Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 233969 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rokimah
"ABSTRAK
Pengobatan pada pasien malaria rawat inap sebagian menunjukkan hasil yang
diharapkan yaitu sembuhnya penyakit, namun tidak sedikit yang gagal dalam
menjalani terapi sehingga meningkatkan lama rawat bahkan dapat berujung pada
kematian. Oleh sebab itu dibutuhkan upaya dalam mengidentifikasi,
menyelesaikan dan mencegah terjadinya masalah terkait obat. Penelitian ini
bertujuan mengevaluasi perbedaan pengobtan standar dan tidak standar pada hasil
terapi pasien malaria rawat inap di RSUD Kabupaten Bangka Tengah Tahun
2013. Penelitian ini dilakukan dengan metode kohort retrospektif berdasarkan
data rekam medik pasien malaria rawat inap di RSUD Kabupaten Bangka Tengah
Tahun 2013. Data 45 pasien malaria yang mendapat pengobatan standar
dibandingkan dengan 45 pasien pengobatan tidak standar dianalisis menggunakan
chi-square dan regresi logistik multivariat. Pasien malaria rawat inap sebagian
besar menderita malaria tropika (62,22%), tanpa komorbit (88,89%), mendapat
obat polifarmasi (88,89%), dirawat selama 1-4 hari (86,67%). Obat antimalaria
yang terbanyak digunakan adalah kombinasi dehidroartemisisn-piperakuin dan
primakuin (44,44%). Masalah terkait obat yang paling banyak ditemui adalah
obat tidak tepat (18,45%), durasi obat terlalu tinggi, regimen dosis terlalu sering
(18,45%), tidak ada indikasi untuk obat (16,5%). Pengobatan standar tidak
berpengaruh terhadap lama rawat (p=0,568) pasien malaria rawat inap di RSUD
Kabupaten Bangka Tengah. Pengobatan standar (RR= 0,10;CI=0,034-0,318) dan
adanya komorbiditas (RR=12,11;CI=2,607-56,296)) secara signifikan (p< 0,05)
mempengaruhi kejadian masalah terkait obat.

ABSTRACT
Treatment of malaria patients hospitalized partially shows the expected result is to
heal diseases, but others fail to undergo thereby increasing the length of stay can
even lead to death. Therefore, the contribution required to identify, resolve and
prevent drug related problems. The purpose of this study was to assess the
influence of the length of stay and the incidence of drug-related problems in the
treatment of malaria patients hospitalized at the Hospital of Central Bangka Midyear
2013. This study was conducted using retrospective cohort based on data
from medical records of patients hospitalized malaria in Central Bangka Regency
Hospital Year 2013. Data of 45 patients who received the standard treatment of
malaria compared with 45 patients is not standard treatment were analyzed using
chi-square and multivariate logistic regression. Hospitalized malaria patients
mostly suffering from tropical malaria (62,22%), with no comorbidity (88,89%),
received medication polypharmacy (88.89%) and length of stay ≤ 4 days
(86.67%). Antimalarial drugs most is a combination dehidroartemisin-piperaquine
and primaquine (44.44%). Drug related problems, Inappropriate drug (not most
appropriate for indication) (18.45%), Drug dose too high or dosage regime too
frequent (18.45%), No clear indication for drug use (16.5%). The standard
treatment has no effect on length of stay (p = 0.568) malaria patients hospitalized
in hospitals of Central Bangka. Standard treatment (RR= 0,1;CI=0,034-0,318) and
comorbidity (RR=12,11;CI=2,607-56,296) was significantly (p <0, 05) affect the
incidence of drug-related problems."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T42791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bagus Adittya
"Serat bagas tebu (Sugarcane bagasse) yang merupakan serat alam dapat digunakan sebagai penguat komposit matriks polimer.Namun, serat tebu dengan matriks polimer memiliki kompatibilitas yang rendah dikarenakan sifat hidrofobik dari matriks polimer dan sifat hidrofilik dari serat.Selain itu, serat alam masih banyak mengandung fraksi amorf (lignin dan hemiselulosa), sehingga komposit menjadi getas dan kristalinitasnya rendah.Oleh karena itu, dilakukan perlakuan untuk mengurangi fraksi amorf tersebut melalui perlakuan kimia. Perlakuan kimia tersebut mampu mengurangi kandungan fraksi amorf (lignin dan hemiselulosa) secara efektifsehingga meningkatkan indeks kristalinitas serat secara signifikan.Perlakuan kimia tersebut terdiri dari perlakuan awal dan perlakuan inti, keduanya penting untuk mengurangi kandungan fraksi amorf dan meningkatkan indeks kristalinitas serat secara signifikan.Perlakuan awal yang digunakan adalah alkalinisasi dengan varian temperatur dan konsentrasi. Perlakuan inti yang digunakan adalah pemutihan dengan menggunakan larutan natrium klorit dan asam sulfat. Selain itu, dilakukan juga perlakuan oksidasi reaktif dengan bantuan katalis TEMPO (2,2,6,6-tetrametilpiperidin-1-oksil radikal). Dari berbagai perlakuan tersebut diperoleh rangkaian perlakuan yang paling efektif untuk mengurangi kandungan fraksi amorf (lignin dan hemiselulosa) karena mampu meningkatkan.

