Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128280 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herni Lestyaningsih
"Tesis ini membahas tentang kesiapan sebuah puskesmas kecamatan di wilayah DKI Jakarta yang akan dialih fungsi menjadi rumah sakit kelas D untuk memenuhi kebutuhan ruang rawat inap kelas tiga yang kerap kali tidak dapat dipenuhi oleh rumah sakit yang ada di DKI Jakarta, terutama setelah diberlakukannya Kartu Jakarta Sehat (KJS) sejak November 2011 yang dilanjutkan dengan diberlakukannya Jaminan Kesehatan nasional (JKN) sejak Januari 2014. Penelitian ini dilakukan dengan cara kombinasi antara penelitian kuantitatif dan kualitatif, dimana penelitian primer yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode cross sectional dan dilengkapi penelitian kualitatif untuk menunjang hasil penelitian kuantutatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa puskesmas kecamatan Kramat Jati belum siap untuk menjadi Rumah sakit umum kelas D berdaarkan dua instrumen penelitian yang didapat dari standar nasional (Permenkes 56/20140 dan standar internasional (standar akreditasi JCI 2011), maka diperlukan waktu dan strategi tertentu guna mewujudkan puskesmas kecamatan Kramat jati menjadi rumah sakit kelas D.

This focus of this study is about the preparedness of a district health centers in Jakarta which will converted into a hospital function class D to meet the needs of inpatient ward three classes which often can not be met by existing hospital in Jakarta, especially after the enactment of Healthy Jakarta Card (KJS) since November 2011, followed by the enactment of national Health Insurance (JKN) since January 2014. the study was conducted by means of a combination of quantitative and qualitative research, which is the primary research conducted quantitative research with cross sectional descriptive and qualitative research comes to support research kuantutatif.
The results showed that Kramat Jati district health center is not ready to be a general hospital grade D yet, by two research instruments that were obtained from the national standard (Permenkes 56/20140 and international standards (JCI accreditation standards, 2011), it takes time and a certain strategy in order to make a change Kramat Jati district helath center in to general hospital grade D."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Theresia Virginia
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat kontribusi dukungan sosial dan status sosial-ekonomi terhadap kesiapan orang tua mengajar literasi saat PJJ. Seperti yang diketahui, akibat pandemi COVID-19 tanggung jawab orang tua lebih besar dibutuhkan karena harus mendampingi pembelajaran anak di rumah. Penelitian ini melibatkan 298 partisipan yaitu orang tua yang memiliki anak di kelas SD awal (kelas 1-3) dari wilayah JABODETABEK. Penelitian ini menggunakan alat ukur HBL-Teacher Readiness (Mansor et al, 2021) yang diadaptasi untuk mengetahui kesiapan orang tua mengajar literasi saat PJJ. Kedua, menggunakan alat ukur Interpersonal Support Evaluation List (Cohen et al, 1985) untuk mengukur dukungan sosial dan alat ukur Kuppuswamy Socio-economic Scale (Saleem, 2020) untuk mengukur status sosial-ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisis multiple regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dan status sosial-ekonomi secara simultan berkontribusi terhadap kesiapan orang tua mengajar literasi anak SD awal saat PJJ (F = 33,362 > F Distribution, two tailed). Implikasi dalam penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat untuk orang tua, melainkan untuk pihak sekolah, keluarga, dan rekan kerja yang turut terlibat dalam membantu kesiapan orang tua.

