Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 225559 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maryana, auhtor
"Hotspot adalah sesuatu yang tidak biasa, anomali, menyimpang, wabah, intensitas tinggi, atau disebut juga daerah kritis. Pendeteksian hotspot sangat berguna sebagai monitoring, etiologi, manajemen, atau peringatan dini. Scan statistics adalah suatu metode untuk mendeteksi area hotspot, sedangkan space time scan statistics adalah metode scan statistics yang memperhatikan informasi area dan waktu secara simultan dalam mendeteksi hotspot. Metode ini mendeteksi hotspot dengan scanning window yang berbentuk silinder, dimana setiap silinder yang terbentuk merupakan calon hotspot yang mungkin terjadi. Pendeteksian hotspot dalam penelitian ini dilakukan dengan mengamati beberapa data set, dimana data set adalah kelompok data pengamatan yang terdiri dari jumlah kasus, ukuran populasi dan koordinat dari masing-masing area yang diamati. Pendeteksian ini didasarkan pada kombinasi dari beberapa data set tersebut. Studi kasus pada penelitian ini adalah kesehatan bayi dan balita di kota Depok. Dari hasil pendeteksian ini diperoleh beberapa kombinasi yang menghasilkan hotspot yang sama, sehingga area dan waktu yang sering muncul pada kombinasi-kombinasi tersebut ditetapkan sebagai hotspot yaitu puskesmas Pasir Putih yang terjadi pada tahun 2011. Artinya area ini paling parah dibandingkan area yang lain mengenai kesehatan bayi dan balitanya. Hasil ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pemerintah setempat atau stakeholder lainnya dalam mengambil kebijakan terutama dibidang kesehatan.

Hotspot means something unusual, anomaly, aberration, outbreak, critical resource area, etc. Hotspot detection is very useful as monitoring, etiology, management, or early warning. Scan statistics is a method for detecting the location of hotspot, while the space-time scan statistics are statistics scan method that takes into account the location and time information simultaneously in detecting hotspot. This method detects hotspot with a cylindrical window, where each cylinder formed a candidate hotspot that may occur. Hotspot detection in this study conducted by observing multiple data sets, where the data set is a group of observational data consist of the number of cases, the size of the population and the coordinates of each location were observed. This detection is based on a combination of some of the data sets. The case study in this research is the health of infants and toddlers in Depok city. From the results of this detection obtained some combinations that produce the same hotspot, so that the location and time that often appear in these combinations are designated as hotspot Pasir Putih health center that occurred in 2011. It means this area is worst among other areas about its the health of infants and toddlers. This result is expected to be a guideline for local governments or other stakeholders in making decisions, especially in the field of health."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Muthia Harahap
"[ABSTRACT
Land and forest fires are complex problems that occurred in the province of Riau
every year. The trigger factors comes from natural and human activities. This
research uses a variable hotspots as an indication of land and forest fires produced
by the satellite sensors NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration)
due to the temperature rise above 315 °K or 42° C on an area of 1 km2. The density
of hotspots are scattered throughout the province of Riau 2005 to 2014 analyzed
using Kernel Density calculations. The result patterns of spatial density of hotspots
concentrated in Dumai, Rokan Hilir, Bengkalis and Pelalawan. While the time
pattern showed the highest number of hotspots for 10 years occurred in June until
August. Then the distribution of the density of hotspots related with the factors that
trigger fires such as monthly rainfall, distribution and depth of the peatland and the
type of land use. The analysis showed the highest number of hotspots spread out on
an area with a low monthly precipitation is 50-150 mm / month and on peatlands
with a depth of more than 4 meters (very deep) as well as on the type of plantation
land use, wetlands secondary forest and shrubs. Furthermore, the determination of
threshold no rain day due to the hotspots appearance obtained through buffering
technique as far as 10 km from rain gauge stations every day during the month of
June to August. Analysis on each occurrence of hotspots is also associated with the
depth of peat and types of land use to determine the characteristics of each buffer
area, the result of the threshold of no rainy days in relation to the hotspot appearance
in Riau Province is 3 days.

ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi di
Provinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitas
manusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagai
indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhu
di atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruh
Provinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014
menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatan
hotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan
Pelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyak
selama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebaran
kepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaran
yakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaan
lahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayah
dengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambut
dengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaan
lahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnya
penentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspots
diperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatan
hujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiap
kemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenis
penggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnya
ambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riau
adalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi di
Provinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitas
manusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagai
indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhu
di atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruh
Provinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014
menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatan
hotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan
Pelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyak
selama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebaran
kepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaran
yakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaan
lahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayah
dengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambut
dengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaan
lahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnya
penentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspots
diperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatan
hujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiap
kemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenis
penggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnya
ambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riau
adalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi di
Provinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitas
manusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagai
indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhu
di atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruh
Provinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014
menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatan
hotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan
Pelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyak
selama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebaran
kepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaran
yakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaan
lahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayah
dengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambut
dengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaan
lahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnya
penentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspots
diperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatan
hujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiap
kemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenis
penggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnya
ambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riau
adalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi di
Provinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitas
manusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagai
indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhu
di atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruh
Provinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014
menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatan
hotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan
Pelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyak
selama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebaran
kepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaran
yakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaan
lahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayah
dengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambut
dengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaan
lahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnya
penentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspots
diperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatan
hujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiap
kemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenis
penggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnya
ambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riau
adalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi di
Provinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitas
manusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagai
indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhu
di atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruh
Provinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014
menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatan
hotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan
Pelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyak
selama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebaran
kepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaran
yakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaan
lahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayah
dengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambut
dengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaan
lahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnya
penentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspots
diperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatan
hujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiap
kemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenis
penggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnya
ambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riau
adalah 3 hari.;Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi di
Provinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitas
manusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagai
indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhu
di atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruh
Provinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014
menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatan
hotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan
Pelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyak
selama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebaran
kepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaran
yakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaan
lahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayah
dengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambut
dengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaan
lahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnya
penentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspots
diperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatan
hujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiap
kemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenis
penggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnya
ambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riau
adalah 3 hari., Kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan kompleks yang terjadi di
Provinsi Riau setiap tahun. Pemicunya berasal dari faktor alami dan akibat aktivitas
manusia. Penelitian ini menggunakan variabel hotspots (titik panas) sebagai
indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan yang dihasilkan oleh sensor satelit
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) akibat kenaikan suhu
di atas 315° K atau 42°C pada luasan 1 km2. Hotspots yang tersebar diseluruh
Provinsi Riau dianalisis kepadatannya sepanjang tahun 2005 hingga 2014
menggunakan perhitungan Kernel Density. Hasilnya pola spasial kepadatan
hotspots terkonsentrasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan
Pelalawan. Sedangkan pola temporal menunjukkan jumlah hotspots terbanyak
selama 10 tahun terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Kemudian sebaran
kepadatan hotspots dihubungan dengan faktor-faktor pemicu terjadinya kebakaran
yakni curah hujan bulanan, sebaran dan kedalaman gambut serta jenis penggunaan
lahan. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotspots terbanyak tersebar pada wilayah
dengan curah hujan bulanan rendah yaitu 50 - 150 mm/bulan dan pada lahan gambut
dengan kedalaman lebih dari 4 meter (sangat dalam) serta pada jenis penggunaan
lahan perkebunan, hutan lahan basah sekunder dan semak belukar. Selanjutnya
penentuan ambang batas hari tanpa hujan sehubungan kemunculan hotspots
diperoleh melalui teknik buffering sejauh 10 km dari stasiun-stasiun pengamatan
hujan setiap hari selama bulan Juni hingga Agustus. Analisis pada setiap
kemunculan hotspots juga dikaitkan dengan kedalaman gambut dan jenis
penggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik setiap area buffer, hasilnya
ambang batas hari tanpa hujan dalam kaitan kemunculan hotspots di Provinsi Riau
adalah 3 hari.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramudhian Firdaus
"Kebakaran hutan dan lahan adalah kejadian yang mengancam kehidupan dan mata pencaharian, mempengaruhi ekonomi nasional, dan memiliki potensi yang berdampak panjang pada manusia. Saat ini, 62 persen wilayah Kalimantan mengalami kerentanan kebakaran hebat, dengan kira-kira 10 persen dari wilayah tersebut memiliki kerentanan yang sangat tinggi. Untuk mengurangi dampak dari kebakaran hutan dan lahan terhadap kerusakan lingkungan dan manusia, analisis spasial dan temporal perlu dilakukan salah satunya menggunakan metode machine learning. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola spatio-temporal titik panas, hubungan antara titik panas dan unsur iklim, dan memproyeksikan potensi titik panas secara spatio-temporal di daerah Kalimantan Timur. Titik panas didapat dari database SiPongi selama periode 2013-2022 diklasifikasikan menggunakan emerging hotspot analysis. Data iklim dari model TerraClimate dengan resolusi 1/240 dinilai pada setiap pola titik panas yang ada dengan menghitung nilai korelasi dan determinasi pada setiap unsur, yaitu curah hujan, suhu maksimum, evapotranspirasi, kecepatan angin, dan kelembaban tanah. Forest-based forecast digunakan untuk melihat potensi titik panas menggunakan berdasar unsur iklim dan geografis lainnya di Kalimantan Timur. Pola sebaran titik panas di Kalimantan Timur secara spasial dari penelitian ini dapat diketahui memiliki pola yang terklasifikasikan atau mengelompok dengan karakteristiknya masing-masing. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa unsur iklim memiliki nilai yang berpengaruh terhadap penentuan lokasi titik panas. Proyeksi titik panas menggunakan machine learning algoritma random forest dalam penelitian ini dapat menunjukkan prakiraan titik panas dengan kesesuaian jumlah daerah potensi titik panas secara spatio-temporal

Forest fires are events that threaten lives and livelihoods, affect national economies, and have the potential to have long-lasting impacts on people. Currently, 62 percent of Kalimantan is highly vulnerable to fires, with approximately 10 percent of the area experiencing very high vulnerability. To reduce the impact of forest fires on environmental and human damage, spatial and temporal analysis needs to be carried out, one of which is using machine learning methods. This study aims to analyze the spatio-temporal patterns of hotspots, the relationship between hotspots and climatic elements, and project hotspot potential spatio-temporally in the East Kalimantan region. Hot spots obtained from the Sipongi database for the period 2013-2022 are classified using emerging hotspot analysis. Climate data from the TerraClimate model with 1/240 resolution is assessed for each hotspot pattern by calculating the correlation and determination values for each element, namely rainfall, maximum temperature, evapotranspiration, wind speed, and soil moisture. Forest-based forecasts are used to see potential hotspots based on climate and other geographical elements in East Kalimantan. The spatial distribution pattern of hotspots in East Kalimantan from this study can be seen to have a pattern that is classified or grouped with their respective characteristics. The results also show that the climate element has a value that influences the location of hotspots. Hot spot projections using the machine learning random forest algorithm in this study can show hotspot predictions with the spatio-temporal suitability of the number of potential hot spot areas."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Luthfita
"Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota rawan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat dan mengalami kejadian kebakaran setiap tahun. Berdasarkan data Kesatuan Pengelolaan Hutan pada tahun 2018, terdapat sekitar 4406 titik panas yang tersebar di Kabupaten Kubu Raya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan aspek kondisi fisik wilayah yang meliputi ketebalan gambut, tutupan lahan dan curah hujan serta aspek sosial masyarakat yang meliputi kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan jenis lapangan usaha di Kabupaten Kubu Raya. Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode overlay dengan Sistem Informasi Geografis. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa wilayah di Kabupaten Kubu Raya yang terdeteksi sangat rawan sebesar 12,77 % dengan total luas wilayah 1124,31 km², rawan tinggi yaitu sebesar 26,75 % dengan total luas wilayah 2419,68 km², rawan rendah yaitu sebesar 31,48 % dengan total luas wilayah 3421,38 km², sedangkan tingkat rawan sangat rendah yaitu 29,00 % dengan total luas wilayah 2408,07 km². Hasil pengolahan menunjukkan bahwa Wilayah dengan tingkat kerawanan tertinggi yaitu Kecamatan Rasau Jaya dan wilayah dengan tingkat kerawanan terendah yaitu Kecamatan Kubu.
