 ms. rerata feritin serum adalah 2831 1828 ng/mL, dengan nilai median saturasi transferin 66 . Nilai rerata LIC melalui pemeriksaan MRI T2 adalah 15,36 7,37 mg besi/gr berat kering hati dan nilai rerata elastografi hati adalah 7,7 3,8 Kpa. Uji korelasi didaptakan terdapat korelasi nilai elastografi hati dan rerata feritin serum r = 0,651; p = 0,000 , nilai elastografi hati dan LIC r = 0,433; p = 0,003 dan korelasi negatif nilai elastografi hati dan MRI T2 hati r = -0,357; p = 0,016 .Simpulan: Terdapat korelasi antara muatan besi berlebih feritin serum dan LIC dengan nilai elastografi hati. Terdapat korelasi negatif nilai elastografi hati dengan MRI T2 hati pada pasien thalasemia intermedia dewasa.

ABSTRACT
Background Iron overload is a common feature of thalassemia intermedia due to regular blood transfusion and increase gastrointestinal iron absorption. Early detection and adequate iron chelator can significantly decrease related morbidities and mortality due to complication from iron overload. Liver Iron Concentration LIC is the best way to measure body iron stores. MRI T2 as a validated test to identify LIC, is expensive and currently not available in all medical services in Indonesia.Objective To identify liver iron overload and correlation of transferrin saturation, serum ferritin, liver MRI T2 , and LIC with transient liver elastography in adult thalassemia intermedia patient.Methods We conducted a cross sectional study enrolling 45 patients with thalassemia intermedia with blood transfusion and with and without iron chelator therapy. The study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital from August 2016 through October 2016. We performed measurements of transferrin saturation, serum ferritin level, transient liver elastography and liver MRI T2 . The Pearson and Spearman correlation test were used to evaluate the correlation transient liver elastography with transferrin saturation, serum ferritin, Liver MRI T2 , and LIC.Results As much as 64,4 of study subject are Hb E Thalasemia Intermedia with median IQR age is 33 22 years old. As much as 84,4 of study subject have regular blood transfusion. On the basis of liver MRI T2 , all studi subject suffered from liver iron overload, with 48,9 had severe liver iron overload. The median value of Liver MRI T2 was 1,6 ms. The mean serum ferritin was 2831 1828 ng mL, with median value of transferrin saturation was 66 . The mean of LIC corresponding to Liver MRI T2 and mean liver stiffness measurement was 15,36 7,37 mg Fe gr dry weight and 7,7 3,8 Kpa respectively. Liver Stiffness correlated with serum ferritin r 0,651 p 0,000 , Liver MRI T2 r 0,357 p 0,016 , and LIC r 0,433 p 0,003 . No correlation was found between liver elastography and transferrin saturation r 0,204 p 0,178 .Conclusions Serum ferritin, Liver MRI T2 , and LIC correlated with liver elastography. No correlation was found between transferin saturation and liver elastography. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvian Putra A.
"Pendahuluan: Terapi transfusi darah rutin pada pasien thalassemia berisko menyebabkan hemokromatosis sekunder pada tubuh. Hemokromtasosis sekunder, yang diukur dengan kadar ferritin serum, dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang berdampak pada keterlambatan pertumbuhan atau stunting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui presentase pasien thalassemia anak di RSCM Kiara yang mengalami stunting, melihat hubungan antara kadar ferritin serum dengan stunting, kadar hemoglobin dengan stunting, dan nilai hematokrit dengan stunting.
Metode: Dari 285 data pasien thalassemia di RSCM Kiara, diambil 109 data pasien yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini. Data tersebut terdiri dari 55 anak laki-laki dan 54 anak perempuan dengan rentang usia 0-18 tahun.