Sugarcane bagasse fiber (Sugarcane bagasse) is a natural fiber used as a reinforce on polymer matrix composites. However, sugarcane fiber, with the polymer matrix, have a low compatibility due to the hydrophobicity of the polymer matrix and hydrophilic properties of the natural fiber. In addition, natural fiber still contains many amorphous fraction (lignin and hemicellulose), so that the composite becomes brittle and low crystallinity. Therefore, there are several methods of chemical treatment to decrease the amorphous fraction. The chemical treatment can decrease the content of amorphous fraction (lignin and hemicellulose) effectively and increase the crystallinity index significantly. Initial treatment used is alcalinization with variants of temperature and concentration. Core treatments used are bleaching by using a solution of sodium chlorite and sulfuric acid. In addition, the treatment was conducted by using reactive oxidation catalyst, named TEMPO (2,2,6,6- tetrametilpiperidin-1-oksil radical). From those various treatments, it was obtained the most effective treatment to reduce the content of amorphous fraction (lignin and hemicellulose) which is can increase crystallinity index up to 76.13%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Sedjahteraa
"Kemunculan MDR-TB menghambat program pemberantasan TB dan berakibat pada meningkatnya angka kematian dan beban control TB. Tempat pengobatan TB, termasuk riwayat pengobatan, sangat mungkin merupakan predictor MDR-TB yang kuat. Tujuan dari studi ini ada untuk mengidentifikasi dan menganalisis tempat pengobatan TB primer sebagai salah satu factor yang mungkin berkontribusi dalam perkembangan TB menjadi MDR-TB. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2009 hingga Agustus 2010. Mengguanakan metode cross-sectional, data didapatkan melaui wawancara mendalam dengan 50 pasien MDR-TB yang sedang mendapatkan pengobatan di klinik MDR-TB RS Persahabatan. Dalam jumlah besar pasien MDR-TB mendapatkan pengobatan di puskesmas (38%) dan dokter praktik pribadi (28%). Tidak ditemukan adanya assosiasi antara tempat pengobatan TB pertama dan kepatuhan pasien sedangkan assosiasi terlihat antara tempat pengobatan TB pertama dan peresepan obat gratis.