Kubu Raya Regency is one of 14 regencies / cities prone to forest and land fires in West Kalimantan Province and experiences fires every year. Based on data from the Forest Management Unit in 2018, there are around 4406 hotspots spread across Kubu Raya Regency. The purpose of this study is to analyze areas prone to forest and land fires based on aspects of the physical condition of the area including peat thickness, land cover and rainfall as well as social aspects of society which include population density, education level and type of business field in Kubu Raya Regency. The spatial analysis used in this study uses the overlay method with Geographic Information Systems. The results of the analysis that have been carried out show that the area in Kubu Raya District that was detected was very vulnerable at 12.77% with a total area of ​​1124.31 km², high vulnerable at 26.75% with a total area of ​​2419.68 km², low at risk that is amounting to 31.48% with a total area of ​​3421.38 km², while the level of vulnerability is very low at 29.00% with a total area of ​​2408.07 km². The analysis shows that the area with the highest level of vulnerability is Rasau Jaya District and the area with the lowest level of vulnerability is Kubu District."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kejadian luar biasa adalah suatu kejadian pada suatu daerah dan waktu tertentu dengan intensitas yang lebih tinggi dari daerah dan waktu lainnya. Metode space time scan statistic adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi kejadian luar biasa pada daerah dan waktu tertentu. Hasil pendeteksian kejadian luar biasa sangat berguna sebagai peringatan dini. Oleh karena itu, pendekatan yang paling sesuai adalah pendekatan prospective. Kejadian diasumsikan berdistribusi Poisson, dan rate dari kejadian luar biasa diasumsikan konstan (persistent). Pendeteksian kejadian luar biasa dilakukan dengan pembentukan scanning window. Untuk tiap scanning window yang terbentuk dihitung nilai rasio likelihood. Space time cluster (daerah dan waktu kejadian luar biasa) adalah scanning window dengan nilai rasio likelihood tertinggi yang signifikan secara statistik. Untuk mendapatkan p-value digunakan formula 1 p R S = + , dengan R adalah ranking statistic uji dari dataset sebenarnya, S adalah jumlah replika yang terbentuk dengan permutasi dari dataset sebenarnya sehingga metode space time scan statistic yang digunakan adalah space time permutation scan statistic. "
Universitas Indonesia, 2007
S27678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ias Sri Wahyuni
"Hotspot adalah daerah yang memiliki intensitas yang paling tinggi pada suatu lokasi tertentu. Salah satu metode yang digunakan dalam mendeteksi hotspot adalah Upper Level Set (ULS) scan statistics. ULS scan statistics adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi kelompok daerah yang memiliki intensitas paling tinggi dari suatu kejadian yang diperhatikan. Dalam tulisan ini, kejadian diasumsikan berdistribusi Gamma. Pada ULS scan statistics, calon - calon hotspot di ditentukan oleh suatu rate atau level g. Daerah - daerah yang memiliki rate lebih besar dari g membentuk suatu scanning window yang merupakan kumpulan daerah calon hotspot. Pembentukan hotspot pada metode ini dapat dinyatakan dengan ULS Scan Tree. Tiap node pada tree merupakan anggota scanning window. Statistik likelihood yang sesuai dan metode Monte Carlo digunakan untuk menentukan signifikansi scanning window sebagai hotspot. Dalam skripsi ini, ULS scan statistics dengan model respon Gamma digunakan untuk mendeteksi daerah dengan curah hujan tertinggi di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Bandung, Jawa Barat."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S27696
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Hotspot adalah daerah yang memiliki intensitas yang paling tinggi pada suatu lokasi tertentu. Salah satu metode yang digunakan dalam mendeteksi hotspot adalah Upper Level Set (ULS) scan statistics. ULS scan statistics adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi kelompok daerah yang memiliki intensitas paling tinggi dari suatu kejadian yang diperhatikan. Dalam tulisan ini, kejadian diasumsikan berdistribusi Gamma. Pada ULS scan statistics, calon – calon hotspot di ditentukan oleh suatu rate atau level g. Daerah – daerah yang memiliki rate lebih besar dari g membentuk suatu scanning window yang merupakan kumpulan daerah calon hotspot. Pembentukan hotspot pada metode ini dapat dinyatakan dengan ULS Scan Tree. Tiap node pada tree merupakan anggota scanning window. Statistik likelihood yang sesuai dan metode Monte Carlo digunakan untuk menentukan signifikansi scanning window sebagai hotspot. Dalam skripsi ini, ULS scan statistics dengan model respon Gamma digunakan untuk mendeteksi daerah dengan curah hujan tertinggi di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Bandung, Jawa Barat."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choirul Basir
"ABSTRAK