The purpose of this study is to determine the role of social support and socioeconomic status in parents' readiness to teach literacy during PJJ. As is well known, the COVID-19 pandemic necessitates increased parental responsibility because they must accompany their children's learning at home. This study included 298 participants, all of whom were parents of children in the early elementary grades (grades 1-3) in the JABODETABEK area. This study employs the HBL-Teacher Readiness measuring instrument (Mansor et al, 2021), which was modified to assess parents' readiness to teach literacy during PJJ. Second, the Interpersonal Support Evaluation List (Cohen et al, 1985) was used to assess social support, and the Kuppuswamy Socio-economic Scale (Saleem, 2020) was used to assess socioeconomic status. A quantitative approach and multiple regression analysis are used in this study. The findings revealed that social support and socioeconomic status both contributed to parents' readiness to teach literacy to early elementary school children during PJJ (F = 33,362 > F Distribution, two tailed). The implications of this research are expected to be useful not only for parents, but also for schools, families, and coworkers who are involved in assisting parents in preparing."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Yovita Ersalina
"Peningkatan angkatan kerja dan terbatasnya lapangan pekerjaan menyebabkan persaingan ketat bagi lulusan baru. Persiapan yang baik dan kemampuan adaptabilitas tinggi, termasuk ketangguhan belajar, sangat penting untuk menghadapi tantangan ini dan memenuhi kebutuhan pasar kerja. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan ketangguhan belajar dengan kesiapan kerja pada lulusan baru dengan menggunakan metode korelasi. Partisipan penelitian merupakan mahasiswa diploma maupun sarjana yang pernah mengikuti magang, merupakan lulusan baru selama tiga tahun terakhir berusia 21-25 tahun, dan berkewarganegaraan Indonesia. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah Learning Agility Scale (LAS) untuk ketangguhan belajar dan Work Readiness Scale (WRS) untuk kesiapan kerja. Data diambil secara daring menggunakan kuesioner melalui Google Form. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketangguhan belajar memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kesiapan kerja. Hubungan tergolong memiliki effect size besar yang berarti ketangguhan belajar berhubungan kuat dengan kesiapan kerja. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa ketangguhan belajar berkorelasi positif dengan kesiapan kerja, di mana semakin tinggi tingkat ketangguhan belajar, semakin tinggi kesiapan kerja. Sebaliknya, individu dengan tingkat ketangguhan belajar yang rendah cenderung memiliki kesiapan kerja yang rendah. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi penelitian dasar yang membahas mengenai ketangguhan belajar dan kesiapan kerja pada lulusan baru yang dapat dikembangkan lebih lanjut nantinya.

The increase in the workforce and the limited job opportunities create intense competition for new graduates. Good preparation and high adaptability, including learning agility, are crucial to facing these challenges and meeting labor market demands. Therefore, this study aims to examine the relationship between learning agility and work readiness in new graduates using a correlation method. The participants of the study are diploma and bachelor's degree students who have interned, are new graduates from the last three years, aged 21-25 years, and are Indonesian citizens. The measurement tools used in this study are the Learning Agility Scale (LAS) for learning agility and the Work Readiness Scale (WRS) for work readiness. Data were collected online using a questionnaire via Google Form. The results showed that learning agility has a positive and significant relationship with work readiness. The relationship has a large effect size, indicating a strong correlation between learning agility and work readiness. The findings support the hypothesis that learning agility positively correlates with work readiness; the higher the level of learning agility, the higher the work readiness. Conversely, individuals with low levels of learning agility tend to have low work readiness. This study is expected to serve as a foundational study discussing learning agility and work readiness among new graduates that can be further developed in the future."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Puspaningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara Work Locus of Control (Work LoC) dan kesiapan kerja (Work Readiness) pada lulusan baru. Hipotesis utama penelitian ini adalah adanya hubungan positif signifikan antara internal Work LoC dan kesiapan kerja. Metode korelasi digunakan dalam penelitian ini, dengan melibatkan 302 partisipan WNI berusia 21–25 tahun yang merupakan lulusan baru dengan pengalaman magang. Instrumen yang digunakan adalah Work Locus of Control Scale (WLCS) untuk mengukur Work LoC dan Work Readiness Scale (WRS) untuk mengukur kesiapan kerja. Penyebaran kuesioner dilakukan secara daring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara orientasi internal Work LoC dan tingkat kesiapan kerja yang lebih tinggi. Temuan ini mendukung hipotesis awal dengan effect size besar, yang menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara internal Work LoC dan kesiapan kerja. Kesimpulannya, lulusan baru yang merasa memiliki kendali atas hasil di tempat kerja (orientasi internal Work LoC) cenderung lebih mampu mengembangkan atribut-atribut yang membuat mereka siap dan sukses dalam karier mereka. Institusi pendidikan dan organisasi disarankan untuk mengembangkan program yang meningkatkan internal Work LoC guna menunjang kesiapan kerja lulusan baru.