The emergence of MDR-TB hampers TB eradication program which resulted in high fatality rate and increase burden of TB control. TB treatment place, including history of treatment, might be a strong predictor of MDR-TB. The purpose of this study is to identify and analyze primary TB treatment place as the contributing factor that may lead to the development of TB towards MDR-TB. The data collection was done from December 2009 to August 2010 at Persahabatan Hospital. Using cross-sectional method, data is obtained through thorough interview of 50 MDR-TB patients undergoing treatment in MDR-TB Clinic in Persahabatan Hospital. Large proportion of MDR-TB patient received their primary TB treatment at puskesmas (38%) and private Practice (28%). It is found that there is no association between primary TB treatment place and patient compliance while association appears between primary TB treatment place and free drug prescription."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Amadea Gunawan
"Latar Belakang COVID-19 berdampak secara signifikan bagi dunia. Tingginya prevalensi dan insidensi, serta banyaknya kasus berderajat keparahan sedang-berat, mendorong dunia dan Indonesia untuk mencari terapi yang tepat. Salah satunya adalah anti-interleukin-6 untuk mengatasi badai sitokin yang kerap terjadi pada pasien COVID-19. Anti-interleukin-6 berupa Tocilizumab yang digunakan untuk mengatasi COVID-19 derajat sedang-berat hingga saat ini masih minim diteliti di dunia maupun di Indonesia. Maka, Peneliti berharap penelitian ini dapat berkontribusi pada perkembangan dunia medis di Indonesia. Metode Penelitian ini dilakukan dengan desain kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan rekam medis pasien COVID-19 berderajat sedang-berat guna menilai hubungan antara pemberian Tocilizumab dengan tingkat mortalitas, lama rawat, dan kadar biomarker inflamasi yaitu C-reactive protein dan D-dimer. Hasil Diperoleh 52 pasien yang diberikan obat Tocilizumab dan 52 pasien kontrol. Pada kelompok pasien yang diberikan Tocilizumab, 48 pasien dirawat pada bulan Januari-Juni dan 4 pasien dirawat pada bulan Juli-Desember. Pada kelompok kontrol, 32 pasien dirawat pada bulan Januari-Juni dan 20 pasien dirawat pada bulan Juli-Desember. Ditemukan sebanyak 40,4% pasien yang memperoleh Tocilizumab hidup dan sembuh, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 16,4% pasien yang sembuh (p=0,014). Rata-rata lama rawat pasien kelompok uji mencapai 20,9±11,5 hari, lebih lama dibandingkan kelompok kontrol yaitu 16,5±12,4 hari (p=0,007). Rata-rata penurunan kadar CRP pada kelompok uji adalah -74,65±72,59 mg/L, sedangkan pada kelompok kontrol meningkat (p=0,001). Kadar D-dimer pasien yang diberikan Tocilizumab mengalami penurunan namun tidak signifikan. Kesimpulan Tocilizumab terbukti menurunkan angka mortalitas, menurunkan kadar CRP, dan cenderung menurunkan kadar D-dimer pada pasien COVID-19 derajat sedang-berat.

Introduction COVID-19 has a significant impact globally. The high prevalence and incidence, also the large number of moderate-severe cases, encouraged the world and Indonesia to look a better therapy. One of them is anti-interleukin-6 to overcome cytokine storm that occurs in COVID-19 patients. Today, there is minimal research that learn about anti-interleukin-6, Tocilizumab. This research hope could contribute to the development of the medical sector in Indonesia. Method This research conducted with a retrospective cohort design at Universitas Indonesia Hospital. This study used medical records of COVID-19 moderate-severe patients to assess the relation between Tocilizumab administration and mortality, length of stay, and levels of C-reactive protein and D-dimer. Result There were 52 moderate-severe COVID-19 patients receiving Tocilizumab and 52 control patients. In the test group, 48 patients treated in January-June and 4 patients treated in July-December. In the control group, 32 patients treated in January-June and 20 patients treated in July-December. It was found that 40,4% of patients who were given Tocilizumab survived, while in the control group only 16,4% of patients survived (p=0,014). The average length of stay for test group reached 20,9±11,5 days, longer than the control group, which was 16,5±12,4 days (p=0,007). The average CRP levels decrease in test group was -74.,65±72,59 mg/L, while it increased in the control group (p=0,001). The D-dimer levels of patients given Tocilizumab decreased but not significant. Conclusion Tocilizumab has been proven to reduce mortality rates, lower CRP levels, and tends to reduce D-dimer levels in moderate-severe COVID-19 patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adzka Khairiy Nazmi
"Kasus positif Covid-19 yang berkembang pesat di Indonesia harus diimbangi dengan kualitas penanganan yang baik, salah satunya dengan menjanjikan peningkatan jumlah pasien sembuh. Favipiravir merupakan obat antivirus yang efektif menghambat infeksi virus Covid-19. Dalam penggunaan dan peresepan favipiravir sebagai obat antivirus, dapat terjadi kesalahan yang akan menyebabkan pengobatan bagi pasien Covid-19 tidak efektif, salah satunya adalah Masalah Terkait Obat (MTO). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis MTO pada pasien Covid-19 dengan terapi favipiravir di Rumah Sakit Universitas Indonesia tahun 2021. Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitian cross sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari rekam medis dan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) pasien. Klasifikasi masalah terkait obat yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi Hepler dan Strand. Analisis dilakukan terhadap 131 pasien Covid-19 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya masalah terkait obat pada pasien Covid-19 dengan terapi favipiravir di RSUI tahun 2021 sebanyak 92 kejadian dengan persentase interaksi obat sebesar 58,69%, Reaksi Obat Tidak Diinginkan (ROTD) sebesar 22,83%, kegagalan dalam penerimaan obat sebesar 10,87%, dosis subterapi sebesar 6,52%, dosis berlebih sebesar 1,09%, kesalahan pemilihan obat sebesar 0,0%, penggunaan obat tanpa indikasi sebesar 0,0%, dan indikasi yang tidak diobati sebesar 0,0%. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan pasien Covid-19 dengan terapi favipiravir di Rumah Sakit Universitas Indonesia berpotensi mengalami masalah terkait obat, yang mana MTO yang paling banyak terjadi adalah interaksi obat.

