Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185549 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nike Shabrina
"Tesis ini merupakan studi yang memfokuskan pada gigs musik yang diadakan di kafe dan bar Kota DKI Jakarta dan Kota Bandung. Hasil studi ini menunjukkan gigs mengalami penurunan karena terkendala krisis ruang, harga sewa tempat mahal dan sulitnya perizinan. Padahal, kafe dan bar memainkan peran penting bagi gigs dalam mendukung perkembangan musik di perkotaan, menjadi penghubung antara para penggiat gigs (performan, gigs organizer, komunitas) dengan khayalak umum untuk mempopulerkan skena musik mereka. Penurunan ini ditambah adanya anggapan gigs hanya sebagai hiburan dan tontonan, bukan investasi budaya yang bisa diakomodir dan dikembangkan. Perlu ada strategi untuk melakukan pembaharuan dalam segala kegiatan acara, termasuk meningkatkan performance dan kualitas penggiatnya yang aktif bergerak di skena musik. Kemudian, bagi komunitas atau gigs organizer agar dapat mengeksplorasi alternatif tempat-tempat baru yang bisa digunakan untuk gigs.

This thesis focuses on gigs music at cafes and bars in Jakarta and Bandung. The results of this study show that there is a number of gigs has declined due to the limitation of space, expensive rental price, and facing permit obstacles. Whereas, cafes and bars play an important role for gigs to support music development in urban areas, as a conduit between gigs?s players (performer, gigs organizer, community) with society to popularize their music scene. The decline is caused by contention that gigs are simply seen as an entertainment and a spectacle, not a cultural investment that could be used to please and entertain the people. We need a strategy to carry on renewal in every event activities, including improving the quality and gigs players?s performance in music scene. Then, the community or gigs organizer should explore new alternative places which can be used for gigs.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Adhitya Derisa Rasi Makara
"Tesis ini membahas tentang peranan agregator musik dalam struktur industri musik di indonesia dalam konteks agregator musik ini sebagai agen perubahan strukturasi industri musik dalam hal pendistribusian dan promosi konten musik di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bagi para musisi indie. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada 2 faktor utama yang mempengaruhi perubahan industri musik Indonesia. Yang pertama adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju. Dan yang kedua adalah berkembangnya musik Indie (Sidestream). Agregator musik muncul sebagai platfrom bisnis yang fokus mendistribusikan lagu ke toko musik digital di seluruh dunia. Agregator musik berperan sebagai pengganti label rekaman yang kerap kali menjadi sandungan bagi para musisi untuk memasarkan karyanya. Agregator musik melalui toko digital maupun streaming musik dianggap mampu menjawab tantangan era digital dalam hal distribusi dan promosi karya musik. Terlebih, agregator musik dianggap mampu mewadahi karya-karya musisi baru atau musisi indie yang seringkali mengalami kesulitan luar biasa untuk memperkenalkan karya musiknya.

This tesis discusses about the role of Music Aggregator in structur change of music industry in Indonesia in the context that music aggregator is as an agent to change music industry in term of music distribution and promotion content in the growing information and communication technology era for indie musicians. The thesis applies qualitative design with case study design. The study concluded that two main factor which affect of Indonesia music industry change. The first factor is the rapid growth of information and communication technology. The second factor is the rise of Indie Music (Sidestream). Music Aggregator becames a business platform that focuses on distributing songs to digital music stores all around the world. Music Aggregator contributes as subtitutive record label that alwasy hampers all musician to market their creation. Music Aggregator through digital music store or streaming music platform is able to answer the challenges of digital era in the term of music content distribution and promotion. Music aggregator can collect creations of new musicians or indie musicians who often experience extraordinary diffuculty to introduce their creations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Eka Wijaya
"Klasifikasi genre musik merupakan salah satu bidang dari Music Information Retrieval (MIR) yang menggunakan pola-pola spektral dalam rekaman audio digital sebagai fitur untuk membentuk sebuah sistem yang dapat menentukan genre dari sebuah musik secara otomatis. Beberapa model deep learning telah dikembangkan untuk memperoleh performa terbaik dalam melakukan klasifikasi genre musik. Tiga di antaranya adalah Convolutional Neural Network (CNN), Long Short-Term Memory (LSTM), dan model hybrid CNN-LSTM. Walaupun model- model tersebut mampu memberikan hasil yang cukup memuaskan, model-model tersebut memiliki kekurangan masing-masing. Model CNN kurang dapat memperhitungkan urutan-urutan fitur pada data berurutan dan model LSTM tidak dapat melakukan komputasi secara paralel. Ketiga model tersebut juga membutuhkan pengulangan dan konvolusi yang kompleks, serta waktu yang cukup panjang untuk perhitungan berurutan. Transformers merupakan arsitektur model yang tidak lagi mengandalkan recurrence/pengulangan, melainkan mekanisme attention yang dapat memperhitungkan urutan-urutan data pada data berurutan dan melakukan perhitungan paralel sehingga jangka waktu yang dibutuhkan dalam perhitungan lebih singkat. Melihat keberhasilan dan kepopuleran dari Transformer pada berbagai bidang seperti Bidirectional Encoder Representations from Transformers (BERT) pada bidang Natural Language Processing dan Vision Transformers pada bidang Computer Vision, pada skripsi ini dilakukan analisis mengenai kinerja model Transformers dalam permasalahan klasifikasi genre musik dibandingkan dengan model CNN, LSTM, dan CNN-LSTM.