Hasil: Dari 109 pasien, terdapat 48,7 53/109 pasien yang memiliki kondisi stunting. Kelompok stunting tersebut terdiri dari 40 22/55 anak laki laki dan 54,7 31/54 anak perempuan. Bila digunakan kadar ferritin serum ng/dL dengan cut off 1000, 2000, 3000, 4000 sebagai batas cut off untuk menyatakan adanya hemokromatosis, tidak ditemukan adanya hubungan p>0,05 . Namun, terdapat perbedaan signifikan p.

Introduction: Routine blood transfusion in thalassemia patient is commonly reported on causing secondary hemochromatosis. Untreated secondary hemochromatosis, which is measure with serum ferritin level, can lead to liver hemosiderosis which directly responsible for delay growth or stunting. The aim of this study is to know the percentage of stunting condition in RSCM Kiara thalassemia patient and if there any correlation between secondary hemochromatosis, hemoglobin, and hematocrit with stunting.
Methode: From 285 thalassemia patient data in RSCM Kiara, 109 were taken as a subject in this research. It is consisted of 55 boys and 54 girls with age range from 0 18 years.
Result: From 109 patients, there are around 48.7 53 109 patient who shown stunting condition. It is consisted 40 22 55 boys and 57.4 31 54 girls. If serum ferrtin level ng dL cut off point 1000, 2000, 3000, 4000 is used to determined condition of hemochromatosis, it was found to have no significant relation p 0.05 with stunting, However, there are a significant different p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Dwi Putra
"Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di Indonesia. Sepuluh persen dari TB ekstraparu adalah TB tulang, dan sekitar 50%
penderita TB tulang menyerang tulang belakang (Spinal Tuberkulosis). Respon tubuh
terhadap Mycobacterium tuberculosis (M.tb) sehingga menimbulkan penyebaran
ekstraparu, khususnya respon makrofag sebagai pertahanan lini pertama, masih belum
sepenuhnya dimengerti. Makrofag menghasilkan molekul reactive oxygen species (ROS)
sebagai hasil dari oxygen burst untuk mengeliminasi antigen. Nitrat Oksida (NO) dan
mieloperoksidase (MPO) berperan pada oxygen burst Selain itu, Pada fagositosis
terdapat organel lisosom yang di dalamnya terdapat enzim hidrolase (fosfatase asam dan
beta glukuronidase) berguna pada pencernaan intraseluler. Penelitian ini menguji
hipotesis bahwa ada gangguan fungsi makrofag pada pasien TB tulang belakang. Monosit
diisolasi dari peripheral blood mononuclear cells (PBMC) dari lima pasien TB tulang
belakang dan lima orang sehat sebagai kontrol. Monosit yang terisolasi dikultur dengan
stimulasi dari macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) selama tujuh hari untuk
pematangan. Kemampuan fagositosis makrofag dinilai aktivitasnya terhadapa sel darah
merah domba (SDMD). Sedangkan nitrat oksida (NO), mieloperoksidase (MPO), betaglukuronidase,
dan aktivitas fosfatase asam diselidiki dengan metode spektrofotometer.
Analisis data dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20. Kami menemukan bahwa
monosit yang diisolasi dari PBMC pasien TB tulang belakang secara signifikan lebih
sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol (2992.103 vs 6474.103 (sel / mL)) dan
juga lebih sedikit makrofag yang melekat pada sel darah merah domba (SDMD) (264.103
vs 598.103 (sel / mL)). Namun, produksi NO (2346 vs 325,17 (μmol / gram protein)), dan
MPO (570,7 vs 17,4 (unit / mg), beta-glukuronide (0,149 vs 0,123 (unit / mg)), dan asam
fosfatase aktivitas (1776,9 vs 287,9 (unit / mg)) dari makrofag kelompok TB tulang
belakang lebih tinggi daripada kelompok yang sehat serta korelasi negatif kuat dan
bermakna antara fagositosis makrofag dengan tiap variabel tersebut. Selain itu, Terdapat
korelasi positif lemah dan tidak bermakna antara kejadian fagositosis dan uji WST.