Positive cases of Covid-19 which are increasing rapidly in Indonesia must be improved with good quality of treatment, one of which is by increasing the number of recovered patients. Favipiravir is an antiviral drug that is effective at preventing infection with the Covid-19 virus. In the use and prescribing of favipiravir as an antiviral drug, errors can occur that will cause treatment for Covid-19 patients to be ineffective, one of which is Drug Related Problems (DRP). This study aims to analyze DRP in Covid-19 patients with favipiravir therapy at the University of Indonesia Hospital in 2021. The study design used was a cross-sectional study. The data used in this study are secondary data taken retrospectively from the patient's medical records and Integrated Patient Development Records. The classification of drug-related problems used in this study refers to the Hepler and Strand classification. The analysis was carried out on 131 Covid-19 patients who met the inclusion criteria. The results of the study showed that there were drug-related problems in Covid-19 patients with favipiravir therapy at University of Indonesia Hospital in 2021 as many as 92 incidents with the proportion of events for drug interactions is 58.69%, Adverse Drug Reactions is 22.83%, failure to receive drugs is 10.87%, subtherapeutic dosage is 6.52%, overdosage is 1.09%, improper drug selection is 0,0%, drug use without indication is 0.0%, and untreated indication is 0.0%. Based on the results of this analysis, it is certain that Covid-19 patients with favipiravir therapy at the University of Indonesia Hospital is experiencing drug-related problems, which the most DRP occurs is drug interactions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savira Rahmawati Yunaz
"Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular prevalensi tinggi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan TB yang disarankan menurut pedoman adalah a kombinasi berbagai antibiotik dalam bentuk tablet kombinasi dosis tetap atau combipack meningkatkan potensi masalah terkait obat terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah terkait obat pada terapi TB di Puskesmas Kecamatan Tebet periode Juli- Desember 2018. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Desain penelitian yang akan digunakan adalah studi cross sectional dengan metode pengambilan data retrospektif dari resep pasien Pasien TB dari Juli-Desember 2018. Klasifikasi masalah terkait obat digunakan dalam hal ini studi adalah sistem klasifikasi yang dibuat oleh Cipolle, Strand, dan Morley yang meliputi terapi obat yang tidak perlu, perlu terapi obat tambahan, obat yang tidak efektif, kesalahan dosis, dan interaksi obat. Hasilnya menunjukkan bahwa persentase terapi obat yang tidak perlu adalah 2,85%, membutuhkan terapi obat tambahan 6,89%, obat tidak efektif 1,54%, kesalahan dosis 12,46%, dan potensi interaksi obat adalah 66,18%. Masalah terkait narkoba itu terjadi paling sering adalah interaksi obat, yaitu 66,18%. Berdasarkan hasil penelitian ini, itu Dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi untuk TB berpotensi menyebabkan masalah terkait obat. Oleh karena itu, penilaian prescribring perlu dioptimalkan sebelum memberikan obat pasien dan dimonitor secara teratur, sehingga penggunaan obat yang rasional diharapkan dapat tercapai.

