Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126620 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Ikramatoun
"ABSTRAK
Diskursus tentang institusi Wali Nanggroe di Aceh mulai mencuat pasca perdamaian GAM dan pemerintah Indonesia. Gelar Wali Nanggroe yang sebelumnya melekat pada sosok kharismatik Hasan Tiro berpindah menjadi sebuah institusi adat. Beberapa penelitian sebelumnya melihat bahwa Wali Nanggroe merupakan produk kultural yang diperoleh Hasan Tiro secara turun temurun. Namun studi ini mengungkapkan gejala rutinisasi kharisma dari institusi Wali Nanggroe yang merupakan produk politik pasca perdamaian. Pertanyaan utama dalam studi ini adalah tentang peran Wali Nanggroe setelah terbentuk sebagai institusi, dan reaksi berbagai kalangan masyarakat terhadap kehadiran institusi tersebut. Proses pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumenter, sedangkan informan dipilih dengan metode purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rutinisasi kharisma dari institusi Wali Nanggroe dilakukan melalui langkah-langkah politik, yaitu dengan adanya kekuatan konstitusi sebagai dasar bagi pembentukan institusi tersebut. Namun kemudian muncul persoalan bahwa individu yang menggantikan Hasan Tiro dianggap tidak memiliki kharisma, sehingga mengurangi kekuatan legitimasi dari institusi Wali Nanggroe. Hal itu kemudian menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan masyarakat, dan ikut mempengaruhi kelompok basis sosial, bukan hanya kelompok pendukung, namun juga pengikut setia Hasan Tiro.

ABSTRACT
Discourse about institution of Wali Nanggroe in Aceh beginning after reconciliation between GAM and the Indonesian government. Wali Nanggroe in previously attached to the charismatic figure of Hasan Tiro, moved into a traditional institution. In several previous studies, Wali Nanggroe is a cultural product that obtained to Hasan Tiro hereditary. But this study noted that institution of Wali Nanggroe is a politic product of post-peace. Here, institution of Wali Nanggroe is routinization of charisma Hasan Tiro. So, the main question in his study is about the role of Wali Nanggroe after being formed as an institution, and then to describe the reaction of various circles of society to the presence of the institution. Then, the process of data collection conducted by interview, observation, and documentaries, while the informant chosen by purposive sampling method.
The results showed that the routinization of charisma of institutions Wali Nanggroe done through political measures, namely the existence of the power of the constitution as the basis for the establishment of the institution. But then came the problem that the individual who replaces Hasan Tiro is considered not to have charisma, thus reducing the strength of the legitimacy of institutions Wali Nanggroe. It was then elicit a reaction from various circles of society, and the influence of social group basis, not just a support group, but also loyal followers of Hasan Tiro.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Puteri Aliya Iskandar
"ABSTRAK
Eksistensi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di wilayah nusantara sedari dulu telah mendapatkan perhatian khusus para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lahirnya ketentuan Pasal 18 adalah wujud nyata pengakuan negara terhadap daerah-daerah yang memiliki keistimewaan dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sesuai asal-usul masing-masing wilayah. Eksistensi tersebut tidak terlepas dari peran lembaga dan hukum adat yang menjalankan fungsinya pada masing-masing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Acehadalah salah satu daerah yang bersifat istimewa sertamemiliki Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Dalam rangka menjalankan keistimewaan tersebut, Pemerintah Daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh kemudian membentuk Qanun Lembaga Wali Nanggroe. Skripsi ini kemudian akan memberikan gambaran untuk mengetahui bagaimana kedudukan lembaga adat di Indonesia serta Lembaga Wali Nanggroe di Aceh. Kesimpulan: Setelah diberlakukan Undang-Undang Desa yang terbaru, kedudukan lembaga adat di Indonesia adalah sebagai mitra Pemerintah Desa dan lembaga Desa lainnya dalam memberdayakan masyarakat Desa, menyelenggarakan fungsi adat istiadat serta berperan dalam membantu Pemerintah Desa sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat Desa. Sementara kedudukan Lembaga Wali Nanggroe adalah mitra pemerintah daerah sebagai lembaga kepemimpinan adat yang bersifat istimewa. Kata kunci: Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, Desa dan Desa Adat, Lembaga Adat, Keistimewaan, Lembaga Wali Nanggroe

ABSTRACT