Music genre classification is one of the fields of Music Information Retrieval (MIR) that uses spectral patterns in digital audio recording as features to build a system that can automatically classify a music’s genre. Several deep learning models have been developed to get the best performance in classifying music genres. Three of them are Convolutional Neural Network (CNN), Long Short-Term Memory (LSTM), and hybrid CNN-LSTM model. Although those models can give satisfactory results, each model has their own weakness. CNN is less able to consider the sequences in sequential data and LSTM is not able to do parallel computation. All these models also require complex recurrences and convolutions, as well as quite a long time for sequential calculations. Transformers is a model architecture that no longer relies on recurrences, but rather on an attention mechanism that can consider the sequences in data and perform parallel calculations so that the time required for calculation is shorter. Looking into the success and popularity of Transformers in various fields such as BERT in the field of NLP and Vision Transformers in the field of Computer Vision, this thesis analyzes the performance of Transformers on music genre classification compared to CNN, LSTM, and CNN-LSTM."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Ayu Ari Widhyasari
"Musik tradisional di Indonesia merupakan suatu kekayaan budaya yang telah ada sejak jaman nenek moyang dan terus ada hingga sekarang. Musik tradisional yang beragam dan memiliki ciri khas dan unik tentunya menarik minat orang untuk mempelajarinya. Sehingga tak jarang banyak musisi – musisi dan seniman yang memadukan musik tradsional dengan musik modern untuk memunculkan ciptaan musik baru. Banyak musik tradisional Indonesia yang digunakan di luar negeri dan bahkan banyak orang asing yang mempelajari musik tradisional Indonesia seperti gamelan, angklung, gong, dan seni musik lainnya.
Bahkan banyak musisi Indonesia yang memadukan musik tradisional dengan musik modern. Sebut saja seperti Balawan dan Ethnic Percussion yang selalu membawakan musik tradisional dengan musik modern lalu ada juga grup musik Emoni yang menggunakan musik modern dan tradisional dalam membawakan semua lagunya. Bisa dikatakan hal yang dilakukan oleh kedua musisi tersebut untuk melestarikan budaya seni musik tradisional Indonesia.
Salah satu bentuk atau proses melestarikan budaya bisa dilihat pada pementasan musik Megalitikum Kuantum. Pada pementasan ini, terdapat perpaduan musik tradisional dan musik modern. Pementasan ini merupakan ide kreatif dari Rizaldie Siagian yang merupakan seorang musisi dan seniman. Megalitikum Kuantum memiliki arti langit yang merupakan atap dari segala unsur kehidupan seperti batu, air, kayu dan beberapa unsur lainnya. Unsur – unsur ini pun diambil dari seni musik tradisional Indonesia seperti jegog, gamelan, dan lain – lain.
Pementasan Megalitikum Kuantum menimbulkan beberapa Hak dan Hak Cipta dan bagaimana kedudukan seni musik tradisional dalam pementasana tersebut. Beberapa hak yang timbul dalam Hak Cipta merujuk pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta perlindungan musik tradisional merujuk pada Undang – Undang Nomor 5Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Kedua peraturan perundang – undangan tersebut memiliki ketentuan – ketentuan yang melindungi musik tradisional dan bagaimana jika muncul ciptaan baru karena perpaduannya dengan musik modern.