Tuberculosis (TB) is a high prevalence of infectious disease caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis. The recommended TB treatment according to the guidelines is that a combination of various antibiotics in the form of a fixed-dose combination tablet or combipack increases the potential for drug-related problems to occur. This study aims to identify drug-related problems in TB therapy in the Tebet District Health Center in the July-December 2018 period. The study design used was cross-sectional. The research design that will be used is a cross sectional study with retrospective data collection methods from prescription TB patient patients from July-December 2018. The classification of drug-related problems used in this study is a classification system created by Cipolle, Strand, and Morley which includes drug therapy unnecessary, need additional drug therapy, ineffective drugs, dosage errors, and drug interactions. The results showed that the percentage of unnecessary drug therapy was 2.85%, 6.89% needed additional drug therapy, 1.54% ineffective medication, 12.46% dose error, and 66.18% potential drug interactions. The drug-related problems that occur most often are drug interactions, which is 66.18%. Based on the results of this study, it can be concluded that the administration of therapy for TB has the potential to cause drug-related problems. Therefore, prescribring assessment needs to be optimized before giving patient medication and monitored regularly, so that rational drug use is expected to be achieved.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Silviani
"Lama rawat inap diduga dipengaruhi oleh berbagai fakor kompleks diantaranya sosio-demografis, gizi, dan kondisi klinis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor sosio-demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan, status pernikahan, kelas rawat inap), gizi (asupan energi, asupan protein, status gizi, dan risiko malnutrisi), dan kondisi klinis (tingkat keparahan, komorbiditas, riwayat rawat inap stroke) terhadap lama rawat inap pasien stroke iskemik. Desain penelitian ini adalah cross-sectional melibatkan 150 pasien stroke iskemik usia 18-59 tahun di RSPON Prof.Dr.dr. Mahar Mardjono melalui metode purposive sampling. Analisis statistik menggunakan chi-squarepada bivariat dan regresi logistik pada multivariat. Hasil menunjukkan mayoritas pasien memiliki lama rawat inap pendek (78%). Tidak ada perbedaan proporsi antara usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan, status pernikahan, kelas rawat inap, risiko malnutrisi, tingkat keparahan, komorbiditas, atau riwayat rawat inap stroke terhadap lama rawat inap bagi pasien stroke iskemik (p>0,05). Melalui analisis bivariat ada perbedan proporsi status gizi terhadap lama rawat inap (p=0,026), namun ketika dikontrol dengan variabel lain keduanya tidak signifikan (p=0,888). Ada perbedaan proporsi antara asupan energi (p=0,001) dan protein (p=0,001) terhadap lama rawat inap pasien stroke iskemik. Pada permodelan akhir asupan energi (OR=165,4; CI:4,27-6404,3) dan protein (OR=547,94; CI: 19,86-15116,4) defisit berhubungan signifikan dan berisiko meningkatkan lama rawat inap panjang pasien stroke iskemik. Asupan protein menjadi faktor dominan terhadap lama rawat inap.

Multifactorial aspects such as sociodemographic, nutrition, and clinical condition were related to length of stay among ischaemic stroke patients. The aim of the study was to explore the association between sociodemographic (age, gender, education, occupation, marital status, and type of class), nutrition (energy intake, protein intake, nutritional status, and risk of malnutrition) and clinical condition (severity, comorbidity, and previous history of stroke) with length of stay in ischaemic stroke patients. Design of the study was cross-sectional. The study recruited 150 ischaemic stroke patients aged from 18 to 59 years old at National Brain Center Hospital Prof.Dr.dr. Mahar Mardjono Jakarta. Data was analysed by using chi-square test for bivariate and logistic regression for multivariate. Most of of ischaemic stroke patients had shorted length-of-stay (78%). There was no difference proportion between age, gender, education, occupation, marital status, type of class, risk of malnutrition, severity, comorbidity, or previous history of stroke and length of stay in ischaemic stroke patients (all p>0.05). Based on bivariate analysis, there was a difference proportion between nutritional status and length of stay (p=0.026), but not significant when controlled with other variables (p=0.888). There was a difference proportion between energy intake (p=0.001) or protein intake (p=0.001) and length of stay. Patients who had inadequate energy intake (OR=165.4; CI:4,27-6404.3) and protein intake (OR=547.94; CI: 19.86-15116.4) significantly related and increased the risk of prolonged hospital length of stay in ischaemic stroke patients. Protein intake was dominant determinant factor of length of stay in ischaemic stroke patients."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragil Mahdi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterjadian flypaper effect dan pengaruh faktor politik pada belanja hibah. Flypaper effect terjadi saat pengaruh DAU lebih besar dari pengaruh PAD terhadap belanja daerah. Faktor politik terdiri dari dua faktor, yaitu siklus politik yang diproksikan oleh tahun pemilu dan konsentrasi politik diproksikan oleh indeks konsentrasi politik. Sampel penelitian terdiri dari 33 Pemerintah Provinsi di Indonesia tahun 2011-2015. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan regresi data panel random effect model untuk mendapatkan model terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa flypaper effect tidak terjadi pada belanja hibah. Tahun pemilu signifikan terhadap belanja hibah dimana belanja tersebut akan meningkat pada tahun diadakannya pemilu. Konsentrasi politik signifikan untuk belanja hibah, semakin rendah konsentrasi politik, belanja hibah semakin tinggi. Dapat disimpulkan bahwa flypaper effect mendapatkan stimulus tambahan saat tahun pemilu, sedangkan konsentrasi pada dewan dengan konsentrasi politik rendah, belanja hibah akan semakin tinggi.