The existence of Indigenous PeopleUnity in the Indonesia had always been a special concern of the founders of the Unitary of Indonesian Republic. The birth of provisions of Article 18 is the real form of state recognition of the regions that have the privilege and theIndigenous People Unity in accordance with origin of each region. The existence is highly influenced by the role of institutions and customary laws which carry out its own function. Aceh is one special region which own Indigenous Peoples Unity. In carrying out its function, Local Government jointly with Aceh rsquo s House of Representatives then forms Qanun of Wali Nanggroe Institute. This thesis will provide an overview on how the position of indigeneous institute in Indonesia as well as the Wali Nanggroe institute in Aceh. Conclusion After the latest legislation of village is recently applied, the position of indigenous institute in Indonesiais as a partner of Village Government and other Village institute in empowering the Village community, perform the functions of customs in assisting the Village Government as a form recognition of the customs of the Village community while the position of the Wali Nanggroe institute is as the partner of Local Government as an institute of indigeneous leadership with a previlege.Keywords Unity of Indigenous People, the Village and the IndigeneousVillage, Indigeneous Institute, Previlege, Wali Nanggroe Institute. "
2017
S68971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Harza Mauludi
"Skripsi ini membahas mengenai perjuangan Partai Aceh (PA) dalam penyusunan qanun lembaga wali nanggroe. Penyusunan qanun lembaga wali nanggroe yang tidak terlepas dari peran PA yang sangat dominan di Aceh, terutama di parlemen serta intervensi dari Pemerintah Pusat. Melalui metode penelitian kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami apa yang menjadi kepentingan PA dalam qanun lembaga wali nanggroe, terutama dari sudut pandang politik. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa kepentingan PA di dalam penyusunanqanun lembaga wali nanggroe adalah membentuk lembaga wali nanggroe yang kuat dan mengamankan kursi wali nanggroe.

This thesis examines the Aceh Party?s struggle in establishing the institution of guardian of the state law (qanun lembaga wali nanggroe). The making of this law is separable with Aceh Party's dominant role in Aceh, especially in the parliament, and Central Government?s intervention. Using qualitative research methods, this study aims to determine and understand Aceh Party?s secret interests inthe institution of guardian of the state law, especially the political one. This study finds that Aceh Party?s interests in establishing the institution of guardian of the state law is making the strong institution and securing the guardian of the state position."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S62374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2009
910SINP010
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
"Perubahan peta kekuatan parpol tampaknya akan kembali pada pemilu 2009. Terlebih dalam kurun waktu 2006-2008 dalam politik di Aceh. Disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh membawa implikasi pada dua hal. Pertama, diperbolehkannya calon independen dalam ajang pilkada. Kedua, disahkannya keberadaan parpol lokal untuk bertarung di pemilu legislatif provinsi dan kabupaten/kota. Pilkada di sebagian besar wilayah Aceh pada 11 Desember 2006 telah mengubah basis wilayah parpol nasional. Kemenangan calon-calon independen yang didukung mantan aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di 6 kabupaten/kota (Aceh Utara, Pidie, Aceh Timur, Aceh Jaya, Kota Lhokseumawe dan Kota Sabang), Aceh Barat, Aceh Selatan, Bireuen, dan Pidie Jaya menyusul kemenangan calon independen serta di tingkat provinsi akan memberi dorongan yang sangat kuat bagi perubahan peta politik. Kekuatan calon independen yang berasal dari unsur GAM dan Sentral Informasi referendum Aceh (SIRA) juga dibuktikan lewat pemilihan gubernur. Situasi politik di Aceh memang berubah drastis setelah bencana tsunami. Selain gagasan calon independen diadopsi dalam UU Pemerintahan Aceh, gagasan pembentukan parpol lokal pun direalisasikan sebagai konsekuensi dari Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki. Kendati tidak dapat bertarung di level nasional, kekuatan partai lokal akan sangat diperhitungkan dalam pemilihan anggota DPRA dan DPRK. PA yang dibentuk mantan kombatan dan aktivis GAM, selain mempertahankan basis massa, juga memperluas jaringan yang sebelumnya dikuasai oleh partai-partai nasional. Perebutan suara pemilih, selain akan diwarnai persaingan antarsesama partai lokal dan partai nasional."