This study aims to explore the relationship between Work Locus of Control (Work LoC) and work readiness. The primary hypothesis of this research is the existence of a significant positive relationship between internal Work LoC and work readiness. A correlational method was employed involving 302 Indonesian participants aged 21–25 years who were recent graduates with internship experience. The instruments used were the Work Locus of Control Scale (WLCS) to measure Work LoC and the Work Readiness Scale (WRS) to measure work readiness. Questionnaires were distributed online. The results indicate a significant positive relationship between internal Work LoC and higher levels of work readiness. These findings support the initial hypothesis with a large effect size, indicating a strong relationship between internal Work LoC and work readiness. In conclusion, graduates who feel in control of outcomes in the workplace (internal Work LoC) tend to develop attributes that make them more prepared and successful in their careers. Educational institutions and organizations are encouraged to develop programs that enhance internal Work LoC to support the work readiness of new graduates."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Dwi Fathan
"Latar Belakang Kesiapan bersekolah merupakan hal yang sangat penting karena berpengaruh positif terhadap kemampuan anak untuk lulus dari sekolah dasar. Salah satu faktor yang memengaruhi kesiapan bersekolah adalah Screen Time. Penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara Screen Time dan kesiapan bersekolah menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara peningkatan Screen Time dan kesiapan bersekolah anak. Akan tetapi, penelitian-penelitian sebelumnya belum pernah diadakan di Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini betujuan untuk menentukan hubungan antara Screen Time dan kesiapan bersekolah pada anak usia prasekolah. Metode Desain penelitian cross-sectional digunakan pada anak usia prasekolah di TK Negeri Menteng 01 dan TK Negeri Cilacap untuk mencari hubungan antara kedua variable. Penelitian dilakukan dengan membandingkan jumlah Screen Time subjek per hari menggunakan kuesioner SmallQ (Surveillance of digital media habits in early childhood questionnaire) dengan hasil pemeriksaan kesiapan bersekolah anak menggunakan kuesioner Brigance Early Childhood Screens III untuk anak 3-5 tahun. Hasil Dari 69 subjek pada penelitian ini, 16 subjek berusia empat tahun (23,18%) dan 53 subjek berusia lima tahun (76,81%) yang mana 33 orang subjek berkelamin laki-laki (47,82%) dan orang subjek 36 berkelamin perempuan (52,17%) yang mayoritas di antaranya memiliki orang tua dengan pendidikan terakhir SMA (50,84%) dan S1 (30,5%). Pengukuran menggunakan instrumen menunjukkan bahwa 37 dari 69 subjek memiliki Screen Time yang lebih (53,62%) dan 19 dari 69 subjek belum siap bersekolah (27,53%). Hasil analisis antara Screen Time terhadap kesiapan bersekolah tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistic (p=0,328). Kesimpulan Screen Time tidak berhubungan langsung dengan kesiapan bersekolah pada anak usia prasekolah karena masih terdapat banyak faktor lainnya yang turut berperan dalam kesiapan bersekolah.

Introduction School readiness is very important due to its positive influence on the ability of children to graduate from elementary school. One of the factors that affect school readiness is screen time. Previous studies that correlate screen time and school readiness show an association between the two of them. However, there have yet to be any studies on the same topic in Indonesia. Therefore, this study aims to determine the relation between screen time and school readiness in preschool-aged children. Method A cross-sectional research design was used for preschool children at TK Negeri Menteng 01 dan TK Negeri Cilacap to find the relationship between the two variables. The research was conducted by comparing the number of subjects' screen time per day using the SmallQ questionnaire (Surveillance of digital media habits in early childhood questionnaire) with the results of children's school readiness examination using the Brigance Early Childhood Screens III questionnaire for children with the age of 3-5 years old. Results The 69 subjects in this study consisted of 16 subjects aged four years (23.18%) and 53 subjects aged five years (76.81%) of which 33 subjects were male (47.82%) and 36 subjects were male. women (52.17%) the majority of whom have parents with a high school education (50.84%) and bachelor's degree (30.5%). By using the instruments, it was found that 37 of 69 subjects had more screen time (53.62%) and 19 of 69 subjects were not ready for school (27.53%). The results of the analysis between Screen Time and school readiness did not show a statistically significant relationship (p=0.328). Conclusion Screen time is not directly related to school readiness in preschool children because there are many other factors that play a role in school readiness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2720
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sugeng Berantas
"Kesetiakawanan sosial adalah kemampuan untuk menempatkan diri dalam keadaan dan kesulitan pihak lain atau dengan kata lain memperdulikan orang lain dengan masing-masing pihak atau perorangan itu bukan bersikap mentang-mentang atau menang sendiri.
Berdasarkan hal itu, maka apabila nilai-nilai kesetiakawanan sosial dapat dihayati dan diaplikasikan secara nyata ke kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam kesehariannya oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sudah sewajarnya kecemburuan sosial yang selama ini senantiasa menjadi ancaman, sebagai akibat dari ketidakmerataan hasil pembangunan akan dapat ditekan.