Meskipun pengenalan rendah pada benda asing, proses makrofag intraseluler, termasuk
aktivitas oksidatif dan fungsi lisosom, tinggi secara signifikan. Hasil ini menunjukan
penurunan fungsi makrofag pada pasien TB tulang belakang serta terdapat kemungkinan
adanya dominasi imunitas non-spesifik bawaan pada infeksi TB tulang belakang
Tuberculosis (TB) is still one of the main health problems in Indonesia. Ten percent of
extrapulmonary TB is bone TB and about 50% of people with bone TB affected to the
spine. The immune response against Mycobacterium tuberculosis (M.tb), which causes
extrapulmonary spread, particularly the response of macrophages as a first-line defense,
is still not fully understood. Macrophages produce reactive oxygen species (ROS)
molecules as a result of oxygen bursts to eliminate antigens. Nitric Oxide (NO) and
myeloperoxidase (MPO) play a role in oxygen burst. Also, phagocytosis process involved
lysosomal organelles in which there are hydrolase enzymes (acid phosphatase and betaglucuronidase),
which have important role in intracellular digestion. This study examined
the hypothesis about impairment of macrophage function in spondylitis TB patients.
Monocytes were isolated from peripheral blood mononuclear cells (PBMC) collected
from five spinal TB patients and five healthy people as controls. Isolated monocytes were
cultured by stimulation of macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) for seven days
for maturation. The phagocytic ability of macrophages is assessed as to their activity on
sheep red blood cells. Whereas nitric oxide (NO), myeloperoxidase (MPO), betaglucuronidase,
and acid phosphatase activity were investigated by spectrophotometer
methods. Data was analyzed using SPSS version 20. We found that monocytes isolated
from PBMC of spondylitis TB patients were significantly less than in the control group
(2992,103 vs 6474,103 (cells / mL)) and also fewer macrophages attached to red blood
cells sheep (264,103 vs 598,103 (cells / mL)). However, NO production (2346 vs 325.17
(μmol / gram protein)), MPO (570.7 vs. 17.4 (units/mg), beta-glucuronide (0.149 vs 0.123
(units/mg)), and acids phosphatase activity (1776.9 vs 287.9 (units/mg)) of macrophages
in the spondylitis TB group were higher than in the healthy group. There was a strong
and significant negative correlation between phagocytosis of macrophages with each of
the previous variables. There was no significant difference between phagocytic ability
and the WST test. Although the recognition against foreign bodies was low, intracellular
macrophage processes, including oxidative activity and lysosomal function, were
significantly higher than control. This result showed a decrease of macrophage function
in spondylitis TB patients as well as a possible dominance of non- specific immunity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Sulastri
"Model pemberian asuhan keperawatan merupakan metode/pendekatan yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh model asuhan penyakit kronis pada anak usia sekolah yang mengidap thalassemia f3 mayor untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Penelitian ini menggunakan desain riset operasional melalui tiga tahapan penelitian. Tahap I: Identifikasi kebutuhan melalui penelitian kualitatif Tahap II: pengembangaan Modified Chronic Care Model hasil integrasi antara penelitian tahap I, studi literatur, dan konsultasi pakar. Tahap III: uji coba model dengan rancangan quasi experiment with control group. Metode sampling menggunakan simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 148.
Hasil penelitian menunjukkan :
1) Tahap I: diperoleh 15 tema;
2) Tahap II: dihasilkan modifikasi chronic care model dengan 1 buku asuhan keperawatan, 2 buku saku untuk pasien dan keluarga, 1 buku saku untuk perawat; 3) Tahap III: sikap keluarga, kualitas hidup anak, pengelolaan diri dan status fungsional anak yang mendapat intervensi Modified Chronic Care Model lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat intervensi.
Kesimpulan, Modified Chronic Care Model efektif meningkatkan kualitas hidup anak, meningkatkan kemampuan pengelolaan diri anak, meningkatkan status fungsional anak dan meningkatkan sikap keluarga dalam merawat anak.