ALJUPOP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dardir Abdullah
"Keberadaan partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu terobosan yang signifikan dalam upaya memperkuat partisipasi masyarakat dalam berpolitik dan berdemokrasi. Partai politik lokal bisa menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah kebuntuan politik yang dialami masyarakat, pembangunan dan penguatan potensi politik di tingkat lokal. Oleh karena itu "Keberadaan Partai Politik Lokal Dalam Meraih Dukungan Masyarakat di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)" diharapkan dapat menjadi pintu solusi ketika negara dirasakan belum atau tidak mampu memberikan rasa keadilan secara merata, artinya pembangunan belum berhasil menyentuh keseluruh wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tanggapan dan sambutan masyarakat terhadap keberadaan partai politik lokal di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta komitmennya dalam rangka membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Partai politik lokal adalah sebuah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan citacita yang sama untuk memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum secara damai, sejahtera, adil dan makmur dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Partai politik lokal merupakan harapan baru rakyat Aceh, dan merupakan salah satu alternatif pilihan politik masyarakat dalam menyalurkan segala aspirasinya. Masyarakat Aceh saat ini bebas memilih dan menentukan pemimpinnya. Walaupun umurnya masih masih tergolong baru, Dukungan masyarakat Aceh terhadap keberadaan partai politik lokal sangat besar. Kehadiran partai politik lokal di Aceh sebagai salah satu kekuatan baru dalam rangka memperkokoh dan meningkatkan rasa Nasionalisme, memperkuat integrasi dan Ketahanan Nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang datang dari dalam dan luar, secara langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan bangsa mencapai tujuan nasional.

The existence of local political parties in Aceh is one of the significant breakthrough in efforts to strengthen public participation in politics and democracy. Local political parties could be one of the alternative solutions to problems experienced by the people of political deadlock, the development and strengthening of the political potential at the local level. Therefore, 'The existence of Local Political Parties In Achieving Community Support in the province Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)" is expected to be a door solution when the country felt not to or are unable to provide a sense of justice evenly, meaning that the development has not managed to touch throughout the region. This study aimed to describe the response and public response to the existence of a local political party in the province of Aceh, and its commitment in order to build and improve the welfare of the people in the province of Nanggroe Aceh Darussalam. The research method used in this study is qualitative.
From the results of this study concluded that local political party is a political organization formed by a group of Indonesian citizens who reside in Aceh will voluntarily on the basis of equality and the same ideals to strive for and realize the interests of its members, the community, the nation, and the state through general elections were peaceful, prosperous, just and prosperous in the frame of the Republic of Indonesia. Local political parties are the new hope of the people of Aceh, and is one of the alternative options in channeling all their political aspirations. The people of Aceh is now free to choose and determine their leaders. Although age is still relatively new, the people of Aceh to support the existence of a local political party is very large. The presence of local political parties in Aceh as one of the new powers in order to strengthen and increase the sense of nationalism, strengthen integration and National Security, in the face and overcome all threats, harassment, obstacles and challenges that come from inside and outside, directly or indirectly harm integrity, identity, survival of the nation and the state and the nation's struggle to achieve national goals.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apomfires, Frans F.
"Secara keseluruhan karya ini mengkaji variabel perubahan institusi kepemimpinan adat dan kerusakan hutan. Tujuannya menjelaskan bahwa kerusakan hutan terjadi sebagai akibat dari perubahan institusi kepemimpinan adat. Selain data mengenai luas dan tingkat kerusakan serta penyebabnya, beberapa kajian tentang pengelolaan hutan pada masyarakat di pedesaan dipelajari untuk memberi sintesa bagi kajian ini. Berdasarkan itu, masalah yang ditelusuri adalah bagaimana dampak perubahan pranata kepemimpinan adat terhadap kelestarian hutan.