Namun, realitas yang terjadi dalam tingkat kepedulian dan kesetiakawanan sosial yang diharapkan, masih jauh dari apa yang dicita-citakan. Oleh karena itu, kesenjangan antara si kaya dan si miskin kian tajam saja. Bahkan, terjadi kecemburuan sosial yang diakibatkan oleh rasa saling curiga satu sama lainnya. Sehingga, pada gilirannya dapat memicu terjadinya konflik yang berbuntut "SARA" dan kepentingan lainnya.
Kejadian itu, dari kacamata ketahanan nasional cenderung berdampak sangat tidak menguntungkan. Sebab, dapat mengakibatkan terjadinya perpecahan dan disintegrasi nasional. Mengingat, ketahanan nasional sendiri adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional melalui interaksi gatra alamiah dan gatra sosial, yang secara hierarkhi berurutan, dibawah kendali gatra politik, gatra ideologi, dan pengetrapan pendekatan jamak kesejahteraan, keamanan, demokrasi, dan kultural dalam memajukan kesejahteraan bangsa, dan mengatasi ATHG, baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Dengan mengacu kepada ketahanan nasional itu, apabila kesetiakawanan sosial diantara sesama bangsa Indonesia saja tidak dapat diciptakan, baik itu melalui proses asimiliasi, akulturasi, dan interaksi sosial yang kondusif maupun norma yang berlaku, maka secara laten hal itu akan menjadi potensi yang mengancam integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa. Dengan kata lain akan berdampak negatif terhadap ketahanan nasional. Oleh sebab itu, agar potensi negatif yang mengancam tidak menjadi efektif. Sewajarnya, hasil simpulan penelitian ini diantisipasi dengan pencarian solusi yang tepat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sabran
"Pemberdayaan Kembali Nagari Mengacu UU No.22/1999, merupakan penerapan kembali nagari, sesuai dengan sistem pemerintahan nagari dan administrasi yang pernah berlaku. Pemerintahan nagari sesuai dengan norma-norma adat Minangkabau dan pemerintahan nagari mempunyai suatu wilayah kesatuan masyarakat hukum adat yang otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum. Untuk mengatur dan mengurus kepentingan kehidupan masyarakat sendiri mempunyai pemerintahan sendiri, dan ditaati oleh penduduk berwibawa, legitimasi masyarakat. Pasal 18 UUD 1945 yang berbunyi `pembagian daerah Indonesia alas dasar besar kecil dengan susunan bentuk pemerintahan dengan memandang dan mengingati dasar bermusyawarah dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah istimewa". UU No.5/1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah telah membuat ruang tertib susunan struktur sosial masyarakat daerah, karena harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat UU No.5/1979 pemerintahan desa yang tidak menghormati daerah istimewa yang ada di dalam Pasal 18 UUD 1945. Karena pemerintahan desa sudah tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, serta membuat kurang tertib susunan struktur sosial masyarakat dengan diberlakukan UU No.5/1979 tersebut.
Temuan penelitian yaitu kepala desa mendapat beberapa kesulitan antara lain : (1) Pembatasan desa sulit untuk dibuat, (2) maka terjadinya disintegrasi sosial, karena rasa kenagarian mulai hilang akibat UU No.5/1979 atau yang dikehendaki oleh pemerintah pusat, (3) Penggunaan tanah ula et sulit dibagi kepala desa, (4) menjadi hubungan kekerabatan semakin renggang, (5) hilangnya harga diri penghulu, alim ulama, cerdik pandai di dalam masyarakat.