The aims of this research are to determine the occurrence of flypaper effect and the effect of political factors in grant expenditures. Political factors consist of two variables, first is political cycle which is proxied by electoral years and second is political concentration proxied by political concentration index. The sample in this study consisted of 33 Provincial Governments in Indonesia during 2011-2015. Hypothesis testing is perform with panel data regression with random effect model to gather the best fitting model. The research reveals that the flypaper effect doesn’t present in grant expenditures. The election years significant for grant expenditures where this expenditure will increase in the year of the election . The political concentration significant for grant expenditures, the lower the political concentration, the higher grant expenditures will be. It can be concluded that the flypaper effect get additional stimulus during the election years on grant expenditures, in the board with a low political concentration, grant expenditures will be higher.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mareoza Ayutri
"Wabah COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2) telah menjadi pandemi di seluruh dunia. Para peneliti berupaya untuk mengetahui dan mengembangkan obat-obatan yang berpotensi dalam melawan penyakit ini dengan mengevaluasi kembali obat yang kemungkinan dapat melawan virus ini. Oseltamivir dan favipiravir merupaka obat yang disetujui untuk pengobatan dan menunjukkan aktivitas ampuh melawan SARS-CoV-2. Namun, pengobatan definitif dari wabah ini belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek oseltamivir dan favipiravir pada pasien terkonfirmasi COVID-19 terhadap luaran klinis dan lama rawat. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dan retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pasien rawat inap periode Maret hingga Oktober 2020. Penelitian dilakukan di RSUP Fatmawati Jakarta. Total sampel 114 pasien dengan 98 pasien (86%) menerima terapi oseltamivir dan 16 pasien (14%) menerima favipiravir. Proporsi pasien dengan luaran klinis sembuh adalah 101 pasien (88,6%) sedangkan 11 pasien meninggal (11,4%). Sebagian besar pasien memiliki lama rawat ≤ 14 hari (58,8%) sedangkan pasien dengan lama rawat > 14 hari sebanyak 41,2%. Efek antivirus (oseltamivir dan favipiravir) terhadap luaran klinis tidak signifikan secara statistik (p=0,690, OR=0,478, IK95% 0,058-3,950). Hubungan antara antivirus terhadap lama rawat juga tidak signifikan secara statistik (p=0,852, OR=0,767, IK95% 0,251-2,342). Variabel independen lain yang mempengaruhi luaran klinis ialah derajat keparahan (p=0,004) dan komorbid (p=0,009) sedangkan variabel lain yang mempengaruhi lama rawat ialah usia (p=0,005). Pada studi ini dengan data Maret hingga Oktober 2020 menunjukkan bahwa oseltamivir dan favipiravir tidak memiliki hubungan bermakna terhadap luaran klinis maupun lama rawat pasien terkonfirmasi COVID-19. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat tetapi studi lebih lanjut tetap diperlukan.