Pemikiran mendasar untuk kajian ini adalah runtuhnya pranata kepemimpinan adat beralabat pengrusakan hutan. Kasus diambil pada masyarakat adat Sereh dan Ajau Sentani Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura Irian Jaya. Konsep kepemimpinan dan kekuasaan dari Koetjaraningrat, institution menurut Uphoff, konflik menurut Tod dan Nader, struktur sosial, perubahan sosial dan kebudayaan menurut Suparlan dipakai untuk mengarahkan penjelasan. Selain itu, teori ekosistem versi budaya Geertz dan teori fungsionalisme perspektif perubahan Brown melengkapi konsep-konsep tersebut untuk menjelaskan bahwa berubahnya pranata kepemimpinan adat mengakibatkan hutan rusak. Metode kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara serta studi kepustakaan relevan untuk menjaring data-data.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa struktur kepemimpinan adat atau keondofolo-an secara ketat teratur di dalam suatu susunan peran-peran dari perangkatnya. Keteraturan itu saling terkait secara mutual (saling mengisi dan saling mempengaruhi). Keteraturan ini berkontribusi kepada kelestarian hutan. Warga komunitas adat taat pada norma atau aturan adat. Mereka takut untuk melanggar norma atau aturan karena norma atau aturan itu bersifat religius magis. Sebuah ke-ondofolo-an adalah (1) komunitas yang berdaulat secara sosial politik; (2) personifikasi dari kekuatan supra natural; (3) kepranataan dan kelembagaannya tersusun rapih; (4) prinsip timbal balik atas hak dan kewajiban dari pimpinan dan warga terpaut secara mutual; (5) memiliki pranata pengelola sumberdaya alam secara lestari; (6) mentransmistikan pengetahuan tradisional secara ketat pada generasi; (7) kesatuan orang yang menguasai suatu wilayah (8) saling hubungan secara genealogis sebagai, satu lineage.
Sistem ke-ondofolo-an dapat di1ihat sebagai satu bangunan yang kuat. Sehingga pemiliknya (warga Sentani) merasa terlindung dan aman di dalamnya. Berubah atau runtuhnya sistem itu, maka perangkat yang terkait secara mutual menjadi berubah. Kondisi ini diikuti oleh konflik intern, saling tidak percaya antara pemimpin dan warganya. Akibatnya, terbuka peluang besar pada pengrusakan hutan. Karena orang asli sendiri telah terbiasa untuk tidak boleh menebang hutan di lereng gunung apalagi hutan tersebut dilarang secara adat, maka pendatanglah yang dianggap bisa diijinkan memanfaatkannya. Jadi, hutan rusak karena ijin pemanfaatan dari orang asli pada pendatang. Berubahnya kewibawaan ondofolo di mata warga menyebabkan warga semakin surut kepercayaannya pada pengayoman pemimpinnya. Mereka bertindak melespaskan tanah hutan pada pendatang tanpa diketahui pimpinan adat.