Dalam uraian berikut akan dapat dikemukakan . (1) tingkat kepekaan kekerabatan, (2) bentuk toleransi dalam kekerabatan, (3) peranan sonioritas dalam kepemimpinan kekerabatan, (4) peranan ibu dalam rumah tangga untuk memperkuat kekerabatan, kesemua sistem kekerabatan diterapkan kembali sesuai norma-norma adat Minangkabau. Kedudukan dan fungsi Penghulu hendak dikembalikan sesuai dengan adat yang berlaku, karena penghulu menyelesaikan perkara per data dibidang tanah, ini, masatah fungsi penghulu untuk menyelesaikan Tanah nagari, tanah suku, tanah ulayat, tanah individu/milik, yang mengenai persoalannya adalah penghulu, dan tugas penghulu menurut adat. Jadi UU No.5/1979 tidak memberikan hak-hak otonom kepada pemerintah nagari, untuk itu sebaiknya dihapus saja. Dan di Pemberdayaan kembali nagari sesuai sistem pemerintahan, administrasi, serta kembalikan fungsi dan kedudukan penghulu menurut adat yang berlaku. Da/am mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia (1). Tanah ulayat Nagari, yaitu tanah yang secara turun temurun dipergunakan untuk kepentingan Nagari seperti untuk tempat ibadah, balai adat dan lainnya. (2). Tanah ulayat suku, yaitu tanah yang dikelola secara turun temurun oleh satu suku dan hanya suku tersebutlah yang dapat memperoleh dan mempergunakan tanah itu. (3). Tanah pusaka tinggi, yaitu tanah yang dimiliki suatu kaum. yang merupakan milik bersama (komunal) dari seluruh anggota kaum yang diperoleh secara turun temurun dan pengawasannya berada ditangan mamak kepada wads. (4). Tanah pusaka rendah yaitu tanah yang diperoleh oleh seseorang atau suatu parurk berdasarkan pembenan atau hibah maupun yang dipunyai oleh suatu keluarga berdasarkan pencahariannya, pembelian, taruko dan lain sebagainya yang telah diwariskan. (5). Tanah harta pencarian, yaitu tanah yang diperoleh dengan pembelian, taruko atau berdasarkan kepada hasil usahanya sendiri. dalam arti bukan didapatkan karena pewarisan atau be/um pernah diwariskan Dalam memperkuat integrasi nasional, pemderdayaan nagari adalah salah satu memperkuat Ketahanan Nasional dan integrasi nasional dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan negara kesatuan Republik Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T11493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Martin
"Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan tradisional di Indonesia dalam catatan sejarah selalu menampakkan performance yang tidak konstan, namun selalu bcrdasar pada kaidah keagamaan (fighiyah). Periode pertama NU yang dibidani para ulama-pesantren lebih sebagai gerakan keagamaan Islam ala ahlussunah wal Jamaah (seperti penetapan dari Islam 1936, Resolusi Jihad, waliyyul amri ad-dlaruri bissyaukah pada Soekarno). Periode kedua NU mengalami diversifkasi gerakan yang didominasi para santri-politisi dengan melakukan gerakan politik praktis (structural oriented) dengan berubah sebagai partai politik. Seperti ditunjukkan dalam perjuangan Piagam Jakarta dan di Konstituante, sampai kemudian harmonisasi pada kasus dcmokrasi terpimpin, Nasakom dan Pancasila. Di periode ketiga ditandai dengan khittah sebagai rumusan harmonisasi nilai-nilai ajaran Islam dalam konteks kebangsaan dan ke-Indonesiaan. Dan pasca khittah, terjadi depolitisasi formal yang telah membawa NU ke arah gerakan politik cultural (cultural oriented), yang diperankan oleh genre pembaharu yang di back-up oleh para ulama kharismatik, Implementasi khittah yang cenderung dimaknai "tafsir bebas", saat itu terderivasikan pada gerakan politik cultural, yang ternyata di kemudian hari menimbulkan problem konflik internal berujung pada polarisasi aspirasi politik NU dalam partai politik (PPP, Golkar dan PM). Saat itu NU mengalami marginalisasi, namun ternyata blessing in disguise dalam gerakan kultural NU untuk lebih concern pada internal organisasi, dakwah, keagamaan dan pendidikan. Di era reformasi yang disebut sebagai periode keempat, NU melakukan itihad politik dengan menampilkan kedua gerakan secara komplementer baik cultural oleh NU maupun struktural dengan pembentukan PKB, meskipun muncul tiga partai lain PKU, PNU, Partai SUNI sebagai counter hegemony dan tafsir bebas khittah atas Islam ahlussunah wal jamaah yang dilakukan elit NU saat itu. Pergeseran politik NU tersebut sebagai wujud reorientasi dan keputusan politik terhadap interaksi dan kepentingan-kepentingan yang dikompromikan (David E. Apter: 1992.232) sesuai yang dipahami dan dilakukan oleh para aktor yang mendominasinya (weberian theory).