Traditional music in Indonesia is a cultural wealth that has existed since ancient times and continues to exist today. Traditional music that is diverse and has distinctive and unique characteristics certainly attracts people to learn it. So it is not uncommon for many musikians and artists to combine traditional music with modern musik to create new musikal creations. A lot of Indonesian traditional music is used abroad and even many foreigners have studied traditional Indonesian music such as gamelan, angklung, gong, and other musical arts. In fact, many Indonesian musikians combine traditional musik with modern music. For example, Balawan and Ethnic Percussion, who always present traditional music with modern music, then there is also an Emoni music group that uses modern and traditional music in performing all their songs. It could be said that the things done by the two musikians were to preserve the culture of Indonesian traditional music arts. One form or process of preserving culture can be seen in the Megalitikum Kuantum music performance. In this performance, there is a combination of traditional music and modern music. This performance is a creative idea from Rizaldie Siagian who is a musician and artist. Megalitikum Kuantum have the meaning of the sky which is the roof of all living elements such as stone, water, wood and several other elements. These elements are also taken from traditional Indonesian musik such as jegog, gamelan, and others. Megalitikum Kuantum performances give rise to several rights and copyrights and how the position of traditional music in the performance. Several rights arising in copyright refer Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 about Hak Cipta and and Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Both laws and regulations have provisions that protect traditional music and what if a new creation appears because of its combination with modern music."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan Prayoga
"Tesis ini membahas tenlang studi strukturasi lerhadap musik indie di Jakarta. Secara khusus, penelitian ini melihat struktur dominasi induslri musik major label dan bagaimana produksi/rcproduksi sistem nilai pada musik indie tersebut_ Pcnclilian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan paradigma konstruktivis kritis. Dengan menggunakan pendekatan sosiokulluml, penelitian ini memakai teori strukturasi Anthony Giddens. Hasil penelitian menemukan bahwa sistem nilai yang dibangun oleh musik indie merupakan suatu relasi oposisi terhadap sistem nilai musik major label. Sistem nilai pamungkas milik musik indie yang tidak dapat disentuh oleh kapitalis adalah free culture."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33844
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Badriyatul Immamah
"Industri musik independen di Indonesia berkembang pesat dengan membuka peluang bagi musisi untuk mendirikan label sendiri dan meraih kebebasan artistik, meski masih menghadapi tantangan legitimasi dan persaingan dengan label besar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana Isyana Sarasvati, melalui perannya sebagai Key Opinion Leader (KOL), membangun citra REDROSE RECORDS sebagai label musik independen menggunakan media sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tinjauan pustaka pada penelitian terdahulu serta analisis tematik terhadap wawancara Isyana di berbagai kanal YouTube. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Isyana berhasil membangun citra REDROSE RECORDS melalui strategi otentisitas, narasi personal, eksplorasi genre progresif, dan pemanfaatan teknologi digital. Media sosial tidak hanya digunakan sebagai alat distribusi tetapi juga sebagai sarana membangun koneksi emosional dengan audiens. Implikasi penelitian ini menekankan pentingnya KOL yang memanfaatkan teknologi untuk menciptakan narasi autentik yang dapat menjadi strategi efektif dalam memperkuat eksistensi label musik independen.

Indonesia's independent music industry has grown rapidly, providing opportunities for musicians to establish their own labels and achieve artistic freedom, although they still face challenges in gaining legitimacy and competing with major labels. This study aims to analyze how Isyana Sarasvati, through her role as an opinion leader, builds the image of REDROSE RECORDS as an independent music label using social media. The research employs a qualitative approach, combining a literature review of previous studies and thematic analysis of interviews with Isyana across various YouTube channels. The findings reveal that Isyana successfully built the image of REDROSE RECORDS through strategies of authenticity, personal narratives, progressive genre exploration, and the utilization of digital technology. Social media served not only as a distribution tool but also as a means to foster emotional connections with the audience. The implications of this study highlight the importance of opinion leaders leveraging technology to create authentic narratives, which can serve as an effective strategy to strengthen the presence of independent music labels."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Danu Winata
"Klasifikasi genre musik memiliki peran yang penting di masyarakat. Musik populer diasumsikan sebagai bentuk yang berbeda dari musik serius atau musik seni, hingga pada akhirnya memonopoli perhalian diskusi filosofis mengenai musik, Dalam studi ini kami membandingkan dikotomi populer yang digagas oleh Adorno mengenai perbedaan antara musik populer dan musik serius yang sering diketahui dan dipahami secara superfisial oleh pendengar dan kritikus musik. Kami menilai dari segi aspek pralctis dan filosofis dari musik melayu otentik dan musik melayu modern - dalam studi ini diwakilkan oleh ST 12 - yang berkembang di' Indonesia berdasarkan gagasan Adorno dalam teori estetika. Hasilnya menunjukan meskipun memiliki perbedaan secara konseptual, elemen musik tradisional tetap melekat pada musik populer secara sengaja atau pun tidak sengaja sekalipun esensi musik otentik telah ditiadakan karena permintaan pasar. Selain itu, berdasarkan definisi Adorno mengenai musik populer, keberadaannya akan tetap ada terus bertahan.