The outbreak of COVID-19 caused by SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2) is a worldwide pandemic. It has led researchers to develop drugs to fight against this ailment. Repurposed drugs have been evaluated to accelerate the treatment of COVID-19 patients. Oseltamivir and Favipiravir are drugs approved for the treatment of influenza. Both drugs have shown potent activity against SARS-CoV-2. Nevertheless, definitive treatment of this outbreak has not been confirmed yet. This study aims to evaluate the effect of oseltamivir and favipiravir in patients with confirmed COVID-19 on clinical outcomes and length of stay. It is a retrospective cross-sectional study using medical record data. The study was conducted at Fatmawati General Hospital Jakarta between March to October 2020. In this study, 98 patients (86.0%) received oseltamivir, while 16 patients (14.0%) received favipiravir. The mortality rate was 11.4% (13 patients), while the recovered was 88.6% (103 patients). Most of the patients had LoS (Length of Stay) of ≤ 14 (58.8%), while patients with LoS > 14 days were 41.2%. Antivirals (oseltamivir and favipiravir) effect on clinical outcome was not statistically significant (p = 0.690; OR = 0.478; CI95% 0.058-3.950) .Likewise, the association between antivirals and LoS was not statistically significant (p = 0.852; OR = 0.767; CI95% 0.251-2.342). Other independent variables that affect the clinical outcome are the degree of severity (p=0.004) and comorbidities (p=0.009), while another variable that affects the length of stay is age (p=0.005). In conclusion, oseltamivir and favipiravir were not significantly associated with clinical outcomes and length of stays in COVID-19 patients on March to October 2020. We hope this study will provide useful information about COVID-19 therapy. However, further study needs."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habibah Nurul Rahmah
"Latar Belakang: Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria masih menjadi penyakit menular paling mematikan kedua di dunia dan masih menjadi penyakit endemis di Indonesia. Kabupaten Mimika merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berstatus endemis tinggi malaria (API 597,58‰ per tahun 2022).
Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor iklim (suhu udara, kelembaban, dan curah hujan) dan pengobatan malaria dengan kejadian malaria di Kabupaten Mimika tahun 2016-2022.
Metode: Desain studi ekologi menggunakan data sekunder dengan analisis korelasi dan uji regresi linear ganda. Skenario waktu time lag 0, 1, dan 2 diterapkan untuk melihat hubungan antara faktor iklim dengan kejadian malaria per bulan di Kabupaten Mimika tahun 2016-2022.
Hasil: Hasil analisis dengan uji korelasi menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengobatan malaria dengan kejadian malaria tahun 2016-2022 (p = 0,000; r = 0,990). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara suhu udara, kelembaban, dan curah hujan rata-rata dengan kejadian malaria di Kabupaten Mimika tahun 2016-2022 pada seluruh skenario waktu. Analisis dengan uji regresi linear ganda menghasilkan model prediksi dengan persamaan Kejadian Malaria = 4912,9 - 129,3 (suhu udara) - 3,36 (curah hujan) - 13,6 (kelembaban) + 0,997 (pengobatan ACT). Berdasarkan hasil uji regresi linear ganda model dapat menjelaskan 98% variasi variabel kejadian malaria (R Square = 0,980). Variabel yang paling dominan terhadap kejadian malaria di Kabupaten Mimika tahun 2016-2022 adalah pengobatan malaria.

Background: Malaria is an infectious disease caused by Plasmodium parasites and transmitted to humans through the bite of female Anopheles mosquitoes. Malaria is the wolrd’s second deadliest infectious disease and an endemic disease in Indonesia. Mimika Regency is one of the regencies in Indonesia that has a high malaria endemic status (API 597.58‰ as of 2022).
Objective: To determine the relationship between climatic factors (air temperature, humidity, and rainfall) and malaria treatment with malaria incidence in Mimika Regency in 2016–2022.
Methods: Ecological study using secondary data with correlation analysis and multiple linear regression. Scenarios of time lag 0, 1, and 2 were applied to investigate the relationship between climate factors and malaria incidence in Mimika Regency in 2016–2022.
Results: The results of the correlation test showed a significant relationship between malaria treatment and the incidence of malaria in 2016–2022 (p = 0,000; r = 0,990). No significant relationship was found between average air temperature, humidity, and rainfall with malaria incidence in Mimika Regency in 2016–2022 in all time scenarios. Multiple linear regression analysis produced a predictive model with the equation Malaria Incidence = 4912,9 - 129,3 (air temperature) - 3,36 (rainfall) - 13,6 (humidity) + 0,997 (ACT treatment). Based on the multiple linear regression result, the model can explain 98% of malaria incidence variation (R Square = 0,980). The most dominant variable for malaria incidence in Mimika Regency in 2016–2022 is malaria treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>