Faktor ekonomi memegang peranan penting. Selain mendorong mereka bertindak, faktor ini paling utama dalam menciptakan hubungan fertikal dan horisontal sehingga sistem ke-ondofolo-an itu senantiasa hidup. Dengan adanya perubahan yang terjadi, sistem hubungan ekonomi mereka menjadi rusak. Pengaruh luar merubah sistem adat mereka secara langsung, selain itu merangsang warga ke-ondofolo-an untuk melakukan perubahan secara intern terhadap pola hidup mereka. Kerusakan hutan bertitik balik dengan perubahan pranata kepemimpinan adat. Pranata kepemimpinan adat digerogoti oleh agama dan pemerintahan desa. Saya melihat hal ini karena pada masyarakat ini secara adat ternyata sarat dengan pranata adat termasuk pranata pengelolaan sumberdaya alam. Karena saratnya pranata adat maka dengan mudah pranata adat tersebut terdesak oleh intervensi nilai luar sebagai bukti dikontraskannya nilai modern dengan yang tradisional.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa rusaknya hutan adalah karena kebudayaan orang Sentani yang sarat dengan nilai kearifan lingkungan itu berubah sehingga tindakan orang asli melepaskan atau menjual tanah hutan sebagai akibat dari konflik intern yang ditimbulkannya. Dimana konflik intern terjadi karena kewibawaan pimpinan adat yang dipanuti jatuh di mata warganya. Alternatif untuk memberi jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapi, termasuk problema kerusakan hutan yang terbesar adalah: bagaimanakah memberi porsi dan wewenang yang lebih kepada penduduk setempat dalam meningkatkan harkat dan kesejahteraan. Pemberian akses yang memadai bagi mereka untuk melaksanakan secara mandiri institusi kepemimpinannya, sejauh tidak menyimpang jauh dari aturan-aturan pemerintah daerah yang berlaku."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awang Abdul Aziz bin Juned
Bandar Seri Begawan: Jabatan Mufti Kerajaan, Jabatan Perdana Menteri, Negara Brunei Darussalam, 2011
297.6 AWA k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mera Nuringsih
"Kebijakan desentralisasi fiskal telah berjalan 3 tahun sejak diberlakukan secara efektif pada Januari 2001. Komitmen kebijakan desentralisasi fiskal tersebut dilandasi UU No. 22 Tabun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU tersebut memuat herbagai perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang Administrasi Pemerintahan maupun dalam hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dilakukan melalui Desentralisasi Piskal, dengan desentralisasi fiskal mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan Pendapatan Asli Daerah berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi NAD sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal di Propinsi NAD. Jenis data yang digunakan adalaha data sekunder dan data primer, data sekunder diperoleh dari laporan APBD Propinsi NAD dan data primer didapat dari narasumber tetpilih melalui wawancara. Teknis analisis data yang digunakan adalah dengan pengujian Hipotesis dengan menggunakan Uji Beda Dua Rata-Rata (uji t).
Berdasarkan basil analisis yang dilakukan, didapatkan penerimaan rata-rata pajak daerah meningkat secara signifikan setelah desentralisasi fiskal, peningkatannya sebesar 101,53%. Jenis pajak yang mendominasi selama enam tahun adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), kontribusi rata-rata penerimaan sebelum desentralisasi sebesar 60,72% dan setelah desentralisasi 40,48%, kontribusi tertinggi pada tahun 2000/2001 sebesar 68,29%. Pertumbuhan penerimaan jenis pajak tertinggi selama enam tahun diperoleh dari pajak bahan baker kendaraan bermotor (PBB-K13) sebesar 332%. Penerimaan pajak daerah sebelum desentralisasi maupun setelah desentralisasi didominasi oleh tiga jenis pajak yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB).
Faktor-faktor yang berpengaruh terbadap penerimaan pajak kendaraan bermotor, bea batik nama kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah : (a) Jumlah kendaraan bermotor, (b) Jumlah pemakaian bahan bakar minyak, (c) PDB per kapita Propinsi NAD. Penerimaan retribusi daerah di Propinsi NAD berdasarkan hasil analisis didapatkan perbedaan yang cukup signifikan antara penerimaan sebelum dan sesudah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi fiscal, di mana penerimaan setelah desentralisasi mengalami penuranan sebesar -24,52%. Pertumbuhan penerimaan obyek retribusi daerah di Propinsi NAD selama enam tahun di dominasi oleh retribusi pelayanan kesehatan. Rata-rata pertumbuhan penerimaan selama enam tahun sebesar -5,74%. Kontribusi penerimaan jenis retribusi daerah selama enam tahun di Propinsi NAD dominan dari retribusi pelayanan kesehatan, kontribusi rata-rata sebelum desentralisasi sebesar 58,46% dan setelah kebijakan desentralisasi sebesar 87,46%."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilyas Werdisastro
Jakarta: Timpani Publishing, 2009
739.72 ILY k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>