Sifat gerakan politik NU selama perjalanan sejarah seperti kasus Islam dan negara, Pancasila, demokrasi dan pluralisme tidak sendirinya hadir dalam konteks pragmatis an sick Akan tetapi melalui rumusan fiqhiyah seperti tasamuh (toleran), tawasuth (tengah), tawazun (seimbang) dan i'tidal (lurus), serta mekanisme organisasi yang baku seperti Muktamar, Konbes, Munas dan sebagainya. Hingga gerakan NU dan Poros Tengah yang mengantarkan Abdurrahman Wahid ke kursi presiden meski tidak sampai akhir periode, ternyata membawa ekses yang besar pada gerakan NU. Desakan mundur Abdurrahman Wahid ditanggapi warga NU dengan sikap radikal, keras, anti-demokrasi yang justru kontra produktif dan cenderung konflik horizontal. Maka pada konteks stabilitas politik dan ketahanan nasional legitimasi pada Abdurrahman Wahid dikemukakan, berdasar fihiyah mendukung presiden yang sah dan harus memerangi musuh yang makar (bughoot). Walaupun tidak menjadi kenyataan, namun hal itu merupakan wujud sifat, gerak dan wacana unik, ironis serta ambigu terhadap nilai-nilai yang di pegang NU selama ini seperti sifat gerakannya yang tasamuh, tawasuth, tawazun dan i'tidal. Pada nilai-nilai gerakan itu sifat NU lebih mengutamakan harmoni dengan kelompok dan kekuatan lainnya. Maka dalam konteks stabilitas politik, gerakan politik NU mempunyai signifikansi terhadap ketahanan politik yang mendukung ketahanan nasional. Karena sebenarnya NU adalah sebagai bagian kekuatan kebangsaan pula.
NU as an Indonesia organization of traditional religious, in the historical record always appear the inconsistent performance, it always take the rule of religious as a principle (fighiyah). In the first period NU that be initiated by Moslem religious leader almost function as Islamic movement with take ahlussunah wal jama'ah as mind stream (with reference to dar Islam 1936, resolusi jihad, waliyyul amri ad-dlaruri bissyaukah to Soekarno). Second period, NU has experience for Moslem politician dominated movement diversification with carry out political practice and change into politic party. In the same manner as indicated in Jakarta Charter (Piagam Jakarta) building and strunggie in the constituent assembly (konstituante), and then the harmonization for political practice through mechanism of democracy be led by president (demokrasi terpimpin) till declare of Nasakom and Pancasila. Third period was signed with commitment to harmonize the value of Islamic tenet in conceptuality of nationality and the Indonesian minded, it's named by khittah. And after that there is happen formal depolitization have carried out NU become a cultural political movement that was initialed by reformer genre and was supported by moslem charismatic leader. Implementation of khittah was incline to interpreting with independent interpretation when it derivate at cultural politic movement. It could be cause of problem on internal conflict until happen the NU polarization of politic aspiration in the politic party (PPP, Golkar and PDI). NU was marginalized organization, nevertheless actually blessing undisguised onto NU cultural movement for all internal organization, missionary endeavor, religious and education. In the reformation era, or could be called by fourth period, NU have been doing the political interpretation and judgment (Ohad politic) through actuality the both of movement complementally. It's mean cultural movement through NU and structural movement through PKB, even though spring up three others party are PKU, PNU and SUNI party with their motive to counter the hegemony of PKB and as effort to interpreting with independent interpretation on ahlussunah wal jama'ah was committed by NU, leader at the time. The shifting of NU politic as manifestation of political reorientation and political decision on interaction and interest compromised (David E.Apter; 1992:232) similar with be understood and be committed by actor who dominated (weberian theory).
During its histories, for some example in the cases of Islam and State, Pancasila, Democracy and Pluralism, character of NU political movement is not formed automatically (an sick) in the pragmatic context. But it formed through accordance of fiqhiyah among other things are tasumuh (tolerant), tawasuth (m idle). tawazun (balance) and i'tidal (straight) and also standard mechanism of organization for example Muktamar (congress), Konbes (large conference), Munas (national deliberative council), etc. And until NU movement and central axis (poros rengah) promote Abdurrahman Wahid to be president, even though his predicate was not finished up to final period, it turned out caused impact at NU movement. Pressure to bring Abdurrahman Wahid back away was responded by NU civic with radical attitude, violence and anti democracy that just become contra productive into democracy and stimulates the horizontal conflict. Because of that on the context of political stability and national resilience, so legitimation for Abdurrahman Wahid.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>