Music geflre classification has a great important role in soeiety. Popular music is widely assumed to be dffirent in kind from serious music or art music, until very recently monopolized attention in philosophical discussion af music. In this study we eompare a popular dichotomy addressed by Adorno about tlze dffirence between "popular" and "serious" music which is often superficially aeknowledge by music listeners and critics alike. Ll/'e evaluate practical and philosophical aspects af authentic of malay music and modern malay music * represented by ST 12* that growing in Indonesia based on Adorno's notions on aesthetics theory. Resuhs show that in spite of being conceptually dffirent, traditional musie elements embedded in popular music are in some sense being transmitted intentionally or unintentionally although some authentic essence has not been kept, because of market demand. Besides, it is pretty clear that by Adorno definition of popular, very view modern genres are immune.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Rahajeng Mintarsih
"Album musik Stripped (2002) merupakan album yang menjadi titik balik di dalam karir penyanyi Christina Aguilera. Tidak seperti album perdananya Christina Aguilera (1999) di mana ia tidak mempunyai kontrol atas materi album dan citranya, ia terlibat penuh di dalam pembuatan album dan citra yang ia tampilkan dengan menjadi produser eksekutif untuk album Stripped. Lagu-lagu pop remaja dan citra remaja perempuan yang ‘manis’ dan ‘baik-baik’ digantikannya dengan lagu-lagu beraliran hip-hop, rhythm and blues (R&B), dan soul dengan tema dan citra perempuan dewasa yang nyaman dengan tubuh dan seksualitasnya. Menggunakan pendekatan feminis posstrukturalis Hélène Cixous mengenai écriture féminine (praktik penulisan feminin) dan cultural studies dengan teknik close reading, saya mendapatkan dua temuan ketika melakukan analisis teks. Pertama, album ini merupakan wadah bagi Christina untuk mengartikulasikan subjektivitas feminin.
Meskipun Cixous sendiri tidak pernah membuat konsep subjektivitas feminin, saya melihat bahwa praktik penulisan feminin menjadi sarana bagi Christina untuk meraih subjektivitas. Kedua, ketika Christina dan album Stripped diletakkan kembali ke dalam konteks industri musik di mana keduanya berada, artikulasi subjektivitas feminin harus berhadapan dengan proses branding yang meliputi semua penyanyi atau musisi di dalam industri musik arus utama. Tubuh dan seksualitas perempuan sering kali digunakan oleh industri musik di dalam proses branding para penyanyi perempuan. Namun, dengan menggunakan model sistem produksi budaya milik Elizabeth C. Hirschman, di dalam penelitian ini, saya menemukan bahwa Christina tidak menjadi objek atau korban branding melainkan berhasil melakukan negosiasi antara subjektivitas feminin dan branding.

Stripped (2002) is a music album that becomes a turning point in Christina Aguilera’s singing career. Unlike her first album Christina Aguilera (1999) in which she had no control over the materials of her album and her image, she sought full involvement in the album making and her image by being the executive producer of Stripped. Teen pop songs with a ‘good’ girl image were replaced by hip hop, rhythm and blues (R&B), dan soul songs with an image of a woman comfortable with her body and sexuality. Using a poststructural feminism approach based on Hélène Cixous’s écriture féminine (feminine writing) and cultural studies approach with close reading techniques, I made two findings when doing textual analysis. First, this album becomes a vessel for Christina to articulate a feminine subjectivity.
Although Cixous herself never formulated a concept of feminine subjectivity, feminine writing becomes a mean for Christina to achieve subjectivity. Second, since Christina and her album Stripped are parts of the music industry, her articulation of feminine subjectivity has to meet the process of branding which is unavoidable for every singer or musician in the mainstream music industry. Female body and sexuality are often used by the music industry in the process of branding of female singers. However, using a model of culture production system by Elizabeth C. Hirschman, in this research, I found that instead of being an object or a victim of branding, Christina manages to make a negotiation between feminine subjectivity and branding.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>