Rekomendasi :
1) Replikasi model di rumah sakit pemerintah lain;
2) Pelatihan berkelanjutan bagi perawat di ruang rawat thalassemia;
3) Penelitian lanjut yaitu penghitungan ratio tenaga perawat dengan pasien.

Nursing care model is the important thing for better quality of nursing care. The aim of this study is to develop nursing care model for thalassemic school age children. This study used operational research design through three stages namely Stage I: Identifying problems and needs. Stage II: Developing the Modified Chronic care Model resulted from integration of the results of stage 1 studies, literature studies, and expert consultation; Stage III: Testing the model with the quasi experiments with control group design. Sampling strategy used simple random sampling method with 148 samples.
Results ofresearch were obtained:
1) Stage I: 15 themes were obtained;
2) Stage II: Modification of Chronic Care Model with 1 book o f nursing care, 2 pocket books for patients and their family, 1 pocket book for nurses;
3) Stage III: Children's quality of life, functional status and self-management who received Modified Chronic Care Model intervention were higher than children who didn't receive. Family attitudes who received Modified Chronic Care Model intervention were higher than family who didn't receive.
In conclusion, Modified Chronic Care Model effectively increases thalassemic school age children's quality of life, functional status, self- management, and family attitude.
Recommendations:
1) Replicate similar models in other government hospitals;
2) Keep continuing training for nurses in thalassemic unit;
3) study about patient-nurse ratio."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardra Christian Tana
"Latar belakang dan tujuan: Pasien transfusion dependent thalassemia (TDT) rutin mendapatkan transfusi darah untuk mencegah komplikasi anemia kronik, namun kadar besi dalam tiap kantung transfusi yang diberikan akan menumpuk pada organ-organ, dan pada jantung akan mengakibatkan iron overload cardiomyopathy (IOC). Komplikasi IOC ini merupakan penyebab mortalitas tertinggi pada pasien thalassemia, sehingga dibutuhkan modalitas untuk deteksi dini agar tatalaksana dapat diberikan lebih awal. Modalitas terpilih untuk mendeteksi kadar besi dalam jantung adalah dengan mengukur nilai T2* miokardium menggunakan MRI sekuens T2*, namun karena adanya keterbatasan modalitas maka dibutuhkan metode lain. Pada pasien dengan IOC, akan terjadi gangguan pada fungsi diastolik jantung terlebih dahulu. Oleh karena itu parameter yang dapat menilai fungsi diastolik jantung diharapkan juga dapat mendeteksi IOC lebih dini. Parameter yang diajukan pada penelitian ini adalah left atrial ejection fraction (LAEF) dan left atrial expansion index (LAEI) yang menggambarkan fungsi diastolik jantung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode pemeriksaan alternatif dari penilaian T2* untuk mendeteksi IOC serta mengetahui korelasi antara LAEF dan LAEI dengan nilai T2* jantung.
Metode: Penelitian ini merupakan uji korelasi menggunakan desain potong lintang menggunakan data sekunder yang dilakukan di RSCM pada bulan April 2018 hingga September 2018. Didapatkan 70 subjek penelitian, yang masing-masing dilakukan pengukuran nilai T2* pada miokardium serta pengukuran dimensi atrium kiri. Analisis statistik menggunakan uji pearson.
Hasil: Didapatkan korelasi negatif rendah antara LAEF dengan nilai T2* (R= - 0,12, p>0,05) dan tidak didapatkan korelasi antara LAEI dengan nilai T2* (R= - 0,09, p>0,05).
Kesimpulan: Terdapat korelasi berkebalikan rendah antara LAEF dengan nilai T2* miokardium serta tidak didapatkan korelasi antara LAEI dengan nilai T2* miokardium. Oleh karena itu tidak dianjurkan penggunaan parameter tersebut untuk memprediksi IOC pada pasien dengan TDT.