Analisis korespondensi adalah analisis untuk melihat hubungan antara dua variabel nominal dalam bentuk grafik pada jarak multidimensi, analisis ini menghitung nilai-nilai pada baris dan kolom dan menghasilkan grafik berdasarkan nilai tersebut sehingga kategori-kategori yang agak serupa akan saling berdekatan jaraknya. Hotspot adalah suatu area yang memiliki kondisi yang berbeda, tidak biasa, menyimpang, daerah yang intensitasnya tinggi dibandingkan dengan daerah disekitarnya. Kota Depok sebagai kota penyangga ibukota yang perkembangannya semakin pesat, diharapkan mampu menyiapkan sumber daya manusia yang lebih baik. Untuk melihat kualitas sumber daya manusia dapat bergantung pada kualitas tingkat kesehatan suatu daerah tersebut, sehingga perlu dilakukan pendeteksian hotspot tingkat kesehatan pada area puskesmas. Variabel tingkat kesehatan yang dipilih antara lain: jumlah bayi dengan berat lahir rendah, balita penderita gizi buruk, kematian balita, kematian ibu bersalin, kelahiran tanpa pertolongan tenaga kesehatan, bayi tanpa penanganan kesehatan, dan bayi tanpa imunisasi dasar. Sebelum melakukan pendeteksian hotspot,dilakukan terlebih dahulu analisis korespondensi untuk melihat hubungan antara area puskesmas dengan tingkat kesehatan. Metode analisis korepondensi memberikan hasil bahwa terdapat hubungan antara area puskesmas dan variabel tingkat kesehatan. Selanjutnya dilakukan pendeteksian hotspot, hasil pendeteksian hotspot menggunakan software SatScan ditampilkan dalam peta menggunakan software R menunjukkan bahwa hotspot area puskesmas secara keseluruhan cenderung berada di bagian tengah dan timur Kota Depok. Hasil pendeteksian hotspot dapat dijadikan bahan masukan untuk instansi pemerintahan untuk melakukan tindakan penanggulangan dan pencegahan sehingga tingkat kesehatan yang rendah dapat diminimalisir dan tercipta masyarakat Kota Depok dengan tingkat kesehatan meningkat yang akan berimbas pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

ABSTRACT
Correspondence analysis is used to analyze the relationship between two nominal variables through graphs on multidimensional distance. This method calculates the value of the rows and columns and generate charts based on those values so that each category each variable will related each other based on the distance. Hotspot is an area which has different conditions, unusual, deviant, an elevated area compared with the surrounding area. Depok city as a capital buffer cities whose development is rapidly increasing, is expected to prepare a human resources better. The quality of human resources may depend on the quality of the soundness of the area, so that are hotspot detection was applied on the data of health centers. Variables in this study the number of babies with low birth weight, infant malnutrition, infant mortality, maternal mortality, birth without the help of health professionals, health care baby without the baby, and the baby without basic immunization. Before apply hotspot detection, correspondence analysis were done first to see the relationship between the area health centers and health level. The result of correspondence analysis showed the relationship between the area health centers and health level variables, mostly they have similar characteristics. Furthermore, the result of hotspot detection using SaTScan software, displayed in a map by resource software R. Based on the map the overall hotspot area tend located in the central and eastern parts of Depok. Hotspot detection results can be used as the support to the government agencies in making the decision to reduce and prevention low levels of health areas create Depok City with rise health level community an finally impact on improving the quality of human resources."
2017
T47221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glaz, Joseph
New York: Springer, 2001
519.5 GLA s (1);519.5 GLA s (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Dita Irmayani
"ABSTRAK
Hotspot merupakan daerah yang memiliki intensitas kejadian yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain dalam suatu lokasi tertentu. Manfaat dari pendeteksian hotspot adalah memberikan informasi terkait daerah yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi dibandingkan dengan lokasi sekitarnya. Upper Level Set (ULS) Scan Statistic adalah salah satu metode pendeteksian hotspot yang merupakan pengembangan dari scan statistic. Daerah yang ingin dideteksi adalah daerah di Jawa Tengah Tahun 2015 untuk kasus penyakit menular. Keberadaan penyakit menular harus mendapat perhatian lebih dibandingkan dengan penyakit tidak menular. Hal ini disebabkan karena penyakit menular cepat berkembang dengan pesat sehingga angka kesakitan maupun kematian terus bertambah. Salah satu cara untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit tersebut dengan mengetahui dimana daerah yang memiliki tingkat intensitas tertinggi penyebaran penyakit tersebut. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Hasil pendeteksian hotspot dapat dijadikan bahan masukan untuk instansi pemerintahan untuk dapat mengambil tindakan sehingga tingkat kesehatan yang rendah dapat diminimalisir. Kasus yang diperhatikan adalah jumlah kasus HIV, malaria, DBD, dan campak yang diasumsikan berdistribusi poisson.

ABSTRACT
Hotspot is an area that has an unusual case occurrence compared to other areas in a certain location. The benefit of hotspot detection is to provide information related to the area that has the highest cases intensity compared to the surrounding area. Upper Level Set (ULS) scan statistic is one of hotspot detection method which is further development of Kulldorf's scan statistic. To do the detection area hotspot is an area that has an infectious disease cases in Central Java for 2015. Hotspot detection was performed in the area Central Java province which has communicable disease issue in 2015. The existence of a communicable disease should gain more attention than non-communicable diseases since it could spread quickly so that morbidity and mortality number increase rapidly as the consequence. One of the solutions to stop the spread of a certain communicable disease is to detect the area which is the most severe. This study used secondary data obtained from the Central Java Provincial Health Office in 2015. The results of hotspot detection can be used as recommendation for government agencies to take precise action for upgrading people health quality. The data analyzed in this study were the number of cases of HIV, AIDS, Malaria and dengue and assumed to have Poisson distribution."
Universitas Indonesia, 2017
T55408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>