Background and objectives:Transfusion dependent thalassemia (TDT) patients routinely get blood transfusions to prevent complications of chronic anemia, but iron content in each given transfusion sac will accumulate in the organs. In the heart it will result in iron overload cardiomyopathy (IOC), which is the highest cause of mortality in thalassemia patients. Therefore, modalities for early detection are needed so that early treatment can be given. Currently, the chosen modality for detecting iron levels in the heart is by measuring the myocardial T2 * value using MRI T2 * sequences, but due to limitations in modalities another method is needed. In patients with IOC, the diastolic function of the heart will occur first. For that reason, a parameter that can assess cardiac diastolic function is also expected to detect IOC earlier. The parameters proposed in this study are left atrial ejection fraction (LAEF) and left atrial expansion index (LAEI) which define cardiac diastolic function. The purpose of this study was to obtain an alternative examination method other than T2 * assessment to detect IOC and also to find out the correlation between LAEF and LAEI with heart T2 * values.
Method: This study is a correlation test using a cross-sectional design with secondary data, conducted at RSCM in April 2018 to September 2018. T2* score and left atrial dimensions was measured from all 70 subjects. Statistical analysis was done using Pearson correlation test.
Results: There was a low negative correlation between LAEF and T2 * (R = - 0.12, p> 0.05) and there was no correlation between LAEI and T2 * (R = - 0.09, p> 0.05).
Conclusion: There is low inverse correlation between LAEF and the myocardium T2 * value and there is no correlation between LAEI and myocardium * T2 value. Therefore, it is not recommended to use these parameters to predict IOC in patients with TDT.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Viar Ghina Qatrunnada
"Talasemia merupakan penyakit autosomal resesif yang menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi hemoglobin (Hb) secara normal, sehingga penderitanya membutuhkan transfusi darah seumur hidup. Skrining genetik bagi pasangan yang akan menikah merupakan langkah awal untuk menekan angka bayi lahir dengan gen talasemia. Namun, perhatian masyarakat masih rendah karena skrining ini tidak termasuk ke dalam prosedur pra-nikah yang dapat ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta harganya cukup mahal. Penelitian ini memanfaatkan machine learning untuk memprediksi carrier dan mengklasifikasikan jenis talasemia berdasarkan hasil tes hematologi lengkap/Complete Blood Count (CBC) yang memiliki harga lebih terjangkau dari skrining genetik. Pada penelitian, digunakan beberapa algoritma pembelajaran mesin bersifat supervised classification seperti Logistic Regression, Random Forest, Support Vector Machine, Gradient Boosting, XGBoost, dan AdaBoost. Hasil menunjukkan penggunaan Support Vector Machine dengan oversampling menggunakan synthetic minority oversampling technique edited nearest neighbors (SMOTE-ENN), normalisasi dengan RobustScaler, hyperparameter tuning, dan 10-fold cross-validation berhasil mencapai nilai akurasi 98.84% dalam mengklasifikasikan carrier talasemia alfa berdasarkan hasil CBC.

Thalassemia is an autosomal recessive disease that unable the body to produce hemoglobin (Hb) normally, requiring lifelong blood transfusions. Genetic screening for future married couples is the first step to reduce the number of babies born with the thalassemia gene. However, public attention is still low because the screening is not included in the pre-marital procedures that can be covered by the Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), despite the price is quite expensive. This study utilizes machine learning to predict the carrier and classify the type of alpha-thalassemia based on the results of the Complete Blood Count (CBC) test, which is more affordable than genetic screening. In the study, several supervised classification machine learning algorithms were utilized such as Logistic Regression, Random Forest, Support Vector Machine, Gradient Boosting, XGBoost, and AdaBoost. The results show the use of Support Vector Machine with oversampling with synthetic minority oversampling technique edited nearest neighbors (SMOTE-ENN), normalization with RobustScaler, hyperparameter tuning, and 10-fold cross-validation successfully achieved 98.84% accuracy in classifying alpha thalassemia carriers based on CBC results."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>